I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif) (Pramono dan Katno, 2002). Hal ini dikarenakan tanaman banyak mengandung senyawa yang mempunyai khasiat, terutama untuk meningkatkan kesehatan. Penggunaan beragam herbal dan tanaman obat memiliki sejarah panjang. Tanaman tersebut telah digunakan sejak zaman kuno, terutama di negara oriental. Tumbuhan dapat digunakan sebagai sumber obat baru, karena kandungan senyawa metabolit sekundernya. Penelitian mengenai tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan di seluruh dunia (Makkar et al, 2009). Tanaman umumnya mengandung senyawa kimia penting yang dikenal sebagai fitokimia. Fitokimia merupakan kelompok senyawa alami yang dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit (Mahanom et al., 1999). Kelompok senyawa kimia tanaman yang memberikan efek farmakologis antara lain minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, steroid dan triterpenoid yang memberikan aroma yang spesifik (Hernani et al., 1997). Piperaceae merupakan herba ataupun pohon kecil yang mampu tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Pemanfaatan bahan alami untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kesehatan mulai digalakkan. Sudah banyak penelitian yang 1
2 mengungkap manfaat tanaman Piper antara lain sebagai obat kejang usus (Perry and Metzger, 1980), obat sakit perut, kencing nanah dan penolak serangga. Beberapa penelitian terkait dengan fitokimia pada Piperaceae terutama Genus Piper sudah banyak dilakukan. Senyawa monoterpen dan sesquiterpen dijumpai pada P. aduncum, P. arboreum dan P. tuberculatum (Navickiene dalam Regasini et al., 2008). Berbagai jenis anggota Piper digunakan sebagai pengobatan tradisional dan telah diteliti bahwa tanaman ini mengakumulasi metabolit sekunder dengan aktivitas biologi yang berbeda. Kandungan senyawa metabolit sekunder utama pada Piper adalah golongan senyawa flavonoid, alkoloid, senyawa polifenolat, tannin dan minyak atsiri (Puspitasari, 2010). Senyawa metabolit sekunder yang ditemukan pada Piper tersebut mempunyai aktivitas biologis, yaitu dapat berperan sebagai antioksidan. Senyawa fenolik seperti asam fenolat dan flavonoid merupakan metabolit sekunder yang mampu bertindak sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh fenol didasarkan pada kemampuannya dalam reaksi redoks, yang menyebabkan fenol dapat bertindak sebagai agen pereduksi, donor hidrogen dan peredam oksidasi (Hsu et al., 2007). Flavonoid diketahui merupakan senyawa pereduksi yang baik. Flavonoid dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, baik enzimatis maupun non enzimatis (Robinson, 1995). Aktivitas antioksidan dan kandungan fenol serta flavonoid pada beberapa tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional bangsa India diketahui mempunyai hubungan yang linier (Kalim et al., 2010).
3 Beberapa penelitian yang sudah dilakukan pada anggota Genus Piper antara lain ekstrak etanol daun Piper aduncum L. sebagai antioksidan dengan nilai IC 50 85,24±0,60 µg/ml dibandingkan dengan standar α tokoferol dengan IC 50 32,36±2,21 µg/ml dan senyawa utamanya adalah polifenol seperti katekin, epikatekin dan quersetin (Escudero et al., 2008). Piper arboretum dan Piper tuberculatum sebagai antioksidan terutama untuk fraksi etil asetat dengan nilai IC 50 masing-masing sampel adalah 5,70 and 11,4 µg/ml (Regasini et al., 2008). Ekstrak etanol daun Piper betle sebagai antioksidan dengan nilai IC 50 12,00 µg/ml dibandingkan dengan asam askorbat sebagai standar dengan nilai IC 50 5,32 µg/ml (Manigauha et al., 2009). Piper caninum Blume dimanfaatkan sebagai antioksidan karena mengandung senyawa terpen dan fenilpropanoid, dengan nilai IC 50 452,4 ± 0,55 mg/ml untuk ekstrak batang dan ekstrak daun sebesar 187,6 ± 0,45 mg/ml (Saleh et al., 2011). Senyawa antioksidan mempunyai manfaat yaitu menahan pembentukan radikal bebas, melindungi sel dari kerusakan, mencegah terjadinya stress oksidatif dan mencegah kerusakan makromolekul seperti lemak, protein dan DNA (Lautan, 1997; Hamid et al., 2010; Dai and Mumper, 2010). Kerusakan makromolekul tersebut dapat menyebabkan terjadinya mutasi dan menginduksi terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, kanker, serta gejala penuaan. Kerusakan makromolekul dalam sel dapat dicegah dengan adanya senyawa polifenol, flavonoid, flavonol (Perron and Brumaghim, 2009). Menurut penilitian Lopes et al.(1999), telah ditunjukkan melalui spektrosfotometer UV-vis bahwa asam tanat mampu menghambat reaksi Fenton dengan mengkhelat ion
4 Fe 2+. Sestili et al. (1998) meneliti bahwa quersetin dengan konsentrasi 12,67 µm mampu menghambat proses sitotoksisitas yang dipicu oleh H 2 O 2 pada sel leukemi manusia. Demikian pula penelitian Sestili et al. (2002) menunjukkan bahwa polifenol dengan gugus katekol mampu menghambat kerusakan DNA. Penggunaan senyawa antioksidan saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam mencegah kerusakan makromolekul dan menghambat penyakit degeneratif tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol dan kloroform dari enam spesies Piper sp. koleksi Kebun Raya Bogor (KRB). Sampel dipilih dari koleksi Kebun Raya Bogor karena lingkungan di KRB homogen sehingga diharapkan tidak ada faktor lingkungan yang mempengaruhi kandungan metabolit sekunder pada enam spesies Piper sp. tersebut. Dengan demikian dapat diketahui spesies mana yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi di antara enam spesies tersebut. B. Permasalahan Penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Diantara enam spesies Piper, spesies manakah yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi? 2. Diantara enam spesies Piper, spesies manakah yang mempunyai kandungan fenol dan flavonoid paling tinggi? 3. Bagaimanakah hubungan antara kandungan fenol dan flavonoid dengan aktivitas antioksidan pada Piper?
5 4. Apakah ekstrak daun Piper mempunyai potensi untuk mencegah terjadinya oksidasi DNA yang disebabkan oleh radikal hidroksil? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Spesies Piper yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi dengan metode DPPH. 2. Spesies Piper yang mempunyai kandungan fenol dan flavonoid paling tinggi. 3. Hubungan antara kandungan fenol dan flavonoid dengan aktivitas antioksidan pada Piper. 4. Potensi yang dimiliki ekstrak Piper dalam penghambatan oksidasi DNA oleh radikal hidroksil. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi dasar ilmiah bagi penelitian selanjutnya terutama untuk menguji senyawa bioaktif antioksidan pada Piper sp. secara in vivo, mengidentifikasi struktur molekul senyawa bioaktif antioksidan pada Piper dan untuk mengetahui mekanisme kerja senyawa tersebut dalam aktivitas antioksidan. Selain hal tersebut diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat terhadap usaha pengembangan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia untuk pengobatan, khususnya tanaman yang termasuk dalam Piperaceae sebagai sumber antioksidan alami.