BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bagian dari kunci pokok keberhasilan kemajuan suatu bangsa, oleh karenanya setiap bangsa pasti menginginkan adanya perkembangan dan kemajuan terkhusus didalam dunia pendidikan. Seperti yang terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia pada saat ini. Perkembangan terus digalangkan oleh pemerintah melalui berbagai cara dan upaya yang telah ditetapkan. Salah satunya dengan adanya metode-metode pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan jaman agar dapat menghasilkan perserta didik yang mampu bersaing dan dapat menjadi generasi bangsa yang maju. Dalam Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan sudah seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi secara aktif, serta memberikan ruang lingkup yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis siswa. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Sebagaimana mestinya pembelajaran itu adalah proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ada kecenderungan dalam dunia pendidikan untuk kembali kepada pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan dalam situasi yang menyenangkan. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam hal mengingat jangka pendek, namun gagal dalam hal membekali siswa untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karenanya, pendekatan pembelajaran kontekstual menjadi tumpuan untuk menghidupkan kelas secara 1
2 maksimal, sehingga siswa mampu mengimbangi perubahan di luar sekolah yang semakin cepat dan ketat persaingannya. Maka seharusnya proses pembelajaran dilaksanakan secara partisipatif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Pembelajaran ini merupakan pembelajaran aktif yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif untuk mengalami sendiri, menemukan, memecahkan masalah, sehingga potensi siswa akan berkembang secara optimal. Pembelajaran PAKEM memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) pembelajaran berpusat pada siswa, 2) pembelajaran terkait dengan dunia nyata, 3) pembelajaran mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi, 4) pembelajaran melayani gaya belajar siswa yang berbeda-beda, 5) pembelajaran mendorong siswa untuk berinteraksi multi arah (siswa-siswa-guru), 6) pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media/sumber belajar, 7) penataan lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar, 8) guru memantau proses belajar siswa, 9) guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja siswa. Berdasar permasalahan yang ada, peneliti menemukan data dilapangan bahwa yang terjadi dalam pembelajaran IPA kelas V di SDN Mlilir 01 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang antara lain ketika Guru mengajar IPA menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran yang terjadi tidak sesuai harapan dan hasil belajar siswa yang dicapai kurang maksimal. Peneliti juga menemukan data di lapangan mengenai siswa, ketika dalam pembelajaran IPA yang sedang berlangsung apabila siswa diberi kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat sebagian siswa cenderung diam karena siswa terbiasa mendengarkan dan kemampuan untuk mengemukankan pendapat dikelas kurang terlatih, siswa kurang bergairah dalam mengikuti pembelajaran karena suasana kelas yang tidak mendukung untuk siswa berperan aktif, guru masih sangat minim dalam memberi contoh-contoh yang kongkret dengan alasan karena kurangnya fasilitas belajar yang tersedia seperti alat peraga pembelajaran yang belum lengkap, alokasi waktu dan tempat, pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran tidak dapat dikelola secara optimal. Dari semua permasalahan yang terjadi membawa dampak yang kurang baik karena keaktifan siswa dan hasil
3 belajar siswa masih rendah dibawah standar kopetensi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pencapaian hasil belajar masih sangat rendah. Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) IPA yaitu 70. Dari hasil evaluasi proses pembelajaran diperoleh data sebagai berikut: dari 36 siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah 12 siswa atau (33,33%) sehingga 24 siswa atau (66,67%) belum tuntas. Permasalahan inilah yang menjadi motivasi bagi peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul Upaya meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) siswa kelas V SDN Mlilir 01 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan Model Pembelajaran TGT untuk meningkatan hasil belajar IPA kelas V dan supaya tercipta suasana atau kondisi belajar yang menyenangkan selama di dalam proses belajar mengajar yang berlangsung serta agar siswa dapat belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing sehingga kreativitasnya dapat berkembang, menemukan pengetahuan sendiri dan dapat mengkomunikasikannya kepada siswa lainnya. Dalam pembelajaran IPA siswa harus berkompetisi sehingga akan termotivasi untuk memenangkannya sekaligus mengikuti pembelajaran secara aktif. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut: 1. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa bermain sendiri dan tidak memperhatikan proses pembelajaran. Siswa cenderung memperhatikan hal yang lain. Ketika diminta bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui, siswa cenderung diam. Siswa kurang serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dan terlihat kurangnya keaktifan siswa yang terjadi selama proses pembelajaran.
4 2. Hasil belajar IPA yang masih banyak di bawah KKM, yaitu dibawah nilai 70, hanya 12 atau (33,33%) siswa yang tuntas sehingga 24 siswa atau (66,67%) belum tuntas. 3. Guru cenderung menggunakan metode ceramah selama pembelajaran, dan tidak menggunakan alat peraga ketika menjelaskan materi pembelajaran. Guru masih membaca buku ketika menerangkan. Guru belum menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan yang membangkitkan keaktifan bagi siswa. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Ketika proses pembelajaran berlangsung, guru hanya menggunakan metode ceramah saja yang mengakibatkan rendahnya keaktifan siswa sehingga membuat hasil belajar siswa di bawah KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal. Oleh karena itu, proses pembelajaran diperbaiki dengan menggunakan model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SDN Mlilir 01 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan IPA melalui penggunaan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) siswa kelas V SD Negeri Mlilir 01 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis serta manfaat praktis pada masyarakat luas, khususnya dibidang pendidikan:
5 1.5.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini adalah, mempertegas kemanfaatan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar 1.5.2 Manfaat Praktis Bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait adalah : a. Bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulum sekolah. b. Bagi guru kelas untuk mengembangkan kemampuan menggunakan model pembelajaran yang menarik dan mengesankan bagi siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. c. Bagi siswa dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan. d. Bagi calon guru / mahasiswa praktikan guna memberikan pengalaman yang nyata dalam meneliti masalah serta dapat mengatasi masalah yang diteliti langsung di kelas. e. Bagi peneliti lain dapat menjadi bahan refleksi untuk melakukan PTK lebih lanjut pada setting kelas, lokasi, waktu dan subyek yang berbeda.