BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menuntut semua lapisan masyarakat untuk bersaing dengan menguasai teknologi. Seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK) tersebut, matematika sangat perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat semakin menyukai matematika sebagai pelayan ilmu lain sehingga dapat memajukan IPTEK. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan menguasai IPTEK senantiasa terus dilakukan. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Sejalan dengan hal tersebut Ignacio, et al. (2006: 16) mengatakan bahwa learning mathematics has become a necessity for an individual's full development in today's complex society. Technological advances and the growing importance of the means of communication make it necessary for people to adapt to the new situations that are arising out of social change. Pembelajaran matematika telah menjadi kebutuhan bagi pengembangan individu dalam masyarakat yang komplek saat ini. Kemajuan teknologi dan semakin pentingnya sarana komunikasi membuat orang perlu untuk beradaptasi dengan situasi baru yang timbul dari perubahan sosial. Hal ini sesuai dengan peranan matematika sebagai penataan nalar siswa. Dengan mempelajari matematika diharapkan siswa dapat bernalar dan berpikir secara logis, analitis, kritis, dan kreatif. Akan tetapi, kenyataannya sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sifat obyeknya yang abstrak menyebabkan materi matematika sulit ditangkap dan dipahami, sehingga membuat siswa kesulitan dalam belajar matematika. Kesulitan dalam belajar matematika inilah yang menyebabkan prestasi belajar 1
2 matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian nasional matematika tingkat SMP di Kabupaten Bantul tahun pelajaran 2013/2014, siswa yang tidak lulus 1.194 siswa dari 7.351 siswa atau 16,24% siswa tidak lulus. Rata-rata nilai matematika 6,75 dengan nilai tertinggi 10,00 dan terendah 1,75. Salah satu materi yang memiliki daya serap rendah adalah materi bangun ruang sisi datar. Informasi tersebut dipertegas oleh hasil analisis daya serap peserta didik SMP di Kabupaten Bantul pada ujian nasional. Rendahnya daya serap peserta didik SMP di Kabupaten Bantul pada materi bangun ruang sisi datar yang diujikan pada ujian nasional disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Daya Serap Materi Bangun Ruang Sisi Datar yang Diujikan pada No Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2013/2014 Kemampuan yang Diuji Menyelesaikan masalah yang 1 berkaitan dengan luas permukaan bangun ruang Menyelesaikan masalah yang 2 berkaitan dengan volume bangun ruang Sumber: Data Pamer Data tersebut menunjukkan bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada materi bangun ruang sisi datar. Daya serap siswa terutama pada kemampuan menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang yang membutuhkan analisis pemecahan masalah masih rendah dibandingkan mengenai unsur-unsur dan jaring-jaring bangun ruang yang lebih mengandalkan hafalan. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menjadi masalah rendahnya prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri di Kabupaten Bantul. Tingkat Kab/Kota Penguasaan Materi Tingkat Provinsi Tingkat Nasional 52,76% 53,53% 60,11% 57,54% 58,76% 57,06% Berdasarkan hal tersebut, diperlukan usaha untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa sendiri dipengaruhi oleh
3 beberapa faktor. Menurut Slameto (2003: 21) faktor tersebut mencakup faktor yang berada dari dalam diri siswa (faktor individu) dan dari luar diri individu (faktor situasi). Faktor dari dalam diri siswa antara lain kecerdasan, sikap motivasi, kesiapan, dan kematangan. Sedangkan, faktor dari luar diri siswa antara lain keadaan sosial ekonomi, lingkungan, besar kecilnya kelas, metode atau model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, dan sarana atau fasilitas yang digunakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah penggunaan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat oleh guru dalam proses belajar mengajar akan menjadikan siswa hanya bersifat pasif terhadap pelajaran. Siswa cenderung hanya diam, mendengarkan, dan mencatat hal-hal yang penting dari pelajaran. Selain itu, terkadang siswa juga tidak memperhatikan penjelasan dari guru. Untuk mengatasi kendala yang terjadi, guru perlu mencoba untuk menerapkan model pembelajaran yang baru. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dianggap sangat mendukung dalam meningkatkan peran aktif siswa. Menurut Abruscato (1996: 74) a cooperative learning group consists of a group of children who are in fact working together on a project, are supportive of one another, and are accountable for their individual learning. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif karena adanya kerja sama yang dilakukan antar kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Morgan, et al. (2010) menyatakan bahwa the result showed that cooperative learning encourage and improves the performance of all students, that when they work in small groups they make sure that everyone learns the material, everyone s ideas are needed it be succesfull in the small groups, and help them learn the material. Pembelajaran kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan prestasi siswa, mereka bekerja dalam kelompok untuk mempelajari materi,
4 ide setiap anggota dibutuhkan dalam kelompok, dan dapat membantu mereka dalam memahami materi. Hasil penelitian Artut (2010) menunjukkan bahwa dengan pembelajaran kooperatif terjadi peningkatan yang signifikan dalam hasil pembelajaran matematika. Springer et al. (1999) melakukan penelitian mengenai efek pembelajaran secara kelompok, salah satunya dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pembelajaran kelompok dapat meningkatkan kemampuan siswa. Hal ini berarti pembelajaran kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan prestasi siswa, mereka bekerja dalam kelompok untuk mempelajari materi, ide setiap anggota dibutuhkan dalam kelompok, dan dapat membantu mereka dalam memahami materi. Terdapat banyak tipe dalam model pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Kedua model ini jika diterapkan pada siswa SMP lebih mudah dipahami dan pelaksanaannya sederhana sehingga mereka lebih cepat beradaptasi. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok yang saling memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu model pembelajaran ini dapat menimbulkan perubahan tingkah laku siswa untuk berusaha menemukan jawaban setepat-tepatnya dengan jalan musyawarah dalam meningkatkan kerjasama mereka. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa berdasarkan nomor yang telah dibagikan untuk mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili kelompok tersebut. Model pembelajaran NHT baik digunakan dalam materi bangun ruang sisi datar karena melihat sintaksnya bahwa siswa lebih memiliki tanggung jawab individual terhadap tugas yang diberikan. Pada model ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan setiap anggota tahu bahwa hanya satu siswa yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban sehingga setiap
5 kelompok harus melaksanakan diskusi antar anggota sehingga dipastikan setiap anggota mengetahui jawabannya. Penomoran pada masing-masing siswa dalam kelompok memacu siswa untuk mengetahui hasil diskusi atau jawaban dari kelompoknya. Model pembelajaran TSTS merupakan model pembelajaran kooperatif yang lahir dari faham konstruktivisme. Menurut Anita Lie (2008:61), model pembelajaran TSTS adalah model yang memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk saling membagikan hasil dan informasi kepada kelompok yang lain. Model TSTS ini memungkinkan siswa untuk bertukar informasi, saling berdiskusi, dan mengkonstruksi pemahaman mereka dari kegiatan yang dilakukan secara berkelompok sehingga dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, model kooperatif TSTS merupakan salah satu model yang cocok dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran TSTS baik digunakan pada materi bangun ruang sisi datar karena model ini dilaksanakan dengan cara berbagi pengetahuan dengan kelompok lain dan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan. Sehingga model ini bisa memberi solusi permasalahan pada materi bangun ruang sisi datar. Selain model pembelajaran, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa adalah kemampuan siswa itu sendiri. Kemampuan siswa di sini sangat erat kaitannya dengan selfefficacy. Menurut Bandura, self-efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan tugas tertentu (Karsten dan Roberta, 1998: 62). Self-efficacy merupakan keyakinan dalam diri seseorang tentang sejauh mana seseorang memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan suatu tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil selanjutnya. Zulkosky (2009: 93) menyatakan bahwa self efficacy menentukan bagaimana siswa merasakan, berpikir, memotivasi diri mereka dan berperilaku. Siswa dengan self-efficacy tinggi cenderung lebih berusaha dengan sebaik-baiknya dalam memecahkan masalah matematika daripada siswa dengan self-efficacy rendah (Santrock, 2011: 236). Paradigma bahwa
6 matematika merupakan mata pelajaran yang sulit mengakibatkan banyak siswa kurang menyukai mata pelajaran matematika. Mereka sering dihadapkan oleh rasa tidak yakin ketika mengerjakan soal-soal matematika. Self-efficacy siswa pada pembelajaran matematika model NHT dan TSTS sangat diperlukan ketika mereka bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang tentunya dengan beragam tingkat kesulitan. Self-efficacy akan mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatan belajar. Menurut Suseno (2012: 114) siswa dengan self-efficacy tinggi akan berperilaku tertentu untuk mencapai hasil yang diinginkan, lebih giat dan bersemangat dalam mengerjakan tugas belajar bahkan untuk tugas yang menantang. Saat menghadapi kendala atau kesulitan, siswa dengan selfefficacy tinggi tidak akan mudah menyerah, tidak mudah cemas, dan jarang kecewa. Sebaliknya siswa dengan self-efficacy rendah cenderung memiliki keraguan akan kemampuan dirinya, menghindari tugas-tugas terutama tugas yang menantang, dan apabila menghadapi kendala akan cenderung mudah putus asa dan menyerah dengan keadaan. Judge et al. (2007) meneliti selfefficacy dan kemampuan bekerja dilihat dari perbedaan tiap individu. Dalam penelitian ini dipaparkan bahwa self-eficacy mempunyai kontribusi yang berbeda-beda di tiap orang saat mereka sedang bekerja. Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, dan self-efficacy siswa. Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT dilakukan oleh Prihatiningrum (2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam LC7E menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe GI dalam LC7E. Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dilakukan oleh Susandi (2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe GI. Penelitian yang dilakukan oleh Pajares dan Miller (Zimmerman, 2000) menunjukkan
7 bahwa self-efficacy lebih baik digunakan dalam pemecahan masalah matematika daripada self-concept. Dari beberapa hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS ikut berperan dalam keberhasilan pembelajaran dengan memperhatikan selfefficacy siswa. Kedua model pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas dan kerja sama siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian terdahulu masih terdapat permasalahan di bangun ruang sisi datar yang nilainya masih rendah, sehingga perlu mengetahui model mana yang akan memberikan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Dari uraian tersebut peneliti melakukan penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT, TSTS, dan pembelajaran langsung ditinjau dari self-efficacy pada siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Bantul dengan materi bangun ruang sisi datar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, atau model pembelajaran langsung pada materi bangun ruang sisi datar? 2. Manakah yang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa dengan self-efficacy tinggi, sedang atau rendah pada materi bangun ruang sisi datar? 3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa dengan selfefficacy tinggi, sedang, atau rendah matematika pada materi bangun ruang sisi datar? 4. Pada masing-masing kategori self-efficacy, model pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara
8 model pembelajaran kooperatif tipe NHT, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, atau model pembelajaran langsung pada materi bangun ruang sisi datar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini dinyatakan sebagai berikut. 1. Mengetahui model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar yang lebih baik antara model kooperatif tipe NHT, TSTS atau model pembelajaran langsung. 2. Mengetahui kategori self-efficacy yang memiliki prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar yang lebih baik antara siswa yang memiliki self-efficacy tinggi, sedang, dan rendah. 3. Mengetahui pada masing-masing model pembelajaran, siswa yang memiliki prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar yang lebih baik antara siswa dengan kategori self-efficacy tinggi, sedang, dan rendah. 4. Mengetahui pada masing-masing kategori self-efficacy, model yang memberikan prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT, tipe TSTS atau model pembelajaran langsung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan secara teoritis mampu memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan pada pembelajaran matematika terutama tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT, TSTS, dan model pembelajaran langsung ditinjau dari selfefficacy siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Bidang Studi Matematika
9 Sebagai bahan pertimbangan guru, untuk mengembangkan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. b. Bagi Sekolah 1) Dapat memberikan perbaikan dalam proses belajar mengajar. 2) Memberikan pengetahuan yang baik untuk perbaikan proses pembelajaran matematika di sekolah sehingga dapat menunjang prestasi belajar siswa. c. Bagi Peneliti lain Sebagai bahan referensi atau rujukan dalam melakukan penelitian yang sejenis lebih lanjut.