BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas tidur yang baik berperan penting terhadap fungsi kognitif. Manusia menghabiskan sekitar sepertiga hidupnya untuk tidur, oleh karena itu kurangnya frekuensi dan atau kualitas tidur merupakan suatu stresor untuk otak dan sistem organ yang lain. Pada kondisi tertentu seperti halnya dalam dunia pendidikan, permasalahan tidur sering dialami terkait tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam menempuh pendidikan. Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis bagi manusia. Tidur adalah keadaan alami yang terjadi karena perubahan status kesadaran dan respon terhadap stimulus. Tidur yang tidak adekuat dan berkualitas buruk dapat menyebabkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis (Craven dan Hirnle, 2000). Dampak fisiologis yang muncul akibat buruknya kualitas tidur meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, kelelahan, dampak neuromuskular yang buruk, penurunan daya tahan tubuh, stres, depresi, cemas, dan gangguan kognitif (Moldolfsky, 2001). Gangguan tidur seperti insomnia, sleep related breathing disoreders, hipersomnia, gangguan irama sirkandian, parasomnia dan sleep related movement disorders dapat membuat kualitas hidup seseorang terganggu karena berbagai alasan. Salah satu gangguan tidur yang kurang menjadi perhatian adalah deprivasi 1
2 tidur (Chokroverty, 2010). Deprivasi tidur terjadi ketika seseorang gagal untuk mencapi kecukupan tidur atau tidur tidak adekuat. Tidur tidak adekuat merupakan masalah kompleks yang dialami oleh masyarakat. Tidur yang tidak adekuat pada masyarakat meliputi durasi tidur yang kurang, kualitas dan konsistensi tidur yang rendah. Pada orang normal memerlukan tidur selama 6-8 jam tiap malamnya untuk mendapatkan fungsi optimal termasuk proses kognitif meliputi ketangkasan reaksi dan atensi, dan kesehatan secara menyeluruh (Moran dan Everhart, 2012). Deprivasi tidur total dan parsial menginduksi perburukan performa kognitif, dan yang terpenting mengganggu atensi, memori kerja, memori jangka panjang dan pengambilan keputusan. Deprivasi tidur tergantung pada beberapa faktor, terutama usia tua dan jenis kelamin. Perbedaan respon yang cukup besar antarindividu (Durmer dan Dinges, 2005). Deprivasi tidur dapat mengakibatkan mengantuk berlebihan di siang hari, lekas marah, ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas yang tidak menarik atau yang bersifat kompetitif, dan ketergantungan pada minuman kafein. Hutang tidur juga berpengaruh pada kemampuan remaja untuk belajar dan mempertahankan materi baru, terutama di bidang studi abstrak seperti fisika, filsafat, matematika, dan kalkulus (Chokroverty, 2010). Beberapa indeks pengukuran telah digunakan untuk menilai deprivasi tidur pada berbagai kelompok populasi. Salah satu indeks pengukur terjadinya deprivasi tidur yang lazim digunakan adalah The Epworth Sleepiness Scale (ESS). Intrumen ini mengukur kecukupan tidur secara subyektif dan memberikan keluaran kuantitas tidur cukup dan deprivasi tidur (Smyth, 2012).
3 Beberapa profesi seperti petugas kesehatan, petugas keamanan dan transportasi membutuhkan bekerja di malam hari. Dalam bidang tersebut, efek deprivasi tidur pada performa kognitif dan profesional sangat penting, jika kebutuhan tidur malam diabaikan dalam waktu lama akan terjadi deprivasi tidur kronis. Ketika mempertimbangkan efek dari kurang tidur, perbedaan antara deprivasi tidur total dan parsial adalah penting. Meskipun kedua kondisi deprivasi tidur tersebut menginduksi beberapa efek negatif termasuk gangguan performa kognitif, mekanisme yang mendasari tampaknya agak berbeda. Khususnya, hasil pada pemulihan deprivasi tidur telah menunjukan proses fisiologis berbeda (Alhola dan Polo-Kantola, 2007). Terkait penurunan fokus, atensi serta fungsi eksekutif, tentunya hal ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menerima informasi dan mempertahankan memori yang terkait dengan aktifitas dan pekerjaan. Bila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat mengganggu aktifitas dan penurunan kualitas kerja (Alhola dan Pola-Kantola, 2007). Dokter yang mengikuti program pendidikan dokter spesialis-1 (PPDS-1), memiliki beban kerja yang berat. Ketika jam kerja panjang, sering disertai deprivasi tidur dengan tuntutan mampu memberikan pelayanan kesehatan terbaik selama tugas. Performa PPDS-1 dalam praktek rutin dan simulasi yang berulang yang membutuhkan kewaspadaan menjadi lebih rentan terhadap kesalahan saat terjaga berkepanjangan. Namun, dalam situasi baru atau keadaan darurat, peserta PPDS-1 tampaknya dapat untuk memobilisasi sumber energi tambahan untuk mengimbangi efek kelelahan. Studi Meta-analisis yang lebih baru menunjukkan bahwa deprivasi tidur kurang dari 30 jam menyebabkan penurunan yang
4 signifikan dalam keseluruhan kemampuan klinis residen dan tenaga medis nondokter (Philibert, 2005; Alhola dkk., 2007). Peserta residen dihubungkan dengan peningkatan rasa kantuk, gaya hidup yang buruk, profil lipid yang buruk, perubahan pada analisa darah lengkap dan menurunnya performa profesional dari segi kognitif dan keterampilan setelah tugas jaga malam (Pikovsky dkk., 2013). Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian mengenai hubungan antara deprivasi tidur dengan penurunan fungsi kognitif masih terbatas, khususnya pada PPDS-1 di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah. Untuk itu diusulkan penelitian mengenai pengaruh deprivasi tidur parsial terhadap penurunan fungsi kognitif pada PPDS-1 di lingkungan RSUP Sanglah Denpasar, Bali, sehingga apabila penelitian ini memberikan hasil yang positif mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh deprivasi tidur parsial terhadap fungsi kognitif. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah deprivasi tidur parsial berpengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif pada peserta PPDS-1 FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar?
5 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui pengaruh deprivasi tidur parsial terhadap penurunan fungsi kognitif pada peserta PPDS-1 FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dasar proporsi deprivasi tidur parsial dan rerata penurunan fungsi kognitif pada peserta PPDS-1, serta pengaruh deprivasi tidur parsial terhadap penurunan fungsi kognitif pada peserta PPDS-1 untuk pengembangan penelitian di masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat praktis Dengan mengetahui pengaruh deprivasi tidur parsial terhadap penurunan fungsi kognitif pada peserta PPDS-1 diharapkan: 1. Dapat membantu mencegah terjadinya gangguan tidur serta gangguan fungsi kogitif pada peserta PPDS-1. 2. Dapat dipakai sebagai data acuan, sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan dan kebijakan-kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pendididkan peserta PPDS-1.