PEMBAHASAN. Ikan jambal siam dapat tumbuh dengan baik di Waduk Jatiluhur dan dapat

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUD1 LAJU PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophtlraimus) DENGAN METODE PENANDAAN (TAGGING) OLEH : LELY FAJRIAH DJAFAR

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

Bab V Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

untuk memberi pengarahan dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

GROUPER FAPERIK ISSN

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

PARAMETER KUALITAS AIR

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

AKTIFITAS PENANGKAPAN DAN KONDISI LINGKUNGAN MENJELANG PERIODE KEMATIAN MASAL IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ikan yang relatif lebih murah dibanding sumber protein hewani lainnya, maka permintaan akan komoditas ikan terus meningkat dari waktu ke waktu.

3. METODE PENELITIAN

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

Transkripsi:

PEMBAHASAN Pertumbuhan Ikan jambal siam dapat tumbuh dengan baik di Waduk Jatiluhur dan dapat mencapai panjang maksimum 54 cm dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,06 per bulan, to sebesar -2,8 bulan. Parameter K dapat didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan dalam mencapai batas atas dari pola pemunbuhan ikan jambal siam. Dengan demikian, semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, ikan semakin cepat mencapai panjang maksimum. Koefisien pertumbuhan (K) merupakan suatu nilai yang menyatakan tingkat kegiatan rnetabolisme dalam proses fisiologis organisme akuatis. Dalam proses metabolisma, selisih energi anabolisme dengan energi katabolisme menghasilkan energi untuk perhunbuhan. Hasil penelitian Asyari, et a1 (1997) di Sungai Musi SUMSEL menunjukkan bahwa lkan jambal lokal yang dipellhara selama satu tahun dalam kerarnba jaring apung dapat mencapai panjang maksimum 71,5 cm dengan koefisien pertumbufian (K) 0,08 per bulan, to - 2,3 bulan. Pertumbuhan ikan jambal lokal yang dipelihara dalam keramba jaring apung lebih cepat, diduga I karena adanya pemberian pakan selama pemeliharaan. Hubungan panjang - bobot dan pola pertumbuhan ikan jmbal siam di Waduk Jatiluhur (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ikan jambal siam mempunyai nilai b 3,2. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif, ini berarti pertarnbahan bobot ikan lebih cepat dari pertambafian panjang &an, nilai b juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kctersediaan pakan. Sedangkan hasil penelitian Arifm, et ul(1997), menunjukkan

bahwa nilai b ikan jambal lokal yang dipelihara di dam (Sungai Musi) SUMSEL sebesar 3,06. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot ikan jarnbal siam yang dipelihara di Waduk Jatiluhur iebih cepat dibanding ikan jambal lokal yang dipelihara di Sungai Musi. Bobot ikan jambal siam yang ditebar di Waduk Jatiluhur dapat mencapai I33 gram setelah ditebar selama 60 hari. Sedangkan ikan yang dipelihara dalam karamba jaring apung bobotnya hanya mencapai 122 gram dengan masa pemeliharaan yang sama. Hal ini menunjukkan kondisi fisika-kimia Waduk wcok bagi kehidupan &an jambal siam. Menurut Krismono (1988) ketersediaan pakan berupa detritus dan crustacea mampu mendukung kehidupan ikan didalam Waduk Jatiluhur. Kotelat et al(1993) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan dapat berlangsung dengan baik jika didukung oleh ketersediaan pakan yang cukup berupa detritus, crustacea, cacing, serangga air, biji-bijian dan molusca. Selairi faktor pakan, kondisi habitat waduk berupa zone mengal'ir dan zone tergenang dengan kondisi kimia air yang cukup konstan memungkinkan ikan jambal siam tumbuh dengan baik menyerupai habitat alaminya di sungai besar dan muara yang relatif tenang. Hasil penelitian Asyari, er crl (1997), di Sungai Musi SUMSEL menunjukkan bahwa ikan jambal lokal yang dipelihara s- intensif selama 24 bulan dapat mencapai bobot 2445 gram. Sedangkan hasil penelitian Legendre (2000) di kolam perwbaan ikan air tawar Sukamandi bahwa ikan jambal siam yang dipelihara dapat mencapai bobot 3000 gram setelah dipelihara secara intensif selama 21 bulan.

Data fkkuensi ukuran panjang ikan jambal siam yang tertangkap tiap bulan di berbagai lokasi (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada awal penebaran ke dalam waduk, ikan yang tertangkap masih bedcuran kecil. Pada bulan selanjutnya ukuran ikan yang tertangkap terus bertambah panjang, mencapai ukuran 43 cm. Hal ini dapat diduga bahwa lingkungan wad& dapat mendukung pertumbuhan ikan jambal siam. Perbandingan pertumbuhan ikan jambal siarn yang bertanda (49 ekor) dengan ikan jambal siam tidak bertanda (352 ekor) menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan jambal siam yang tertangkap kembali dapat memberikan gambaran pertumbuhan secara keseluruhan dari 15000 ekor ikan jambal siam yang ditebar di Waduk Jatiluhur Penyebaran Jumlah ikan jambal siam yang ditebar baik yang bertanda dan tidak adalah 1:4, sedangkan jumlah ikan yang tertangkap kernbali, baik yang bertanda maupun tidak bertanda adalah 1:7 (Tabel 2). Berkurangnya jumlah ikan yang tertangkap kembali, kemungkinan karena; ikan yang diberi tanda rnati akibat luka pada waktu penandaan, tidak sampainya ikan ketempat penangkapan, lepasnya tanda, kemungkinan ikan yang tertangkap tidak dilaporkan oleh nelayan ke tempat yang telah ditentukan. &an jambal siam yang ditebar ke dalam wad& menyebar secara tidak acak (Tabel 4) dan sebagian besar menempati daerah pinggir waduk. Hal ini dapat diketahui dengan tertangkapnya ikan hanya pada tujuh lokasi yaitu; Tajur Sindang, Ciganea, Cilongohar, Sukamulya, Pasir Jangkung, Pagadungan dan Sodong.

Lokasi penangkapan ikan meliputi daerah dengan habitat yang berbeda dan dapat dikelompokkan berdasarkan surnber pemasukan air (lampiran 3) yaitu; Wilayah I adalah daerah pemasukan air Sungai Cilalawi, Wilayah I1 daerah tengah perairan waduk, Wilayah I11 daerah perbatasan antara wilayah tengah dan wilayah pemasukan air Sungai Citarum dan wilayah IV daerah pemasukan air Sungai Citarum. Perbedaan wilayah ini rnemberikan dampak terhadap perbedaan faktor fisika-kimia air, terutilma NO3 dan PO4 Kedua MOT ini merupakan fakor cukup penting dalam mendukung kehidupan ikan dalam perairan. Wilayah I merupakan daerah pemasukan air sungai Cilalawi yang meliputi Tarumasari, Ciganea dan Ubrug. Pada daerah Ciganea, ikan jambal siam bertanda yang tertangkap sebanyak sembilan ekor. Daerah ini merupakan daerah budidaya karamba jaring apung yang termasuk kedalam daerah transisi dengan konsentrasi sisa pakan lebih tinggi. Sisa pakan ini berupa senyawa organik NO3 dan PO4 mampu meningkatkan kesuburan perairan, akibatnya ikan juga terkonsentrasi dm banyak tertangkap didaerah kaya pakan ini. Sedangkan di daerah Tarumasari dan Ubmg tidak dilaporkan adanya ikan tertangkap. Hal ini disebabkan karena daerah ini mempakm daaah yang termasuk ke dalam zona mengalir (reverine) dengan arus yang cukup deras sehingga ketersediaan pakan untuk mendukung kehidupan ikan ditempat ini tidak cukup. alcibatnya tidak dijumpai ikan pada kedua daerah ini. Witayah I1 merupakan daerah lakustrin yang relatif dalarn dan tenang, meliputi: Ciparos. Cibulak, Pasir Astana, Pasirkole, Pasir Jangkung dan Tajur Sindang. Lokasi penyebaran ikan di wilayah ini hanya berada disekitar daerah Tajur Sindang, sedangkan pada daerah lainnya tidak ditemukan lagi ikan bertanda

yang tertangkap. Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah tengah wad& yang lebih dalam dan jauh dari sumber pemasukkan air. Pada daerah ini senyawa-senyawa pakan cendrung mengendap sehingga tejadinya sendimentasi partikel anorganik berjalan lebih lambat. Walaupun panetrasi cahaya cukup unruk memicu pertumbuhan fitoplankton secara optimal, namun unsur hara yang masih tersedia jumlahnya terbatas, karena telah dimanfaatkan oleh fitoplanton maupun rnengendap melalui proses sedimentasi (Sukimin, 1999b). Selain itu dasar waduk yang dalam, tidak dapat menyediakan lingkungan tumbuh yang baik bagi perkembangan ikan jambal siam. Hal ini berkaitan dengan sifat ikan jambal siam yang termasuk jenis ikan dasar yang sewaktu-waktu harus muncul kepermukaan air mengarnbil oksigen untuk pernapasan. Selain itu, daerah tengah yang tergenang telah terjadi pengendapan pakan, sehingga kosentrasi pakan rendah (Sukimin,l999a). Banyaknya jumlah ikan jambai bertanda yang dapat ditangkap di daerah Tajur Sindang (Tabel 4) yakni 11 ekor, cendmng disebabkan karena daerah ini merupakan daerah yang dekat dengan daerah penebaran dan dekat dengan daerah karamba jaring apung yang lebih subur. Selain itu daerah Tajur Sindang merupakan daerah yang berada pada pinggir waduk dan lebih dangkal. Faktor fisik ini memungkmkan panetrasi cahaya mencapai dasar dan suhu waduk optimum bagi berlangsungnya proses fotosintesa. Sehingga lingkungan dasar cukup subur bagi kehidupan ikan jambai siam. Menurut Sukimin (1999a) kualitas air yang baik menentukan pertumbuhan dan penentu keberhasilan budidaya ikan selain faktor pakan.

Wilayah 111 merupakan daerah transisi yang meliputi: Kertamanan, Cilangohar, Sukamulya, Pagadungan, Sukasari, Jamaras dan Cilendi. Wilayah ini merupakan wilayah yang paling banyak ikan bertanda tertangkap yaitu; daerah Sukamulya (7 ekor), Pagadungan (5 ekor) dan Cilongohar (7 ekor). Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah peralihan dengan kekeruhan air yang sudah mulai menurun dan telah terjadi pemisahan antara pakan dengan lumpur yang berasal dari air Sungai Citanun. Selanjutnya pada kedalaman tertentu, juga terjadi proses pencampuran antara produksi pakan dengan bahan organik autochonous yang cendrung lebih tebal sebagai sumber pakan pada daerah ini. Faktor kedalaman perairan yang tidak terialu dalam dibandingkan dengan wilayah I1 memudahkan ikan untuk mengambil udam kepermukaan. Wilayah IV merupakan daerah pemasukan air dari Sungai Citarum yang rneliputi: Cipinang, Cidadap, Cimanggu, Ciseuti dan Warung Jeruk. Di Zone reverine ini tempat tertangkapnya ikan dan jumlah ikan jambal siam yang tertangkap paling sedikit yaitu di daerah Sodong sebanyak 5 ekor. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi lumpur dalam perairan sehingga pakan masih dalam bentuk yang belum tersedia bagi ikan, karena masih tercampur Iumpur. Daerah ini memiliki kecepatan arus lebih deras dan waktu tinggd air pendek, ketersediaan hara tinggi tapi kekeruhan juga lebih tinggi, sehingga kekeruhan ini membatasi panetrasi cahaya, akibatnya ketebalan lapisan fotik sangat tipis. Masih terdapamya ikan pada wilayah ini disebabkan oleh kondisi habitatnya berupa perairan mengalir yang disukai oleh ikan jambd siam. Menurut Robert dan Vidthyanon (1991) penyebaran alami ikan jambal siam adalah di

sungai-sungai besar dan muara sungai seperti sungai Mekong, Chaopraya dan Meklong di Thailand. Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa penyebaran ikan jambal siam di Waduk Jatiluhur menyebar secara tidak acak dan sebagian besar menempati daerah dangkal di tepi waduk, kondisi ini mernudahkan ikan untuk mengambil oksigen pada waktu-waktu tertentu (Susanto dan Amri 1998). Berdasarkan tabel 4, hasil tangkapan ikan dan tempat tertangkapnya ikan, dapat diketahui bahwa ikan jambal siam tersebar menelusuri pantai waduk dan tidak menyeberang ke arah pantai berlawanan, yang merupakan daerah terdalam dari waduk yaitu dearah Ciparos, Cibulak, Pasir Gembong dm DAM Utama. Hal ini disebabkan, kurangnya pakan berupa fitoplankton didaerah ini, akibat jauh dan larnanya perjalanan air menuju daerah tersebut. Dengan demikian, pakan yang dibawa aliran air sudah semakin bakumng karena sudah dimanfaatkan didaaah hulu dan sebagian besar telah mengalami sedimentasi. Kualitas Air Berdasarkan karakteristik fisika kimia air Waduk Jatiluhur termasuk perairan dengan kesuburan sedang sampai tinggi (Mesoeutrofik). Sifat fisika kimia dari keempat wilayah pemasukan air secara keseluruhan berada pada batasbatas toleransi bagi kehidupan ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran ikan jambal siam di Waduk Jatiluhur adalah faktor ketersediaan pakan berupa fitoplankton dan zooplankton di perairan waduk. Hal ini jelas terlihat pada d a d budidaya karamba jaring apung (KJA). Ketersediaan pakan di daerah ini sangat

dipengaruhi oleh tersedianya NO3 clan Po4 terlarut yang berasal dari sisa pakan ikan sekitar karamba. Nilai NO3 sekitar daerah KJA yakni wilayah I dan I1 berkisar antara 1,03-2,35 mg~l. Menurut Wetzel (1975) in Efendie (2000) menyatakan tingkat kesuburan perairan yang kadar Nitratnya 1-5 mg/l termasuk kesuburan sedang (Mesotrofik). Selanjutnya dijelaskan bahwa senyawa NO3 merupakan pendukung perturnbuhan mikroorganisme air karma bhngsi sebagai salah satu senyawa utama dalam penyusunan dinding sel, pembentukan protein dan metabolisme seluler mikroagla. Kadar PO4 dalam perairan disekitar daerah budidaya berkisar antara 0,11-0,44 mg/l. Menurut Wetzel (1975) in Efendi (2000) bahwa kandungan PO4 0,0514,l mg/l tergolong perairan dmgan tingkat kesuburan tinggi (eutrofik). Pada organisme air senyawa Po4 berfungsi sebagai salah satu penyusun rantai phytol pada klorofil a yang berperan dalam proses fotosintesa. Dengan dernikian ketersediaan NO3 dan Po4 yang cukup dalam perairan dapat meningkatkan aktifitas fotosintesa Hasil fotosintat yang tinggi juga mempertingi produkifitas perairan, selain meningkatkan kandungan 02 dan rnenurunkan konsentrasi C02 dalarn perairan. Kisaran nilai oksigen terlarut (9) berkisar 0,30-7,79 ppm, kisaran oksigen ini berbeda-beda sesuai dengan keddaman air. Nilai oksigen pada permukaan sampai kedalaman 8 meter cukup tinggi 1,12-7,79 ppm. Hal ini diduga karena adanya penambahan 02 dari udara Iangsung dan hasii fotosintesis fitoplankton, dimana fotosintesis akan terjadi apabila dalam perairan yang terdapat sinar matahari cukup, fitoplankton dan pakan.

Karbondioksida terlarut (Ca) berkisar antara 0,52-10,3 ppm. Nilai Karbondioksida terlarut tinggi (COz) 10,3 ppm di jumpai pada kedalatnan lebih dari 8 meter, diduga hal ini erat kaitannya dengan aktivitas fotosintesis yang mulai menurun dengan meningkatnya kedalaman air. Menurut Boyd (1979) bahwa C a yang tinggi dalam air &an mengakibatkan perairan bersifat asam Kondisi ini akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman air. Suhu berkisar antara 28-30 "C pada pukul 9U0 nilai ini masih dapat berubah apabila dilakukan pengukuran pada siang atau sore hari. Nilai suhu ini masih merupakan batas toleransi kehidupan ikan jambal siam. Menurut Legendre et a1 (1999) suhu air yang layak untuk kehidupan ikan jambal siam adalah antara suhu Suhu di Waduk Jatiluhur cenderung turun dengan bertambahnya kedalaman air. Hal ini disebabkan karena semakin menurunnya intensitas cahaya dengan bertambahnya kedalaman, sehingga air menjadi lebih dingin serta aktifitas fotosintesa tidak dapat berlangsung lagi. Kisaran ph air di Waduk Jatiiuhur ph 7-9. Nilai tersebut masih merupakan kisaran ph yang baik untuk pertumbuhan ikan pada umumnya yaitu ph 6,s-9, sedangkan ph 4,54,5 pertumbuhan ikan cederung lambat (Boyd 1982). Menurut Widiyati et al (1992) bahwa ph yang baik untuk pertumbuhan ikan jambal siam adalah ph 6,5-8 dan ph 6,0-8,9 (Legendre et al, 1999).