DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 2.2. Notasi dimensi elemen struktur balok dan kolom

ANALISIS STRUKTUR FRAME-SHEAR WALL

By SUGITO Call :

PENGANTAR SAP2000. Model Struktur. Menu. Toolbar. Window 2. Window 1. Satuan

TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT

TUTORIAL PORTAL 3 DIMENSI

KONSTRUKSI RANGKA BATANG

TUTORIAL PERHITUNGAN STRUKTUR DENGAN SAP 2000 V.14

Menghitung Jembatan Baja dengan SAP 2000 V.14

DASAR DASAR PENGGUNAAN SAP2000

PERANCANGAN GEDUNG STRUKTUR BAJA GEDUNG 5 LANTAI MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000

Pertemuan 5 INTERPRETASI REAKSI PELETAKAN DAN GAYA DALAM

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000

MODEL STRUKTUR SLOPPED TRUSS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

MODEL PORTAL 3 DIMENSI

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

Pertemuan 4 DEFINE, ASSIGN & ANALYZE

Analisis Dinamik Struktur dengan Respon Spektrum berdasarkan SNI 1726:2012 menggunakan SAP2000

Pertemuan 13 ANALISIS P- DELTA

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

Jl. Banyumas Wonosobo

Modul SAP2000 Ver.7.42

Kita akan menyelesaikan permasalahan struktur kuda-kuda berikut, Panjang Bentang = 10 meter; Tinggi = 3m.

BAB V ANALISIS STRUKTUR

Oleh I Gusti Ngurah Putu Dharmayasa, ST, MT Jurusan Teknik Sipil - Undiknas

Modul SAP2000 Ver.7.42

LAMPIRAN A. Perhitungan Beban Gempa Statik Ekivalen

Modul SAP2000 Ver.7.42

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Denah Tampak Depan Struktur Dermaga 59 L.2 Denah Tampak Samping Struktur Dermaga 60 L.3 Denah Pembalokan Struktur Dermaga 61

BAB IV ANALISA STRUKTUR

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS AIR TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BAK SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA

Gambar 4.1 Bentuk portal 5 tingkat

PENGANTAR PEMODELAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN SAP 2000

MENAMBAHKAN CANOPY. Gambar 5.1 Canopy dengan fungsi ganda

APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA PADA RANGKA RUANG (SPACE TRUSS) DENGAN MEMBANDINGKAN CARA PERHITUNGAN MANUAL DENGAN PROGRAM SAP2000

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

B A B III M E T O D E P E R E N C A N A A N

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

MANUAL STRUCTURAL ANALYSIS PROGRAM SAP oleh: Fikri Alami, S.T., M.Sc. Siti Nurul Khotimah, S.T.,M.Sc

Pertemuan 10 DESAIN BETON BERTULANG 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

STUDI ANALISIS PERTEMUAN BALOK KOLOM BERBENTUK T STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PEMODELAN STRUT-AND- TIE ABSTRAK

PERBANDINGAN DIMENSI BALOK AKIBAT MENGGUNAKAN BATA KONVENSIONAL DAN BATA RINGAN

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

MAIN COURSE. Chapter 1 : Something Always In Your Mind About SAP Inside : 10 Step of SAP2000 Calculation and Analysis, Axes, Grid, etc

Pertemuan 3 MENGGAMBAR KONFIGURASI STRUKTUR 3 D T. ATAS. Gambar 3.1: Contoh Model Struktur Portal 3D

BAB III PETUNJUK PEMAKAIAN PROGRAM

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

SAP Pemodelan Struktur Balok Lengkung menggunakan CAD

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

TUTORIAL ANALISA STRUKTUR

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

APLIKASI TEKLA STRUCTURES DAN SAP 2000 PADA PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA TUGAS AKHIR A. A. NGURAH GITA MANTRA

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF PENGGUNAAN HONEYCOMB DAN SISTEM RANGKA BATANG PADA STRUKTUR BAJA BENTANG PANJANG PROYEK WAREHOUSE

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie. Nama: Budi Piyung Riyadi NRP :

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB V ANALISIS STRUKTUR GEDUNG. Analisa struktur bertujuan untuk menghitung gaya-gaya dalam, reaksi perletakan

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

Perhitungan Struktur Bab IV

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB III MODELISASI STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV ANALISIS DAN DESAIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN START. Pengumpulan data. Analisis beban. Standar rencana tahan gempa SNI SNI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN DIMENSI KOLOM AKIBAT MENGGUNAKAN BATA KONVENSIONAL DAN BATA RINGAN

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

Untuk kalangan sendiri tidak untuk diperjualbelikan. Seri 1. Modul. v11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG DENGAN SOFTWARE ETABS V9.2.0

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Anton Susanto NRP : Pembimbing : Ir. Djoni Simanta, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

Transkripsi:

DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Mengenal SAP2000 1 a. Sekilas Mengenai SAP2000 1 b. Fasilitas SAP2000 1 1.2 Dasar-Dasar SAP2000 a. Sistem Koordinat Global dan Sistem Koordinat Lokal 2 b. Derajat Kebebasan (DOF) 4 c. Objek dan Elemen 4 d. End Offset 4 e. Automesh 5 f. Beban Pada Struktur 6 g. Perubahan Bentuk dan Gaya-Gaya Dalam 7 h. Tahap Analisis Pada SAP2000 12 BAB 2. RANGKA PORTAL (FRAME) 2 DIMENSI ANALISIS STATIK 2.1 Info Model 13 2.2 Input Model 17 a. Menggambar Model 17 b. Menetapkan Material 20 c. Menetapkan Penampang 21 d. Mengganti Tipe Tumpuan 27 e. Menetapkan Beban 27 f. Mendefinisikan Kombinasi Pembebanan 28 g. Menampilkan Pembebanan Pada Struktur 36 h. Analisis 38 2.3 Hasil Keluaran / Output a. Menampilakn Bentuk Deformasi Struktur 40 b. Menampilkan Bentuk Awal Struktur (Tak Berdeformasi) 42 c. Menampilkan Reaksi Tumpuan 42 d. Menampilkan Gaya-Gaya Batang 43 e. Menampilkan Tabel Output 46 BAB 3. RANGKA PORTAL (FRAME) 3 DIMENSI ANALISIS STATIK 3.1 Input Model 49 a. Menggambar Model 49 b. Menetapkan Beban 64 c. Replikasi Pelat Lantai 65 d. Mengganti Penampang Pelat Atap 67 e. Mengganti Pembebanan Pelat Atap 68 f. Menampilkan Pembebanan 68 g. Menampilkan Penampang Elemen Model Struktur 70 h. Analisis 71 3.2 Hasil Keluaran / Output 72 a. Tabel Pergeseran / Perpindahan Joint 72 b. Tabel Reaksi Tumpuan 73 c. Tabel Gaya-Gaya Pada Batang 74 d. Tabel Gaya-Gaya Pada Pelat 75

BAB 4. ANALISIS BEBAN GEMPA 4.1 SNI Gempa 2002 (03-1726-2002) 77 4.2 Analisis Statik Ekuvalen 77 a. Beban Nominal 78 b. Wilayah Gempa 79 c. Jenis Tanah 80 d. Respon Spektrum Gempa Rencana 81 e. Waktu Getar Alami Fundamental 82 f. Faktor Keutamaan 83 g. Faktor Reduksi Gempa 84 4.3 Response Spektrum a. Input Analisis 85 b. Analisis Modal 85 c. Syarat Mass Participating Ratio 85 d. Penjumlahan Ragam 85 e. Syarat Gaya Geser Dasar 86 BAB 5. ANALISIS STATIK EKUIVALEN 5.1 Perubahan dan Penambahan Dimensi Elemen Struktur 87 5.2 Pembebana Gempa Statik Ekivalen 87 a. Wilayah Gempa 88 b. Jenis Tanah 88 c. Koefisien Seismik 88 d. Faktor Keutamaan 89 e. Faktor Resuksi Gempa 90 5.3 Model SAP Statik Ekuivalen 90 5.4 Hasil Keluaran/ Output BAB 6. ANALISIS GEMPA DINAMIK (RESPONSE SPEKTRUM) 6.1 Input model 106 6.2 Hasil Keluaran/ Output 123 BAB 7. INTERPRETASI OUTPUT 7.1 Output Umum 124 7.2 Output Modal dan Response Spektrum 131 7.3 Output Shear Wall 142

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Mengenal SAP2000 a. Sekilas Mengenai SAP2000 Seri program SAP merupakan salah satu program analisis dan perancangan struktur yang telah dipakai secara luas diseluruh dunia, program ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan oleh tim dari University of California, yang dipimpin Prof.Edward L. Wilson selama lebih dari 25 tahun. Program pertama kali diluncurkan pada tahun 1970 dengan berbasis teks (DOS). Setelah versi SAP90, mulai dipasarkan versi SAP2000 yang sudah berbasis grafis dan beroperasi dalam sistem windows. Sistem yang berbasis grafis membuat proses pembuatan model, pemeriksaan, dan penampilan hasil dapat dilakukan secara interaktif pada layar. b. Fasilitas SAP2000 1) Model, Analisis, & Desain Gambar 1.1. Tampilan layar SAP2000 versi 15 Untuk memudahkan dalam pemodelan, SAP2000 telah menyediakan beberapa variasi template (model siap pakai) dari suatu tipe struktur. Untuk membuat model struktur pengguna cukup memodifikasi seperlunya sehingga proses pemodelan dan analisis menjadi lebih cepat. SAP2000 sudah terintegrasi untuk melakukan proses analisis dan desain. Setelah analisis selesai dilakukan dan didapat hasil yang benar selanjutnya dapat langsung dilakukan desain untuk memperoleh dimensi profil atau tulangan baja yang mencukupi. Analisis ulang dan redesain dapat dilakukan dengan mudah dengan SAP2000. 1

2) Tampilan Nyata Gambar 1.2. Kotak dialog new model pada SAP2000 versi 15 Model struktur pada SAP2000 dapat diidealisasikan dalam berbagai macam elemen, antara lain elemen joint (titik), frame (batang), shell (pelat), sampi pada elemen solid (pias elemen 3 dimensi untuk pemodelan elemen hingga/finite element), sebagai aktualisasi elemen sebenarnya. Misalnya balok dan kolom pada bangunan bertingkat dimodelkan sebagai elemen frame, pelat jembatan atau dinding geser sebagai shell, tubuh bendung dibagi-bagi dalam pias-pias kecil elemen solid, dan lainlain. 1.2 Dasar-Dasar SAP2000 a. Sistem Koordinat Global dan Sistem Koordinat Lokal 1) Sistem Koordinat Global Sistem koordinat Global merupakan koordinat dalam tiga dimensi, mengikuti aturan tangan kanan (right handed). Tiga sumbu dengan notasi X, Y, dan Z ialah sumbu yang saling tegak lurus sesuai dengan aturan tangan kanan. Letak dan orientasi sumbu Global tersebut dapat berubah-ubah, asalkan sesuai dengan aturan tangan kanan. Lokasi pada sistem koordinat Global dapat ditentukan menggunakan variabel x, y, z. veektor dalam sistem koordinat Global dapat ditentukan dengan memberikan lokasi dua titik, sepasang sudut, atau dengan memberikan arah koordinat. Arah koordinat ditunjukkan dengan nilai X, Y dan Z. Sebagai contoh X+ menunjukkan vektor sejajar dan searah dengan sumbu X positif. Semua sistem koordinat yang lain pada model ditentukan berdasarkan sistem koordinat Global ini. 2

SAP2000 selalu mengasumsikan sumbu Z arahnya vertikal, dengan Z+ arah ke atas. Sistem koordinat lokal untuk joint, elemen, dan gaya percepatan tanah ditentukan berdasarkan arah ke atas tersebut. Beban berat sendiri arahnya selalu ke bawah, pada arah Z-. Bidang X-Y merupakan bidang hirizontal, dengan sumbu X+ merupakan sumbu utama. Sudut pada bidang horizontal diukur dari sumbu positif X, dengan sudut positif ialah berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. 2) Sistem Koordinat Lokal Pada setiap elemen frame mempunyai sistem koordinat lokal yang digunakan untuk menentukan potongan Property, beban dan gaya-gaya keluaran. sumbu--sumbu koordinat lokal ini dinyatakan dengan simbol 1, 2, dan 3. Sumbu 1 arahnya ialah searah sumbu elemen, dua sumbu yang lain tegak lurus dengan elemen tersebut dan arahnya dapat ditentukan sendiri oleh pengguna. Yang peru diketahi pengguna ialah bagaimana menentukan koordinat lokal 1-2-3 dan hubungannya dengan koordinat Global X-Y-Z. kedua sistem koordinat ini menggunakan aturan tangan kanan. Untuk koordinat lokal pengguna bebas menentukan arahnya selama hal tersebut memudahkan dalam memasukkan data dan menginterpretasikan hasilnya. 2 1 3 3 1 2 Gambar 1.3.. Sumbu lokal frame Untuk menentukan sistem koordinat lokal elemen yang umum dapat menggunakan orientasi default dan sudut koordinat emelen frame, yang dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Sumbu lokal 1 arahnya selalu memanjang arah sumbu elemen, arah positif aialah dari ujung i ke ujung j. b) Orientasi default sumbu lokal 2 dan 3 ditentukan oleh hubungannya diantara sumbu lokal 1 dan sumbu Global Z sebagai berikut: Jika sumbu lokal 1 arahnya horizontal, maka bidang 1-2 dibuat sejajar dengan sumbu Z Jika sumbu lokal satu arahnya ke atas (Z+), maka arah sumbu lokal 2 sejajar dengan sumbu X+ Sumbu lokal 3 arahnya selalu horizontal searah bidang X-Y 3

b. Derajat Kebebasan (DOF) Derajat kebebasan (Degree of Freedom, DOF) menyatakan jenis pergerakan pada model struktur yang memungkinkan. Untuk memahami derajat kebebasan, sebelumnya perlu diketahui jenis pergerakan yang ada dalam SAP2000, yaitu: Translasi (U), gerakan perpindahan, sejajar dengan sumbu Rotasi (R), gerakan putaran, memutari sumbu yang berkaitan Sedangakan elemen arah pada SAP2000 ada tiga, yaitu: 1) Arah sumbu X 2) Arah sumbu Y 3) Arah sumbu Z Untuk gerakan searah sumbu, memiliki nilai positif, sedangkan berlawanan sumbu memiliki nilai negatif. Perlu diketahui pula, untuk rotasi dan momen juga menggunakan kaidah tangan kanan, di mana ibu jari menunjuk arah sumbu, dan empat jari lain menunjukkan arah putaran rotasi/momen. c. Objek dan Elemen Gambar 1.4. Kaidah tangan kanan Elemen dasar yang digunakan untuk pemodelan SAP2000 adalah: 1) Joint (titik nodal), berupa elemn titik / nodal 2) Frame (batang), berupa elemen garis (1 dimensi) 3) Area, merupakan elemen luasan (2 dimensi) 4) Solid, merupakan elemen ruang (3 dimensi) d. End Offset Elemen frame dimodelkan sebagai elemen garis yang dihubungkan pada joint (titik kumpul/pertemuan). Padahal sebenarnya penampang elemen yang digunakan mempunyai dimensi potongan tertentu. Apabila dua buah elemen bertemu, misalnya balok dan kolom, pada pertemuan tersebut akan terjadi overlap potongan penampangnya. Untuk struktur yang dimensi penampangnya cukup besar, maka panjang overlap itu cukup signifikan untuk diperhitungkan. 4

End offset dapat dihitung secara otomatis oleh program SAP 2000 untuk pilihan yang didasarkan pada dimensi penampang maksimum untuk semua elemen lain yang berhubungan dengan elemen tersebut pada salah satu joint yang ditinjau. Jika end offset yang diberikan menyebabkan panjang bersih elemen kurang dari 1% panjang total elemen, program akan memberikan peringatan dan akan mereduksi end offset sesuai proporsi dengan memberikan panjang bersih elemen sebesar 1% dari panjang total elemen. Kondisi normalnya, besarnya end offset ini harus lebih kecil dari proporsi panjang totalnya. Pengaruh dari pemberian end offset ini ialah semua keluaran gaya-gaya dalam dan momen diberikan pada permukaan dukungan dan pada sepanjang bentang bersih elemen. Pada daerah end offset keluaran gaya-gaya dalam ini tidak akan dikeluarkan. e. Automesh Gambar 1.5.. Penerapan end offset pada frame Elemen shell yang dipakai untuk memodelkan pelat lantai perlu untuk dibagi ke dalam pias-pias kecil sejumlah tertentu. Hal ini disebabkan alasan konvergensi, yaitu penyebaran gaya dari pelat ke balok disekitarnya akan semakin baik jika terdapat makin banyak pias pada pelat lantai. Jika jumlah pias terlalu sedikit, atau tidak dilakukan pembagian pias, hasil yang didapatkan relatif kasar (misal output lendutan atau momen yang terlalu besar atau kecil). Tentu saja juga terdapat suatu jumlah pias optimum yang tergantung kepada tipe strukturnya, karena bila terlalu banyak pias menyebabkan ukuran file dan waktu analisis akan bertambah besar. Pembagian pada elemen shell bisa dilakukan dalam dua metode, yaitu secara fisik (pelat memang dibagi dalam jumlah pias tertentu), atau secara internal (pelat masih satu kesatuan namun dalam analisis SAP2000 akan membaginya secara otomatis. Untuk metode pertama bisa diakses lewat menu Edit > Edit Areas > Divide Areas, sedang cara kedua lewat menu Assign > Area > Automatic Area Mesh. Metode pertama memang akan langsung terlihat efek pembagian pelat dalam pias-pias, namun bila akan dilakukan perubahan jumlah pembagian pias, maka pelat harus dibuat lagi dari awal. Sedangkan dengan metode kedua, walaupun hasil pembagian pias baru akan terlihat setelah proses analisis selesai, namun lebih bisa fleksibel dalam penentuan jumlah pias, karena tidak dilakukan secara fisik langsung. Dengan alasan tersebut pada video tutorial ini akan digunakan metode kedua. 5

Metode 2 Metode 1 f. Beban Pada Struktur Gambar 1.6. Pembagian pias dengan metode automesh dan secara fisik Beban-beban pada struktur gedung dapat terdiri dari beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, beban air, dan beban khusus lainnya seperti beban getaran mesin, beban kejut listrik, dan lain-lain. 1) Beban Mati Beban mati adalah beban yang berasal dari material yang digunakan pada struktur dan beban mati tambahan yang bekerja pada struktur. Pada perhitungan struktur menggunakan bantuan software SAP2000, berat mati dari material dihitung secara otomatis berdasarkan input data material dan dimensi material yang digunakan. Berat material bangunan tergantung dari jenis bahan bangunan yang digunakan. Berikut contoh berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 tabel 2.1 adalah: a) Baja = 7850 kg/m 3 b) Batu alam = 2600 kg/m 3 c) Beton bertulang = 2400 kg/m 3 d) Pasangan batu merah = 1700 kg/m 3 Beban mati tambahan adalah beban yang berasal dari finishing lantai (keramik, plester), beban dinding dan beban tambahan lainnya. Sebagai contoh, berdasarkan PPIUG 1983: a) Beban finishing (keramik) = 24 kg/m 2 b) Plester 2.5 cm (2.5x21 kg/m 2 = 53 kg/m 2 c) Beban ME = 25 kg/m 2 d) Beban plafond dan penggantung = 18 kg/m 2 e) Beban dinding = 250 kg/m 2 6

2) Beban Hidup Di dalam peraturan pembebanan bahwa fungsi suatu ruangan di dalam gedung akan membuat beban berbeda. Misal untuk beban perkantoran tentu berbeda dengan beban untu gedung dan lainnya. Contoh beban hidup berdasarkan fungsi ruangan dari Tabel 3.1 Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG 1983): - Parkir = 400 kg/m 2 - Parkir lantai bawah = 800 kg/m 2 - Lantai kantor = 250 kg/m 2 - Lantai sekolah = 250 kg/m 2 - Ruang pertemuan = 400 kg/m 2 - Ruang dansa = 500 kg/m 2 - Lantai olahraga = 400 kg/m2 - Tangga dan bordes = 300 kg/m 2 g. Perubahan Bentuk dan Gaya-Gaya Dalam 1) Perubahan Bentuk Beban pada konstruksi menyebabkan konstruksi tersebut berubah bentuk (berdeformasi). Misal batang pendek menjadi panjang karena ada gaya tarik, batang panjang menjadi batang pendek karena ada gaya tekan, batang lurus menjadi bengkok dsb. Tetapi perubahan bentuk juga bergantung dari jenis bahan konstruksi yang dipakai serta dimensi dari konstruksinya. 2) Regangan Pada pengujian tarik biasa, tidak hanya diamati kekuatan ultimit saja (ultimate strength), juga diamati perubahan sifat-sifat lainnya, seperti perubahan deformasi akibat fungsi dari gaya P yang terpakai. Akibat adanya gaya tarik maka terjadi perubahan panjang atau sebuah deformasi telah terjadi. Bila Δ adalah perpanjangan total pada panjang ukur awal L yang ditinjau, maka panjang per satuan panjang ε (epsilon) adalah: (tak berdimensi) Perpanjangan persatuan panjang ini disebut sebagai regangan (strain) 3) Gaya Dalam Gambar 1.7. Ilustrasi uji tarik Beban yang dikerjakan pada konstruksi disebut gaya luar, akibat gaya luar akan timbul perubahan bangun (deformasi) pada konstruksi, untuk melawan perubahan tersebut timbul gaya-gaya yang disebut gaya dalam. Gaya dalam dibagi menjadi: 7

Internal Force (gaya internal, bisa berupa Fx, Fy, Fz) berupa gaya normal / aksial dan gaya lintang / geser gaya N dan D Internal momen (momen internal, bisa berupa Mx, My, Mz) M Akibat gaya luar juga terjadi defleksi / penurunan (Δ) dan rotasi (θ) Dengan adanya gaya dalam N dan D diharapkan struktur kemungkinan tidak terjadi penurunan, sedang adanya momen diharapkan tidak terjadi rotasi pada struktur. Bila konstruksi dalam keseimbangan maka gaya dalam harus sama dengan gaya luar, sehingga tidak terjadi perubahan bentuk. Perubahan bentuk sebenarnya juga bergantung dari cara pembebanan struktur. Beberapa jenis pembebanan gaya luar: Pembebanan dari gaya luar berupa beban tarik Beban tarik adalah beban yang diberikan sejajar dengan sumbu longitudional batang/benda. Gambar 1.8. Gaya dalam akibat Pluar tarik Pembebanan dari gaya luar berupa beban tekan Beban tekan adalah beban yang diberikan sejajar dengan sumbu longitudional batang / benda. Gambar 1.9. Gaya dalam akibat Pluar tekan Pembebanan dari gaya luar berupa beban geser Gambar 1.10. Gaya dalam akibat Pluar beban geser 8

Pembebanan dari gaya luar berupa beban lentur (momen) Gambar 1.11. Gaya dalam akibat Mluar (beban lentur) Pembebanan dari gaya luar berupa beban puntir / torsi Gambar 1.12. Ilustrasi putaran momen Apabila pada Gambar 1.12.(b) dikerjakan beban P yang miring terhadap sumbu X, Y dan Z maka akan timbul enam buah stress resultante yang merupakan gaya-gaya dalam Internal Force (gaya internal Fx, Fy, Fz) berupa gaya normal/aksial (N) dan gaya lintang/geser (D) serta Internal momen (momen internal Mx, My, Mz). Dimana: Fx = gaya aksial Fy = gaya vertikal (geser vertikal) Fz = gaya horizontal (geser horizontal) Mx = momen yang melintasi sb.x, merupakan momen torsi My = momen yang melintasi sb.y, merupakan momen lentur horizontal Mz = momen yang melintasi sb.z, merupakan momen lentur vertikal 9

4) Tinjauan Perilaku Struktur dan Elemen Pada bab sebelumnya disebutkan bahwa akibat beban yang bekerja pada struktur akan timbul gaya dalam antara lain: Momen (M), berupa momen lentur dan atau momen puntir. Dalam perhitungan dan aplikasinya pada struktur dikenal dengan momen positif dan momen negatif. Momen positif terjadi apabila serat bawah elemen / struktur tertarik dan serat atas tertekan. Sedang momen negatif terjadi apabila serat bawah elemen / struktur tertekan dan serat atas tertarik. Gaya lintang / geser (D) adalah gaya dalam yang bekerja tegak lurus sumbu longitudional / serat elemen. Gaya normal / aksial (N) adalah gaya dalam yang bekerja sejajar sumbu longitudional / serat elemen. Dapat digambarkan dengan notasi sebagai berikut: Gambar 1.13. Notasi elemen yang mengalami deformasi Ditinjau suatu balok A-B yang diberi beban luar P dimana tumpuan A = sendi, tumpuan B = rol maka akan timbul reaksi Av dan Bv serta momen di tengah bentang A-B yang lebih dikenal dengan momen lapangan A-B (M lap), serta gaya lintang D seperti (Gambar 1.14) berikut ini. 10

Gambar 1.14. Tinjauan gaya dalam pada elemen struktur Aplikasi momen terhadap struktur adalah untuk menentukan letak besi tulangan pada struktur, seperti (Gambar 1.15) di bawah ini. Gambar 1.15. Aplikasi momen terhadap struktur adalah untuk menentukan letak besi tulangan 11

h. Tahap Analisis Pada SAP2000 Gambar 1.16. Tahap analisis SAP2000 12

BAB 2. RANGKA PORTAL (FRAME) 2 DIMENSI ANALISIS STATIK 2.1 Info Model Dimensi elemen struktur: Balok (h/b) : 40/30 Kolom (hc/bc) : 40/40 Tebal pelat : 12 cm (lantai) 10 cm (atap) Mutu bahan: Beton : fc = 30 Mpa Baja tulangan : fy = 390 MPa (ᶲ 12 mm) dan 240 Mpa (ᶲ 12 mm) Gambar 2.1. Dimensi struktur gedung Gambar 2.2. Notasi dimensi elemen struktur balok dan kolom 13

Pelimpahan beban dari pelat lantai ke balok-balok untuk masing-masing portal diuraikan sebagai berikut: Gambar 2.3. Pelimpahan beban pelat ke balok (denah) Perhitungan beban Gambar 2.4. Pelimpahan beban pelat ke balok Beban luasan (pelat lantai 2 dan 3): Keramik (tebal 0.5 cm) = 12 kg/m 2 Spesi (tebal 2 cm) = 42 kg/m 2 Pasir (tebal 5 cm) = 80 kg/m 2 Pelat beton (12 cm) = 288 kg/m 2 Q D = 422 kg/m 2 14

Q D (Beban mati) = 422 kg/m 2 Q L (Beban hidup) = 250 kg/m 2. Beban luasan (pelat dak atap): Waterproofing = 22 kg/m 2 Pelat beton (10 cm) = 240 kg/m 2 Q D = 262 kg/m 2 Q D (Beban mati) = 262 kg/m 2 Q L (Beban hidup) = 100 kg/m 2 (Sesuai PPURG 1987) Beban merata (segitiga dan trapesium) pada balok tepi (portal A dan C) lantai 2 dan 3: W D = 422 x 2 (tinggi segitiga dan trapesium) = 844 kg/m = 8,44 kn/m (beban mati) W L = 250 x 2 (tinggi segitiga dan trapesium) = 500 kg/m = 5,0 kn/m (beban hidup) Beban merata (segitiga dan trapesium) pada balok tengah (portal B dan D) lantai 2 dan 3: 2 x W D = 2 x 884 = 1688 kg/m = 16,88 kn/m (beban mati) 2 x W L = 2 x 500 = 1000 kg/m = 10,0 kn/m (beban hidup) Beban merata (segitiga dan trapesium) pada balok tepi (portal A dan C) pelat dak atap: W D = 262 x 2 (tinggi segitiga dan trapesium) = 524 kg/m = 5,24 kn/m (beban mati) W L = 100 x 2 (tinggi segitiga dan trapesium) = 200 kg/m = 2,0 kn/m (beban hidup) Beban merata (segitiga dan trapesium) pada balok tengah (portal B dan D) pelat dak atap: 2 x W D = 2 x 524 = 1048 kg/m = 10,48 kn/m (beban mati) 2 x W L = 2 x 200 = 400 kg/m = 4,0 kn/m (beban hidup) Beban untuk laintai 1 dan 2 Gambar 2.5. Pelimpahan beban balok portal tegak lurus (beban titik) Untuk beban titik limpahan dari balok portal yang tegak lurus (portal C dan D), lantai 2 dan 3: Beban balok (Beban mati) P Db = dimensi balok x panjang x berat jenis = (0,30 x 0,40) x (2 x 0,5 x 4,5) x (24) = 12,96 kn 15

Beban pelat (Beban mati) P Dp = beban mati merata (W D ) x panjang = (8,44) x (2 x 0,5 x 4,5) = 37,98 kn (untuk portal tepi) P Dp = (16,88) x (2 x 0,5 x 4,5) = 75,96 kn (untuk portal tengah) Beban pelat (Beban hidup) P Lp = beban hidup merata (W L ) x panjang = (5,0) x (2 x 0,5 x 4,5) = 22,5 kn (untuk portal tepi) P Lp = (10) x (2 x 0,5 x 4,5) = 45 kn (untuk portal tengah) Beban untuk lantai dak atap Sedangkan untuk beban titik limpahan dari balok portal yang tegak lurus (portal C dan D), lantai dak atap: Beban balok (Beban mati) PDb = dimensi balok x panjang x berat jenis = (0,30 x 0,40) x (2 x 0,5 x 4,5) x (24) = 12,96 kn Beban pelat (Beban mati) PDp = beban mati merata (WD) x panjang = (5,24) x (2 x 0,5 x 4,5) = 23,58 kn (untuk portal tepi) PDp = (10,48) x (2 x 0,5 x 4,5) = 47,16 kn (untuk portal tengah) Beban pelat (Beban hidup) PLp = beban hidup merata (WL) x panjang = (2) x (2 x 0,5 x 4,5) = 9 kn (untuk portal tepi) PLp = (4) x (2 x 0,5 x 4,5) = 18 kn (untuk portal tengah) Buat model SAP2000 untuk scene 1 dengan tinjauan secara dua dimensi (2D) pada portal tengah (portal B)! 16

2.2 Input Model a. Menggambar Model 1) Jalankan program SAP2000 versi 15 ultimate 2) Pilih menu File New model 3) Pilih satuan KN, m, C dan pilih template 2D Frames Gambar 2.6. Kotak dialog New model 4) Pilih Portal pada 2D Frame Type Number of Stories = 3 (jumlah tingkat / lantai) Number of Bays = 3 (jumlah bentang / ruang portal) Story Height = 4 (tinggi antar lantai) Bay Width = 4 (jarak ruang portal) Gambar 2.7. Keterangan notasi input model Portal 2D 17

Gambar 2.8. Kotak dialog 2D Frames a) Pilih OK 5) Setelah tahapan di atas pada layar SAP2000 akan muncul tampilan seperti Gambar 2.9 Gambar 2.9. Tampilan awal model struktur 6) Mengubah ketinggian lantai 2 dan 3 (pada model yang telah dibuat tinggi tiap lantai masih 4 m, seharusnya tinggi lantai 2 dan 3 adalah 3,5 m). Klik kiri 2 kali (double click) pada grid line yang ada (atau klik kanan pada layar SAP2000 > Edit Grid Data > Modify/Show System ) a) Pada bagian Z Grid Data kolom Ordinate isikan nilai 7,5 menggantikan nilai 8 (baris 3) dan nilai 11 menggantikan nilai 12 (baris 4) b) Klik option Glue to Grid Lines (agar elemen frame/batang yang sudah tergambar ikut pindah bersama grid line) c) Pilih OK 18

Gambar 2.10. Kotak dialog Define Grid System Data Note: Jika ingin memeriksa tinggi antar lantai yang baru, dapat dilakukan dengan memeriksa tinggi kolom. (Klik kanan pada salah satu batang kolom > pilih tab Location dan perhatikan isian Length yang berisi tinggi kolom 3,5 satuan meter ) Gambar 2.11. Cek data frame 19

b. Menetapkan Material 1) Pilih menu Define Materials 2) Pilih Add New Material (untuk menambahkan tipe bahan yang baru) Gambar 2.12. Kotak dialog Define Material a b p c e f Gambar 2.13. Input data material a) Pada Material Name isikan nama bahan (misal : Beton) b) Material Type pilih Concrete c) Pada satuan ubah ke kn, m, C d) Pada Weight per unit Volume isikan 24 (dalam kn/m 3, berat jenis beton) 20

e) Pada isian Modulus of Elasticity isikan 25742960,202 (kn/m 3, E = 4700. MPa); lalu Poisson s Ratio isikan 0.2 ; dan coeff of Thermal Expansion isikan nol (tidak ada analisis beban temperatur) Note: Untuk memudahkan dalam perhitungan Modulus of Elasticity kita bisa menggunakan kalkulator pada SAP2000. (Tekan SHIFT + doble klik pada kotak isian Modulus of Elasticity). Ketika akan memasukkan rumus modulus elastisitas [4700*sqr(30) atau 4700*(30^0.5)] rubah satuan menjadi N, mm, C. 1 Mpa = 1 N/mm 2 Gambar 2.14. Kotak dialog SAP2000 Calculator f) Pada isian f c isikan 30MPa (SAP2000 akan secara otomatis melakukan konversi ke satuan yang kita gunakan yaitu kn, m, C) g) Klik OK, lalu klik OK sekali lagi untuk kembali ke layar SAP2000. Note: dalam penyelesaian soal ini, material tulangan meggunakan default dari SAP2000 c. Menetapkan Penampang 1) Pilih menu Define Section Properties Frame Sections 2) Pilih Add New Property (untuk menambahkan tipe penampang yang baru) Gambar 2.15. Kotak dialog Frame Properties 21

Gambar 2. 16. Kotak dialog Add Frame Section Property 3) Pada Frame Section Property Type pilih Concrete 4) Klik pada Rectangular untuk mendefinisikan penampang balok persegi 5) Masukkan data untuk balok seperti terlihat pada Gambar C 17. a) Pada Section Name isikan nama framenya, misal : BALOK b) Pilih material Beton pada pilihan Material c) Pada isian Dimensions isikan Depth (t3) = 0,4 (m, tinggi = 40cm) dan Width (t2) = 0,3 (m, lebar = 30 cm) d) Klik pada Concrete Reiforcement untuk membuka kotak dialog Reinforcement Data. a b c d Gambar 2.17. Kotak dialog Rectangular Section 22

a b c Gambar 2.18. Kotak dialog Reinforcement Data (BALOK) a) Ketika kita menggunakan material concrete secara otomatis SAP2000 akan menyediakan material rebar (tulangan) A615Gr60. b) Pilih Beam pada Design Type c) Isikan 0.05 pada Concrete Cover to Longitudional Rebar Center (tebal selimut beton) Klik OK d) Klik OK lagi. 6) Pada kotak dialog Frame Properties yang muncul kembali, pilih pada Section BALOK lalu klik Add Copy of Property Note: Cara ini akan mempercepat pemasukan data apabila ada beberapa penampang dengan tipe sama (dalam hal ini elemen balok dan kolom sama-sama dengan material beton dengan bentuk persegi / kotak) Gambar 2.19. Kotak dialog Frame Properties 23

a) Beri nama penampang pada Section Name untuk elemen kolom, misal: KOLOM b) Pilih material Beton pada pilihan Material c) Pada isian Dimensions isikan t3 = 0.4 (m, h c = 40 cm) dan t2 = 0.4 (m, b c = 40 cm) d) Klik tombol Concrete Renforment a b c d Gambar 2.20. Kotak dialog Rectangular Section (KOLOM) e) Pilih Coloumn pada Design Type f) Isikan 0.05 pada Clear Cover for Confinement Bars (tebal selimut beton) g) Pada bagian Check / Design pastikan terpilih Reinforcement to be Designed klik OK h) Klik OK i) Klik OK Note: Khusus pada penampang beton bertulang, jika SAP2000 hanya akan dimanfaatkan untuk menghitung gaya-gaya dalam saja maka isian-isian untuk tulangan (pada kotak dialog Reinforcement Data) tidak banyak berpengaruh, hanya pada isian yang diubah pada langkah-langkah di atas saja. Jika akan dilanjutkan sampai perencanaan tulangan memakai fasilitas SAP2000 maka isian-isian tersebut harus diperhatikan dan diisi semua karena berpengaruh pada hasil desain tulangan. 24

e f g Gambar 2.21. Kotak dialog Reinforcement Data (Kolom) 7) Mengganti penampang elemen struktur yang sudah dibuat: Sebelum mengganti penampang elemen struktur yang sudah ada, terlebih dahulu pilih semua elemen balok. Bisa dengan cara klik pada batang yang dimaksud atau cara windowing, dan lakukan untuk semua lantai. Perhatikan bahwa bila memilih dengan cara windowing maka joint atau nodal pertemuan balok-kolom akan ikut terpilih, namun karena hanya akan dilakukan perubahan pada elemen frame (batang) saja maka hal ini tidak berpengaruh. a) Pilih menu Asign Frame Frame Sections pilih BALOK pada kotak pilihan OK 25

Gambar 2.22. Penggantian Section elemen balok b) Klik/pilih semua elemen kolom dengan cara seperti pada pemilihan elemen balok sebelumnya. c) Pilih menu Asign Frame Frame Sections pilih KOLOM pada kotak pilihan OK Gambar 2.23. Penggantian Section elemen kolom Gambar 2.24. Tampilan hasil penggantian Section elemen 26

d. Mengganti Tipe Tumpuan Pilih semua joint bawah (tumpuan), baik secara langsung pada joint atau windowing di sekitar joint. Pilih menu Assign Joint Restrain Gambar 2.25. Alternatif seleksi joint bawah e. Menetapkan Beban 1) Pilih menu Define Load Patterns Gambar 2.26. Penggantian tipe tumpuan Gambar 2.27. Input tipe pembebanan 27

a) Isikan nama beban pada Load Pattern Name misal : LIVE b) Pilih LIVE pada type untuk mendefinisikan beban hidup c) Klik tombol Add New Load Pattern klik OK Note: Pada tahap ini hanya ditambahkan tipe beban hidup saja (LIVE). Untuk beban mati secara default sudah disediakan oleh SAP2000 pada Load Pattern DEAD. Perhatikan pula faktor Self Weight Multiplier (pengali berat sendiri) = 1 berarti bahwa berat sendiri elemen struktur (balok, kolom,pelat) sudah dihitung otomatis oleh SAP2000, dalam beban DEAD. f. Mendefinisikan Kombinasi Pembebanan 1) Pilih menu Define Load Combinations 2) Pilih Add New Combo Gambar 2.28. Kotak dialog Define Load Combination Gambar 2.29. Seting kombinasi 1.4 D a) Beri nama kombinasi pada Load Combination Name, misal: 1.4 D 28

b) Pilih DEAD pada drop down menu Load Case Name c) Isikan 1.4 pada Scale Factor d) Klik Add Klik OK 3) Klik lagi tombol Add New Combo a) Beri nama kombinasi pada Load Combination Name, misal: 1.2 D + 1.6 L b) Pilih DEAD pada drop down menu Load Case Name c) Isikan 1.2 pada Scale Factor d) Klik Add e) Pilih LIVE pada drop down menu Load Case Name f) Isikan 1.6 pada Scale Factor g) Klik Add Klik OK Klik OK Gambar 2.30. Seting kombinasi 1.2 D + 1.6 L 4) Mengaplikasikan pembebanan pada struktur (pelat lantai): Pada model struktur 2 dimensi ini ada dua macam beban yang akan diberikan pada model, yaitu beban merata dari pelat lantai dan beban titik berupa limpahan dari balok pada portal yang tegak lurus terhadapnya. Untuk pembebanan merata pelat lantai: a) Pilih semua balok lantai 2 dan 3 Gambar 2.31. Seleksi balok lantai 2 dan 3 29

b) Pilih menu Assign Frame Loads Distributed c) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban mati merata segitiga pada portal tengah = 2.W D ) d) Pastikan satuan dalam KN, m, C e) Pada Trapezoidal Loads isikan (urut dari kotak input kiri ke kanan atau 1 ke 4): Distance = 0 ; Load = 0 Distance = 0.5 ; Load = 16.88 (= 2 x 8.44 kn/m) Distance = 1 ; Load = 0 Distance = 1 ; Load = 0 f) Klik OK Note: Tips (kita bisa mengisi data perhitungan secara langsung), misal pada isian Load kita masukkan data perhitungan 8.44*2 lalu tekan enter maka secara otomatis SAP2000 akan melakukan perhitungan dan menghasilkan nilai 16.88. Gambar 2.32. Input beban mati merata g) Pilih kembali semua balok lantai 2 dan 3, dengan cara yang sama dengan sebelumnya. h) Pilih menu Assign Frame Loads Distributed i) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban hidup merata segitiga pada portal tengah = 2.W L ) j) Pastikan satuan dalam KN, m, C k) Pada Trapezoidal Loads ganti Distance = 0 ; Load = 0 Distance = 0.5 ; Load = 10 Distance = 1 ; Load = 0 Distance = 1 ; Load = 0 l) Klik OK 30

Gambar 2.33. Input beban hidup merata 5) Mengaplikasikan pembebanan pada struktur (pelat atap): Selanjutnya akan diberikan pembebanan pada balok atap yang merupakan limpahan dari pelat atap. a) Pilih semua balok atap (paling atas) Gambar 2.34. Seleksi balok atap b) Pilih menu Assign Frame Loads Distributed c) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban mati merata segitiga pada portal tengah = 2.W D ) d) Pastikan satuan dalam KN, m, C e) Pada Trapezoidal Loads ganti nilai pada kotak input no.2 menjadi Distance = 0.5 Load = 10.48 f) Klik OK g) Pilih kembali semua balok atap, dengan cara yang sama dengan sebelumnya. h) Pilih menu Assign Frame Loads Distributed i) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban hidup merata segitiga pada portal tengah = 2.W L ) j) Pastikan satuan dalam KN, m, C k) Pada Trapezoidal Loads ganti nilai pada kotak input no.2 menjadi Distance = 0.5 Load = 4 l) Klik OK 31

Gambar 2.35. Tampilan beban merata balok (beban hidup dan mati) 6) Mengaplikasikan beban titik limpahan dari balok yang tegak lurus (portal C dan D), lantai 2 dan 3: a) Pilih joint pertemuan balok-kolom lantai 2 dan 3. Gambar 2.36. Seleksi joint lantai 2 dan 3 b) Pilih menu Assign Joint Loads Forces Gambar 2.37. Input beban titik limpahan dari balok yang tegak lurus (portal C dan D), lantai 2 & 3 c) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban mati balok = P Db ) d) Pastikan satuan dalam KN, m, C e) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -12.96 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) f) Klik OK g) Pilih joint pertemuan balok-kolom lantai 2 dan 3, pada bagian tepi saja. 32

Gambar 2.38. Seleksi joint tepi lantai 2 dan 3 h) Pilih menu Assign Joint Loads Forces i) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban mati pelat = P Dp ) j) Pastikan satuan dalam KN, m, C k) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -37.98 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) l) Pada Options pilih Add to Existing Loads, karena sebelumnya sudah ada tipe beban mati (P Db ), sehingga harus ditambahkan (Add) jangan Replace (mengganti). m) Klik OK Gambar 2.39. Input beban titik tepi (beban mati pelat) n) Pilih kembali joint pertemuan balok-kolom lantai 2 dan 3, pada bagian tepi saja. Alternatif lain dengan memakai toolbar o) Pilih menu Assign Joint Loads Forces p) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban hidup pelat = P Lp ) q) Pastikan satuan dalam KN, m, C r) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -22.5 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) s) Klik OK Note: Pada Options, karena sebelumnya belum ada input beban hidup, maka pilihan Add to Existing Loads maupun Replace Existing Loads akan sama saja hasilnya. t) Sekarang pilh pada joint pertemuan balok-kolom lantai 2 dan 3, pada bagian tengah saja. 33

Gambar 2.40. Seleksi joint tengah lantai 2 dan 3 u) Pilih menu Assign Joint Loads Forces v) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban mati pelat = P Dp ) w) Pastikan satuan dalam KN, m, C x) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -75.96 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) y) Pada Options pilih Add to Existing Loads, karena sebelumnya sudah ada tipe beban mati (P Db ). Gambar 2.41. Input beban mati tengah (beban mati pelat) z) Klik OK aa) Pilih kembali joint pertemuan balok-kolom lantai 2 dan 3, pada bagian tengah saja, atau gunakan toolbar bb) Pilih menu Assign Joint Loads Forces cc) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban hidup pelat = P Lp ) dd) Pastikan satuan dalam KN, m, C ee) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -45 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) ff) Klik OK 34

Gambar 2.42. Input beban titik tengah (beban hidup pelat) gg) Pilih joint pertemuan balok-kolom atap. hh) Pilih menu Assign Joint Loads Forces ii) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban P Db ) jj) Pastikan satuan dalam KN, m, C kk) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -12.96 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) ll) Klik OK mm) Pilih joint pertemuan balok-kolom atap, pada bagian tepi saja. Gambar 2.43. Seleksi joint atap bagian tepi nn) Pilih menu Assign Joint Loads Forces oo) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban P Dp ) pp) Pastikan satuan dalam KN, m, C qq) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -23.58 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) rr) Pada Options pilih Add to Existing Loads, karena sebelumnya sudah ada tipe beban mati (P Db ) ss) Klik OK tt) Pilih kembali joint pertemuan balok-kolom atap, pada bagian tepi saja. uu) Pilih menu Assign Joint Loads Forces vv) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban P Lp ) ww) Pastikan satuan dalam KN, m, C xx) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -9 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) yy) Klik OK zz) Sekarang pilih joint pertemuan balok-kolom lantai atap, pada bagian tengah saja. 35

Gambar 2.44. Seleksi joint tengah lantai atap aaa) Pilih menu Assign Joint Loads Forces bbb) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih DEAD (beban P Dp ) ccc) Pastikan satuan dalam KN, m, C ddd) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -47.16 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) eee) Pada Options pilih Add to Existing Loads, karena sebelumnya sudah ada tipe beban mati (P Db ) fff) Klik OK ggg) Sekarang pilih kembali joint pertemuan balok-kolom atap pada bagian tengah saja. hhh) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih LIVE (beban P Lp ) iii) Pastikan satuan dalam KN, m, C jjj) Pada Loads isikan nilai Force Global Z = -18 KN (beban arah Z vertikal ke bawah) kkk) Klik OK g. Menampilkan Pembebanan Pada Struktur Gambar 2.45. Hasil input beban titik Setelah selesai memasukkan beban pada model struktur, sebaiknya dilakukan kembali pemeriksaan terhadap beban-beban yang telah diaplikasikan. Hal ini dapat menghemat waktu untuk melacak kesalahan jika terjadi error saat analisis, terutama kesalahan pada pembebanan. 1) Pilih menu Display Show Loads Assigns Frame/Cable/Tendon 2) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih tipe beban yang ingin ditampilkan (LIVE atau DEAD) 3) Pada bagian: 36

a) Show Joint Loads with Span Loads akan menampilkan beban titik dan merata secara bersamaan, jika dinon-aktifkan maka hanya akan ditampilkan beban merata saja. b) Show Span Loading Values akan menampilkan besar beban merata, jika di non-aktifkan maka hanya akan ditampilkan bentuk (merata/segitiga/trapesium) dan lokasinya saja. c) Klik OK Gambar 2.46. Penampilan beban merata. Gambar 2.47. Tampilan beban mati dan beban hidup (beban merata dan beban titik) d) Jika hanya menampilkan beban titik saja pilih menu Display Show Loads Assigns Joint e) Pada drop down menu Load Pattern Name pilih tipe beban yang ingin ditampilkan (LIVE atau DEAD) f) Pada bagian bawah: Show Loading Values akan menampilkan besar beban titik, jika dinon-aktifkan maka hanya akan ditampilkan lokasinya saja. g) Klik OK 37

Gambar 2.48. Kotak dialog Show joint Loads Note: Setelah ditampilkan salah satu tipe pembebanan, pada sudut kanan bawah layar akan muncul tombol panah yang dapat digunakan untuk berpindah (menampilkan) ke tipe beban yang lainnya secara cepat. h. Analisis 1) Menentukan tipe analisis struktur (Portal 2D) Penentuan tipe analisis struktur sebenarnya akan nampak pengaruhnya pada model struktur yang besar atau rumit. Pada tahap ini bisa ditentukan derajat kebebasan yang akan dianalisis (semua atau hanya sebagian saja). Pilihan tersebut akan berdampak pada ukuran file, besar memori komputer yang digunakan saat analisis, dan waktu running. Analisis sebaiknya dilakukan secara efisien dan efektif dengan tetap memperhatikan keakuratan hasil analisis. Di sini akan diberikan contoh untuk setting analisis 2D untuk portal bidang. a) Pilih menu Analyze set analize option b) Pilih Plane Frame Gambar 2.49. Tipe analisis struktur 2D 2) Melakukan analisis a) Pilih menu Analyze Run Analyze Pada kotak dialog Set Load Cases to Run, perhatikan kolom Status dan Action. Status menyatakan status dari tipe beban, apakah sudah dianalisis (Run) atau belum (Not Run). 38

Sedangkan pada kolom Action merupakan langkah yang akan diambil dalam analisis yang sedang akan dilakukan, apakah akan dihitung (Run) atau tidak (Do Not Run). Untuk analisis statik disini hanya kan dianalisis beban mati dan beban hidup saja, sehingga analisis MODAL (yang berguna untuk analisis dinamik) akan dinon-aktifkan dahulu. b) Pilih MODAL pada Case Name c) Klik tombol RUN/Do Not Run Case Klik Run Now Gambar 2.50. Penentuan running tipe beban Note: Jika saat membuat model belum disimpan sebelunya, maka saat akan melakukan running analisis SAP2000 akan otomatis menanyakan alamat penyimpanan terlebih dahulu. Save file ke folder (beri nama file) sebelum analisis dimulai, misal Analisis 2D Statik, lokasi silakan tentukan sendiri. Ekstensi.sdb akan otomatis ditambahkan oleh SAP2000. Mengingat SAP2000 akan secara otomatis membuat beberapa (bahkan banyak) file saat analisis berlangsung, sebaiknya untuk satu file model disimpan dalam satu folder tersendiri, untuk memudahkan pencarian. d) Sesaat kemudian akan ditampilkan SAP Analysis Monitor dan analisis akan berlangsung. Selama analisis dilakukan, kita dapat melihat progres (kemajuan) analisis pada layar ini, sekaligus mengawasi apakah terdapat kesalahan (eror). 39

2.3 Hasil Keluaran / Output a. Menampilakn Bentuk Deformasi Struktur Gambar 2.51. SAP2000 Analysis Monitor 1) Pilih menu Display Show Deformed Shape [F6] 2) Pada drop down menu Case/Combo Name pilih tipe beban / kombinasi yang ingin dilihat. Gambar 2.52. Kotak dialog Deformed Shape 40

Gambar 2.53. Tampilan deformasi struktur & nilai lendutan/rotasi joint a) U1, menunjukkan nilai translasi untuk arah sumbu lokal 1 b) U2, menunjukkan nilai translasi untuk arah sumbu lokal 2 c) U3, menunjukkan nilai translasi untuk arah sumbu lokal 3 d) R1, menunjukkan nilai rotasi untuk arah sumbu lokal 1 e) R2, menunjukkan nilai rotasi untuk arah sumbu lokal 2 f) R3, menunjukkan nilai rotasi untuk arah sumbu lokal 3 2 3 1 3 2 1 Gambar 2.54. Sumbu lokal joint dan frame 41

3) Sebagai contoh pembacaan, pada Gambar 2.53. nilai deformasi untuk beban mati (DEAD) adalah sebagai berikut (ingat bahwa orientasi sumbu lokal joint akan sama dengan sumbu Global jika tidak dilakukan modifikasi sumbu lokal): a) Translas (gerakan) arah sumbu 1 = 0.000001254 m, berarti joint ini bergerak ke arah kanan (sumbu 1 positif) b) Translasi (gerakan) arah sumbu 3 = -0.0004 m, berarti joint ini bergerak ke arah bawah (sumbu 3 negatif) c) Rotasi (putaran) memutari sumbu 2 = -0.00009 rad, berarti joint berotasi searah jarum jam (rotasi sumbu 2 positif) Untuk menampilkan animasi pergerakan deformasai struktur klik tombol, dan untuk menghentikan animasi klik, Slide bar digunakan untuk mempercepat atau memperlambat gerakan animasi deformsi. b. Menampilkan Bentuk Awal Struktur (Tak Berdeformasi) Untuk menampilkan bentuk struktur yang belum terdeformasi (atau juga dapat untuk membersihkan informasi pada layar, misal beban dll), dapat dipakai cara berikut. Pilih menu Display Show Undeformed Shape [F4] c. Menampilkan Reaksi Tumpuan Pilih menu Display Show Forces/Stress Joints [F7] Gambar 2.55. Pilihan output reaksi / gaya batang a) Pada Case/Combo Name pilih tipe beban/kombinasi yang ingin dilihat. 42

b) Aktifkan Show as Arrows bila ingin ditampilkan dalam bentuk panah dengan arah panah menunjukkan arah gaya reaksi (bila tidak aktif hanya akan ditampilkan dalam notasi saja) c) Selanjutnya klik OK Gambar 2.56. Tampilan reaksi tumpuan & keterangan nilai Setelah atmpak reaksi tumpuan, klik kanan pada joint untuk mengetahui besaran reaksi gaya tumpuan dan momen pada joint tersebut (ubah juga satuan bila perlu). Sebagai contoh pemabcaan, pada Gambar C 56. nilai reaksi tumpuan akibat kombinasi beban mati (DEAD) adalah sebagai berikut (ingat bahwa orientasi sumbu lokal joint akan sama dengan sumbu Global jika tidak dilakukan modifikasi sumbu lokal): a) Reaksi arah sumbu 1 = 2.338 KN, arah ke kanan (sumbu 1 positif) b) Reaksi arah sumbu 3 = 241.833 KN, arah ke atas (sumbu 3 positif) c) Momen memutari sumbu 2 = 3.111 knm, berlawanan arah jarum jam (rotasi sumbu 2 positif) d. Menampilkan Gaya-Gaya Batang 1) Pilih menu Display Show Force/Stress Frame/Cables [F8] a) Pada Case/Combo Name pilih tipe beban/kombinasi beban yang ingin di lihat. b) Pada component pilih tipe gaya yang akan dilihat: Axial Force : Gaya aksial Shear 2-2 : gaya geser arah sumbu 2 (sb kuat) Shear 3-3 : gaya geser arah sumbu 3 (sb lemah) Torsion : momen torsi Moment 2-2 : momen memutari sumbu 2 (sb. lemah) Moment 3-3 : momen memutari sumbu 3 (sb. kuat) 43

c) Pada Options pilih Fill Diagram untuk menampilkan diagram dalam bentuk blok warna, atau Show Values on Diagram untuk menampilkan nilainya juga. d) Klik OK Gambar 2.57. Kotak dialog Member Forces Diagram for Frames Gambar 2.58. Tampilan gaya batang (Momen 3-3/Lentur) 44

e) Klik kanan pada salah satu batang untuk menampilkan detailnya. a c b d e Gambar 2.59. Contoh tampilan detail gaya batang a) Pada Case dapat dipilih tipe beban atau kombinasi beban. b) Pada bagian item bisa dipilih komponen gaya batang yang ingin ditampilkan (V= Shear / gaya geser, M= Moment/momen, P= Axial Force/ gaya aksial, T= torsi / puntir) c) Bagian Display Options memberikan pilihan untuk dapat melihat nilai gaya batang di setiap titik (Scroll for Values) atau langsung nilai maksimumnya saja (Show Max) d) Bagian Location akan ditampilkan bila pada Display Options dipilih Scroll for Values, yang bisa kita isikan lokasi jarak tertentu dari sisi kiri batang. e) Pada bagian ini dapat dilihat masing-masing Free Body Diagram (FBD), Resultant Shear (diagram gaya geser), Resultant Moment (diagram momen lentur), dan Deflections (lendutan). Pada diagram bisa langsung diklik pada lokasi tertentu untuk mengetahui nilai gaya batang di tempat terebut. Jika pada bagian items (b) dipillih Axial (P and T) maka akan tertampil Free Body Diagram (FBD), Resultant Axial Force (diagram gaya aksial), dan Resultant Torsiom (diagram momen puntir). f) Klik Done setelah selesai. 45

e. Menampilkan Tabel Output 1) Pilih menu Display Show Tables [ CTRL + T ] Gambar 2.60. Fasilitas tabel data. 2) Pilih item yang ingin ditampilkan seperti Gambar C 61. Gambar 2.61. Pemilihan item output yang akan ditampilkan 3) Setelah output yang akan ditampilkan ditentukan, selanjutnya pilih tipe beban atau kombinasi, dengan klik pada tombol Select Load Casse pada bagian kanan atas. Note: untuk memilih lebih dari satu tipe kombinasi/beban gunakan tombol Ctrl. 46

Gambar 2.62. Pemilihan tipe/kombinasi beban output 4) Klik OK 5) Klik OK lagi untuk menampilkan tabel output Gambar 2.63. Contoh tampilan tabel output (gaya batang) 6) Pada Gambar 2.63. ditampilkan hasil utuk gaya batang (Element Force-Frames), untuk berpindah / menampilkan output yang lain klik pada bagian kanan atas kotak dan pilih tipe output lainnya (Joint Displacement dan Joint reactions). 7) Untuk menambah output yang lain klik pada Add Tables (kanan bawah) 8) Untuk mengurutkan nilai output dari nilai terbesar ke terkecil atau sebaliknya kita bisa menggunakan menu Format-Filter-Sort pilih Sort. Pada drop down menu Sort by kita memilih tipe output yang ingin kita urutkan (secara default SAP2000 akan mengurutkan dari nilai terkecil (negatif) ke nilai terbesar (positif), beri tanda check pada Descending untuk mengurutkan dari nilai terbesar (positif) ke nilai terkecil (negatif)) Klik OK. Gambar 2.64. Table shorting. 47

Note: Selanjutnya tabel output tersebut dapat di expor ke dalam bentuk lain misal Excel atau Acces, ataupun dalam bentuk file teks. Caranya: a) Pilih menu File Export All Tables tentukan akan diexpor ke Excel atau Acces. b) Secara otomatis akan ditampilkan hasil export berupa file Excel atau Acces yang berisi tabel output. Gambar 2.65. Contoh tampilan tabel output bentuk excel 9) Setelah selesai pada tampilan tabel output SAP2000 klik Done. 48

BAB 3. RANGKA PORTAL (FRAME) 3 DIMENSI ANALISIS STATIK 3.1 Input Model a. Menggambar Model 1) Memulai membuat file baru dengan dasar file Analisis 2D Statik. Pilih menu File Save As beri nama File baru (misal : Analisis 3D Statik) Klik OK 2) Membuka kunci model (Lock): Jika tombol tampil dalam keadaan terkunci, maka lakukan langkah berikut. Jika gembok terbuka langsung saja ke langkah no 3. Pilih menu Options Lock Model (maksud dari perintah ini adalah agar model dapat di edit. Jika tombol Lock dalam keadaan terkunci, maka model tidak dapat diubah-ubah) Note: Setiap selesai melakukan analisis dengan sukses secara otomatis model akan di-lock oleh SAP2000. Dan setelah di Unlock analisis SAP2000. 3) Melakukan replikasi portal: model harus dianalisis ulang untuk mendapatkan hasil Ubah dahulu satuan ke [ kn, m, C ] a) Pilih semua elemen portal 2D yang ada [Ctrl+A] b) Pilih menu Replicate [Ctrl+R] pada bagian Increments isikan nilai dy 4.5 yaitu jarak antar portal pada arah Y = 4.5 m. Semua elemen termasuk pembebanannya akan direplikasi digandakan ke arah sumbu Y positif sejauh 4.5 satuan (meter). Note: Nilai Number pada increament data merupakan jumlah objek replikasi yang diinginkan. Gambar 3.1. Isian data replikasi pertama 49

Portal replikasi arah Y+ Portal asli Gambar 3.2. Hasil replikasi pertama Selanjutnya akan dilakukan replikasi ke portal tepi pada sisi lainnya (arah Y negatif). c) Pilih semua elemen portal 2D pada window sebelah kiri saja, dengan cara windowing. Perhatikan bahwa di sini tidak dipakai perintah Select All lagi, karena yang dipilih hanya portal asli saja (posisi Y = 0) yang akan direplikasi, bukan semuanya. d) Kembali pilih menu Edit Replicate Pada kotak input Replicate bagian Increaments isikan nilai dy -4.5 (negatif 4.5). Portal asli akan direplikasi arah sumbu Y negatif sejauh 4.5 satuan (meter) Gambar 3.3. Isian data replikasi kedua Untuk melihat hasil replikasi secara keseluruhan, aktifkan window sebelah kanan (klik sembarang pada window tersebut). Lalu pilih menu View Restore Full View [F3] 50

Portal replikasi arah Y+ Portal asli Portal replikasi arah Y- Gambar 3.4. Hasil replikasi kedua 4) Menambah grid bantu: Replikasi pada langkah sebelumnya hanya diterapkan pada obyek elemen frame (balok dan kolom) saja, sedangkan gridline pada posisi portal hasil replikasi tersebut belum ada (baru ada pada Y=0 saja). Sekarang akan ditambahkan gridline pada posisi Y = - 4.5 dan Y = + 4.5 untuk memudahkan pengerjaan selanjutnya. a) Pilih menu Define Coordinat System/Grids... b) Pada kotak dialog Coordinat System/Grids... Pilih Modify/Show System Gambar 3.5. Definisi lokasi gridline tambahan 51

c) Pada isian Y grid data, isikan nilai -4.5 dan 4.5 berturut-turut pada kolom ordinate seperti pada Gambar 3.5. d) Klik OK klik OK lagi Y = + 4.5 Y = 0 x = - 6 x = - 2 x = 0 x = 2 x = + 6 Gambar 3.6. Koordinat model gedung Y = - 4.5 5) Menggambar batang balok arah Y: Hasil replikasi sebelumnya hanya menggandakan elemen balok pada arah X saja (portal bidang XZ), sehingga perlu ditambahkan sendiri elemen balok untuk arah Y (portal bidang YZ), sedangkan untuk elemen kolom bidang XZ dan YZ sama saja posisinya sehingga tidak perlu ditambahkan lagi. a) Pastikan tampilan window pada bidang Y-Z Plane @ X= - 6 b) Pilih menu Draw Draw Frame/Cable/Tendon c) Pada kotak pilihan yang muncul (Properties of Object) pilih nama penampang yaitu BALOK pada Section. Gambar 3.7. Kotak dilog Properties of Object d) Untuk mulai Menggambar balok, klik sekali pada joint paling kiri pada lantai 2 (lihat Gambar 3.7.), lalu klik lagi pada joint tengah, sehingga tergambar satu bentang. Lakukan hal yang sama untuk balok di sebelahnya (klik langsung pada joint paling kanan). e) Sebelum Menggambar balok pada lantai berikutnya, perhatikan bahwa setelah selesai klik pada salah satu joint, pada ujung kursor akan nampak garis putus-putus yang selalu mengikuti kursor. Ini menandakan bahwa batang yang akan digambar seterusnya akan bersambung dengan batang yang terakhir digambar. Untuk memutus ikatan dengan rangkaian penggambaran sebelumnya, klik kanan pada mouse dan garis putus-putus yang 52

mengikuti mouse akan menghilang. Sekarang kita bebas untuk menentukan awal penggambaran batang selanjutnya. 1 2 Gambar 3.8. Penggambaran elemen balok arah Y f) Setelah yakin bahwa garis terputus-putus sudah menghilang, klik lagi pada joint di lantai 3 seperti sebelumnya sampai pada ujung kanan lantai, jangan lupa klik kanan untuk memutus rangkaian penggambaran. 4 5 6 + Klik kanan 1 2 3 + Klik kanan Gambar 3.9. Urutan penggambaran balok arah Y. g) Untuk mengakhiri modus penggambaran tekan ESC pada keyboard. h) Untuk Menggambar balok atap akan digunakan cara berdeda dengan penggambaran balok lantai (cara untuk Menggambar balok lantai sebenarnya bisa digunakan namun untuk melengkapi contoh akan digunakan cara lain). i) Pilih menu Draw Quick Draw Frame/Cable/Tendon j) Seleksi grid yang akan digambar Frame (bisa dengan klik langsung pada grid atau dengan windowing dari kiri ke kanan) k) Secara otomatis frame akan tergambar pada grid. l) Tekan ESC untuk mengakhiri perintah gambar. 6) Melakukan replikasi balok arah Y. Untuk Menggambar balok-balok arah Y pada bidang lainnya akan dilakukan replikasi dari batang-batang yang sudah tergambar pada langkah sebelumnya supaya lebih cepat. Pilih semua elemen balok lantai 2, 3, dan atap pada bidang X = - 6 dengan cara klik atau croshing. 53

Gambar 3.10. Pemilihan balok arah Y untuk replikasi cara croshing. Pilih menu Edit Replicate Gambar 3.11. Isian replikasi untuk balok arah Y. Pada increments isikan dx = 4 (replikasi berjarak 4 m ke arah X positif) pastikan juga isian lain dy dan dz bernilai 0. Isikan 3 pada Number (jumlah replikasi) klik OK 7) Menghapus pembebanan merata pada balok: Pada model gedung 3D ini, beban pada pelat lantai akan dibebankan langsung pada elemen pelat (shell) yang akan dibuat kemudian, sehingga tidak diperlikan pembebanan merata yang sudah didefinisikan pada contoh portal 2D. Pilih menu Select Select All [Ctrl+A] Pembebanan yang akan dihapus adalah pada semua balok yang mendapat input beban merata, sehingga dipilih semua elemen yang ada untuk memudahkan (walaupun elemen kolom juga ikut terpilih, namun pada elemen tersebut tidak terdapat inpur beban sehingga tidak akan terpengaruh). Pilih menu Assign Frame Loads Distributed 54

Gambar 3.12. Penghapusan beban mati merata Pilh tipe beban mati DEAD pilih Delete Existing Loads Klik OK Selanjutnya akan dilakukan penghapusan untuk beban hidup merata: Pilih menu Select Select All [Ctrl+A] Pilih menu Assign Frame Loads Distributed Gambar 3.13. Penghapusan beban hidup merata Pilh tipe beban hidup LIVE pilih Delete Existing Loads Klik OK 8) Mengahpus pembebanan titik pada joint: Selain pada balok, pada portal 2D juga terdapat beban titik yang merupakan limpahan beban dari portal arah tegak lurusnya. Karena dalam portal 3D ini elemen dan pembebanan sudah dimodelkan secara keseluruhan, maka pembebanan titik ini menjadi tidak diperlukan lagi, sehingga akan dihapus. Pilih menu Select Select All [Ctrl+A] 55

Sama seperti sebelumnya, walaupun dengan cara ini elemen balok dan kolom ikut terpilih, namun karena perintah hanya akan diterapkan pada joint saja maka tidak akan berpengaruh. Pilih menu Assign Joint Loads Forces Gambar 3.14. Penghapusan beban mati titik Pilh tipe beban mati DEAD pilih Delete Existing Loads Klik OK Selanjutnya hapus beban hidup titik Pilih menu Assign Joint Loads Forces Gambar 3.15. Penghapusan beban hidup titik Pilh tipe beban mati LIVE pilih Delete Existing Loads Klik OK 9) Mendefinisikan penampang pelat lantai Pada model ini pelat lantai akan dimodelkan secara langsung dengan memanfaatkan elemen shell dalam SAP2000. Elemen shell merupakan elemen dua dimensi (luasan), sedangkan elemen frame yang dipakai dalam memodelkan balok dan kolom adalah elemen satu dimensi (garis). Pemasukan data elemen shell dilakukan lewat area Section seperti yang akan dijelaskan berikut. Pilih menu Define Section Properties Area Section 56

Gambar 3.16. Kotak dialog area Section Pastikan pilihan shell aktif Klik tombol Add New Section Selanjutnya pada kotak dialog Shell Section Data: a) Beri nama penampang pelat pada Section Name, misal Lantai b) Pada Type, pilih Shell Thin. Tipe shell merupakan gabungan sifat dari plate dan membrane. Plate adalah elemen luasan yang menahan gaya pada arah tegak lurus bidang pelat, sedangkan membrane searah bidangnya. Walaupun elemen pelat lantai hanya menerima beban arah tegak lurus bidangnya saja (elemen plate), namun mengingat model 3D ini juga akan bergerak ke arah transversal (horizontal) dimana bisa terjadi gaya searah bidang pelat, maka tetap dipakai elemen shell. Sedangkan ketebalan pelat mempengaruhi tipe thin dan thick. Untuk pelat lantai masih didominasi oleh lentur sehingga dipilih thin, namun untuk pelat yang relatif tebal (misal pada perkerasan jalan), dipilih thick. c) Pada Material Name dipilih sesuai jenis bahan, yang disini menyesuaikan dengan sebelumnya yaitu Beton. d) Pada Thickness diisi dengan ketebalan elemen pelat lantai (12 cm) dan karena satuan dalam model ini adalah meter maka diisikan nilai 0.12 (m). karena dipakai elemen shell maka diisikan nilai pada membrane dan bending. e) Klik OK 57

Gambar 3.17. Isian data input penampang pelat lantai Setelah kembali ke kotak dialog Area Sections, klik Add Copy of Section untuk selanjutnya membuat penampang pelat atap secara cepat. Gambar 3.18. Kotak dialog Area Sections 58

Gambar 3.19. Isian data input penampang pelat Atap. Pada kotak dialog Shell Section Data: a) Beri nama penampang pelat pada Section Name (misal : Atap) b) Pada Type, pilih shell Thin seperti sebelumnya. c) Pada Material Name pilih BETON d) Pada Thickness isi dengan ketebalan pelat atap (10 cm), karena satuan dalam model ini menggunakan meter maka diisikan nilai 0.10 pada membrane dan bending klik OK 10) Penggambaran pelat lantai: Untuk memudahkan penggambaran pelat, tampilan diubah ke bidang denah (bidang XY) Tekan [F4] untuk masuk perintah Show Undeformed Shape. Klik tombol, lalu klik atau untuk menuju bidang lantai 2 (Z = 4 perhatikan pojok kiri atas window bagian kiri. 59

Gambar 3.20. Pengubahan tampilan ke bidang lantai 2 Bisa dicermati pula, ketika pada layar sebelah kiri berpindah dari satu lantai ke lainnya, pada layar sebelah kanan (3D) akan tampak kotak berwarna biru yang berada pada lantai yang ditunjuk pada layar sebelah kiri. Hal ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui posisi lantai/bidang yang sedang ditampilkan / aktif. Pilih menu Draw Draw Rectangular Area Cara penggambaran elemen shell hampir sama dengan elemen Frame, yaitu dengan cara klik pada joint, namun disini urutannya adalah dari satu joint pojok ke joint diagonalnya. Lakukan klik sesuai urutan nomor pada Gambar 3.21 langsung secara berurutan. Elemen pelat akan tergambar pada 3 bentang sebelah bawah. Setelah selesai klik ESC. 2 4 6 1 3 Gambar 3.21. Urutan penggambaran elemen pelat lantai Untuk Menggambarkan elemen pelat pada bentang sisanya, akan digunakan cara lain yang lebih cepat. Pilih menu Draw Quick Draw Area 5 60

Dengan memakai cara ini, cukup lakukan klik pada daerah di tengah-tengah balok-balok (ruang kosong), seperti pada Gambar 3.22 setelah selesai tekan ESC. Note: harap diperhatikan, batas-batas penggambaran pelat dengan cara ini sebenarnya adalah perpotongan antara gridline arah X dan Y, (bukan pada balok-baloknya) Gambar 3.22. Cara penggambaran pelat lantai menggunakan Quick Draw Area Untuk memperjelas keberadaan pelat maka elemen pelat bisa diisi tampilannya. Pilih menu View Set Display Options [Ctrl+W] Gambar 3.23. Setting tampilan layar Pada kotak dialog yang muncul, pada bagian general, aktifkan pilihan Fill Objects dan juga Aply to All Windows di bagian kanan bawah, lalu klik OK. Dengan perintah ini objek luasan akan ditampilkan dengan isian warna dan diterapkan pada semua layar (window). 61

Gambar 3.24. Tampilan dengan Fill Object 11) Meshing pelat lantai Elemen shell yang dipakai untuk memodelkan pelat lantai perlu dibagi kedalam pias-pias kecil sejumlah tertentu. Hal ini disebabkan alasan konvergensi, yaitu penyebaran gaya dari pelat ke balok di sekitarnya akan makin baik jika terdapat makin banyak pias pada pelat lantai. Jika jumlah pias terlalu sedikit atau tidak dilakukan pembagian pias, hasil yang didapatkan relatif kasar (misal output lendutan atau momen yang terlalu besar atau kecil). Jika terlalu banyak pias akan menyebabkan ukuran file dan waktu analisis semakin besar. Pembagian pada elemen shell bisa dilakukan dalam dua metode, yaitu secara fisik (pelat memang dibagi dalam jumlah pias tertentu), atau secara internal (pelat masih satu kesatuan namun dalam analisis SAP2000 akan membaginya secara otomatis. Untuk metode pertama bisa diakses lewat menu Edit > Edit Areas > Divide Areas, sedang cara kedua lewat menu Assign > Area > Automatic Area Mesh. Metode pertama memang akan langsung terlihat efek pembagian pelat dalam pias-pias, namun bila akan dilakukan perubahan jumlah pembagian pias, maka pelat harus dibuat lagi dari awal. Sedangkan dengan metode kedua, walaupun hasil pembagian pias baru akan terlihat setelah proses analisis selesai, namun lebih bisa fleksibel dalam penentuan jumlah pias, karena tidak dilakukan secara fisik langsung. Dengan alasan tersebut pada contoh ini akan digunakan metode kedua. a) Untuk menggunakan perintah Automesh terlebih dahulu kita pilih semua elemen shell di lantai 2 dengan cara windowing. Gambar 3.25. Pemilihan elemen lantai 2 (Z = 4) 62

b) Pilih menu Assign Area Automatic Area Mesh Pada kotak dialog yang muncul, pilih mesh area into this number of objects lalu isikan: Along Edge from Point 1 to 2 = 10 Along Edge from Point 1 to 3 = 10 klik OK Maksud dari input tersebut adalah tiap objek pelat akan dibagi memjadi 10x10 pias. Setelah diklik OK, pada layar hanya akan tampak tulisan 10x10 pada tiap elemen pelat. Gambar 3.26. Kotak input pembagian pias pelat Gambar 3.27. Keterangan meshing pelat Note: Visual pembagian pelat bisa terlihat setelah selesai analisis nantinya, namun bila ingin memeriksa hasil pembagian sebelum memulai analisis, lakukan langkah berikut: Pilih menu View Set Display Options [Ctrl + W] 63

Gambar 3.28. Setting tampilan model analisis Pada kotak input yang muncul, aktifkan pilihan Show Analysis Model (if it is Available) pada bagian kanan bawah dan klik OK. Jika analisis belum dilakukan, akan muncul kotak pesan, pilih Yes pada kotak pesan tersebut. Pada layar akan tampak visualisasi pembagian pias. b. Menetapkan Beban Gambar 3.29. Visualisasi pembagian pias pelat Pembebanan pelat lantai Beban pada pelat lantai akan diberikan dalam bentuk beban luasan (kn/m 2 ). Mengacu kepada hitungan pendahuluan pada awal pemodelan portal 2D, maka beban-beban yang diambil adalah sebagai berikut: Keramik (tebal 0.5 cm) = 0.5 x 24 = 12 kg/m 2 Spesi (tebal 2 cm) = 2 x 21 = 42 kg/m 2 Pasir (tebal 5 cm) = 0.05 x 1600 = 80 kg/m 2 Q L = 250 kg/m 2 = 2,50 knm 2 Q D = 134 kg/m 2 = 1,34 kn/m 2 64

Dengan Q D adalah beban mati dan Q L adalah beban hidup. Pada beban mati, beban pelat lantai tidak dimasukkan karena sudah dimodelkan langsung dan akan dihitung sendiri oleh SAP2000 (lewat aktifasi self weight multiplier pada Load Patterns). 1) Untuk menerapkan pembebanan tersebut, terlebih dahulu pilih semua elemen pelat di lantai 2 dengan cara windowing. 2) Pilih menu Assign Area Loads Uniform to Frame (Shell) Gambar 3.30. Kotak input beban mati luasan 3) Pada Load Pattern Name pilih DEAD 4) Pastikan satuan dalam kn, m, C 5) Isikan nilai 1.34 (kn/m 2, beban mati luasan) 6) Pilih Two-Way pada Distribution (distribusi beban ke dua arah: memanjang dan melebar); dan klik OK 7) Selanjutnya pilih kembali elemen pelat lantai 2 sama seperti sebelumnya. 8) Pilih menu Assign Area Loads Uniform to Frame (Shell) 9) Pada Load Pattern Name pilih LIVE 10) Pastikan satuan dalam kn, m, C 11) Isikan nilai 2.50 (kn/m 2, beban hidup luasan) 12) Pilih Two-Way pada Distribution klik OK c. Replikasi Pelat Lantai Untuk lantai lainnya agar cepat, akan dilakukan replikasi langsung dari pelat lantai 2 ke atas, termasuk tipe penampang dan pembebanannya. Pada pelat atap, dua hal tersebut memang berbeda, namun akan diubah pada langkah selanjutnya. 1) Terlebih dahulu pilih semua elemen pelat pada lantai 2 dengan klik pada pertengahan elemen pelat. 65

Gambar 3.31. Hasil seleksi pelat lantai 2 Pemilihan pelat lantai bisa dilakukan secara cepat lewat menu berikut: Pilih menu Select Select Properties Area Sections Gambar 3.32. Alternatif pemilihan pelat lantai cara cepat Pada kotak dialog select Section pilih Lantai klik OK Secara otomatis pelat dengan tipe penampang Lantai akan terpilih Note: cara serupa dapat diterapkan untuk memilih satu atau beberapa jenis elemen berdasarkan tipe penampangnya, baik untuk elemen area, frame, dll. 2) Pilih menu Edit Replicate [Ctrl + R] Pada kotak input yang muncul isikan: Gambar 3.33. Isian repliksi pelat lantai 66

a) Isi nilai dz = 3.5 (jarak antar lantai 2 ke 3 dan 3 ke atap) b) Pada Number isikan nilai 2 (replikasi dilakukan ke dua tempat yaitu lantai 3 dan atap) c) Klik OK d. Mengganti Penampang Pelat Atap Gambar 3.34. Hasil replikasi pelat lantai 1) Pada layar bidang xy, klik toolbar untuk menuju bidang lantai atap (Z = 11) 2) Pilih semua elemen pelat atap dengan klik pada pertengahan elemen pelat. 3) Pilih menu Assign Area Sections Gambar 3.35. Pemilihan elemen pelat atap 67

4) Pilih penampang Atap klik OK e. Mengganti Pembebanan Pelat Atap Gambar 3.36. Pemilihan penampang pelat atap Pembebanan yang ada pada pelat atap sementara masih sama dengan pelat lantai sehingga pembebanan juga akan ikut sama. Kini pembebanan pelat atap akan disesuaikan mengacu pada perhitungan scene 1. Waterproofing (1 cm) = 0.01 x 2200 = 22 kg/m 2 Q D = 22 kg/m 2 = 0.22 kn/m 2 Q L = 100 kg/m 2 = 1.0 kn/m 2 Sebelum mengganti pembebanan, terlebih dahulu pilih kembali semua elemen pelat lantai atap seperti sebelumnya (klik pada elemen) atau bisa juga dengan menggunakan previous selection (yaitu memilih kembali secara otomatis elemen yang pernah dipilih sebelum perintah terakhir). Pilih menu Assign Area Loads Uniform to Frame (Shell) Pada kotak input yang muncul, isikan nilai-nilai berikut. 1) Pada Load Pattern Name pilih DEAD 2) Pastikan satuan dalam kn, m, C 3) Isikan nilai 0.22 (kn/m 2, beban mati luasan) 4) Pilih Two-Way pada Distribution klik OK 5) Klik toolbar previous selection 6) Pilih menu Assign Area Loads Uniform to Frame (Shell) 7) Pada Load Pattern Name pilih LIVE 8) Pastikan satuan dalam kn, m, C 9) Isikan nilai 1 (kn/m 2, beban hidup luasan) 10) Pilih Two-Way pada Distribution klik OK f. Menampilkan Pembebanan 1) Aktifkan windows 3D view 2) Pilih menu Display Show Load Assigns Area... 68

Gambar 3.37. Alternatif penampilan beban luasan elemen area Pada kotak dialog yang muncul sesuaikan tipe beban yang ingin dilihat. Selanjutnya pada bagian Load type bisa dipilih beberapa macan alternatif untuk menampilkan pembebanan. Pilih salah satu dari tiga metode tersebut. a) Uniform Load to Frame Contours akan menampilkan pembebanan dalam bentuk kontur warna. Pilihan di bawahnya disesuaikan dengan saat melakukan pembebanan ke struktur. Pada Direction pilih Gravity Pada distribution pilih Two-Way b) Uniform Load to Frame Values akan menampilkan pembebanan dalam bentuk nilai inputnya. Pada distrubution pilih Two-Way c) Uniform Load to Frames Resultants akan menampilkan pembebanan dalam bentuk hasil resultan pembagian ke balok-balok di sekitarnya, yaitu dalam bentuk beban merata segitiga/trapesium sesuai metode amplop. Pada Distribution pilih Two-Way 3) Setelah memilih salah satu metode Klik OK 69

Gambar 3.38. Hasil tampilan pembebanan area metode (a, b, c) Pada metode (a), terlihat warna-warna pada elemen pelat, dimana tiap warna mencerminkan nilai pembebana luasan sesuai dengan angka yang tertera di samping layar. Sebagai contoh warna biru tua pada lantai atap memiliki nilai -0.22 (negatif menandakan arah gravitasi/ ke bawah), dan pada pelat lantai merah muda bernilai -1.34 (semua dalam satuan kn/m 2 ). Pada metode (b), nilai-nilai yang tertera pada tampilan adalah nilai langsung pada saat input pembebanan. Pada metode (c), tampak hasil resultan pelimpahan beban ke balok-balok pendukung sesuai dengan pembagian metode amplop, yang tampak menjadi beban-beban merata segitiga dan trapesium pada elemen balok. g. Menampilkan Penampang Elemen Model Struktur Di samping pembebanan, hal lain yang perlu diperiksa adalah pada penerapan tipe penampang/dimensi, misal balok, kolom, dan pelat lantai/atap. Untuk menampilkan tipe penampang bisa digunakan metode berikut Pilih menu View Set Display Options [Ctrl+W] Gambar 3.39. Cara menampilkan penampang elemen 70

Pada kotak isian yang muncul, aktifkan pilihan Sections pada Frame/Cables/Tendons dan Area klik OK Note: Bila sebelumnya dilakukan penampilan beban, untuk membersihkan layar dari tampilan beban pilih menu Display Show Undeformed Shape [F4]. h. Analisis 1) Menentukan tipe analisis struktur Sebelum memulai analisis struktur, perhatikan bahwa model portal 3D ini dibuat berdasarkan model portal 2D, yang telah diberikan input tipe analisis struktur secara 2D (Plane Frame). Input ini perlu dirubah karena model akan dianalisis secara 3D. pengaruhnya adalah pada output yang akan dihitung SAP2000, bilamana pada drajat kebebasan tertentu tidak aktif, maka output pada derajat kebebasan tersebut juga tidak akan dihitung, yang tentu saja akan menghasilkan output yang salah. Misal translasi / pergerakan arah Y (UY) tidak aktif, akan menghasilkan deformasi pada arah tersebut sebesar nol, sedangkan sebenarnya akan ada deformasi karena tinjauan secara 3D. Analize Set Analize Options Gambar 3.40. Pemilihan DOF untuk analisis 3D Klik tombol Space Frame (portal ruang) klik OK 2) Melakukan analisis Pilih menu Analize Run Analysis [F5] Klik Run Now pada kotak dialog yang muncul dan tunggu sampai analisis selesai. Jika tidak ditemui adanya pesan peringatan atau kesalahan klik OK. 71

3.2 Hasil Keluaran / Output Untuk menampilkan hasil analisis / output pada layar SAP2000 (deformasi, reaksi tumpuan, gaya batang dst.) dilakukan dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan pada model 2D. Kali ini pembahasan akan lebih ditekankan pada penjelasan pembacaan output dalam bentuk tabel. Pilih menu Display Show Tables [Ctrl+T] Gambar 3.41. Pemilihan item output yang akan ditampilkan Untuk pemilihan tipe beban /kombinasi yang ingin ditampilkan dilakukan dengan klik pada tombol Select Load Cases pada kotak dialog yang muncul pilih tipe beban/kombinasi yang ingin ditampilkan (gunakan Ctrl untuk memilih beberapa tipe beban/kombinasi) Klik OK klik OK a. Tabel Pergeseran / Perpindahan Joint Gambar 3.42. Tampilan tabel output Joint Displacement 72

Keterangan kolom pada tabel joint displacement (pergeseran joint) 1) Joint: merupakan nomor / label dari joint 2) OutputCase: tipe beban / kombinasi 3) CaseType: keterangan dari kolom no.2, tergantung jenis analysis case, misal Combination berarti kombinasi beban, Linstatic tipe beban statik, dll. 4) U1: nilai translasi arah sumbu lokal 1 joint 5) U2: nilai translasi arah sumbu lokal 2 joint 6) U3: nilai translasi arah sumbu lokal 3 joint 7) R1: nilai rotasi memutari sumbu lokal 1 joint 8) R2: nilai rotasi memutari sumbu lokal 2 joint 9) R3: nilai rotasi memutari sumbu lokal 3 joint Output yang lazim digunakan adalah nilai bacaan pada kolom U1 dan U2 (kolom 4 &5) yang merupakan pergeseran horizontal joint dan kolom U3 (kolom 6) yang merupakan lendutan vertikal, dengan catatan arah sumbu lokal joint tidak diubah-ubah (default). Nilai positif untuk U1 dan U2 berarti translasi searah sumbu Global X dan Y, sedang untuk U3 berarti searah sumbu Z (arah ke atas), demikian pula sebaliknya. b. Tabel Reaksi Tumpuan Gambar 3.43. Tampilan tabel output Joint Reaction Keteranga kolom pada tabel joint reaction (reaksi tumpuan) 1) Joint: merupakan nomor / label dari joint 2) Output case: tipe beban / kombinasi 3) Case type: keterangan dari kolom no.2, tergantung jenis analysis case. 4) F1: gaya reaksi searah sumbu lokal 1 joint 5) F2: gaya reaksi searah sumbu lokal 2 joint 73

6) F3: gaya reaksi searah sumbu lokal 3 joint 7) M1: momen tumpuan memutari sumbu lokal 1 joint 8) M2: momen tumpuan memutari sumbu lokal 2 joint 9) M3: momen tumpuan memutari sumbu lokal 3 joint Pada gedung bacaan output yang lazim dipakai adalah reaksi gaya vertikal yaitu F3 (kolom 6) dan momen kearah memanjang dan melintang (M1 dan M2, kolom 7 & 8. Jika arah sumbu lokal joint tidak diubah-ubah (default), maka momen M1 adalah momen ke arah sumbu Global Y (memutari X) dan M2 ke arah sumbu Global X (memutari Y). Perlu diperhatikan untuk nilai F3 positif berarti ke arah sumbu Z (ke atas) yang menandakan pada fondasi terjadi tekan, dan sebaliknya bila bernilai negatif maka berarti pada fondasi terjadi tarik. c. Tabel Gaya-Gaya Pada Batang Gambar 3.44. Tampilan tabel output Frame Force Keterangan kolom pada tabel Element Forces-Frame (Output gaya batang) 1) Frame: merupakan nomor / label dari frame / batang 2) Station: lokasi / jarak bacaan nilai output dari ujung batang 3) OutputCase: tipe beban / kombinasi 4) CaseType: keterangan dari kolom no.2, tergantung jenis analysis case. 5) P: gaya aksial pada batang 6) V2: gaya geser pada arah sumbu lokal 2 7) V3: gaya geser pada arah sumbu lokal 3 8) T: torsi / puntir pada batang 9) M2: momen lentur memutari sumbu lokal 2 10) M3: momen lentur memutari sumbu lokal 3 Pada konstruksi gedung, bacaan output yang lazim dipakai pada elemen balok antara lain adalah nilai V2 (gaya geser arah sumbu 2, kolom 6) dan nilai M3 (momen lentur memutari sumbu 3, kolom 10). Sedangkan untuk kolom, output yang lazim dibaca adalah pada nilai P (gaya aksial, 74

kolom 5), M2 dan M3 (kolom 9 & 10) untuk perencanaan tulangan utama, serta nilai V2 dan V3 (kolom 6 &7) untuk perencanaan sengkang. d. Tabel Gaya-Gaya Pada Pelat Gambar 3.45. Tampilan tabel output Shell/Area Forces Keterangan kolom pada tabel Element Force-Area Shells (Output elemen luasan/pelat) 1) Area: merupakan nomor / laber dari area / pelat 2) AreaElem: nomor pias area dari hasil meshing / pembagian dalam pias-pias sesuai yang ditentukan 3) ShellType: tipe elemen pelat, bisa berupa Shell-Thick, Shell-Thin, Shell-Layered, Plate-Thick, Plate-Thin, atau Membrane. 4) Joint: nomor / label joint tepi-tepi elemen area/pias area, yang juga merupakan lokasi nilai bacaan output 5) OutputCase: tipe beban / kombinasi 6) CaseType: keterangan dari kolom no.2 tergantung jenis analysis case. Selanjutnya untuk kolom F adalah gaya, dan M adalah momen. Tegangan (stress) akan memiliki orientasi yang sama seperti pada orientasi gaya (S11 berarah sama dengan F11, dst). Perlu diketahui pula bahwa output gaya, tegangan dan momen pada elemen area/shell merupakan output per satuan panjang. Untuk struktur gedung, output yang umum dipakai adalah bacaan pada kolom M11 dan M22 yang merupakan momen pada kedua arah pelat. 75

Gambar 3.46. Output momen tumpuan dan lapangan 76

BAB 4. ANALISIS BEBAN GEMPA 4.1 SNI Gempa 2002 (03-1726-200.2) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung atau SNI 1726 tahun 2002 merupakan peraturan gempa yang berlaku di Indonesia, menggantikan peraturan sebelumnya SNI 1726-1989. Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun. Dalam SNI 03-1726-2002, ditentukan jenis struktur gedung beraturan dan tidak beraturan. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan antara lain sebagai berikut (Pasal 4.2.1) : a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40m. b. Denah gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan, jika terdapat tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut, jika mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut. d. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan. e. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang bidang muka, jika terdapat loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. f. Sistem struktur gedung memiliki kakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral ratarata 3 tingkat di atasnya. g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dan sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut. i. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun terdapat lantai tingkat dengan lubang atau bukaan, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya. Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statistik ekuivalen. Sedangkan menurut Pasal 4.2.2, struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 4.2.1, ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan. Analisis tipe ini hanya dapat digunakan pada struktur elastik saja. Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa 77

Rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik. Analisis dinamik dapat dilakukan dengan cara analisis respon riwayat waktu (Time History) yang dapat digunakan pada struktur elastik maupun inelastik, dan analisis ragam spektrum (Response Spectrum) yang hanya dipakai untuk struktur elastik. Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan menurut Pasal 5.8.1 harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. 4.2 Analisis Statistik Ekuivalen Analisis statistik ekuivalen merupakan penyederhanaan dari perhitungan beban gempa sebenarnya (Gambar 4.1). Beban gempa yang sesungguhnya berasal dari gerakan atau percepatan tanah dasar bangunan, yang kemudian menjalar pada elemen-elemen gedung seperti kolom dan balok. Dalam metode statistik ekuivalen, tanah dasar dianggap tetap (tidak bergetar) dan beban gempa diekuivalensikan menjadi beban lateral statistik yang disebar pada elemen-elemen gedung (misal pada kolom atau lantai). Gambar 4.1. Ekuivalensi gaya lateral Selanjutnya akan diuraikan ketentuan perhitungan beban gempa nominal dengan metode statik ekuivalen dengan mengacu pada Pasal 6 SNI 03-1726-2022. Selain dari pasal tersebut, dalam bagian ini juga akan turut diuraikan beberapa hal yang juga perlu diketahui dalam proses perhitungan, dengan masih mengacu pada peraturan tersebut. a. Beban Nominal Beban gempa nominal statik ekuivalen dihitung dengan mempertimbangkan data wilayah kegempaan, jenis sistem struktur, fungsi bangunan, dan berat total struktur. V 1 = W t... (4.1) 78

Dengan : V 1 = beban/gaya geser dasar nominal C 1 = faktor respons gempa untuk waktu getar fundamental I = faktor keutamaan R = faktor reduksi gempa W t = berat total struktur (termasuk beban hidup) Nilai C 1 diperoleh/dibaca dari grafik Spektrum Respon Gempa Rencana, disesuaikan untuk Wilayah Gempa yang sesuai dan jenis tanahnya, serta waktu getar alami fundamental struktur. Faktor keutamaan (I) ditentukan berdasar kategori gedung, misal gedung bersifat umum, bangunan monumental, bangunan penting, dst. Faktor reduksi gempa ditentukan dari sistem struktur yang digunakan pada gedung. Sedangkan berat total struktur (W t ) dihitung dari berat beban mati seperti elemen balok, kolom, pelat, dan beban finishing seperti keramik dst., termasuk beban hidup yang dianggap tetap seperti perabotan yang besarnya bisa berkisar 25%-30% beban hidup total (Imran, 2010). Beban geser dasar nominal tersebut merupakan gaya gempa statik ekuivalen total yang bekerja pada struktur, yang selanjutnya didistribusikan ke lantai-lantai bangunan (Gambar 4.2) sesuai ketinggian dan berat lantai yang terkait dengan rumus berikut : Fi = V... (4.2) Dengan : Fi = gaya statik ekuivalen pada lantai ke-i W i = berat lantai ke-i (beban mati dan beban hidup) Z i = ketinggian lantai ke-i dari dasar / taraf penjepitan lateral Gambar 4.2. Ditribusi Gaya Gempa Statik Ekuivalen 79

Ketentuan khusus untuk gedung dengan denah yang relatif pipih (rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denah dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3), maka gaya sebesar 0,1 V harus dianggap sebagai beban horisontal terpusat pada pusat lantai paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung seperti pada persamaan 4.2. b. Wilayah Gempa Penentuan wilayah gempa disesuaikan dengan lokasi kota/daerah pada peta Wilayah Gempa Indonesia (Gambar 1 Pasal 4.7.1. SNI 03-1726-2002). Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini (Gambar 4.3), didasarkan percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Gambar 4.3. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar Perioda Ulang 500 Tahun (SNI 03-1726-2002) c. Jenis Tanah Jenis kategori tanah dalam SNI 03-1726-2002 dibedakan menjadi tanah Keras, Sedang, Lunak dan Khusus. Penentuan jenis tanah ini menurut Pasal 4.6.3 ditentukan dari hasil penyelidikan tanah, dengan kriteria penggolongan dapat dilihat pada Tabel 4 SNI 03-1726-2002 (Tabel 4.1). 80

Tabel 4.1. Jenis-jenis Tanah (SNI 03-1726-2002) Jenis Tanah (m/det) (kpa) Tanah Keras 350 50 00 Tanah Sedang 75 < 350 5 < 50 50 < 100 <175 < 15 < 50 Tanah Lunak Atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m dengan PI > 20, W n 40% da < 25 kpa Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi = kecepatan rambat gelombang geser rerata = nilai hasil Test Penetrasi Standar rerata = kuat geser niralir rerata d. Respon Spektrum Gempa Rencana Untuk menentukan pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung, maka untuk masing-masing Wilayah Gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T, dengan bentuk tipikal seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.4. Dalam gambar tersebut C adalah Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, untuk keperluan perhitungan struktur maka input beban gempa dinyatakan dalam nilai percepatan. A 0 adalah nilai percepatan gempa di permukaan tanah (Tabel 4.2). A m (percepatan maksimum) ditetapkan sebesar 2,5 kali A 0, dan A r dihitung sebagai A m x T c (Tabel 4.3). Nilai waktu getar alami sudut (T c ) adalah sebesar 0,5 detik untuk jenis Tanah Keras; 0,6 detik untuk Tanah Sedang; dan 1,0 detik pada Tanah Lunak. Gambar 4.4. Bentuk Tipikal Spektrum Respon Gempa Rencana SNI 03-1726-2002 81

Tabel 4.2. Percepatan Puncak Batuan Dasar Dan Percepatan Puncak Muka Tanah (SNI 03-1726- 2002) Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6 Percepatan puncak batuan dasar ( g ) 0,03 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 Percepatan puncak muka tanah, A o ( g ) Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah Khusus 0,04 0,12 0,18 0,24 0,28 0,33 0,05 0,15 0,23 0,28 0,32 0,36 0,08 0,20 0,30 0,34 0,36 0,38 Diperlukan evaluasi Khusus di setiap lokasi Tabel 4.3. Nilai Spektrum Respon Gempa Rencana (SNI 03-1726-2002) Wilayah Gempa Tanah Keras T c = 0,5 detik Tanah Sedang T c = 0,6 detik Tanah Lunak T c = 1,0 detik 1 2 3 4 5 6 A m A r A m A r A m A r 0,10 0,05 0,13 0,08 0,20 0,20 0,30 0,15 0,38 0,23 0,50 0,50 0,45 0,23 0,55 0,33 0,75 0,75 0,60 0,30 0,70 0,42 0,85 0,85 0,70 0,35 0,83 0,50 0,90 0,90 0,83 0,42 0,90 0,54 0,95 0,95 e. Waktu Getar Alami Fundamental Nilai faktor respons gempa (C) dalam grafik Spektrum Respons Gempa Rencana dibaca berdasar waktu getar alami struktur. Untuk perhitungan faktor respons gempa pada analisis statik ekuivalen (C 1 ), diperlukan estimasi untuk waktu getar alami fundamental (mode pertama, T 1 ). Untuk estimasi awal nilai T 1 tersebut, dalam UBC (Uniform Building Code) 1997 Section 1630.2.2 diberikan persamaan empiris berikut : T = C t (h n ) 3/4... (4.3) Dengan : C t = 0,0853 (struktur portal baja) = 0,0731 (portal beton bertulang) = 0,0488 (sistem struktur lain) h n = tinggi total struktur gedung (dalam meter) 82

Dalam Pasal 5.6 SNI 03-1726-2002 juga ditentukan pembatasan nilai maksimum waktu getar fundamental, untuk mencegah struktur gedung yang menjadi terlalu fleksibel. T 1 < ζ.... (4.4) Dengan : ζ = koefisien sesuai Wilayah Gempa (Tabel 4.4) n = jumlah tingkat Tabel 4.4. Koefisien Pembatas Waktu Getar Fundamental Wilayah Gempa ζ 1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15 f. Faktor Keutamaan Nilai Faktor Keutamaan (I) menyesuaikan dengan jenis kategori penggunaan gedung, seperti terlihat pada Tabel 4.5 (dari Tabel 1, Pasal 4.1.2 SNI 03-1726-2002). Nilai I ditentukan dari perkalian nilai I 1 dan I 2. I 1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa itu selama umur gedung, sedangkan I 2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Tampak bahwa untuk gedung dengan kategori yang cukup penting yang akan sangat diperlukan kontinuitas penggunaan fungsinya atau yang bernilai cukup bernilai cukup strategis maka nilai faktor tersebut akan meningkat. Tabel 4.5. Nilai Keutamaan (SNI 03-1726-2002) Kategori gedung Faktor Keutamaan I 1 I 2 I Gedung umum seperti untuk penghunian, 1,0 1,0 1,0 perniagaan dan perkantoran Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, 1,4 1,0 1,4 instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti 1,6 1,0 1,6 gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5 83

g. Faktor Reduksi Gempa Nilai Faktor Reduksi Gempa ditentukan berdasar tingkat daktalitas struktur dan jenis sistem struktur yang dipakai. Nilai maksimum dari faktor tersebut (R m ) untuk beberapa sistem struktur dapat dicermati pada Tabel 3, Pasal 4.3.6 SNI 03-1726-2002. Rangkuman dari ketentuan tersebut, kaitannya dengan sistem struktur beton bertulang (mengacu pada RSNI Beton 2002) dan wilayah kegempaan disajikan pada Tabel 4.6. Dalam tabel tersebut, SRPM adalah kepanjangan dari Sistem Rangka Pemikul Momen (sistem rangka ruang balok, kolom, joint) dan SDS adalah kepanjangan Sistem Dinding Struktural (dinding yang diproporsikan menahan gaya & momen). Akhiran huruf pada masing-masing sistem menyatakan sistem Biasa (B), Menengah (M), dan Khusus (K). Nomor bab dan pasal pada kolom kedua mengacu pada peraturan RSNI Beton 2002. Tabel 2.6. Faktor Modifikasi Respons untuk Sistem Struktur Beton Bertulang (Imran, 2010) Resiko Gempa Jenis Struktur yang Dapat Dipakai (RSNI Beton 2002) Faktor Modifikasi Respons (R) Rendah Sistem Rangka Pemikul Momen : (Wilayah SRPMB (Bab 3-20) 3 3,5 1-2) SRPMM (Ps. 23.10) 5 5,5 SRPMK (Ps.23.3-23.5) 8 8,5 Menengah (Wilayah 3-4) Tinggi (Wilayah 5-6) Sistem Dinding Struktural : SDSB (Bab 3-20) SDSB (Ps. 23.6) Sistem Rangka Pemikul Momen : SRPMM SRPMK Sistem Dinding Struktural : SDSB SDSK Sistem Rangka Pemikul Momen : SRPMK Sistem Dinding Struktural : SDSK 4 4,5 5,5 6,5 5 5,5 8 8,5 4 4,5 5,5 6,5 8 8,5 5,5 6,5 4.3 Respons Spectrum Untuk struktur gedung tidak beraturan (yang tidak memenuhi ketentuan untuk gedung beraturan), menurut SNI 03-1726-2002 Pasal 7.1.1 pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis respons dinamik 3 dimensi. Dalam Pasal 7.2.1 ditentukan lebih lanjut bahwa perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan dapat dilakukan dengan metoda analisis ragam spektrum respons (respons spectrum). 84

Grafik response spectrum merupakan hasil plot nilai tanggapan/ respons maksimum (lendutan, kecepatan, percepatan, dsb.) terhadap funsi beban tertentu untuk semua sistem derajat kebebasan tunggal yang memungkinkan. Absis dari grafik tersebut berupa frekuesi (atau periode/waktu) dan ordinat berupa nilai respons maksimum (Pas. 1985). Dalam hal analisis beban gempa, spektrum respons disusun berdasar respons percepatan tanah (ground acceleration) beberapa rekaman gempa. Spektrum desain (desaign spectrum) merupakan resperesentasi gerakan tanah (ground motion) akibat getaran gempa yang pernah terjadi untuk suatu lokasi. Beberapa faktor pertimbangan untuk pemilihan design spectrum adalah besaran skala gempa, jarak lokasi ke pusat gempa, mekanisme sesar, jalur rambatan gelombang gempa, dan kondisi tanah lokal (Chopra, 1995) a. Input Analisis Metoda analisis ragam spektrum respon dilakukan dengan input dari grafik Spektrum Respon Gempa Rencana (Gambar 4.4) yang nilai ordinatnya dikalikan faktor koreksi I / R (Pasal 7.2.1). I adalah Faktor Keutamaan menurut Tabel 4.5, sedangkan R adalah Reduksi Gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan (Tabel 2.6). Selain itu, nilai input grafik perlu dikalaikan lagi dengan skala g (percepatan gravitasi bumi = 9,81 m/detik 2, perhatikan satuan yang dipakai dalam model). b. Analisis Modal Analisa modal (modal analysis) dipakai untuk menentukan ragam vibrasi struktur (vibration modes), yang berguna untuk memahami prilaku struktur. Analisis ini juga digunakan untuk dasar modal superposition dalam analisis respons spectrum atau modal time history. Ada dua tipe analisis modal (SAP2000 Analisa Reference Manual,2007) Yaitu: 1) Eigenvector, menentukan undamped free-vibration mode shapes dan frekuensi sistem struktur 2) Ritz-vector, yang dapat memberikan dasar yang lebih baik bsaat digunakan untuk analisis response-spectrum atau time history yang berdasarkan modal superposition. c. Syarat Mass Participating Ratio Jumlah ragam vibrasi (mode) yang ditinjau dalam penjumlahan respos ragam menurut metoda ini harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respons total (mass participating ratio) harus mencapai sekurang-kurangnya 90% (Pasal 7.2.1). d. Penjumlahan Ragam Pasal 7.2.2 menentukan jumlah respons ragam untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan, harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut 85

dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root Sum of Squares atau SRSS) e. Syarat Gaya Geser Dasar Nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat penguruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama (Pasal 7.1.3) Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut V>0,8 V 1... ( 4.5 ) Dengan V 1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana seperti pada Persamaan 4.1 Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka gaya geser tingkat nominal akibat pengaruh Gempa Rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis ragam spektrum respons dalam suatu arah tertentu, harus dikalikan nilai nya dengan suatu Faktor Skala (Pasal 7.2.3): Faktor Skala = 1... (4.6) Dengan V 1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam yang pertama saja dan V 1 adalah gaya geser dasar nominal yang dapat dari hasil analisis ragam spektrum respons yang telah dilakukan. 86

BAB 5. ANALISIS STATIK EKUIVALEN Pada materi ini kita akan menggunakan file Analisis 3D Statik yang telah dibuat pada BAB 3. 5.1 Perubahan dan Penambahan Dimensi Elemen Struktur Pada materi ini file model 3D yang telah dibuat pada Analisis 3D Statik akan dimodifikasi dengan penambahan elemen dinding geser (Shear wall) pada portal bagian tepi gedung, pada arah sumbu lemah (sumbu Y). Struktur dinding geser ini bersamaan dengan elemen kolom yang akan memikul beban lateral / horizontal akibat gempa, atau dengan kata lain sebagai pemikul beban lateral. Beban gravitasi akan dipikul oleh balok, kolom, dan dinding geser. Posisi penempatan dinding geser tampak pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Lokasi dinding geser Material dinding geser memiliki Properties yang serupa dengan elemen balok dan kolom beton bertulang. Ketebalan dinding geser untuk lantai 1 & 2 = 30 cm (SW1) dan untuk lantai 3 = 25 cm (SW2) Selain itu juga akan dilakukan perubahan penampang balok dan kolom sebagai berikut: Balok lantai 2 & 3 (h/b) : 30/25 (B1) Balok lantai atap (h/b) : 25/20 (B2) Kolom lantai 1 & 2 (h c /b c ) : 35/35 (K1) Kolom lantai 3 (h c /b c ) : 30/30 (K2) Untuk kombinasi pembebanan gempa yang digunakan adalah: (1.2 x beban mati) + (1.0 x beban hidup) + (1.0 x beban gempa) 5.2 Pembebana Gempa Statik Ekivalen Data-data untuk keperluan input pembebanan gempa statik ekivalen diambil seperti berikut ini, mengacu pada SNI 03-1726-2002 (Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung). 87

a. Wilayah Gempa Penentuan wilayah gempa disesuaikan dengan lokasi kota/daerah pada peta wilayah gempa indonesia (Gambar 1, pasal 4.7.1 SNI 03-1726-2002). Untuk contoh ini diambil gedung yang terletak di wilayah gempa 4. b. Jenis Tanah Jenis kataegori tanah dalam SNI 03-1726-2002 dibedakan menjadi tanah Keras, Sedang, Lunak, dan Khusus. Penentuan jenis tanah ini menurut pasal 4.6.3 Dalam contoh pemodelan ini digunakan jenis tanah sedang. c. Koefisien Seismik Dari data wilayah gempa dan jenis tanah, selanjutnya bisa ditentukan grafik Respon Spektrum yang bersesuaian. Dalam analisis statik ekuivalen, grafik ini akan diperlukan untuk penentuan nilai koefisien seismik C a dan C v untuk wilayah gempa 4, maka grafik respon spektrum gempa rencana adalah seperti terlihat pada Gambar 5.2 pada grafik tersebut, nilai C a adalah nilai percepatan yang tertera pada sumbu vertikal saat T = 0 detik, atau bisa juga dibaca pada nilai A 0 pada tabel 5, pasal 4.7.2. Sedangkan C v adalah nilai pembilang pada persamaan hiperbola di sisi kurva resesi yang melengkung, atau bisa juga dibaca pada nilai A r pada tabel 6, Pasal 4.7.6. Untuk wilayah gempa 4 dan jenis tanah sedang, maka nilai masing-masing koefisien tersebut adalah: C a = 0.28 C v = 0.42 Gambar 5.2. Respon Spektrum gempa recana wilayah 4 (SNI 03-1726-2002) 88

Tabel 5.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masingmasing Wilayah Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002) Wilayah Gempa Percepatan puncak batuan dasar ( g ) Percepatan puncak muka tanah A o ( g ) Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah Khusus 1 0,03 0,04 0,05 0,08 2 3 4 5 0,10 0,15 0,20 0,25 0,12 0,18 0,24 0,28 0,15 0,23 0,28 0,32 0,20 0,30 0,34 0,36 Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi 6 0,30 0,33 0,36 0,38 Tabel 5.2. Spektrum respons gempa rencana (SNI 03-1726-2002) Wilayah Gempa Tanah Keras T c = 0,5 det. Tanah Sedang T c = 0,6 det. Tanah Lunak T c = 1,0 det. A m A r A m A r A m A r 1 0,10 0,05 0,13 0,08 0,20 0,20 2 0,30 0,15 0,38 0,23 0,50 0,50 3 0,45 0,23 0,55 0,33 0,75 0,75 4 0,60 0,30 0,70 0,42 0,85 0,85 5 0,70 0,35 0,83 0,50 0,90 0,90 6 0,83 0,42 0,90 0,54 0,95 0,95 d. Faktor Keutamaan Untuk contoh model ini gedung difungsikan sebagai perkantoran (kategori gedung/bangunan umum), sehingga diambil nilai l (=l 1 x l 2 ) sebesar 1.0 Tabel 5.3. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-1726-2002) Kategori gedung Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran Faktor Keutamaan I 1 I 2 I 1,0 1,0 1,0 Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 89

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,4 1,0 1,4 1,6 1,0 1,6 Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5 e. Faktor Reduksi Gempa Seperti telah disebutkan diawal, dalam contoh ini akan dilakukan modifikasi pada model struktur, yaitu berupa penambahan elemen dinding geser (Shear wall), sehingga sistem struktur tidak hanya sekedar sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen, namun kini akan masuk dalam kategori Sistem Ganda. Tabel 5.4. Nilai faktor reduksi gempa untuk sistem ganda & dinding geser (SNI 03-1726-2002) Uraian sistem pemilkul beban gempa Rm Dinding geser a.beton bertulang dengan SRPMK beton 8,5 bertulang b.beton bertulang dengan SRPMB baja 4,2 c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 6,5 Pada tabel tersebut tersebut (Tabel 5.4), dapat dipilih butir (a) ataupun (c) menyesuaikan dengan struktur frame (balok dan kolom) yang merupakan struktur beton bertulang, sehingga nilai Faktor Reduksi gempa maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 8,5 untuk SRPMK dan 6,5 untuk SRPMM. Namun demikian, untuk mempertimbangkan pula kemungkinan tidak tercapainya nilai sesuai yang diinginkan (misal akibat pengaruh mutu material maupun kualitas pengerjaan dilapangan), maka dalam penentuan nialai R tidak langsung dipakai nilai makimumnya (dipakai nilai yang lebih kecil). Untuk contoh ini dipakai nilai R sebesar 4,0. 5.3 Model SAP Statik Ekuivalen Sebelum dilakukan input pembebanan gempa, terlebih dahulu akan dilakukan modifikasi pada model struktur, berupa penambahan diding geser (Shear wall) pada portal-portal tepi gedung. a. Membuka file terdahulu (File Analisis 3D Statik) b. Save As file dan beri nama file baru (misal Analisis Statik Ekuivalen ) Note: untuk memudahkan dalam pengorganisasian file simpan tiap file SAP2000 dalam 1 folder dengan nama sesuai isi file. 90

c. Mendefinisikan penampang dinding geser 1) Pilih menu Define Sections Properties Area Sections 2) Pastikan pada drop down menu Select Section Type To Add terpilih Shell 3) Klik tombol Add New Section 4) Pada kotak dialog Shell Section Data a) Beri nama penampang pelat pada Section Name, misal SW 1 b) Pada Type, pilih Shell-Thin. c) Material Name pilih Beton d) Pada Thickness diisi dengan ketebalan elemen dinding geser (25 cm) dan karena satuan dalam model ini menggunakan meter maka diisikan nilai 0.25 (m). karena dipakai elemen shell maka diisikan nilai pada membrane dan bending. e) Klik OK Note: pemilihan tipe shell untuk pemodelan dinding geser ini didasari oleh pertimbangan bahwa selain memikul beban searah bidang dinding elemen Shear wall juga memikul beban vertikal (gravitasi), sehingga bisa timbul pula deformasi tegak lurus pada bidangnya. (elemen shell mampu mengakomodasi beba deformasi pada kedua arah bidang) Setelah kembali pada kotak dialog Area Sections 5) Pilih Section SW 1 6) Klik Add Copy of Section 7) Pada kotak dialog Shell Section Data a) Beri nama penampang pelat pada Section Name, misal SW 2 b) Pada Type, pilih Shell-Thin. c) Material Name pilih Beton d) Pada Thickness diisi dengan ketebalan elemen dinding geser (30 cm) dan karena satuan dalam model ini menggunakan meter maka diisikan nilai 0.3 (m). karena dipakai elemen shell maka diisikan nilai pada membrane dan bending. e) Klik OK Gambar 5.3. Isian data input penampang dinding geser 91

d. Rubah tampilan window ke bidang YZ pada posisi X = - 6 e. Menggambar dinding geser 1) Pilih menu Draw Draw Rectangular Area 2) Pada kotak dialog Properties of Object, pada kotak drop down menu Section pilih SW 1 Gambar 5.4. Penggantian penampang shell 3) Untuk penampang SW 1 digambarkan sampai pada lantai 2 saja, sedangkan untuk SW 2 untuk lantai 3. Note: Jangan lupa mengganti tipe penampang sebelum menggambar tipe yang berbeda. Gambar 5.5. Urutan penggambaran dinding geser (SW 1 & SW 2) 4) Selanjutnya kita gunakan atau pada toolbar untuk menuju bidang YZ pada posisi X = 6. 5) Pilih menu Draw Quick Draw Area Note: Untuk menggunakan perintah Quick Draw Area grid harus aktif (gunakan [Ctrl + D] untuk mengaktifkan atau menonaktifkan grid) 6) Gambar shell sesuai Gambar 5.6 berikut. 92

Gambar 5.6. Hasil penggambaran dinding geser (SW 1 & SW 2) f. Meshing elemen dinding geser: 1) Pilih menu Select Select Properties Area Section pilih SW 1 dan SW 2 (untuk memilih beberapa Section gunakan [Ctrl]) Klik OK 2) Pilih menu Assign area Automatic Area Mesh 3) Pilih mesh Area Into This Number of Object isikan nilai Along edge from point 1 to 2 = 10 Along edge from point 1 to 3 = 10 4) Klik OK 5) Khusus untuk elemen dinding geser bagian bawah, tumpuan atau jepitan juga akan diperlukan pada bagian dinding gesernya (tidak hanya pada tumpuan kolom), sehingga perlu disesuaikan saat pembagian piasnya. Pilih pada elemen dinding geser paling bawah saja (klik di tengahtengah dinding, untuk bidasng X = - 6 dan X = + 6) 6) Pilih menu Assign area Automatic Area Mesh 7) Pilih mesh Area Into This Number of Object isikan nilai Along edge from point 1 to 2 = 10 Along edge from point 1 to 3 = 10 Pada bagian bawah aktifkan pilihan Add on Edge when restraints/contraints exist at adjacent corner points 8) Klik OK Dengan langkah ini maka join/nodal hasil pembagian pias juga akan diberikan restraint atau tumpuan sesuai joint di sebelahnya. Note: Visual pelat baru bisa terlihat setelah selesai analisis nantinya, namun bila ingin melihat hasil pembagian sebelum memulai analisis (pilih menu View Set diplay option [Ctrl + W] aktifkan Show Analysis Model (if Available) ) g. Modifikasi dan perubahan tipe balok dan kolom 1) pilih menu Define Section Propertis Frame Section 2) pilih Section BALOK Modify/Show Property 93

3) Pada Section Name ganti BALOK menjadi B1 4) Pada isian dimensions ganti Depth (t3) menjadi = 0.3 (m, 30 cm) dan Width (t2) = 0.25 (m, 25 cm) Gambar 5.7. modifikasi penampang B1 5) Klik tombol Set Modifiers 6) Pada kotak dialog yang muncul, ganti nilai momen of inertia about 3 axis ke nilai 0.35. Nilai ini adalah nilai prosentase efektivitas penampang dengan memperhatikan inersia (lentur) penampang rentak. Pada elemen balok, momen lentur utama adalah memutari sumbu 3 (M3) sehingga dimodifikasi nilai pada M3. Acuan nilai ini adalah peraturan RSNI Beton 2002 Pasal 12.11.1. Dalam SNI 1726-2002 memang mencantumkan nilai serupa namun dengan besaran yang berbeda. Menurut Purwono (2005), sebaiknya diambil nilai dari RSNI Beton 2002 yang mengadopsi pedoman ACI 1999. Sedangkan untuk asumsi balok sebagai balok T maka nilai reduksi inersia juga bisa diambil nilai 2 x 0.35 = 0.70. 7) Klik OK Klik OK 8) Pilih B1 Add Copy of Property Gambar 5.8. Faktor modifikasi penampang balok 94

9) Pada Section Name isikan B2 10) Pada kotak dialog rectangular Section ganti isian Depth (t3) menjadi = 0.25 (25 cm) dan Width (t2) = 0.2 (20 cm). 11) Klik OK 12) Pada kotak dialog Frame Properties pilih KOLOM Modify/Show Property 13) Pada kotak dialog rectangular Section ganti isian Depth (t3) menjadi = 0.35 (m, h c = 35 cm) dan Width (t2) = 0.35 (m, b c = 35 cm) dan rubah Section Name menjadi misal K1. 14) Klik tombol Set Modifiers Gambar 5. 9. Modifikasi penampang K1 Pada kotak dialog yang muncul, ganti nilai Momen of Inertia about 2 axis dan 3 axis ke nilai 0,7. Nilai ini adalah prosentase efektivitas penampang dengan memperhitungkan inersia (lentur) penampang retak. Pada elemen kolom, momen lentur terjadi memutari sumbu 2 dan sumbu 3 sehingga dimodifikasi nilai pada M2 dan M3. Setelah selesai klik OK. Gambar 5.10. Faktor modifikasi penampang KOLOM 95

Sekarang akan ditambahkan tipe kolom baru yaitu K2. Kembali ke kotak dialog Frame Properties, pilih tipe K1 dan klik Add Copy of Property Selanjutnya untuk kotak dialog pada : 1) Pada Section Name isikan K2 2) Pada kotak dialog Rectangular Section ganti isian Depth (t3) menjadi = 0.3 (m, h c = 30 cm) dan Width (t2) = 0.3 (m, b c = 30 cm) 3) Klik OK Klik OK h. Penggantian tipe elemen balok dan kolom Selanjutnya mengenai penggantian dimensi penampang, tidak perlu dilakukan Assignment ulang Section pada elemen B1 dan K1. Dengan mengganti input pada data Section Properties untuk tipe balok / kolom yang aktif terpakai, maka sudah disesuaikan juga untuk modelnya. Hal ini berlaku pula untuk input-input lain, misal data material diganti kuat tekannya, maka cukup dilakukan penggantian definisi material maka seluruh model akan langsung menyesuaikan. Sedangkan untuk elemen B2 dan K2 perlu diterapkan pada model struktur, karena semua elemen balok sekarang menjadi B1 (dulunya BALOK ) dan kolom adalah K1 (dulunya KOLOM ). Pertama akan dilakukan penggantian untuk tipe elemen pada lantai atap, yaitu tipe B2. Sebelumnya tampilan akan diubah ke bidang denah agar pengerjaan lebih mudah. Rubah tampilan ke window XY plane pada Z = 11, selanjutnya pilih semua elemen di lantai atap dengan cara windowing. Elemen pelat memang akan terpilih, modifikasi hanya akan dilakukan pada elemen balok sehingga pelat tidak akan berpengaruh. Gambar 5.11. Pemilihan elemen lantai Pilih menu Assign Frame Frame Sections Pada kotak dialog Frame Properties pilih Properties B2 klik OK Untuk penggantian penampang kolom lantai paling atas akan dilakukan pada window 3D View lalu gunakan Rotate 3D View [tekan Shift+scrol pada mouse] untuk merubah tampilan pada windows 3D View seperti Gambar 5.12 lalu lakukan crosing untuk memilih kolom pada lantai pada lantai 3 (SW 2 akan ikut terseleksi namun karena perubahannya hanya akan dilakukan pada elemen kolom jadi tidak apa-apa). 96

Gambar 5.12. Pemilihan elemen kolom lantai 3 Pilih menu Assign Frame Frame Sections Pada kotak dialog Frame Properties pilih K2 pada Properties klik OK Untuk menampilkan penampang elemen (kolom, balok, pelat) pada model bisa dilakukan lewat menu View Set Display Options [Ctrl + W] pada kotak dialog yang muncul pada bagian Frame, Cables, Tendons aktifkan pilihan Sections (untuk nama penampang balok dan kolom), dan juga pada kolom Areas aktifkan pilihan Sections (untuk nama penampang pelat dan dinding geser) Klik OK. Gambar 5.13. Setting tampilan layar i. Parameter kekakuan sambungan joint balok-kolom: Untuk portal beton bertulang, pada daerah pertemuan (joint) antara elemen balok dan kolom dapat dianggap sebagai sambungan monolit yang cukup rigid atau kaku. Dalam model contoh, elemen balok dan kolom yang memiliki demensi penampang lebar dan tinggi dimodelkan dengan elemen frame yang hanya berupa garis, sehingga pada daerah sambungan akan terjadi overlap. Untuk memperhitungakn daerah sambungan semacam ini bisa diaplikasikan lewat End Offset. 97

Gambar 5.14. End Offset pada elemen frame Terlebih dahulu akan dipilih semua elemen balok dan kolom yang ada dalam model. Supaya cepat, pemilihan dilakukan secara total. Pilih menu Select Select All Pilih menu Asssign Frame End (Length) Offsets [Ctrl+A] Gambar 5.15. Definisi End Offset 1) Pilih Automatic from Connectivity agar panjang daetrah offset ditentukan otomatis oleh program berdasar dimensi penampang elemen yang saling bertemu. 2) Pada Rigid-Zone factor bisa diisikan nilai antara 0 1, nilai ini mewakili panjang daerah yang dianggap kaku / rigid (0 berarti tidak ada daerah kaku dan 1 berarti semua daerah sambungan dianggap kaku). Untuk contoh ini diasumsikan sepanjang daerah overlap cukup kaku sehingga diisikan nilai 1. 3) Klik OK Pada model terutama pada daerah sambungan balok-kolom akan tampak penebalan garis/warna berbeda yang menandakan daerah end offset tersebut. Gambar 5.16. Efek tampilan end offset Untuk memeriksa adanya end offset, bisa juga dilakukan dengan cara klik kanan pada salah satu elemen balok atau kolom. Pada layar akan tampil kotak keterangan (Gambar 5.17) mengenai 98

elemen yang berkaitan, dan akan terlihat pula keterangan end length offset. Pada End I length offset dan End J length offset dapat diketahui pula panjang daerah offset tersebut, dalam satuan panjang yang aktif (misal meter). Klik OK untuk menutup kotak keterangan tersebut. Efek end offset ini juga akan terlihat saat pengolahan data output, terutama tampilan data gaya batang. Gambar 5.17. Keterangan elemen frame. j. Menambahkan tipe beban gempa statik ekivalen 1) Pilih menu Define Load Patterns 2) Pada Loads isikan EQx pada Load Name 3) Pada type pilih QUAKE 4) Pada Auto Lateral Load pilih UBC 97 5) Klik tombol Add New Load Pemilihan UBC 97 pada Auto Lateral Load karena peraturan ini yang menjadi dasar dari SNI 03-1726-2002 sehingga parameter- parameter input juga sebagian besar sama yang akan memudahkan pengerjaan. Setelah tipe beban Eqx masuk/tercatat di daftar, pilih tipe beban tersebut pada daftar lalu klik tombol Modify Lateral Load Pattern yang kini aktif. 99

Gambar 5.18. Parameter input Auto Lateral Load UBC 97 arah x Pada Load Direction pilih Global X direction a) Untuk seismic coeffisient pilih user defined, lalu isikan nilai pada Ca = 0.28 dan Cv = 0.42 (lihat pembahasan pada awal bab) b) Perkiraan waktu getar alami gedung, pilih Method A dan isikan nilai Ct (ft) = 0.035 c) Isikan nilai faktor reduksi gempa, R = 4 d) Isikan nilai faktor keutamaan, I = 1 e) Klik OK Untuk butir (c), Methode A mengacu Section 1630.2.2 pada peraturan UBC 97, dengan perkiraan waktu getar alami sebagai berikut: T = C t (h n ) 3/4 Dengan h n adalah jarak dari taraf jepitan lateral sampai puncak gedung dan C t adalah koefisien dengan kisaran nilai 0.035 untuk struktur portal beton bertulang. Perhatikan juga, bahwa koefisien tersebut adalah dalam satuan ft (feet), sedangkan untuk satuan SI (meter) adalah 0.0731. tetap dipakai nilai 0.035 (ft) karena input SAP juga dalam satuan feet (perhatikan C t (ft) pada input), meskipun satuan yang aktif dalam satuan lain misalnya meter (hanya berlaku untuk isian C t ). 100

Kembali ke kotak dialog Define Load Pattern sekarang definisikan pembebanan gempa statik ekuivalen untu arah Y, dengan cara seperti sebelumnya. 1) Pada Load Name isikan EQy 2) Pada Type pilih QUAKE 3) Pada Auto Lateral Load pilih UBC 97 4) Klik tombol Add New Load Gambar 5.19. Input pembebanan gempa statik ekuivalen arah Y Setelah tipe beban EQy masuk/tercatat di daftar, pilih tipe beban tersebut pada daftar lalu klik tombol Modify Lateral Load Pattern yang kini aktif. a) Pada Load Direction pilih Global Y direction b) Untuk seismic coeffisient pilih user defined, lalu isikan nilai pada Ca = 0.28 dan Cv = 0.42 (lihat pembahasan pada awal bab) c) Perkiraan waktu getar alami gedung, pilih Method A dan isikan nilai Ct (ft) = 0.035 d) Isikan nilai faktor reduksi gempa, R = 4 e) Isikan nilai faktor keutamaan, I = 1 f) Klik OK Klik OK k. Menambahkan kombinasi pembebanan: 1) Pilih menu Define Load Combinations Gambar 5.20. Kotak dialog Define Load Combination 2) Pilih Add new Combo Untuk input kombinasi beban gempa arah X: a) Beri nama kombinasi pada Load Combination Name, misal : 1.2 D + 1 L +1 EQx 101

b) Pilih DEAD pada Load Case Name c) Isikan 1.2 pada Scale Factor d) Klik Add e) Pilih LIVE pada Load Case Name f) Isikan 1 pada Scale Factor g) Klik Add h) Pilih EQx pada Load Case Name i) Isikan 1 pada Scale Factor j) Klik Add k) Kilk OK Gambar 5.21. Input kombinasi beban gempa arah X l) Pilih kombinasi 1.2 D + 1 L + 1 EQx m) Pilih Add Copy of Combo n) Beri nama kombinasi, misal 1.2 D + 1 L + 1 EQy o) Pilih tipe EQx pada daftar beban p) Ganti pada Case Name EQx menjadi EQy q) Klik Modify r) Klik OK klik OK 102

Gambar 5.22. Input kombinasi beban arah Y l. Melakukan Analisis Setelah model dan pembebanan siap, selanjutnya dapat mulai dilakukan analisis (running) 1) Pilih menu Analyze Run Analyze 2) Untuk analisis gempa masih menggunakan metode statik, sehingga analisis MODAL untuk sementara masih harus di non-aktifkan dahulu. 3) Klik Run Now untuk memulai analisis 4) Program akan melakukan running dua kali / tahapan, dengan analisis statik ekuivalen Auto Lateral Load dilakukan terakhir. Gambar 5.23. Persiapan analisis struktur 103

Gambar 5.24. SAP2000 Analysis Monitor 5.4 Hasil Keluaran / Output Penjelasan dan interpretasi output secara umum sama dengan penjelasan output pada Bab 2 dan Bab 3, dan untuk penjelasan beberapa output spesifik untuk tipe analisis tertentu akan dijelaskan pada Bab 7. 104

BAB 6. ANALISIS GEMPA DINAMIK (RESPONSE SPEKTRUM) Penentuan wilayah gempa disesuaikan dengan lokasi kota/ daerah pada peta Wilayah Gempa Indonesia (Gambar 1, Pasal 4.7.1 SNI 03-1726-2002). Untuk contoh ini diambil gedung yang terletak di Wilayah gempa 4 Gambar 6.1. Wilayah gempa indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun (SNI 03-1726-2002) Jenis kategori tanah dalam SNI 03-1726-2002 dibedakan menjadi tanah Keras, Sedang, Lunak dan Khusus. Penentuan jenis tanah ini menurut Pasal 4.6.3. Dalam contoh pemodelan ini digunakan jenis tanah Sedang. Dari data wilayah gempa dan jenis tanah, selanjutnya bisa ditentukan grafik Respon Spektrum yang bersesuaian. Untuk Wilayah Gempa 4, maka grafik Respon Spektrum Gempa Rencana adalah seperti terlihat pada Gambar 6.2. Sesuai keperluan contoh analisis ini, diambil grafik untuk jenis tanah Sedang (grafik tengah, grafik tebal). Grafik ini yang akan menjadi input dalam analisis response spectrum. Gambar 6.2. Respons Spektrum gempa rencana wilayah 4 (SNI 03-1726-2002) 105

Nilai-nilai absis (T) dan ordinat (C) keperluan input grafik tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel seperti berikut (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Nilai Input Grafik Response Spectrum Wilayah 4 Tanah Sedang (SNI 03-1726-2002) T (detik) C (g) 0.0 0.28 0.2 0.70 0.6 0.70 >0.6 0.42/T Untuk contoh model ini gedung difungsikan sebagai perkantoran (kategori gedung/ bangunan umum), sehingga diambil nilai l (=I 1 XI 2 ) sebesar 1,0 (lihat Tabel 5.3 pada contoh analisis statik ekuivalen). Seperti disebutkan dalam bab analisis statik ekuivalen sebelumnya, dalam contoh ini sistem struktur masuk dalam kategori Sistem Ganda karena adanya elemen dinding geser selain balok dan kolom. Dari Tabel 5.4 (contoh analisis statik ekuivalen) dapat dipilih butir (a) ataupun (c) menyesuaikan dengan struktur frame (balok dan kolom) yang merupakan struktur beton bertulang, namun untuk mempertimbangkan pula kemungkinan tidak tercapainya nilai sesuai yang diinginkan (misal akibat pengaruh mutu material ataupun kualitas pengerjaan di lapangan), maka dalam penentuan nilai R untuk contoh ini dipakai sebesar 4,0. Massa untuk struktur akan ditentukan berasal dari: Berat sendiri struktur (self weight) seperti elemen balok, kolom, pelat, shear wall. Berat mati tambahan (super-imposed dead load) seperti finishing/ keramik, dinding, dst Beban hidup yang dianggap tetap seperti perabotan yang besarnya bisa berkisar 25%-30% beban hidup total (Imran, 2010) Sesuai SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.1, maka input response spectrum diberikan nilai pengali sebesar I / R dengan I adalah Faktor Reduksi Gempa. Karena input nilai C pada response spectrum dinyatakan dalam gravitasi bumi (g), maka untuk input juga akan ditambahkan juga faktor pengali sebesar g = 9,81 m/detik2. Untuk contoh ini (Wilayah 4 tanah Sedang) maka nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: I = 1,0 R = 4,0 Faktor pengali = 1,0 / 4,0 x 9,81 = 2,4525 6.1 Input Model 1) Pilih menu File Open Pada kotak input yang muncul kemudian tentukan alamat penyimpanan dan nama file (contoh Analisis Statik Ekuivalen). Jika model sudah dibuka sebelumnya, langsung dilanjutkan ke langkah nomor 2. 2) Memulai membuat file baru dengan dasar file lama Setelah file dibuka, selanjutnya disimpan dengan nama lain. File Save AS 106

Beri nama file baru (misal Analisis Response Spektrum dan klik OK. Perintah Save As (bukan Save) menyimpan data berdasar file yang aktif/ sedang dibuka sebagai file lain dengan nama baru/ lain. 3) Menyiapkan input data response spectrum Input data untuk grafik response spectrum bisa dilakukan dengan 2 (dua) macam cara, yaitu: (a) memasukkan input data absis dan ordinat grafik secara langsung pada input SAP2000; (b) import data input dari luar, misal dari file teks berisi koordinat grafik yang dibuat sebelumnya. Dalam kurva response spectrum terdapat bagian sisi kurva resesi yang melengkung (pada grafik Wilayah 4 tanah Sedang untuk nilai periode > 0,6 detik, lihat Gambar 6.2.). Pada bagian ini nilai C ditentukan sebagai fungsi dari T, sehingga untuk input manual satu per satu (misal C=0,7 T=0,42/0,7; C=0,8 T=0,42/0,8; dst) akan cenderung menjadi lama selain rentan salah. Untuk itu dalam contoh ini digunakan metode import data dari luar, sehingga dipersiapkan dahulu input data yang akan diimpor ke SAP2000. Untuk membantu perhitungan akan memanfaatkan fasilitas rumus/ formula misal dalam program MS Excel. Dibuat 2 kolom data (Gambar 6.3), masing-masing untuk nilai T dan nilai C. Pada kolom nilai T diisikan nilai mulai dari 0,0 sampai 3,0 detik dengan interval 1,0 detik. Sedangkan pada kolom nilai C diisikan pada : T=0,0 C=0,28; T=0,2 C=0,7; T=0,6 C=0,7; selanjutnya mulai T=0,7 detik nilai C diisikan sebagai fungsi (rumus) = 0,42/ (alamat sel nilai T). Misal jika nilai T ada pada sel A4 maka rumus menjadi = 0,42/A4, dst. Lihat juga Tabel 6.1 sebelumnya. Selanjutnya lakukan blok/ seleksi sel untuk data pasangan nilai T-C dan lakukan perintah copy (Ctrl+C). Buka program editor teks seperti Notepad (Gambar 6.3), kemudian lakukan perintah salin/ paste (Ctrl+V) pada editor teks. Simpan/ beri nama file tersebut (misal SNI4M ) dalam bentuk teks (*.txt). File teks inilah yang nanti akan diimpor ke dalam program SAP2000 Gambar. 6.3.Contoh input response spectrum 107

4) Input data response spectrum di SAP2000 Berbeda dengan input analisis statik, yang dimasukkan lewat Load Case, pada input/ response spectrum input dimasukkan lewat Function. Pilih menu Define Function Response Spectrum Pada Choose Function Type to Add pilih From File (karena akan mengambil/ impor data dari luar), lalu klik tombol Add New Function (Gambar 6.4) Gambar. 6.4.Kotak Dialog Define Response Spectrum Dunction Pada kotak input yang muncul (Gambar 6.5), klik tombol Browse di bawah nama fungsi. Gambar 6.5. Input data response spectrum dari sumber luar Selanjutnya cari dan pilih file teks input koordinat grafik response spectrum yang telah dibuat sebelumnya pada langkah nomor 3 (SNI4M). Ganti pilihan Files of type menjadi Text File (*.txt) bila belum nampak, setelah file terpilih lalu klik Open (Gambar 6.6). 108

Gambar 6.6. Input data grafik response spectrum Kembali ke kotak dialog Response Spectrum Function Definition (Gambar 6.7): Beri nama (misal SNI4M ) pada Function Name Pada Values are: pilih Period vs Value (karena input dalam bentuk waktu/ periode bukan frekuensi) Klik Display Graph Pada kotak bagian Function Graph akan tertampil grafik response spectrum sesuai yang didefinisikan (Wilayah 4 tanah Sedang). Harap diperiksa pula untuk nilai-nilai pada grafik tersebut, yang termudah adalah dengan menempatkan kursor di dekat sisi puncak, maka nilai ordinat yang terbaca pada box di samping tombol Display Graph harus berupa (<T>, 0.7) dengan <T> nilai periode pada sisi puncak. Gambar 6.7. Modifikasi input Response Spectrum Hal ini penting untuk memeriksa kemungkinan kesalahan akibat pemakaian tanda desimal (koma atau titik). Dalam contoh ini desimal dinyatakan dalam koma, sehingga jika desimal diinputdengan titik maka bisa timbul pesan error/ kesalahan. 109

Perlu diperhatikan pula bahwa karena input dilakukan lewat impor file teks dari luar, maka input function tersebut menjadi tergantung pada file teksnya. Sehingga file teks asal input harus senantiasa ada bersama dengan file input SAP2000. Untuk keperluan pemindahan data, hal ini menjadi tidak praktis karena bila file teks tersebut tidak ikut terbawa maka analisis response spectrum tidak akan bisa berjalan. Guna mengatasi hal tersebut, sebagai langkah terakhir data akan diubah menjadi bagian integral input SAP2000, dengan cara klik pada tombol Convert to User Defined, sehingga tampilan akan berubah menjadi seperti tampak pada Gambar 6.8. Dengan format ini, maka input sudah menjadi satu kesatuan dalam file SAP2000 (walaupun jika dikehendaki perubahan harus mengganti manual, atau bisa impor ulang dengan function baru). Gambar 6.8. Modifikasi Input RS ke Format User Defined Klik OK lalu OK lagi untuk menyelesaikan input data grafik response spectrum. 5) Definisi tipe analisis response spectrum Pada analisis statik, setelah tipe beban didefinisikan lewat Load Pattern, maka beban statik selanjutnya diaplikasikan pada struktur lewat assignment joint load atau frame load seperti BAB 2. Sedangkan pada beban response spectrum, setelah selesai diinput lewat Function, maka pembebanan pada struktur dilakukan lewat Load Cases. Pilih menu Define Load Cases Add New Load Case 110

Gambar 6.9. Kotak Dialog Define Load Case Perhatikan pula bahwa secara default, Load Case juga akan dibuat secara otomatis untuk Load Pattern beban statik (DEAD, LIVE, dst.), sedangkan untuk tipe beban berupa Function, perlu ditambahkan sendiri. Seperti pada analisis statik ekuivalen, beban gempa response spectrum akan diberikan di kedua arah sumbu utama gedung (X dan Y) secara individual, yang selanjutnya digabung dalam kombinasi pembebanan berikutnya. Dalam kotak dialog seperti pada Gambar 6.10: Gambar 6.10 Load cases gempa Response Spectrum Arah-X a) Pada Load Case Name diberi nama misal RSx b) Pilih Response Spectrum pada Load Case Type c) Pada bagian Loads Applied: 111

Load Name: pilih U1 Function: pilih yang sesuai (SNI4M) Scale Factor: isikan 2,4525 d) Klik tombol Add e) Klik OK Kembali ke kotak dialog Analysis Case (Gambar 6.9), pilih RSx yang didefinikan sebelumnya lalu klik tombol Add Copy of Load Case untuk mempercepat input. Berikutnya, dalam kotak dialog seperti pada Gambar 6.11: a) Pada Analysis Case Name beri nama misal RSy b) Pada bagian Load Name ganti U1 Menjadi U2 c) Klik tombol Modify d) Klik OK e) Klik OK lagi untuk menyelesaikan Load Case Gambar 6.11 Load cases gempa Response Spectrum Arah-Y 112

6) Analysis modal Analisis modal diperlukan guna penentuan mode atau ragam vibrasi, juga untuk mengetahui waktu gentar fundamental alami struktur. Define Analysis Case Dalam contoh ini (dan juga secara default setiap membuat file baru) sudah tersedia tipe analisis Modal, sehingga hanya diperlukan editing saja. Pilih Modal pada Case klik tombol Modify/ Show Case (Gambar 6.12) `` Gambar 6.12. Kotak Dialog Define Load Cases Dalam kotak dialog Load Case Data (Gambar 6.13) isikan: a) Pada Types of Modes pilih Ritz Vectors b) Pada Maximum Number of Modes isikan nilai 9 c) Pada Load Type pilih Accel (acceleration=percepatan, karena input response spectrum dalam satuan g atau percepatan gravitasi); dan pada Load Name pilih UX (percepatan pada arah X) d) Klik Add e) Pada Load Type pilih Accel (acceleration=percepatan, karena input response spectrum dalam satuan g atau percepatan gravitasi); dan pada Load Name pilih UY (percepatan pada arah Y) f) Klik Add g) Klik OK 113

Gambar 6.13. Load Case Data untuk Modal Jumlah perkiraan mode bisa ditentukan berdasarkan perkalian DOF (Degree of Freedom) atau derajat kebebasan struktur dengan jumlah lantai tinjauan. Dalam contoh ini tiap lantai memiliki 3 DOF (Gambar 6.14) yaitu translasi arah X, translasi arah Y, dn rotasi memutari sumbu Z, sedangkan struktur terdiri atas 3 tingkat (termasuk lantai dan atap) sehingga didapat jumlah perkalian 3 x 3 = 9. Lantai bisa dianggap satu kesatuan lewat constraint (dijelaskan kemudian). Gambar 6.14. Derajat Kebebasan Lantai Jumlah mode ini nantinya juga harus diperiksa untuk memenuhi persyaratan jumlah rasio partisipasi massa minimal 90% (akan dibahas kemudian). Jika tidak terpenuhi maka jumlah mode maksimum ini harus ditambah. 7) Penentuan Massa Struktur Dalam analisis beban statik, maka pembebanan pada struktur langsung berasal dari beban tersebut. Sedangkan dalam analisis dinamik (dalam hal ini beban dinamik response spectrum), secara garis besar beban berasal dari percepatan gempa dikalikan dengan massa struktur. Untuk percepatan gempa telah dimasukkan lewat function dan diberikan faktor pengali lewat analysis case. Langkah yang juga tidak kalah penting adalah definisi massa struktur yang akan 114

digunakan dalam analisis, karena bila tidak tepat maka gaya atau beban gempa yang dihasilkan juga bisa terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Definisi massa ini perlu untuk diperhatikan, terutama untuk massa dari beban mati. Pilih menu Define Mass Source Seperti tampak pada Gambar 6.15, dalam SAP2000 terdapat 3 (tiga) pilihan definisi sumber massa struktur, yang bila dicermati lagi sebetulnya berasal dari 2 (dua) macam sumber berikut: a) From Element and Additional Masses (pilihan pertama) b) From Loads (pilihan kedua) Gambar 6.15. Define Mass Source Pilihan ketiga merupakan gabungan kedua metode tersebut. Massa dari Element adalah massa yang berasal dari semua elemen yang ada pada model struktur (dalam contoh ini adalah balok, kolom, pelat dan shear wall), yang akan dihitung berdasar data berat jenis material terkait. Additional masses adalah massa yang berasal dari massa tambahan, bisa berupa joint mass (massa pada nodal), line mass (pada frame/ batang), atau area mass (pada elemen area/ luasan) Massa yang berasal dari Loads akan ditentukan dari beban tambahan yang bukan merupakan elemen model (element), misal beban finishing lantai dan beban hidup pelat. Untuk beban selain beban mati, pembatasan definisi tersebut cukup jelas, karena pasti akan termasuk dalam tipe Loads. Sedangkan untuk beban mati, perlu diwaspasai kemungkinan overlap atau tumpang tindih antara beban berat sendiri (self weight) dengan beban mati tambahan (super imposed dead load). Dalam contoh ini, beban mati didefinisikan pada load pattern DEAD. Pada tipe beban ini, berat sendiri elemen telah dihitung dengan aktivasi self weight multiplier (lihat penjelasan BAB 2 dan 3). Untuk beban mati tambahan berupa finishing pelat lantai (beban luasan) juga termasuk dalam tipe beban DEAD tersebut. Sekarang akan dijabarkan beberapa alternatif pemilihan mass source dan hasilnya (tinjauan untuk beban mati/ DEAD saja): 115

a) From Elementn and Additional Masses Massa dari berat sendiri masuk pada element (tidak ada additional mass), namun massa dari beban mati tambahan tidak terhitung karena berupa beban (load) massa terlalu kecil! b) From Loads Bila dipilh option ini maka massa yang terhitung adalah dari beban mati tambahan (load), dan juga termasuk dari berat sendiri (ingat karena pada beban DEAD sudah termasuk self weight) sudah tepat! c) From Element and Additional Masses and Loads Pada pilihan ini, maka massa dari berat sendiri struktur masuk pada element, beban mati tambahan masuk pada loads, namun perhatikan juga karena beban DEAD juga sudah mengandung self weight, maka berat sendiri juga akan masuk pada loads sehingga akan terhitung ganda massa terlalu besar! Dengan demikian untuk contoh ini (beban mati tambahan menjadi satu dengan beban berat sendiri dalam load case DEAD), maka dipilih metode kedua, yaitu cukup dari Loads saja. Harap diperhatikan bahwa jika pemodelannya lain maka pilihan metode bisa saja berubah. Misalnya, model dengan pemisahan beban mati, untuk beban mati dari berat sendiri diberikan pada load case D1, dan F untuk beban mati tambahan. Dalam hal ini maka yang dipilih adalah metode ketiga (From Element and Additional Masses and Loads) dengan loads didefinisikan dari F saja (D1 masuk dalam element). Contoh lain bila digunakan pemodelan portal balok-kolom (tanpa pemodelan pelat) dengan massa yang dimasukkan secara manual, misal lewat joint mass yang ditempatkan pada pusat massa lantai. Lazimnya massa lantai tersebut hanya mencakup beban mati dari berat sendiri pelat dan finishing serta beban hidup efektif, tanpa mengikutsertakan berat balok dan kolom agar berat sendiri elemen tidak terhitung ganda (asumsi untuk load case beban mati self weight multiplier aktif). Untuk model tersebut maka dipilih metode pertama (from element and additional masses), agar massa balok dan kolom masuk pada element dan massa pelat dan beban tambahan masuk pada additional masses (lewat joint mass). Pada intinya, pemilihan sumber massa harus sesuai dengan pemodelannya, tidak ada yang kurang (terlalu kecil) atau terhitung ganda (terlalu besar). 116

Gambar 6.16. Define mass source untuk contoh model Massa struktur dianggap berasal dari berat beban mati total (pengali = 1) dan beban hidup efektif sebesar sekitar 30 % (pengali = 0,3). Harap diperhatikan, bahwa faktor pengali disini bukanlah pengali untuk gravitasi, karena oleh program sudah dikalikan secara otomatis dengan percepatan gravitasi (W = m.g). 8) Define pelat lantai sebagai diafragma Untuk pelat lantai beton, lazim bisa dianggap sebagai diafragma karena memiliki kekakuan searah pelat (in-plane stiffness yang cukup besar), sehingga gerakan pelat menjadi satu kesatuan dalam arah bidangnya (namun masih bisa menerima lenturan pada arah tegak lurus bidang). Dalam SAP2000, assigment sebagai diafragma dilakukan lewat constraint. Sebelumnya semua joint lantai (kecuali fondasi/ dasar) akan dipilih terlebih dahulu. Pastikan window yang aktif pada X-Y Plane Seleksi semua elemen pada lantai 2, 3, dan atap dengan cara windowing atau crosing (Klik tombol atau yang terdapat pada sisi atas layar untuk menuju ke bidang lantai 2 (Z=4) 3 (Z=7,5) dan atap (Z=11)) 117

Gambar 6.17. Pemilihan elemen lantai 2, 3, dan atap Setelah semua elemen lantai 2, 3, dan atap terpilih, perhatikan sisi kiri bawah layar program akan tertampil keterangan 36 Points Selected (Gambar 6.18) atau sama dengan 12 joint dikalikan 3 lantai (elemen frame dan area juga ikut terpilih, namun karena modifikasi dilakukan hanya pada nodal/ joint maka tidak akan berpengaruh). Pilih menu Assign Joint Constrain Gambar 6.18. Keterangan jumlah elemen terpilih Pada kotak dialog yang muncul (Gambar 6.19), pada bagian Choose Constraint Type to Add pilih tipe Diaphragm, lalu klik tombol Add New Constraint Gambar 6.19. Kotak dialog Assign/Define Constrain Pada kotak dialog Diaphragm Constraint (Gambar 6.20) pastikan pada Constraint Axis terpilih Z Axis (sumbu yang tegak lurus bidang constraint/ pelatnya), lalu aktifkan pilihan Assign a different diaphragm constraint to each different selected Z level. Klik OK, lalu OK sekali lagi. 118

Gambar 6.20. Diaphragm Constraint Dengan metode ini maka tiap level elevasi yang berbeda akan diberikan constraint diafragma secara terpisah sendiri-sendiri (dalam satu elevasi yang sama dianggap satu constraint). Untuk memeriksa hasil assigment constraint bisa dilakukan klik kanan pada salah satu joint pada lantai tertentu, dan akan nampak keterangan misal seperti pada Gambar 6.21. Tertera nama constraint DIAPH1_4, angka 4 di belakang menyatakan elevasinya (untuk contoh ini pada joint lantai 2 dengan elevasi 4 m). Bisa dicek juga untuk lantai lain, akan tertera DIAPH1_4 untuk lantai 2 dan DIAPH1_7,5 untuk lantai 3. DIAPH1 merupakan nama awalan saat definisi constraint (lihat bagian Constraint Name pada Gambar 6.20, bisa diganti jika diinginkan). Dengan adanya constraint maka joint yang berada dalam satu kelompok constraint yang sama akan bergerak sebagai satu kesatuan bersama-sama. Hal ini pula yang dapat mereduksi DOF atau derajad kebebasan, karena semua joint dalam satu lantai dianggap sebagai satu kesatuan sehingga program hanya akan menghitung perwakilan saja untuk satu lantai tertentu (tidak perlu semua joint). Dengan demikian, maka seperti pada langkah no.6 sebelumnya, dalam satu lantai elevasi tertentu cukup dianggap sebagai satu entitas dengan 3 DOF saja (translasi X, Y, rotasi Z). Gambar 6.21. Keterangan / informasi joint 119

Untuk menampilkan joint constraint (misal guna memeriksa pemodelan), dapat dilakukan lewat menu: Piih menu Display Show Misc Assign Joint Pada kotak input yang muncul (Gambar 6.22), pilih Constraint lalu pilih nama constraint yang akan dilihat. Constraint hanya akan terlihat pada elevasi lantai yang sesuai (ditandai dengan joint warna berbeda). Gambar 6.22. Setting tampilan tambahan untuk joint 9) Menambahkan kombinasi pembebanan Pilih menu Define Load Combinations Add New Combo Untuk input kombinasi beban gempa arah X (Gambar 6.23) isikan: a) Beri nama kombinasi pada Response Combination Name, misal: (1.2 D + 1 L + 1 RSx + 0.3 RSy). (Ingat pula tombol Modify/ Show Notes untuk memberikan keterangan/ catatan bila diperlukan) b) Pilih DEAD pada Case Name c) Isikan 1,2 pada Scale Factor d) Klik Add e) Pilih LIVE pada Case Name f) Isikan 1 pada Scale Factor 120

g) Klik Add h) Pilih RSx pada Case Name i) Isikan 1 pada Scale Factor j) Klik Add k) Pilih RSy pada Case Name l) Isikan 0,3 pada Scale Factor m) Klik Add n) Klik OK Gambar 6.23. Input Kombinasi Beban Gempa Arah X Pilih kombinasi terakhir tadi (1.2 D + 1 L + 1 RSx + 0.3 RSy), lalu klik tombol Add Copy of Combo untuk mempercepat input kombinasi (koefisien sama). Untuk input kombinasi beban gempa arah Y (Gambar 6.24): a) Beri nama kombinasi, misal: (1.2 D + 1 L + 1 RSy + 0.3 RSx), dll b) Pilih tipe RSx pada daftar beban c) Ganti pada Scale Factor dari 1 menjadi 0,3 d) Klik Modify e) Pilih tipe RSy pada daftar beban f) Ganti pada Scale Factor dari 0,3 menjadi 1 g) Klik Modify h) Klik OK, lalu OK lagi untuk menutup kotak input 121

Kombinasi beban gempa arah orthogonal dibebankan sebagai 100% pada arah utama dan 30 % arah tegak lurusnya, ditinjau untuk arah utama masing-masing arah X dan Y. Gambar 6.24. Input Kombinasi Beban Gempa Arah Y 10) Melakukan analisis Setelah model dan pembebanan gempa siap, selanjutnya dapat mulai dilakukan analisis (running). Pilih menu Analize Run Analysis Untuk analisis gempa dinamik contoh ini membutuhkan analisis Modal, sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu karena dalam contoh analisis statik sebelumnya sementara telah di-nonaktifkan. Agar lebih mudah, semua tipe analisis diaktifkan. Klik tombol Run/Do Not Run All dua kali sampai kolom Action terbaca status Run untuk semua tipe analisis (Gambar 6.25). Selanjutnya klik Run Now untuk memulai analisis. Gambar 6.25. Persiapan analisis struktur 122

Gambar 6.26. SAP2000 Analysis monitor 6.2 Hasil Keluaran / Output Penjelasan dan interpretasi output secara umum sama dengan penjelasan output pada Bab 2 dan Bab 3, dan untuk penjelasan beberapa output spesifik untuk tipe analisis tertentu akan dijelaskan pada Bab 7. 123

BAB 7. INTERPRETASI OUTPUT 7.1 Output umum Output secara umum yang dimaksudkan di sini adalah output atau hasil keluaran program yang dapat diakses/ditampilkan untuk sebagian besar jenis analisis, baik statik maupun dinamik. Metode yang dipakai adalah sama, perbedaan hanyalah pada pemilihan tipe beban atau kombinasi yang akan ditampilkan. a. Menampilkan bentuk deformasi struktur Pilih menu Display Show Deformed Shape [F6] Pada Case/Combo Name (Gambar 7.1) pilih tipe beban/kombinasi yang ingin dilihat dan klik OK. Besarnya tampilan lendutan juga dapat diubah lewat bagian Scaling dengan mengubah nilai faktor pengali pada Scale Factor. Gambar 7.1 Penampilan bentuk deformasi struktur Pada layar akan tampak bentuk deformasi struktur. Bila kursor/pointer mouse didekatkan pada salah satu joint akan tampak kotak informasi besaran deformasi translasi dan rotasi. Alternatif lain dengan klik kanan pada joint untuk mengetahui besaran deformasi translasi dan rotasi pada joint tersebut (ubah juga satuan di kanan bawah layar bila perlu). Karena pemodelan adalah dalam bentuk 3 dimensi, sebaiknya penampilan output dalam portal 2 dimensi bidang tertentu saja, agar pembacaan bisa lebih mudah dan mengurangi kesalahan pembacaan. Klik tombol atau atau sesuai bidang yang diinginkan. Bisa juga kemudian klik atau beberapa kali untuk menuju posisi (koordinat) bidang yang dikehendaki (Gambar 7.2). Gambar 7.2 Tombol untuk mengubah bidang tampilan 124

Sebagai contoh pembacaan, pada Gambar 7.3 nilai deformasi joint terpilih akibat kombinasi beban mati, beban hidup dan beban gempa arah X (1.2 D + 1 L + 1 EQy, tampilan bidang Y-Z pada Y= - 6,dan satuan aktif N,mm,C) adalah sebagai berikut (ingat bahwa orientasi sumbu lokal joint akan sama dengan sumbu global jika tidak dilakukan modifikasi sumbu lokal): 1) Translasi/gerakan arah sumbu 1 = -0.11963 mm, berarti joint ini bergerak ke arah sumbu 1 negatif (searah sumbu -X global, keluar bidang gambar) 2) Translasi/gerakan arah sumbu 2 = +1.03882 mm, berarti joint ini bergerak ke arah kanan pada bidang tampilan (sumbu 2 positif, searah sumbu +Y global) 3) Translasi/gerakan arah sumbu 3 = +0.12339 mm, berarti joint ini bergerak ke arah atas (sumbu 3 positif, searah sumbu +Z global) 3 2 Gambar 7.3 Tampilan bentuk & nilai deformasi struktur Nilai rotasi joint juga bisa dibaca, dengan nilai positif berarti memutari sumbu yang bersangkutan sesuai kaidah tangan kanan (Gambar 7.4) dan demikian pula sebaliknya. Gambar 7.4 Momen/Putaran/Rotasi Positif Untuk menampilkan bentuk deformasi akibat beban atau kombinasi lain bisa dilakukan dengan cara yang sama (Gambar 7.1), atau dengan tombol beban lain dengan cepat. di kanan bawah layar untuk berpindah ke 125

b. Menampilkan reaksi tumpuan Pilih menu Display Show Force/Stress Joints [F7] Jika penampilan yang dilkukan lewat toolbar klik pada tombol panahnya dan pilih Joints (Gambar 7.5) untuk menampilkan reaksi tumpuan. Gambar 7.5 Pilihan output reaksi/gaya batang Dalam kotak dialog sperti Gambar 7.6: a) Pada Case/Combo Name pilih tipe beban/kombinasi yang ingin dilihat b) Aktifkan Show Result as Arrows bila ingin ditampilkan dalam bentuk panah dengan arah panah menunjukkan arah gaya reaksi (bila tidak aktif hanya akan ditampilkan dalam keterangan notasi saja) c) Selanjutnya klik OK Gambar 7.6 Penampilan reaksi tumpuan Pada layar setelah tampak reaksi tumpuan, klik kanan pada joint untuk mengetahui besaran reaksi gaya tumpuan dan momen pada joint tersebut (ubah juga satuan bila perlu). Sebagai contoh pembacaan (untuk output yang signifikan), pada Gambar 7.7 nilai reaksi tumpuan akibat kombinasi beban gempa arah Y (EQy, tampilan bidang Y-Z pada X = -2, satuan aktif 126

kn,m,c) adalah sebagai berikut (ingat bahwa orientasi sumbu local Joint akan sama dengan sumbu global jika tidak dilkukan modifikasi sumbu lokal): a) Reaksi arah sumbu 2 = -0.385 kn, arah ke kiri (sumbu 2 negatif, searah sumbu Y global) b) Reaksi arah sumbu 3 = -2.933 kn, arah ke bawah (sumbu 3 negatif, searah sumbu Z global) c) Momen memutari sumbu 1 = 1.151 knm, berlawanan arah jarum jam (rotasi sumbu 1 positif, memutari sumbu +X global, keluar bidang gambar) -0.385 3 2 Z -2.933 Y 1,151 Gambar 7.7 Tampilan reaksi tumpuan/fondasi c. Menampilkan gaya-gaya batang Pilih menu Display Show Force/Stress Frames/Cables/Tendons [F8] Dalam kotak dialog pada Gambar 7.8 1) Pada Case/Combo Name pilih tipe beban/kombinasi beban yang ingin dilihat 2) Pada Componet pilih tipe gaya yang akan dilihat: Axial Force: gaya Aksial Shear 2-2: gaya geser arah sumbu 2 (sb. kuat) Shear 3-3: gaya geser arah sumbu 3 (sb. lemah) Torsion: momen torsi Momen 2-2: momen memutari sumbu 2 (sb. lemah) Momen 3-3: momen memutari sumbu 3 (sb. kuat) 3) Pada Options pilih Fill Diagram untuk menampilkan diagram dalam bentuk blok warna, atau Show Values on Diagram untuk menampilkan nilainya juga. 4) Klik OK Besarnya tampilan diagram juga dapat diubah lewat bagian Scaling dengan mengubah nilai faktor pengali pada Scale Factor. 127

Pada Gambar 7.9 ditampilkan contoh gaya batang yaitu momen lentur/arah sumbu kuat akibat beban gempa arah Y (Moment 3-3 akibat EQy, tampilan bidang Y-Z pada Y=2, satuan aktif kn,m,c), tampilan dengan nilai (Show Values on Diagram). Gambar 5.8 Penampilan gaya batang Gambar 7.9 Contoh tampilan diagram momen 3-3 Pada Gambar 7.9 juga terlihat, bahwa pada kolom seolah-olah tidak terjadi momen memutari sumbu 3 (moment 3-3), namun kenyataannya adalah bahwa momen tersebut adalah tetaplah ada, hanya karena SAP2000 menampilkannya pada bidang 1-3 yang kebetulan pada tampilan bidang Y- Z adalah tegak lurus bidang Gambar/tampilan (bidang yang aktif pada bidang Y-Z adalah bidang 2-3). Sebagai definisi, bidang 1-3 adalah bidang yang dibentuk oleh sumbu lokal 1 dan 3, dan demikian juga untuk bidang lainnya. Jika tampilan diubah ke bidang X-Z (masih untuk kombinasi dan tipe output moment 3-3 yang sama), maka barulah terlihat diagram momen pada kolom (Gambar 7.10). 128

Gambar 7.10 Tampilan diagram momen 3-3 bidang X-Z Sebagai tambahan, moment 3-3 dan shear 2-2 akan ditampilkan pada bidang 1-3, sedangkan moment 2-2 dan shear 3-3 akan ditampilkan pada bidang 1-2. Perlu dipahami juga bahwa misal bidang 1-3 yang dimaksud adalah tergantung sumbu lokal elemennya (dalam hal ini adalah batang kolom), sehingga bila ada elemen dengan sumbu lokal yang berbeda orientasinya dengan yang lain maka bisa saja diagram terlihat pada satu elemen sedangkan pada elemen lainnya tidak nampak, atau sebaliknya. Agar bisa memeriksa secara cepat, bisa juga ditampilkan sementara dalam bentuk 3D untuk melihat tampilan diagram secara keseluruhan, dan untuk nilai-nilai detailnya barulah diakses lewat tampilan bidang 2D. Hal lain yang bisa dicermati adalah misal pada Gambar 7.9, tampilan diagram momen pada ujungujung balok tampak kosong (diagram momen tampil mulai jarak tertentu pada muka kolom). Efek ini merupakan hasil dari penerapan end offset saat modifikasi model Bab 5 sebelumnya, sehingga pada pada daerah joint tidak diperhitungkan. d. Menampilkan table output Secara default, bila tidak diberikan perintah tambahan, SAP2000 akan menampilkan tabel output untuk keseluruhan eiemen yang ada dalam model. Untuk keperluan tertentu, bisa saja hanya sebagian yang sementara diperlukan untuk dilihat outputnya, misal output untuk joint atap atau gaya batang kolom tepi, dsb. Sebagai contoh misalnya untuk menampilkan gaya batang pada balok tipe B1 saja, maka cara yang digunakan adalah dengan terlebih dahulu memilih tipe balok tersebut. Select > Select > Properties > Frame Sections. Dalam kotak dialog pada Gambar 7.71, pilih tipe penampang "B1" dan klik OK, rnaka semua elemen dengan section B1 akan otomatis langsung terpilih. 129

Display > Show Tables... [Ctrl + T] Gambar 7.11. Pemilihan tipe penampang frame Langkah berikutnya adalah sama dengan cara yang diuraikan sebelumnya, perbedaan hanya pada sebelah kanan kotak dialog pada bagian Options, akan otomatis aktif pilihan Selection Only (Gambar 7.12). Dalam kondisi ini, maka output yang drtampilkan hanya terbatas untuk elemenelemen yang terpilih saja. Gambar 7.12. Tabel output dengan Selection Only 130

7.2 Output modal & response spektrum Dalam sub-bab ini akan diuraikan hasil keluaran yang khusus untuk ditampilkan pada analisis modal dan analisis tipe response spectrum (untuk contoh ini beban gempa). a. Mode shape & waktu getar alami: Cara menampilkan mode shape sebenarnya sama dengan cara untuk menampilkan bentuk deformasi struktur, hanya saja tipe beban yang ditampilkan adalah MODAL, yang ada bila analisis modal diikutsertakan dalam running analisis. Pilih menu Display Show Deformed Shape... Pada Case/Combo Name dalam Gambar 7.13 pilih tipe beban MODAL, kemudian pada Multivalued Options di bawahnya, pada isian Mode Number menyatakan nomor mode yang ingin dilihat, lalu klik OK. Misal menampilkan mode pertama maka diisikan nilai 1, dan seterusnya (bisa juga klik tombol panah atas/bawah di samping isian). [F6] Gambar 7.13. Penampilan mode shape struktur Isian Mode Number tersebut minimum adaiah 1 (mode pertama) dan maksimum adalah sesuai dengan yang diisikan saat definisi analysis case tipe Modal, yaitu pada Maximum Number of Modes (dalam contoh ini adalah 9, lihat bab sebelumnya). Pada layar akan tampil bentuk mode shape sesuai yang dipilih (dalarn hal ini mode pertama, Gambar 7.14). Jika diklik tombol di kanan bawah layar maka tampilan akan berpindah untuk mode sebelum atau selanjutnya. Pada bagian kiri atas layar aktif juga akan tampak tampilan nilai waktu getar alami struktur untuk mode yang bersangkutan. Jika ditampilkan mode pertama, maka yang tampil adalah waktu getar alami fundamental struktur (T 1 ). Dalam contoh ini, tampak keterangan "Mode 1 T = 0.66687; f = 1.49954" sehingga waktu getar alami fundamental adalah sebesar 0.66687 detik. Bila ditampilkan mode kedua, maka keterangan tersebut adalah nilai T 2, dan seterusnya. 131

Gambar 7.14. Mode Shape dan waktu getar alami struktur Syarat batasan waktu getar alarni dalarn SNI 03-1726-2002 (Pasal 5.6) untuk Wilayah Gempa 2 (ζ= 0,19) dan jumlah lantai (n) 3 adalah : T 1 < ζ. n = 0,19. 3 = 0, 57 detik Tampak bahwa nilai hasil analisis melebihi dari batasan tersebut. Perlu diingat juga, bahwa model struktur yang dipakai di sini adalah dengan penampang yang memperhitungkan retak, atau digunakan momen inersia efektif yang telah mengalami reduksi. Model struktur dengan momen inersia penampang efektif pada dasamya hanya direkomendasikan untuk perhitungan gaya dalam dan deformasi elemen struktur (Imran, 2010). Sedangkan untuk mengetahui waktu getar alami struktur dapat dipergunakan momen inersia dengan penampang utuh, yang juga sebagai model untuk penentuan beban gempa nominal (beban geser dasar). Untuk mengakomodasi keperluan tersebut maka selanjutnya dibuat model baru berdasar model terakhir tersebut, dengan modifikasi faktor pengali inersia penampang menjadi penuh (nilai 1.0). Model dengan inersia penampang retak tetap akan dipakai untuk keperluan desain beton bertulang. Cermati kembali langkah-langkah pengerjaan dalam Bab 5 untuk penjelasan detailnya, dalam bagian ini hanya akan diuraikan secara garis besar saja: a) Simpan sebagai file baru dengan File > Save As... atau lewat shortcut: [Ctrl + Shift + S], beri nama misal "Analisis Response Spektrum Inersia Full b) Klik menu Define Section Properties Frame Sections..., pilih pertama untuk "B1" lalu klik Modify/Show Property... c) Klik tombol Sef Modifiers... d) Ganti nilai Momen of Inertia about 3 axis menjadi nilai 1 (Gambar 7.15) e) Klik OK dan OK Iagi f) Lakukan hal yang sama untuk penampang B2, K1, K2 (khusus kolom K1 dan K2 yang diganti adalah nilai Momen of Inertia about 2 axis dan Momen of inertia about 3 axis) 132

g) Klik OK untuk menutup kotak Frame Properties h) Lakukan analisis lewat Analyze Run Analysis... (F5) Gambar 7.15. Modifikasi pengali inersia utuh Setelah analisis selesai (pastikan analisis Modal ikut dihitung), tampilkan kembali mode shape untuk mode pertama seperti cara sebelumnya. Waktu getar alami dengan penampang utuh menjadi sebesar 0.54085 detik (Gambar 7.16), dengan nilai ini sudah cukup mendekati dengan syarat batasan Pasal 5.6 SNI 03-1726-2002. Adapun jika dihitung manual menurut rumus dalam UBC 1997 Section 1630.2.2 (dengan tinggi total = 11 m = 36,089 ft): T=C t (h n ) 3/4 = 0,035 (36,089) 3/4 = 0,5153 detik Gambar 7.16. Waktu getar alami struktur penampang utuh Karena model struktur dalam contoh ini termasuk sederhana, simetris dan beraturan, maka terlihat ragam (mode) pertama struktur didominasi oleh translasi (arah X). Jika suatu struktur pada gerak 133

ragam pertama sudah dominan dalam rotasi, hal ini menunjukkan perilaku yang buruk dan sangat tidak nyaman bagi penghuni ketika terjadi gempa. Sistem struktur demikian harus diperbaiki dan disusun kembali dengan menempatkan unsur-unsur yang lebih kaku pada keliling denah untuk memperbesar kekakuan rotasi (torsi) sistem struktur secara keseluruhan, sehingga gerak ragam pertama menjadi dominan dalam translasi (SNI 03-1726-2002 Lampiran Penjelasan A.7.1.1). Selanjutnya jika akan ditampilkan dalam bentuk tabel, maka dilakukan cara yang serupa seperti saat menampilkan tabel hasil output, namun dengan pilihan yang berbeda. Pilih menu Display Show Tables...[Ctrl + T] Pada kotak dialog berikutnya, terlebih dahulu klik tanda [ + ] untuk menampilkan item yang ada, lalu klik pada kotak item seperti berikut (Gambar 7.17, non-aktifkan pilihan lain bila ada): a} Klik pada Analysis Results b) Klik pada Structure Output c) Klik pada Modal Information d) Klik pada Table: Modal Periods and Frequencies Gambar 7.17. Pemilihan Item output waktu getar alami Setelah output yang akan ditampilkan ditentukan, selanjutnya klik pada tombol Select Load Case pada bagian kanan atas. Setelah tertampil kotak dialog baru (Gambar 7.18), selanjutnya dipilih tipe beban Modal dan klik OK. Klik OK lagi untuk menampilkan tabel output. Gambar 7.18. Pemilihan tipe beban modal Dalam label pada Gambar 7.19 dapat tertihat nomor urutan mode atau ragam (pada kolom StepNum} dan waktur getar (Period) serta frekuensi (1/T, Frequency) untuk masing-masing mode. Jika hendak ditampilkan dalam format lain misal Excel atau Access, dapat dilakukan lewat menu (dari menu tabel output, bukan menu pada layar SAP2000): File Export All Tables dan tentukan akan diekspor ke Excel ataupun Access. 134

Gambar 7.19. Tabel output waktu getar & frekuensi b. Kombinasi ragam Dalam Pasal 7.2.2 SNI 03-1726-2002 dikemukakan 2 macam metode penjumlahan ragam, yaitu CQC (Complete Quadratic Combination) untuk struktur dengan waktu getar alami yang berdekatan (selisih <15%) dan SRSS (Square Root of the Sum of Squares) untuk struktur dengan waktu getar alami yang berjauhan. Dari butir sebelumnya dapat dihitung selisih untuk masing-masing ragam (mode), misal diambil untuk 4 ragam pertama: Dan seterusnya. T 1 T 2 = (0.540852-0.173634)/ 0.540852x100% = 67.8962082 T 2 T 3 = (0.173634-0.108054)/ 0.173634x100% = 37.76910052 T 3 T 4 = (0.108054-0.085767)/ 0.108054x100% = 20.62579821 Berdasar hitungan tersebut, terlihat bahwa selisih waktu getar struktur melebihi 15%, sehingga sebaiknya dipakai kombinasi ragam cara SRSS. Dalam Bab 6, sebelumnya dipakai metode kombinasi CQC, sehingga perlu untuk dilakukan perubahan. Untuk melakukan modifikasi model secara langsung sebelumnya perlu dibuka dahulu kunci / lock. Setiap selesai melakukan analisis program akan otomatis mengunci model (menghindari perubahan model secara tidak sengaja). Klik tombol (kondisi terkunci) sehingga akan berubah menjadi (model terbuka dan dapat diedit), bisa juga dari menu Options > Lock Model, Pada warning yang muncul klik OK (file hasil analisis akan terhapus jika kunci model dibuka). 1) Pilih menu Define Load Cases... 2) Piiih salah satu tipe response spectrum, misal "RSx" 3) Klik Modify/ShowCase... (Gambar 7.20) 135

4) Dalam kotak dialog selanjutnya, pada Modal Combination ganti pilihan ke SRSS (Gambar 7.21) 5) Klik OK 6) Pilih tipe response spectrum lainnya, misal "RSy", dan lakukan cara serupa 7) Klik OK lagi untuk menutup Define Load Cases 8) Lakukan analisis lewat Analyze > Run Analysis... [F5] Langkah ini tidak akan merubah hasil analisis Modal (misal waktu getar dan frekuensi) namun akan berpengaruh pada hasil output dari response spectrum. Gambar 7.20. Modifikasi analisis Response Spectrum c. Participating mass ratio Gambar 7.21. Modifikasi Modal Combination Untuk mengetahui apakah jumlah ragam (mode) dalam analisis Modal mencukupi sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respons total mencapai minimal 90% (Pasal 7.2.1 SNl 03-1726-2002), ditampilkan rasio partisipasi massa lewat label output. Pilih menu Display Show Tables [Ctrl + T] Pada kotak dialog berikutnya, terlebih dahulu klik tanda [ + ] untuk menampilkan item yang ada, lalu klik pada kotak item seperti berikut (Gambar 7.22, non-aktifkan pilthan lain bila ada): 1) Klik pada Analysis Results 2) Klik pada Structure Output 3) Klik pada Modal Information 4) Klik pada Table: Modal Participating Mass Ratios 136

Gambar 7.22. Pemilihan item output rasio partisipasi massa Setelah output yang akan ditampilkan ditentukan, selanjutnya klik pada tombol Select Load Case pada bagian kanan atas. Setelah tertampil kotak dialog baru, selanjutnya dipilih tipe beban Modal dan klik OK. Klik OK lagi untuk menampilkan tabel output. Dari tabel output yang tampil (Gambar 7.23), bisa dicermati kolom SumUX dan SumUY untuk mode terakhir (dalam contoh ini mode ke-9), yang tertera nilai rnasing-masing 0.98461 dan 0.96153 atau sudah mencapai 98% dan 96% yang berarti sudah memenuhi syarat minimal 90%. Gambar 7.23. Tabel output rasio partisipasi massa Jika dicerrnati lagi, pada mode ke-8 sebenamya juga sudah bisa mencukupi syarat minimal, sehingga untuk contoh ini sebenamya minimal 8 ragam yang perlu ditinjau. Untuk mode ke-7, nilainya masih 0.74635 untuk SumUY sehingga belum memenuhi syarat (masih kurang). Bila dalam suatu model pada mode terakhir yang ditinjau belum mencapai syarat minimal, maka jumlah mode saat definisi analysis case untuk tipe modal harus ditambah. Jika hendak ditampilkan dalam format lain misal Excel atau Access, dapat dilakukan lewat menu (dari menu label output, bukan menu pada layar SAP2000): File Export All Tables dan tentukan akan diekspor ke Excel ataupun Access. d. Base shear Dalam analisis response spectrum perlu diketahui pula bahwa gaya geser dasar (base shear) dari hasil analisis tersebut setidak-tidaknya adalah sebesar 80% dari analisis respons dinamik ragam 137

yang pertama. Pada struktur beraturan, ragam pertama akan didominasi oleh translasi (seperti dalam contoh ini), yang akan mirip dengan analisis statik ekuivalen. Cara menampiikan base shear lewat tabel output seperti sebelumnya. Pilih menu Display > Show Tables... [Ctrl + T] Pada kotak dialog berikutnya, terlebih dahulu kiik tanda [ + ] untuk menampiikan item yang ada, lalu klik pada kotak item seperti berikut (Gambar 7.24, non-aktifkan pilihan lain bila ada): 1) Klik ft pada Analysis Results 2) Klik ft pada Structure Output 3) Klik ft pada Base Reactions 4) Klik PI pada Table: Base Reactions Gambar 7.24. Pemilihan Item Output Gaya Geser Dasar Setelah output yang akan ditampilkan ditentukan, selanjutnya klik pada tombol Select Load Case pada bagian kanan atas. Setelah tertampil kotak dialog baru (Gambar 7.25), selanjutnya dipilih tipe beban response spectrum RSx dan RSy, serta beban statik ekuivalen EQx dan EQy, lalu Klik OK. Gambar 7.25. Pemilihan tipe beban untuk base shear Klik OK lagi untuk menampilkan tabel output. Dan tabel output dalam Gambar 7.26 bisa dicermati dan diambil beberapa nilai gaya geser dasar (V) berikut: Arah-X (dibaca kotom GlobalFX, diambil nilai absolut): V Statik (EQx) = 476.28 kn V Dinamik (RSx) = 387.535 kn 80% V Statik = 381.024 kn V Dinamik > 80% V Statik 138

Gambar 7.26. Tabel output gaya geser dasar Arah-Y (dibaca kolom GlobaIFY, diambil nilai absolut): Vstatik (EQy) = 476.28 kn V Dinamik (RSy) = 256.705 kn 80% V Statik = 381.024 kn V Dinamik < 80% V Statik Dari hasil hitungan tersebut, tampak bahwa gaya geser dasar ragam spektrum respons rah Y masih di bawah syarat 80% dari gaya geser dasar ragam pertama, Oleh karena itu dalam analysis case arah Y dalam response spectrum perlu diberikan tambahan faktor pengali sebesar (80% V Statik / V Dinamik ) sebagai berikut: Arah-Y : 381.024 / 256.705 = 1.484287412 Untuk melakukan modifikasi model secara langsung perlu dibuka dahulu kunci / lock, sama seperti langkah sebelumnya saat modifikasi kombinasi ragam. Klik tombol (kondisi terkunci) sehingga akan berubah menjadi (model terbuka dan dapat diedit), bisa juga dari menu Options Lock Model. Pada warning yang muncul klik OK. 1) Pilih menu Define Load Cases 2) Pilih tipe response spectrum "RSy" 3) Klik Modify/Show Load Case... 4) Dalam kotak dialog selanjutnya (Gambar 7.27), pada bagian Loads Applied tepatnya pada isian Scale Factor, tambahkan di belakang isian yang ada menjadi *1.484287412 (perkalian) sehingga terisi 2.4525*1.484287412 selanjutnya tekan Enter, Akan terbaca nilai 3.6402 (perkalian dihitung otomatis) 5) Klik Modify 6) Klik OK 7) Klik OK lagi untuk menutup Define Load Case 8) Lakukan analisis lewat Analyze > Run Analysis... [F5] 139

Gambar 7.27. Modifikasi Scale Factor Arah Y Jika dilakukan pemeriksaan kembali terhadap rasio gaya geser dasar (Gambar 7.28), maka akan terhiiung seperti berikut (dengan cara yang serupa seperti sebelumnya, nilai V Statik tetap akan sama): Gambar 7.28. Tabel output gaya geser dasar hasil modifikasi Arah-X (dibaca kotom GlobalFX, diambil nilai absolut): V Statik (EQx) = 476.28 kn V Dinamik (RSx) = 387.535 kn 80% V Statik = 381.024 kn V Dinamik > 80% V Statik Arah-Y: V Dinamik (RSy) = 381.025 kn 80% V Statik = 381.024 kn V Dinamik 80% V Statik Output Base Reaction ini juga bisa digunakan untuk mengetahui berat struktur total, sekaligus juga memeriksa gaya geser dasar statik ekuivalen. 140

Lakukan cara yang sama seperti saat menampilkan tabel output gaya geser dasar (base shear), namun saat memilih tipe beban (Select Load Case) dipiiih tipe DEAD dan LIVE saja. Saat membaca nilai base shear sebelumnya, dibaca kolom GlobalFX dan GIobaIFY karena sesuai arahnya (lateral), sedangkan untuk berat struktur total beban mati dan hidup adalah gravitasi sehingga dibaca kolom GlobalFZ (Gambar 7.29). Nilai-nilai tersebut adalah : W beban mati total = 2527.2 kn W beban hidup total = 648 kn Gambar 7.29. Tabel output base reaction beban mati & hidup Untuk memeriksa nilai gaya geser dasar statik ekuivaien, dilakukan perhitungan sebagai berikut (lihat juga Bab 5 sebelumnya): W total = Wbeban mati + 30% W beban hidup = 2527.2 + 194.4 = 2721.6 kn I = 1,0 (Faktor keutamaan) R = 4,0 (Faktor reduksi gernpa) T = 0,5153 detik (Waktu getar alami hitungan manual) C = 0,70 (grafik Respons Spektrum saat T= 0,5153 s) V =C.I.W/R = 0,70.1.0. 2721.6 /4,0 = 476.28 kn Nilai tersebut sama seperti hasil pada tabel output base shear untuk tipe beban EQx dan EQy. Gambar 7.30. Tabel output base reaction EQx & EQy 141

7.3 Output Shear wall Section Cut secara garis besar menampilkan output elemen pada potongan bidang atau lokasi tertentu yang posisinya dapat ditentukan sendiri. Metode ini ditentukan berdasar group atau kelompok elemen (bisa terdiri dari joint, frame, shell, dst.) yang telah ditentukan sebelumnya. Pada contoh ini, section cut akan dimanfaatkan guna pembacaan keluaran gaya dan momen pada elemen dindin geser (shear waif). Output dinding geser tidak dibaca langsung dari hasil keluaran elemen shell, karena pada eiemen shell hanya ditampilkan output gaya dan momen pada tiap pias luasan penampang sedangkan output yang diperlukan adalah total untuk tinjauan elevasi atau posisi tertentu. a. Membuat kelompok elemen tertentu (group): Group merupakan kelompok elemen tertentu yang bisa ditentukan oleh pengguna, misalnya kelompok kolom lantal 1, kelompok balok dak atap, kelompok dinding basement, dst. Penggunaan group sangat bermanfaat untuk keperluan modifikasi/editing model, karena kelompok tersebut dapat dipilih kembali dengan cepat tanpa harus klik satu per satu pada elemen yang dimaksud. Kelompok bisa terdiri dari gabungan berbagai macam elemen, misai batang/frame, shell, joint, dsb. Sebelum membuat group tertebih dahulu dipilih elemen yang hendak dimasukkan dalam kelompok. Untuk mempermudah tempilan diubah ke bidang portal samping Y-Z. Klik tombol lalu klik tombol atau untuk menuju bidang portal tepi pada posisi X= - 6. Selanjutnya pilih (lihat Gambar 7.31): 1) Elemen shell dinding geser paling bawah 2) Dua kolom/frame paling bawah di kiri dan kanan shear wall 3) Dua joint terbawah pada dinding geser/kolom tersebut Pilih menu Assign Assign to Group [Ctrl + Shift + G] Gambar 7.31. Pemilihan Group Lantai 1 142

Pada kotak dialog yang muncul (Gambar 7.32), klik tombol Add New Group.. Gambar 7.32. Kotak Dialog Assign Group Pada kotak dialog berikutnya (Gambar 7.33), isikan nama pada Group Name, misal "SW1a", lalu klik OK. Klik OK Iagi untuk kembali ke model. Gambar 7.33. Kotak Dialog Group Definition Berikutnya lakukan hal yang sama untuk kolom dan dinding geser lantai 2 (Gambar 7.34 kiri, masih pada portal yang sama), pilih elemen-elemen berikut: 1) Elemen shell dinding geser tengah (lantai 2) 2) Dua kolom/frame lantai 2 di kiri dan kanan shear wall 3) Dua joint pada lantai 2 pada dinding geser/kolom tersebut Pada kotak dialog yang muncul serupa dengan Gambar 7.32, klik tombol Add New Group... Pada kotak dialog berikutnya (serupa dengan Gambar 7.33), isikan nama pada Group Name, misal "SW2a", lalu klik OK dan Klik OK lagi untuk kembali ke model. 143

Gambar 7.34. Pemillhan Group Lantai 2 dan 3 Lakukan hal yang sama untuk kolom dan dinding geser lantai 3 (Gambar 7.34 kanan, masih pada portal yang sama), pilih elemen-elemen berikut: a) Elemen shell dinding geser tengah (lantai 3) b) Dua kolom/frame lantai 3 di kiri dan kanan shear wall c) Dua joint pada lantai 3 pada dinding geser/kolom tersebut Pada kotak dialog yang muncul serupa dengan Gambar 7.32, klik tombol Add New Group..., lalu berikutnya beri nama kelompok tersebut sebagai "SW3a" dan klik OK dua kali (serupa dengan Gambar 7.33). Klik tombol atau untuk menuju bidang portal tepi pada posisi X= + 6. Lakukan cara yang sama seperti sebelumnya, pilih elemen kolom, dinding geser, dan joint di bawah elemen tersebut lalu dikelompokkan dalam group untuk masing-masing lantai seperti dalam Tabel 7.1, Tabel 7.1. Penamaan group dinding geser & kolom Lantai Portal X = -6 X = + 6 1 SW1a SW1b 2 SW2a SW2b 3 SW3a SW3b b. Definisi section cut: Setelah kelompok / group selesai dibuat, selanjutnya bisa didefinisikan section cut berdasar kelompok elemen tadi. Pilih menu Define > Section Cuts... Klik tombol Add Section Cut... dalam kotak dialog pada Gambar 7.35. 144

Gambar 7.35. Kotak Dialog Section Cut Dalam Gambar 7.36, pada bagian Section Cut Name isikan nama/label, agar mudah diberi nama sama sesuai dengan nama kelompok (jika diberi nama berbeda juga bisa), misal "SW1a". Pada bagian Group, pilih kelompok/group yang sesuai, dalam contoh ini adalah"swla". Klik OK setelah selesai. Gambar 7.36. Definisi Section Cut Pada saat pemberian nama section cut (Gambar 7.36), pada bagian Section Cut Result Type tampak pilihan sebagai Analysis atau Design. Pilihan Analysis akan mengacu pada sumbu global, sedangkan Design akan lebih mengacu pada sumbu lokal elemen. Agar lebih mempermudah untuk kepentingan pembelajaran akan dipakai pilihan Analysis (pilihan default). Kembali ke kotak dialog Section Cut (Gambar 7.35), klik lagi tombol Add New Section Cut... dan tambahkan definisi section cut untuk group yang lainnya (SW2a, SW3a, sampai dengan SW3b) sehingga akan terdapat 6 kelompok section cut. Sesuaikan nama section cut dengan nama group yang bersangkutan agar mudah. Setelah selesai klik OK untuk kembali ke model. 145

Note: Penambahan group dan section cut (termasuk juga load combination) bisa dilakukan sebelum atau setelah selesai analisis, tanpa harus membuka kunci (lock) model. c. Menampilkan output Section Cut: Output dari section cut bisa ditampilkan lewat tabel data seperti saat menampilkan tabulasi output sebelumnya, dengan perbedaan pada pemilihan item output yang dilihat. Pilih menu Display Show Tables... Pada kotak dialog berikutnya, terlebih dahulu klik tanda [ + ] untuk menampilkan item yang ada, lalu klik pada kotak item seperti berikut (Gambar 7.37, non-aktifkan pilihan lain bila ada): 1) Klik pada ANALYSIS RESULTS 2) Klik pada Structure Output 3) Klik pada Other Output Items 4) Klik pada Table: Section Cut Forces - Analysis Selanjutnya, pada bagian kanan, klik tombol Select Analysis Case dan pilih tipe analisis "1.2D+1L+EQy" (Gambar 7.38) lalu klik OK, Pemilihan kombinasi "1.2D+1L+EQy " (kombinasi beban mati, hidup dan gempa statik aran Y) di sini hanya untuk mempermudan penjelasan output dinding geser. Jika dikehendaki dipilih kombinasi lainnya juga bisa dilakukan. Klik OK lagi untuk menampilkan label output. Gambar 7.37. Pemilihan Item Output Gambar 7.38. Pemilihan tipe beban/analisis untuk output Gambar 7.39. Tabel output section cut dinding geser 146

Contoh rangkuman dan hasil tabel output section cut disajikan dalam Tabel 7.2 dan Tabel 7.3. Interpretasi arah gaya dan momen pada dinding geser sesuai output tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.40. Tabel 7.2. Output Utama Sect/on Cut Dinding Geser (X=-6) Lantai Output F2(kN) F3(kN) M1 (knm) SW1a -227.671 781.235 1995.4388 SW2a -171.925 495.957 985.1707 SW3a -81.741 228.501 301.7828 Tabel 7.3. Output Utama Sect/on Cut Binding Geser (X=+6) Output F2(kN) F3(kN) M1 (knm) SW1b -243.367 789.9 1601.9001 SW2b -221.051 3680.64 537.4466 SW3b -103.015 230.27 236.2513 Z (3) + F3 + M3 Y (2) X (1) + F2 + F1 + M2 + M1 Gambar 7.40. Orientasi Arah Gaya dan Momen Tampak dalam Gambar 7.40, arah gaya positif sesuai arah sumbu masing-masing, dan momen positif mengitari sumbu sesuai kaidah tangan kanan (right-handed coordinate system). Ingat juga, arah putaran pada momen adalah memutari sumbu momennya. Seperti yang telah dijelaskan, dalam Gambar 7.36 pada bagian Section Cut Result Type jika dipilih Analysis maka output akan mengacu pada sumbu global, sehingga pembacaan sumbu 1-2-3 pada output section cut akan rnemiliki arah yang sama dengan X-Y-Z (F1 sama arah dengan FX, M1 sama dengan MX, dst.). Oleh karena itu, sesuai dengan posisi dinding geser yang dalam contoh model ini sumbu kuat berorientasi searah sumbu Y (sumbu 2), maka gaya utama yang dibaca adalah F2 (menjadi gaya geser arah sumbu kuat), F3 (gaya aksial) serta M1 (momen lentur) arah sumbu kuat). Jika diperlukan bisa juga dimasukkan M2 (momen lentur sumbu lemah). Dapat dicermati pula, gaya dan momen memiliki pola distribusi segitiga, bernilai besar pada lantai dasar dan berangsur-angsur mengecil pada lantai-lantai di atasnya. Perhatikan pula bahwa pembacaan output seperti diuraikan di atas adalah dengam acuan sumbu kuat dinding geser pada arah sumbu Y (sumbu 2), jika ada shear wall yang dipasang pada arah sumbu X (sumbu 1) maka orientasi pembacaan juga harus disesuaikan (output utama menjadi : F1 geser sumbu kuat, F3 aksial, M2 momen sumbu kuat). 147