BAB II PEMBIAYAAN AR-RAHN

dokumen-dokumen yang mirip
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara etimologis rahn Syari at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB II LADASAN TEORI. Rahn secara etimologis, berarti tsubut (tetap) dan dawam (kekal,terus

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Konvensional. Pendirian Pegadaian Syariah Ponolawen dilatar belakangi oleh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGUASAAN BARANG GADAI OLEH RAHIN (STUDY KASUS DI DESA KUMESU KEC. REBAN KAB. BATANG) SKRIPSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap penelitian-penelitian sebelumnya sebagai berikut:

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

HILMAN FAJRI ( )

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Umum (Perum). Perusahaan tersebut milik pemerintah (BUMN), berada

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan media dan barang yang tidak

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB II LANDASAN TEORI. tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk pandangan hidup manusia. Islam hadir dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

Transkripsi:

BAB II PEMBIAYAAN AR-RAHN A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Islam baik dalam rupiah mapun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga Islam, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen, dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah. 1 2. Tujuan Pembiayaan Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuang pembiayaaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk : a) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan taraf ekonominya b) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktifitas pembiayaan. 1 Veithzal Rivai, Islamic Banking, Bumi Aksara, Jakarta: 2010,h.681. 11

12 Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan. c) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana. d) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru. e) Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan. Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk : a) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang cukup. b) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.

13 c) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonom dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak ada. Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi. d) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus) dana. 2 4. Fungsi Pembiayaan Sesuai dengan tujuan pembiayaan diatas, pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk : a. Meningkatkan daya guna uang Dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun kemanfaatan bagi masyarakat. b. Meningkatkan daya guna barang 1) Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/goreng. 2 Rivai, Islamic,,h.681-682

14 2) Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan/dikirim dari suatu daerah ke daerah lain yang kemanfaatan barang itu lebih terasa, pada dasarnya meningkatkan utilitybarang itu. Pemindahan barang-barang itu tidaklah dapat diatasi oleh keuangan para distributor saja dan oleh karenanya mereka memerlukan bantuan permodalan berupa pembiayaan. c. Meningkatkan peredaran uang Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha, sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kulitatif apalagi secara kuantitatif. d. Menimbulkan kegairahan berusaha Kegiatan usaha sesuai dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu berhubungan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Kemudian timbullah efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas di kalangan masyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktivitas.

15 e. Stabilitas ekonomi Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain : 1) Pengendalian inflasi 2) Peningkatan ekspor 3) Rehabilitasi prasarana 4) Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus-menerus. Dengan earnings yang terus menerus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus bertambah. 3 4. Analisis Kelayakan Pembiayaan Ada dua fungsi utama bank yaitu adalah mengumpulan dana dan penyaluran dana. Penyaluran dana yang dilakukan bank syariah adalah pemberian pembiayaan kepada debitur yang membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk konsumsi. Praktik pembiayaan yang dijalankan oleh lembaga keuangan islam adalah pembiayaan dengan sistem bagi hasil atau syirkah. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyalur dana, bank syariah perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan analisis kelayakan pembiayaan. Secara umum, analisis pembiayaan tersebut terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: a. Pendekatan analisis pembiayaan. Ada beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat diterapkan oleh para pengelola 3 Rivai, Islamic...,h.

16 bank syariah dalam kaitannya dengan pembiayaan, tahapan tersebut yaitu: 1) Pendekatan jaminan, yaitu bank dalam memberikan pembiayaan harus memperhatikan kuantitas dan kualitas yang dimiliki oleh peminjam. 2) Pendekatan karakter, yaitu bank harus mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah. 3) Pendekatan kemampuan terhadap pelunasan, yaitu bank melakukan analisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil. 4) Pendekatan dengan kelayakan, yaitu bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh peminjam. 5) Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan. b. Penarapan prinsip analisis pembiayaan. Prinsip analisis pembiayaan ditetapkan dalam rumus 5C yaitu: 1) Character, yaitu sifat atau karakter nasabah yang mengambil pinjaman. 2) Capacity, yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang telah diambil. 3) Colateral, yaitu jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank. 4) Condition, yaitu keadaan usaha atau nasabah memiliki potensi bagus atau tidak. 5) Capital, yaitu yaitu besarnya modal yang diperlukan peminjam Prinsip 5C terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constrain, yang artinya hambatan-hambatan yang mungkin menganggu proses usaha nasabah.

17 c. Penerapan prosedur analisis pembiayaan. Yaitu mengenai aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu dipahami oleh bank adalah: Berkas pencatatan. Data pokok dan analisis pendahuluan. Penelitian data. Penelitian atas realisasi usaha. Penelitian atas rencana usaha. Penelitian dan penilaian barang jaminan. Laporan keuangan dan penelitiannya. d. Penentuan kebijakan terhadap pembiayaan bank syariah, yaitu: 1) Kebijakan umum pembiayaan bank syariah, ditetapkan secara bersama oleh dewan komisaris, direksi, serta dewan pengawas syariah mengenai jenis besarnya (nilai rupiahnya) sehingga atas pilihan-pilihan yang akan ditentukan diharapkan dapat memnuhi aspek syar i, disamping aspek ekonominya. 2) Pengambilan keputusan pembiayaan. Dalam realisasinya suatu pembiayaan seacara inheren terdapat resiko yang melekat, yaitu pembiayaan bermasalah sehingga kondisi terpuruknya menjadi macet. Guna menghindari risiko, dalam setiap pengambilan keputusan suatu pemohon pembiayaan, baik dikantor pusat maupun kantor-kantor cabang atau cabang pembantu, dapat dihasilkan keputusan yang objektif. 4 4 Rahmat Ilyas, Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah, Jurnal Penelitian, Bangka Belitung: STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik, 2015 hal.197-198

18 B. Akad Ar-Rahn 1. Pengertian Rahn Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-habsu (Pasaribu, 1996: 139).Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafe i, 2000: 159). Sedangkan menurut Sabiq (1987: 139), rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu. Pengertian ini didasarkan pada praktik bahwa apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak atau berupa barang ternak berada di bawah penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi hutangnya. Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-mugni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.sedangkan Imam Abu Zakaria al-anshari dalam kitabnya Fathul Wahab mendifinisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda itu bila utang tidak dibayar (Sudarsono, 2003: 157).Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian rahn adalah menahan harta salah satu pemilik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. Pengertian gadai yang ada dalam syariah agak berbeda dengan pengertian gadai dalam hukum positif seperti yang

19 tercantum dalam Burgerlijk Wetbook (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si ber-piutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150 KUH Perdata). Selain berbeda dengan KUH Perdata, pengertian gadai menurut syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut ketentuan hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali (Pasaribu, 1996: 140). 5 2. Dasar Hukum a. Al-Quran Ayat Al-Quran yang dapat ikan dasar hukum perjanjian gadai adalah : ي أ ي ه ا ال ذ ي ن ا م ن و ا إ ذ ا ت د اي ن ت م ب د ي ن إ ل ى أ ج ل م س م ى ف اك ت ب و ه Artinya Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu tidak bermuamalah secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Q.S Al-Baqarah ayat 282) 5 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 2011, hal.112

20 و إ ن ك ن ت م ع لى س ف ر و ل م ت ج د و ا ك ات ب ا ف ر ه ن م ق ب و ض ة ف إ ن أ م ن ر ب ه و ل ت ك ت م وا للا ب ع ض ك م ب ع ض ا ف ل ي ؤ د ال ذ ى اؤ ت م ن أ م ان ت ه و ل ي ت ق ب م ا ت ع م ل و ن ع ل ي م ٣٨٢ الش ه اد ة و م ن ي ك ت م ه ا ف إ ن ه ا ث م ق ل ب ه و للا Artinya Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Baqarah ayat 283) b. Hadits Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya. (H.R Asy Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah). Nabi bersabda : Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan (H.R Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai).

21 Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda : apabila ada ternak diadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga) nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga) nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan) nya. (H.R Jamaah kecuali Bukhari, Muslim, dan Nasai). 6 c. Fatwa DSN MUI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONALNOMOR 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN Pertama : Hukum Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. Kedua : Ketentuan Umum 1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untukmenahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya 3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat 6 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 2009, hal.168-169

22 dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin 4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh dientukan berdasarkan jumlah pinjaman 5. Penjualan Marhun a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harusmemperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin Ketiga : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannyaatau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 68/DSN-MUI/III2008TENTANG RAHN TASJILY

23 Pertama : Ketentuan Umum Rahn Tasjilydisebut juga dengan Rahn Ta mini, Rahn Rasmi, atau Rahn Hukmi adalah jaminan dalam bentuk barang atasutang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepadamurtahin (penerima jaminan) hanya bukti sah kepemilikannya,sedangkan fisik Marhun (barang jaminan) tersebut tetap beradadalam penguasaan dan pemanfaatan Rahin (pemberi jaminan) Kedua : Ketentuan Khusus Rahn Tasjily boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau sertifikat barang yang dijadikan jaminan (Marhun) kepada Murtahin 2. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke Murtahin 3. Rahin memberikan wewenang (kuasa) kepada Murtahin untuk melakukan penjualan Marhun, baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi Wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya 4. Pemanfaatan barang marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan 5. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin, berdasarkanakad Ijarah 6. Besaran biaya sebagaimana dimaksud nomor 5 tersebut tidak boleh dikaitkan dengan jumlah utang Rahin kepada murtahin

24 7. Selain biaya pemeliharaan, murtahin dapat pula mengenakan biaya lain yang diperlukan pada pengeluaran yang riil 8. Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin Ketiga : Ketentuan Penutup Fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn yang terkait dengan pelaksanaan akad Rahn Tasjily berlaku pula pada fatwa ini Keempat : Ketentuan Penutup 1. Jika terjadi perselisihan (persengketaan) di antara para pihak, dan tidak tercapai kesepakatan di antara mereka makapenyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui Pengadilan Agama 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuanjika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya 3. Rukun Rukun Ar-Rahn menurut jumhur ulama ada empat, yaitu : Ar-Rahin (orang yang menyerahkan barang jaminan) Al-Murtahin (orang yang menerima barang jaminan) Al-Marhun (barang jaminan) Al-Marhun bih (utang) Shigat Sementara itu, rukun Ar-Rahn menurut Mazhab Hanafi adalah ijab dan kabul, sedangkan tiga lainnya merupakan syarat dari akad Ar-Rahn. Di samping itu, menurut mereka untuk sempurna dan

25 mengikatnya akad Ar-Rahn ini maka diperlukan Al-Qabadh (penyerahan barang) oleh pemberi utang. 4. Syarat-syarat Ar-Rahn Menurut jumhur ulama, ada beberapa syarat sahnya akad Ar-Rahn yaitu: a. Ar-Rahn dan murtahin, keduanya disyaratkan cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum ditandai dengan telah baligh dan berakal. Oleh karena itu, akad rahn tidak sah dilakukan oleh orang yang gila dan anak kecil yang belum mumayiz. b. Marhun bih (utang), disyaratkan pertama, merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada orang tempat berutang. Kedua, utang itu dapat dilunasi dengan marhun (barang jaminan), dan ketiga, utang itu pasti dan jelas baik zat, sifat, maupun kadarnya. c. Marhun (barang jaminan/agunan). Para ulama sepakat bahwa apa yang disyaratkan pada marhun adalah yang disyaratkan pada jual beli. Syarat-syarat marhun adalah : 1) Barang jaminan (marhun) itu dapat dijual dan nilainya seimbang dengan utang. Tidak boleh menggadaikan sesuatu yang tidak ada ketika akad seperti burung yang sedang terbang. Karena hal itu tidak dapat melunasi utang dan tidak dapat dijual. 2) Barang jaminan itu bernilai harta, merupakan mal mutaqawwim (boleh dimanfaatkan menurut syariat). Oleh karena itu, tidak sah menggadaikan bangkai, khamar, karena tidak dapat dipandang sebagai harta dan tidak boleh dimanfaatkan menurut Islam. 3) Barang jaminan itu jelas dan tertentu.

26 4) Barang jaminan itu milik sah orang yang berutang dan berada dalam kekuasaannya. 5) Barang jaminan harus dapat dipilah. Artinya tidak terkait dengan hak orang lain, misalnya harta berserikat, harta pinjaman, harta titipan, dan sebagainya. 6) Barang jaminan itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran di beberapa tempat serta tidak terpisah dari pokoknya, seperti tidak sah menggadaikan buah yang ada di pohon tanpa menggadaikan pohonnya, atau menggadaikan setengah rumah pada satu rumah atau seperempat mobil dari satu buah mobil. 7) Barang jaminan itu dapat diserahterimakan, baik materinya maupun manfaatnya. Apabila barang jaminan itu berupa benda tidak bergerak, seperti rumah dan tanah, maka surat jaminan tanah dan surat-surat rumah yang dipegang oleh pemberi utang diserahkan kepada pemegang jaminan (murtahin). d. Syarat penyerahan marhun (agunan) Apabila agunan telah diterima oleh murtahin kemudian utang sudah diterima Ar-Rahn, maka akad Ar-Rahn bersifat mengikat bagi kedua belah pihak (luzum). Syarat terakhir yang merupakan kesempurnaan Ar-Rahn, yakni penyerahan barang jaminan (qabadh Al-Marhun), artinya barang jaminan dikuasai secara hukum oleh murtahin. Syarat ini menjadi sangat penting sebagaimana dinyatakan oleh Allah Swt dalam surat Al- Baqarah ayat 283 di atas. Ulama Malikiyah berpendapat tidak sempurna akad Ar- Rahn kecuali ada serah terima (Al-Qabadh) barang yang digadaikan. Oleh karena itu, Al-Qabadh merupakan syarat kesempurnaan akad Ar-Rahn, bukan syarat sah atatu syarat luzum. Ulama Malikiyah menganggap bahwa marhun tidak

27 harus diserahkan secara aktual, tetapi boleh juga penyerahannya secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan, maka yang diserahkan adalah surat gadai atau sertifikat tanahnya. e. Shigat akad Ulama Hanafiyah menyatakan apabila akad Ar-Rahn dibarengi dengan syarat tertentu, atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal, sementara akad Ar- Rahnnyasah. Misalnya, orang yang berutang menyaratkan apabila tenggang waktu utang telah habis dan utang belum dibayar, maka akad Ar-Rahn diperpanjang satu bulan; atau pemberi utang menyaratkan harta agunan itu boleh ia manfaatkan. Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Syafi iyah menyatakan, bilamana syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad, maka syarat itu diperbolehkan. Akan tetapi, apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad Ar-Rahn, maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh diatas (perpanjangan Ar-Rahn satu bulan dan pembolehan pemanfaatan), merupakan syarat yang tidak sesuai dengan tabiat akad Ar-Rahn, karena syarat tersebut batal. 7 5. Berakhirnya Akad Ar-Rahn Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terlewati maka si berhutang berkewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak punya kemauan untuk mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberikan izin kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadaian. Dan seandainya izin ini tidak diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta pertolongan hakim untuk memaksa 7 Rozalinda, Fiqh Ekonomi Syariah, RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2016, h. 254-256.

28 si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya atau memberikan izin kepada si penerima gadai untuk menjual barang gadaian tersebut. Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut dan ternyata ada kelebihan dari yang seharusnya dibayar oleh si penggadai, maka kelebihan tersebut harus diberikan kepada si penggadai. Sebaliknya sekalipun barang gadaian telah dijual dan ternyata belum dapat melunasi hutang si penggadai, maka si penggadai masih punya kewajiban untuk membayar kekurangannya. 8 Dapat disimpulkan bahwa akad Ar-Rahn berakhir dengan hal-hal sebagai berikut : 9 1) Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya 2) Rahin membayar hutangnya 3) Dijual dengan perintah hakkim atas perintah rahin 4) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin Jika marhun mengalami kerusakan karena keteledoran murtahin, maka murtahin wajib mengganti marhun tersebut. Tetapi jika bukan disebabkan oleh murtahin maka murtahin tidak wajib mengganti dan piutangnya tetap menjadi tanggungan rahin. Jika rahin meninggal dunia atau pailit maka murtahin lebih berhak (preferen) atas marhun daripada semua kreditur. Jika hasil penjualan marhun tidak mencukupi piutangnya, maka murtahin memiliki hak yang sama bersama para kreditur terhadap harta peninggalan rahin. 10 8 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011, h.120. 9 Anshori, Gadai,...,h.122 10 Anshori, Gadai,...,h.122.

29 6. Persamaan dan Perbedaan Ar-Rahn dan Gadai Merinci persamaan dan perbedaan antara Ar-Rahn dan gadai diuraikan sebagai berikut. Persamaannya adalah : a. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang b. Adanya agunan sebagai jaminan utang c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai e. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang Sedangkan perbedaannya adalah : a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disampaing prinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atas sewa modal yang ditapkan. b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum islam rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak. c. Di Indonesia penguasaan atas barang yang dijadikan jaminan dibedakan menjadi gadai dan fidusia. penguasaan atas barang dijadikan jaminan diberikan kepada penerima gadai dan hak milik atas barang yang dijadikan jaminan tetap pada pemberi gadai. Sedangkan fidusia penguasaan atas barang yang dijadikan jaminan diberikan kepada pemberi gadai yang juga sebagi pemilik barang yang digadaikan, seperti diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 Tentang fidusia sebagai jaminan. 11 11 Anshori, Gadai,,h.125-126