BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan dengan imajinasi pengarang sehingga akan dihasilkan sebuah karya yang tidak sekadar menghibur, tetapi juga penuh dengan makna dan mempunyai nilai edukatif yang terkandung dalam karya satra tersebut. Makna yang terkandung di dalam karya sastra diharapkan mampu memberikan kepuasan intelektual dan kekayaan batin bagi para penikmat dan pembaca karya sastra. Hal tersebut sering terjadi justru sebaliknya, karya sastra tidak dapat dipahami dan dinikmati sepenuhnya oleh sebagian besar masyarakat pembacanya. Berkaitan dengan hal tersebut, Semi (1993: 1) menjelaskan bahwa perlu dilakukan penelitian sastra agar sebuah karya sastra dapat dipahami dan dinikmati oleh para penikmat sastra. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan ungkapan seorang penulis untuk menyampaikan suatu informasi kepada pembaca supaya menikmati hasil tulisan yang ditulis. Pradopo (2002: 6) berpendapat bahwa karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia. Kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah kebenaran penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati nuraninya atau belum. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya. Sastra berisi pengalaman-pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman kelompok masyarakat (fakta sosial). Menurut pendapat Sangidu (2004: 41) sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang ditulis oleh pengarang pada suatu kurun waktu tertentu. Sastra berkaitan langsung dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Sastra yang 1
2 baik tidak hanya merekam dan melukiskan kenyataan yang ada dalam masyarakat, tetapi merekam dan melukiskan kenyataan secara keseluruhan. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2005: 2) sebagai hasil imajinatif, karya sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, dan berguna menambah pengalaman batin bagi pembacanya. Membicarakan sastra yang bersifat imajinatif, berhadapan dengan tiga jenis genre sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi, teks naratif, atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini adalah cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan, fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah. Selain itu, Waluyo (2008: 1) menguraikan bahwa karya sastra pada umumnya adalah imajinatif, artinya metode yang digunakan untuk menciptakannya dengan imajinasi (hasil fantasi) penciptanya. Diterangkan lebih lanjut oleh Susanto (2012: 32) bahwa karya sastra yang berupa novel, cerpen, dan puisi adalah karya imajinatif, fiksional, dan ungkapan ekspresi pengarang. Aspek terpenting yang perlu dilukiskan oleh pengarang yang dituangkan dalam karya sastra adalah masalah kemajuan manusia. Oleh karena itu, pengarang yang melukiskan kenyataan dalam keseluruhan tidak dapat mengabaikan begitu saja masalah tersebut. Luxemburg, Bal, dan Weststeijn (1986: 12) juga berpendapat bahwa karya sastra pun dapat berfungsi sebagai media pemahaman budaya suatu bangsa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karya sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang disampaikan oleh penulis melalui karya sastra berupa tulisan. Salah satu bentuk karya sastra yang banyak digemari oleh pembaca di kalangan masyarakat Indonesia adalah novel. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan novel di Indonesia sekarang cukup pesat, terbukti dengan banyaknya novel-novel baru telah diterbitkan. Novel tersebut mempunyai bermacam tema dan isi, seperti tentang problem-problem sosial yang pada umumnya terjadi pada masyarakat. Nurgiyantoro (2005: 4) berpendapat bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang
3 diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lainlainnya yang kesemuanya bersifat imajinatif. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, novel berasal dari imajinasi serta kreativitas pengarang dalam merespon dan menanggapi persoalan-persoalan yang ada di lingkungannya. Novel dapat dicermati berbagai hal yang menyangkut hubungan manusia dengan alam semesta, dengan penciptanya, dan antarmanusia. Sebagai sebuah alternatif, novel memberi ruang lapang pada pengarang untuk membangun sebuah bangunan penceritaan yang menyeluruh sehingga misi pengarang dapat tersampaikan secara optimal. Novel sebagai sebuah karya fiksi yang menawarkan dunia berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif. Novel merupakan sebuah totalitas, yaitu suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Dalam hal ini, novel dibangun atas unsur ekstrinsik dan intrinsik. Seperti yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro (2005: 4) bahwa di dalam novel, juga terdapat tema, amanat, karakteristik tokoh, alur, latar cerita, dan sudut pandang cerita (point of view). Selain itu, setiap novel senantiasa menawarkan pesan moral, amanat yang berhubungan dengan sifat-sifat kemanusiaan. Hal tersebut, tersampaikan melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokohnya. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang terkandung dalam karya sastra. Novel yang dihasilkan oleh para pengarangnya selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa novel juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Selaras dengan pendapat tersebut, Endaswara (2011: 96) menyimpulkan bahwa karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologi, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam teks jika karya tersebut berbentuk prosa. Ilmu sastra dan psikologi juga tidak dapat dilepaskan dari pengkajian dan telaah sastra. Sastra yang ditempatkan sebagai hasil aktivitas dan ekspresi
4 pengarang, sedangkan studi psikologi sendiri menempatkan pengarang sebagai tipe atau pribadi. Wellek dan Warren (1990: 90) berpendapat bahwa psikologi sastra juga merupakan studi proses kreatif dan menelaah tentang tipe, hukumhukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Sejalan dengan itu, psikologi sastra juga mempelajari dampak sastra bagi para pembaca. Bertolak dari pengertian hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra sehingga penelitian ini menganalisis tentang kondisi kejiwaan tokoh, dengan mengggunakan teori-teori psikologi. Oleh karena itu, kajian psikologi sastra dapat membantu peneliti dalam meninjau karya sastra agar menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya sehingga hasilnya merupakan kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik yang dapat menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut. Endaswara (2008: 12) menjelaskan bahwa penelitian mengenai psikologi sastra berperan penting dalam pemahaman sastra dengan alasan bahwa adanya beberapa kelebihan yang menonjol pada penelitian psikologi. Misalnya, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam mengenai aspek perwatakan, memberi umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan dan membantu peneliti mengupas karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologis. Karya sastra yang berbentuk fiksi seperti novel selalu mempunyai beragam kisah, tujuan pada cerita yang terdapat di dalamnya, dan yang menonjol pada suatu cerita di novel adalah nilai-nilai pendidikan yang terkadung. Setiap karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan tentang kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanyalah menampilkan tokoh itu secara fiktif. Salah satu syarat sebuah novel yang dapat dikatakan baik adalah novel yang bisa membuat pembacanya ikut merasakan berada dalam cerita dan bisa larut dalam kisah yang diceritakan. Salah satu novel yang memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi adalah novel-novel karya Ayu Utami. Selain itu, banyak pula novel yang ditulis oleh Ayu Utami yang memiliki sisi kelebihan dan dapat dikaji secara feminisme maupun secara psikologi sastra karena penulis novel lebih menonjolkan karakter
5 watak-watak tokoh dalam cerita novel dan mengembangkan konflik-konflik cerita yang begitu pelik mewarnai kisah novelnya. Novel yang peneliti pilih adalah novel Lalita, novel ini merupakan novel kedua dari seri novel Bilangan Fu. Di dalam novel Lalita terdapat tiga tokoh sentral yang disampaikan penulis novel, yaitu Lalita Vistara, Sandi Yuda, dan Parang Jati. Setiap tokoh memiliki karakter kuat yang membuat konflik cerita semakin menarik. Ayu Utami menghadirkan tokoh Lalita yang percaya bahwa dirinya pernah hidup di empat zaman, yang pertama adalah abad 5 dengan setting Nepal dan Sriwijaya, abad 10 di Jawa Tengah seputar Magelang, Yogyakarta dan Muntilan, abad 15 sebagai drakula di Transylvania, dan abad 20 di Nusantara. Inilah salah satu kekayaan Ayu Utami dalam menulis novel-novelnya, membaca novel Lalita ini, pembaca akan dibawa pada sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia, benda-benda peninggalannya, termasuk mengenali orang-orang yang berjasa pada masa tertentu. Salah satu yang ia ceritakan adalah tentang Kassian Cephas fotografer pribumi pertama yang juga sempat memotret Borobudur secara lengkap hingga relief Karmawibangga atau lantai dasar yang kemudian ditutup lagi pada tahun 1890-1891. Borobudur yang merupakan salah satu poros dunia atau axis mundi. Novel Lalita juga menceritakan tentang teka-teki kehidupan seseorang. Menceritakan pertemuan Lalita, Oscar, dan Sandi Yuda, misteri tentang Lalita yang mulai terkuak sejak Yuda bertemu dengan Janaka atau Jantaka yang merupakan kakak Lalita. Musuh bebuyutan sejak beradab-abad lamanya dan selalu mempertemukan mereka berdua dalam abad lain hingga akhirnya perkara dianggap selesai. Peneliti ingin mengetahui semua lebih lanjut tentang kejiwaan tokoh utamanya serta nilai-nilai pendidikan yang ditampilkan dalam novel Lalita sehingga peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap novel Lalita karya Ayu Utami dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian ini berfungsi sebagai pendalaman karakter tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam novel tersebut.
6 Pemilihan novel Lalita sebagai bahan kajian, dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memahami nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Lalita sebagai salah satu bagian masalah yang diangkat pengarang melalui karyanya. Lalita adalah sebuah novel karya Ayu Utami yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada bulan September 2012. Novel ini bercerita seputar kisah petualangan, serial ini selalu mengandung dua hal, yaitu teka-teki atau misteri yang berhubungan dengan khazanah kebudayaan Nusantara dan atu topik mengenai logika atau cara berpikir. Dalam Manjali dan Cakrabirawa, buku pertama serial ini, pembaca berkenalan dengan karakter candi Jawa Timur dan topik logika mengenai luas pengertian. Lalita akan menyentuh candi Borobudur dan sebagian perkembangan psikoanalisa. Kelebihan novel ini terletak pada jalinan cerita yang mampu memberikan inspirasi dan motivasi pada pembaca. Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil oleh pembaca sehingga pembaca mampu memperoleh amanat dari cerita yang terdapat dalam novel tersebut. Pendekatan psikologi sastra dipilih berdasarkan kesesuaian antara teknik analisis dengan objek yang dianalisis. Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh utama fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra. Analisis struktural sastra disebut juga pendekatan objektif dan menganalisis unsur intrinsiknya untuk mengaitkan, menelaah antar unsurunsur yang membangun novel Lalita. Penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur pembentuknya. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Novel Lalita Karya Ayu Utami: Kajian Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Lalita karya Ayu Utami?
7 2. Bagaimana struktur kepribadian psikologis tokoh Lalita dalam novel Lalita karya Ayu Utami? 3. Bagaimana nilai-nilai pendidikan dalam novel Lalita karya Ayu Utami? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta memiliki arah dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan unsur intrinsik pada novel Lalita karya Ayu Utami. 2. Mendeskripsikan struktur kepribadian psikologis tokoh Lalita dalam novel Lalita karya Ayu Utami. 3. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam novel Lalita karya Ayu Utami. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademis maupun praktis. Adapun manfaat dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1.Manfaat Teoretis a. Menambah khazanah penelitian sastra Indonesia, khususnya penelitian novel psikologi sastra sehingga bermanfaat bagi perkembangan karya sastra Indonesia. b. Menjadi titik tolak untuk memahami dan mendalami karya sastra pada umumnya dan karya sastra novel-novel karya Ayu Utami. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pengarang, penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat menciptakan karya sastra yang lebih baik lagi. b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah wawasan dan minat pembaca dalam mengapresiasi karya sastra. c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi dan referensi dalam melakukan penelitian-penelitian baru dan bermanfaat.
8 d. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran sastra di sekolah, khususnya tentang apresiasi novel.