IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

Call Center : 129 : tesa.bali Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

SELF-DISCLOSURE PADA SESAMA ANAK JALANAN. Skripsi

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

PROFIL ANAK JALANAN PEREMPUAN DALAM PERSFEKTIF GENDER (Studi Kasus Di Terminal Gagak Rimang Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

BAGI HASIL DAN SEWO MANGSAN (Studi Kasus Petani di Desa Jagoan Kecamatn Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2011) NASKAH PUBLIKASI

LAPORAN PENYELENGGARAAN. Dialog Interaktif Peningkatan Peran Serta Anak Dalam Pembangunan Kabupaten/ Kota se-bakorwil I Provinsi Jawa Tengah

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUHAN. Anak merupakan amanah yang harus dijaga, karena pada merekalah masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya telah terpenuhi. Salah satu penghambat dari kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA KENDARI

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

23-26 PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN HAK DASAR ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BUPATI BERAU,

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam suatu negara, pembangunan bertujuan untuk mewujudkan

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BREBES

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN (Studi Kasus di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2013) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Oleh : LUKMAN AL-IHWAN A220080097 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

1 PENGESAHAN IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN (Studi Kasus di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2013) yang dipersiapkan dan disusun oleh: Lukman Al-Ihwan A220080097 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal, Desember_2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji 1. Dr. Ahmad Muhibbin, M.Si. (... ) 2. Drs. Achmad Muthali in, M.Si. (... ) 3. Drs. Suyahman, M.Si., MH. (... ) Surakarta, Nopember 2013 Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dekan, Dra. Nining Setyaningsih, M.Si. NIK. 403

2 ABSTRAK IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN (Studi Kasus di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2013) Lukman Al-Ihwan, A220080097, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan profil anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga; (2) Mendeskripsikan implementasi Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 terhadap perlindungan anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga; (3) Mendeskripsikan hambatan-hambatan yang muncul dalam upaya perlindungan terhadap anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang dilaksanakan di lapangan. Sumber data diperoleh melalui informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan anak jalanan itu sendiri, staf dan kepala dinas sosial kota Salatiga. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif. Prosedur dalam penelitian ini terdapat empat tahap yaitu pra lapangan, penelitian lapangan, analisis data dan analisis dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Profil anak-anak jalanan yang ada di Terminal Tingkir Salatiga ditinjau dari asal daerah berasal dari luar kota Salatiga, berumur antara 13 15 tahun, berpendidikan SD, dan status ekonomi rendah. Jenis aktivitas anak jalanan di Terminal Tingkir Salatiga adalah mengamen dari bus satu ke bus lainnya, dan dari toko ke toko lain. Sedangkan faktor pendorong untuk menjadi anak jalanan berasal dari diri sendiri, keluarga, ataupun teman. Kondisi lingkungan anak jalanan sangat dekat sekali dengan berbagai aktivitas yang negatif dan perilaku yang menyimpang seperti merokok dan minum minuman keras ataupun narkoba; (2) Implementasi Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak di kota Salatiga dilakukan oleh Subbidang Perlindungan Anak BPMPKBKP Kota Salatiga. Program perlindungan anak jalanan di Kota Salatiga terdiri dari empat program yaitu program pembinaan, pencegahan terhadap eksploitasi anak, pemberdayaan, dan bimbingan lanjutan dengan partisipasi masyarakat dalam memaksimalkan perlindungan anak.; (3) Faktor yang dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan program pembinaan terhadap anak jalanan antara lain adalah semakin meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi, kemiskinan, dan kondisi sosial masyarakat. Kata kunci: anak jalanan, undang-undang No. 23 tahun 2002

3 A. Pendahuluan Fenomena anak-anak jalanan dewasa ini sangat mengkhawatirkan. Menurut data dari Pusat-Data dan Informasi-(Pusdatin) Departemen Sosial RI, jumlah anak jalanan dari tahun ke-tahun menunjukkan peningkatan, tahun 2000 berjumlah 59.517 anak, tahun 2002 sebanyak 94.674, dan pada tahun 2004 Isebanyak 98.113 anak, serta tersebar terutama di kota-kota besar (Andari, 2006: 6). Semakin meningkatnya jumlah anak jalanan memberikan indikasi bahwa pekerjaan anak jalan ini cukup bahkan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jenis pekerjaan anak jalanan bermacam macam mulai dari penjual koran, pengamen penjual asongan, pengemis, dan lain sebagainya. Disamping bekerja di tempat yang relatif dekat dengan tempat tinggal, anak jalanan juga menempati tempat tempat yang strategis misalnya trafict light stasiun, alun-alun, pusat pusat perbelanjaan maupun fasilitas fasilatas umum yang ramai. Anak jalanan menghadapi resiko tinggi dari kemungkinan kecelakaan lalulintas, interaksi.dengan para preman, pelacur jalanan, waria, lelaki homo seksual, penyalahguna atau penjual obat terlarang, dan narkotika. Mereka rentan terhadap kemungkinan eksploitasi pihak lain secara ekonomik maupun seksual (Andari, 2006: 6). Beberapa permasalahan sosial anak jalanan tersebut sangat memerlukan perhatian dan perlindungan secara khusus, karena merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena ketidakmampuan negara dalam-menghargai, melindungi,dan memenuhi atas hak anak jalanan, sehingga menyebabkan anak jalanan tidak dapat mengakses pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, hukum, dan sosial. Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2002

4 tentang perlindungan anak, disebutkan bahwa anak jalanan termasuk kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan baik dari pemerintah, masyarakat, maupun dari keluarganya. Pasal 59 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 menyatakan pemerintah dan pihak lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul: IMPLEMENTASI PASAL 59 UU NO. 23 TAHUN 2002 MENGENAI PERLINDUNGAN ANAK JALANAN (Studi Kasus di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2013). B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan profil anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. 2. Mendeskripsikan implementasi Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 terhadap perlindungan anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. 3. Mendeskripsikan hambatan-hambatan yang muncul dalam upaya perlindungan terhadap anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

5 C. Kerangka Pemikiran Anak jalanan menurut Depsos (1997) dalam Nasution dan Fuad (2007: 1), adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Anak jalanan dalam konteks ini adalah anak yang berusia antara enam sampai dengan 18 tahun. Beberapa penyebab dapat mendorong terjadinya fenomena anak jalanan. Banyak problem yang terjadi yang tampak pada fenomena anak-anak jalanan di kota-kota besar di Indonesia. Fenomena anak jalanan mempunyai hubungan dengan masalah-masalah lain, baik secara internal maupun eksternal, seperti ekonomi, psikologi, sosial, budaya, lingkungan, pendidikan, agama, dan keluarga. Anak jalanan adalah korban dari kondisi yang dialami individu, baik internal, eksternal, maupun kombinasi keduanya (Pratomo, 2004: 27). Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya. (Gosita, 2006: 14) Pengertian perlindungan anak dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 pasal 1 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

6 Masalah sosial masyarakat di perkotaan Permasalahan sosial yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak yaitu mengenai kebutuhan fisik, psikis, dan sosial Konvensi PBB tentang Hak Anak: Produk hukum = UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Sosialisasi UU Fenomena anak jalanan Pelaksanaan UU Perlindungan anak jalanan secara yuridis maupun non yuridis Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: 1. Mendapatkan perlindungan merupakan hak dari setiap anak dan tidak terkecuali anak jalanan. Upaya mewujudkan perlindungan bagi anak berarti terwujudnya keadilan dalam suatu masyarakat. Upaya perlindungan anak demi kelangsungan masa depan sebuah komunitas, baik komunitas yang terkecil yaitu keluarga, maupun komunitas yang terbesar yaitu negara. Artinya, dengan mengupayakan perlindungan bagi anak komunitas-komunitas tersebut tidak

7 hanya telah menegakkan hak-hak anak, tapi juga sekaligus menanam investasi untuk kehidupan anak jalanan di masa yang akan datang. 2. Perlindungan terhadap anak jalaan adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak jalanan secara manusiawi. Ini berarti dilindunginya anak jalanan untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya. 3. Perlindungan terhadap anak harus dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komperhensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas nondiskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, dan perkembangan, serta panghargaan terhadap pendapat anak. 4. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, diperlukan peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dan lembaga pendidikan di kota setempat. D. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang dilaksanakan di lapangan (field research). Strategi penelitian menggunakan studi kasus tunggal terperancang. Studi kasus dalam penelitian ini adalah wisata religi di Terminal

8 Tingkir Kota Salatiga. Sumber data utama penelitian kualitatif ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian adalah anak jalanan, staf dan pimpinan Departemen Sosial Kota Salatiga. Sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk keperluan penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Wawancara, yaitu tanya jawab dengan informan 2. Observasi Langsung, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh peneliti guna mencari data yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Observasi adalah pengumpulan data untuk menghimpun data dan penelitian melalui pengamatan panca indera 3. Mencatat arsip maupun dokumen, adalah cara pengumpulan data dengan menelaah dokumen yang tersedia sesuai dengan permasalahan penelitian. Validitas data menggunakan trianggulasi data yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka akan saling dicross-chek untuk kevalidannya. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dengan model interaktif baik dalam pengumpulan data, reduksi data, sampai pada penarikan kesimpulan. E. Hasil Penelitian 1. Profil Anak Jalanan di Kota Salatiga Anak-anak jalanan yang ada di Terminal Tingkir Salatiga berasal dari luar kota Salatiga. Ada yang datag dari Boyolali, Purwodadi, Semarang, dan Klaten. Selanjutnya ditinjau dari segi umur, anak jalanan di Terminal Tingkir Kota

9 Salatiga berumur antara 13 15 tahun. Sebagian besar anak jalanan pada penelitian ini berpendidikan SD. Mereka tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP. Ditinjau dari status ekonomi, orang tua para anak jalanan adalah buruh dan pedagang kecil. Kondisi ini membuat mereka kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Jenis aktivitas anak jalanan di Terminal Tingkir Salatiga adalah mengamen dari bus satu ke bus lainnya, dan dari toko ke toko lain. Anak jalanan di Salatiga mengamen agar dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangannya sendiri sebagai anak-anak. Aktivitas anak jalanan di sekitar terminal dari pagi hingga malam menunjukkan bahwa mereka tidak sekolah. Pendapatan hasil mengamen dikumpulkan bersama kedua rekannya kemudian dibagi rata. Hubungan dengan kedua temannya di lingkungan terminal saling menjaga karena mereka merasa senasib. Hasil pendapatan sebagian diberikan pada ibunya untuk membantu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sebagian sisanya untuk jajan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada anak-anak jalanan menunjukkan bahwa motivasi mereka hidup dijalanan bukanlah sekedar desakan kebutuhan ekonomi diri mereka sendiri, melainkan juga karena desakan kebutuhan ekonomi keluarga. Faktor pendorong menjadi anak jalanan bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, ataupun teman. 2. Implementasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Hasil temuan di lapangan mengenai implementasi kebijakan pemerintah daerah tentang perlindungan anak sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2002, maka

10 Pemerintah Kota Kota Salatiga mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga. Pasal 7 Perda No.11 tahun 2008 diebutkan bahwa Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Keluarga Berencana dan Ketahanan Pangan (BPMPKBKP) Kota Salatiga mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan, anak, keluarga berencana dan ketahanan pangan. Implementasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak di kota Salatiga dilakukan oleh Subbidang Perlindungan Anak BPMPKBKP Kota Salatiga. Adapun program perlindungan anak jalanan di Kota Salatiga terdiri dari empat program yaitu program pembinaan, pencegahan terhadap eksploitasi anak, pemberdayaan, dan bimbingan lanjutan dengan partisipasi masyarakat dalam memaksimalkan perlindungan anak. Adapun pelaksanaan dari program-program tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Program Pembinaan, yaitu pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan, dan usaha rehabilitasi soial. Pembinaan pencegahan sendiri merupakan bentuk awal dari suatu pembinaan yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga yang bertujuan mencegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak jalanan. Pembinaan lanjutan merupakan pembinaan yang menitikberatkan ke peminimalisiran jumlah anak-anak jalanan yang melakukan aktifitasnya di tempat-tempat umum. Pembinaan Lanjutan juga lebih mengarah kepada masa depan anak jalanan tersebut dengan upaya rehabiltasi

11 2) Pencegahan terhadap Eksploitasi Anak, tindak lanjut untuk pelaku eksploitasi sendiri yaitu bagi keluarga anak-anak jalanan yang melakukan eksploitasi akan dikenakan pembinaan dalam batas waktu tertentu, sedangkan bagi orang lain yang mengatasnamakan lembaga atau panti social lainnya akan dilakukan pola pengendalian berupa proses hukum sebagaimana ketentuan dalam perundangan-undangan berlaku. 3) Pemberdayaan keluarga, suatu proses penguatan keluarga yang dilakukan secara terencana dan terarah melalui kegiatan bimbingan dan pelatihan. Pemberdayaan seperti halnya dengan usaha rehabilitasi sosial, yaitu usaha untuk memberdayakan anak jalanan dan keluarga anak jalanan. 4) Bimbingan Lanjut dengan Partisipasi Masyarakat, bimbingan lanjut tersebut dilakukan melalui monitoring, artinya para aparatur langsung turun ke tempattempat dimana mereka membuka dan mengembangkan usaha mereka sendiri. Subbidang Perlindungan Anak BPMPKBKP Kota Salatiga yang bekerjasama dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) melakukan monitoring tiap bulan setelah mereka sudah direhab dan diberdayakan. 3. Hambatan-hambatan yang muncul dalam upaya perlindungan terhadap anak jalanan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Beberapa hambatan yang dapat mengganggu program perlindungan terhadap anak jalanan adalah semakin meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi, kemiskinan, dan kondisi sosial masyarakat. Kota Salatiga tidak terlepas dari industrialisasi dan urbanisasi.. Kemajuan industrialisasi di kota

12 Salatiga menyebabkan kota ini semakin berkembang, dan masalah pun muncul seiring dengan berkembangnya dunia perindustrian di kota Salatiga. Kemudian urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Karena semakin banyaknya penduduk yang mengaggap kota merupakan sumber pekerjaan yang layak, maka tidak heran banyak masayarakat desa mencari pekerjaan di kota. Hal ini adalah merupakansalah satu faktor yang mengakibatkan berkembang pesatnya jumlah anak jalanan yang beroperasi atau yang beraktivitas di Kota Salatiga. F. Kesimpulan 1. Profil anak-anak jalanan yang ada di Terminal Tingkir Salatiga ditinjau dari asal daerah berasal dari luar kota Salatiga yaitu dari Boyolali, Purwodadi, Semarang, dan Klaten. Umur anak jalanan di Terminal Tingkir Kota Salatiga berumur antara 13 15 tahun. Sebagian besar anak jalanan pada penelitian ini berpendidikan SD. Status ekonomi orang tua anak jalanan termasuk dalam kategori rendah dengan profesi buruh dan pedagang kecil. Jenis aktivitas anak jalanan di Terminal Tingkir Salatiga adalah mengamen dari bus satu ke bus lainnya, dan dari toko ke toko lain. Sedangkan faktor pendorong untuk menjadi anak jalanan berasal dari diri sendiri, keluarga, ataupun teman. Kondisi lingkungan anak jalanan sangat dekat sekali dengan berbagai aktivitas yang negatif dan perilaku yang menyimpang seperti merokok dan minum minuman keras ataupun narkoba. 2. Implementasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak di kota Salatiga dilakukan oleh Subbidang Perlindungan Anak BPMPKBKP Kota Salatiga. Program perlindungan anak jalanan di Kota Salatiga terdiri dari empat program yaitu program pembinaan, pencegahan terhadap eksploitasi

13 anak, pemberdayaan, dan bimbingan lanjutan dengan partisipasi masyarakat dalam memaksimalkan perlindungan anak. Program pembinaan terhadap anak jalanan yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga tersebut sesuai dengan yang diamanatkan pada pasal 22, pasal 25, dan pasal 26 dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 3. Faktor yang dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan program pembinaan terhadap anak jalanan antara lain adalah semakin meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi, kemiskinan, dan kondisi sosial masyarakat. Kemajuan industrialisasi di kota Salatiga menyebabkan kota ini semakin berkembang dan berdampak pada urbanisasi. Kemudian urbanisasi dari desa ke kota, banyak masyarakat desa mencari pekerjaan di kota dan ketika pekerjaan yang sesuai tidak didapatkan mereka terdesak kebutuhan ekonomi dan bekerja seadanya. Keadaan sosial berupa pergaulan dengan teman merupakan salah satu yang menjadi pintu masuk bagi anak untuk menjadi anak jalanan. Semakin meningkatnya jumlah anak jalanan menjadi hambatan diberlakukannya upaya perlindungan anak terhadap anak jalanan G. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka diberikan saran sebagai berikut: 1. Penanganan masalah anak jalanan mutlak harus dilaksanakan secara integratif antar pemerintah kota dan masyarakat. Adanya kerjasama tersebut akan berdampak pada efektivitas program perlindungan anak sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2002

14 2. Kebijakan pemerintah kota harus dilaksanakan sepenuhnya untuk memberikan pemenuhan hak anak secara memadai. Pemberian layanan minimal perlu diberikan. Kebijakan ini perlu direalisasikan dalam layanan yang memadai sejak anak dipenuhi kebutuhan fisik minimumnya, akses sekolah, sarana transportasi hingga layanan umum yang bersifat rekreatif agar anak tumbuh kembang secara wajar. 3. Program perlindungan anak tidak hanya mengarah pada anak tetapi juga pada pemberdayaan orang tua anak jalanan. 4. Bagi orang tua, hendaknya memperhatikan kebutuhan anak, karena usia anakanak tidak boleh diperkerjakan. 5. Bagi masyarakat hendaknya juga ikut memberi alternatif pemecahan yang tepat dengan ikut membimbing, mengarahkan dan mengentaskan anak-anak jalanan dengan cara tidak memberikan peluang memberikan uang atau lainnya kepada anak jalanan. Jikapun memberikan uang hendaknya diberikan secara kolektif dengan melakukan kunjungan ke rumah anak jalanan, sehingga lebih bermanfaat bagi masa depan anak.

15 DAFTAR PUSTAKA Andari, Soetji, dkk. 2006. Kekerasan dan Upaya Perlindungan Anak Jalanan. Yogyakarta: Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Gosita, Arief. 2006. Pengembangan Aspek Hukum Undang-undang Peradilan Anak dan Tanggung Jawab Bersama. Bandung: Seminar Nasional Perlindungan Anak, diselenggarakan oleh UNPAD Kalida, M. 2005. Sahabatku Anak Jalanan. Yogyakarta: Alif Press Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Nasution, Marina D.N dan Fuad Nashori. 2007. Harga Diri Anak Jalanan. IIndigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi Vol. 9, No. 1, Mei 2007: 62-82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Soemitra. 2000. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara Suweno, Inten. 2002. Siapakah Anak Jalanan?. Jakarta: Departemen Sosial RI. Windari, Rusmilawati. 2010. Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan Beijing Rules. Jurnal Penelitian Sosial. Januari 25 2010