ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

PENGUKURAN KINERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KARANGANYAR SEBAGAI WUJUD AKUNTABILITAS PUBLIK

Disusun Oleh : B

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

ANALISIS KONTRIBUSI RETRIBUSI JASA UMUM TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

Disusun oleh: B

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

EVALUASI PENERIMAAN PBB PASKA UU PDRD (UU NO 28 TAHUN 2009) ( Studi Kasus Diwilayah Kabupaten Sukoharjo ) NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : ADITYA PERDANA KUSUMA B 200 100 181 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca naskah publikasi dengan judul ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANY A OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO Yang ditulis oleh : Aditya Perdana Kusuma B 200100181 = Penandatanganan berpendapat bahwa naskah publikasi tersebut telah menyetujui syarat untuk diterima. Surakaria, September 2014 Dosen Pembimbing 2 Dosen Pembimbing 1 ruz; Eny Kusumawatl S~, Ak Drs. Wahyono, MA, Ak Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja keuangan (tingkat efisiensi PAD, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah) dan pertumbuhan ekonomi setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 serta prediksi tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data sekunder yang bersifat kuantitatif dan merupakan data yang telah diolah oleh obyek yang diteliti. Sedangkan sumber data dari penelitian ini diperoleh langsung dari bagian keuangan Pemda Kabupaten Sukoharjo berupa: a) Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. b) Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 sampai dengan 2012 serta Gambaran Umum Pemda Sukoharjo. Berdasarkan hasil perhitungan analisis kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006-2012 maka dapat diperoleh kesimpulan a. Tingkat efisiensi belanja Kabupaten Sukoharjo sudah efektif dan dari tahun ketahun mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan. b. Efektifitas PAD Rata-rata setiap tahunnya telah menunjukkan prosentase yang menandakan PAD Kabupaten Sukoharjo telah efektif antara besarnya target dan realisasinya. c. Pada tahun 2006 ke 2012 dilihat dari prosentase kontribusi PAD terhadap pendapatan, Kabupaten Sukoharjo masih belum mandiri, karena dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Sukoharjo masih tergantung dengan dana dari pihak eksternal. d. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 dan 2012 secara agregat cukup dinamis yaitu di atas 5% dan mengalami pertumbuhan yang positif yaitu tumbuh berkisar antara 4,53% - 5,03%. Kata kunci : Kinerja keuangan, tingkat efisiensi PAD, efektifitas PAD, kemandirian keuangan daerah dan PDRB

A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara Indonesia sedang memasuki masa transisi pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat sentralik menuju sistem pemerintahan yang bersifat desentralik. Perubahan tersebut diwujudkan dengan memberikan otonomi kepada daerah. Menurut undang-undang nomor 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Inti dari otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan serta memajukan daerahnya.undang-undang nomor 33 tahun 2004 sebagai revisi undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, akan dapat memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Penyelenggaraan fungsi pemerintah yang lebih luas oleh pemerintah daerah tersebut perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Sesuai UU No. 33 Tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa yang menjadi sumbersumber pembiayaan untuk pembangunan daerah (capital investment), antara lain berasal dari Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi khusus (DAK). Disamping dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat, daerah juga dapat membiayai pelaksanaan pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. PAD inilah yang sebenarnya menjadi barometer utama suksesnya pelaksanaan otonomi daerah dan diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini, kemandirian daerah dapat diwujudkan lewat struktur PAD yang kuat (Hidayat, Pratomo, dan Harjito, 2007).

Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam ekonomi daerah. Daerah otonomi diharapkan mampu serta mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang lebih kecil dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sudah sewajarnya PAD dijadikan tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah, demi meningkatkan kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah. Untuk mengetahui apakah suatu pemerintah daerah telah siap menjalankan otonomi daerah dapat dilakukan dengan suatu analisa terhadap kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan. Analisis kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan suatu daerah. Salah satu cara untuk menganlisis kinerja keuangan suatu daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan serta dilaksanakan. Analisis kinerja keuangan dapat dilakukan dengan berbagai rasio, diantaranya rasio efektifitas, rasio efisiensi dan rasio kemandirian. Berdasarkan uraian di atas mereplikasi penelitian dari Andreas dan Dwi Sarmiyatiningsih (2010) yang mengungkapkan bahwa sesudah diberlakukannya otonomi daerah, rasio efisiensi belanja cenderung menurun artinya belanja daerah cenderung efisien, sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan meskipun dalam angka yang relatif kecil, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan permasalahn yang sama. Sedangkan yang membedakan adalah pada obyek penelitiannya yaitu di kabupaten Sukoharjo. Untuk itu penulis mengambil judul : ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO. A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat efisiensi, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. 2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. 2. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. 2. Kinerja Keuangan Daerah a. Pengertian Kinerja Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar kerja yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Kata kinerja (performance) dalam konteks

tugas, sama dengan prestasi kerja. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. 3. Pertumbuhan Ekonomi Rasio Pertumbuhan menunjukkan besarnya kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari satu period ke periode berikutnya. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan. Pertumbuhan Ekonomi diukur dengan rumus: Pertumbuhan Ekonomi = ( PDRBt PDRBt 1 PDRBt 1 (Bappenas, 2003) METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Komparatif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyusun, membandingkan, menganalisis dan interpretasi data yang akhirnya pada kesimpulan yang didasarkan pada penelitian data. Hasilnya ditekankan untuk memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti yaitu Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo. B. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data sekunder yang bersifat kuantitatif dan merupakan data yang telah diolah oleh obyek yang diteliti. Sedangkan sumber data dari penelitian ini diperoleh langsung dari bagian keuangan Pemda Kabupaten Sukoharjo berupa: a) Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. b) Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 sampai dengan 2012 serta Gambaran Umum Pemda Sukoharjo. C. Variabel dan Pengukuran 1. Kinerja Keuangan Untuk mengukur Kinerja Keuangan pemerintah daerah pada penelitian ini menggunakan tiga rasio yaitu rasio efisiensi, rasio efektiftas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah. a. Rasio efisiensi Rasio Efisiensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Halim, 2002) Biaya yang Dikeluarkan untuk Memungut PAD Rasio Efisiensi = x 100 Realisasi Penerimaan PAD (Halim, 2002) Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah dengan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD adalah 5% dari potensi riil PAD. Potensi riil PAD terdiri dari pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. POLA HUBUNGAN DAN TINGKAT KEMAMPUAN DAERAH KEMAMPUAN KEAUANGAN EFISIENSI %

TINGGI SEDANG CUKUP RENDAH RENDAH 0-25% 25-50% 50-75% 75-100% b. Rasio efektifitas PAD Menurut Widodo (Halim, 2004: 285) rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi potensi riil daerah. PAD efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 100%. Namun demikian, semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik. Formulanya adalah sebagai berikut: Realisasi Penerimaan PAD Rasio efektifitas PAD = x100% Target Penerimaan PAD (Halim, 2007: 234) c. Rasio kemandirian keuangan daerah Menurut Widodo (Halim, 2004: 284) kemandirian keuangan daerah atau otonomi fiskal menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah. Tingkat kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Bantuan pemerintah pusat / propinsi dan pinjaman terdiri dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainya, penerimaan pinjaman daerah, serta tranfer pemerintah pusat. Bentuk partisipasi masyarakat : membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli

Daerah. Formula yang digunakan untuk mengukur kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pemerintah Pusat / Propinsidan Pinjaman 2. Pertumbuhan Ekonomi x100% (Halim, 2008: 232) Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita diproksi dengan Produk domestik Regional Bruto per kapita. Perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan. Pertumbuhan Ekonomi diukur dengan rumus: ( PDRBt PDRBt 1) Pertumbuhan Ekonomi = x100% PDRBt 1 D. Metode Analisis Data 1. Deskriptif Komparatif (Bappenas, 2003) Deskriptif Komparatif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk menyusun, menganalisis dan interpretasi data yang akhirnya pada kesimpulan yang didasarkan pada penelitian data. 2. Analisis Trend Analisis trend digunakan untuk memprediksi kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo pada tahun-tahun yang akan datang. Dalam perhitungan ini menggunakan analisis time series dengan persamaan trend: Y = a + bx Dimana:

Y = Perkembangan Efisiensi Belanja atau efektifitas PAD atau kemandirian keuangan daerah atau pertumbuhan ekonomi. a = Besarnya Y, saat X = 0 b = Besarnya Y, jika X mengalami perubahan X = Waktu A. Analisa Data dan Pembahasan Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan (tingkat efisiensi, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah) setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. Adapun data yang digunakan adalah data yang berasal dari arsip dokumen pada bagian akuntansi Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah yang berupa Ringkasan Perhitungan APBD dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2006-2012. Dari data tersebut nantinya akan diketahui bagaimana kinerja keuangan (tingkat efisiensi, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah) setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 2012 dan prediksi tahun 2015. Adapun hasil dari analisis rasio tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kinerja Keuangan Daerah Kinerja adalah keluaran atau hasil kegiatan atau program yang akan telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur (Permendagri No.13 tahun 2006 pasal 1 ayat 37). Kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio efisiensi, rasio efektiftas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah. a. Rasio Efisiensi Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah dengan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD adalah 5% dari potensi riil PAD.

Hasil perhitungan Rasio Efisiensi adalah sebagai berikut: Biaya yang Dikeluarkan untuk Memungut PAD Rasio Efisiensi = x100 Realisasi Penerimaan PAD

Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Biaya PAD 5% dari Potensi Riil PAD Tahun Anggaran 2006-2012 Tahun Anggaran Uraian 2005 2006 Realisasi Biaya PAD Realisasi Biaya PAD Pendapatan Pajak Daerah 11.920.720.268 13.555.956.368 1.114.212.261 Pendapatan 1.323.985.249 Retribusi Daerah 10.363.524.958 12.923.748.623 Potensi Riil PAD 22.284.245.226 26.479.704.991 Uraian Tahun Anggaran 2007 2008 Realisasi Biaya PAD Realisasi Biaya PAD Pendapatan Pajak Daerah 14.532.971.616 15.421.729.385 1.341.615.370 Pendapatan 1.459.108.261 Retribusi Daerah 12.299.335.794 13.760.435.850 Potensi Riil PAD 26.832.307.410 29.182.165.235 Uraian 2009 2010 Realisasi Biaya PAD Realisasi Biaya PAD Pendapatan Pajak Daerah 18.003.312.543 21.688.463.781 1.907.324.919 Pendapatan 2.651.379.820 Retribusi Daerah 20.143.185.840 31.339.132.636 Potensi Riil PAD 38.146.498.383 53.027.596.417 Uraian 2011 2012 Realisasi Biaya PAD Realisasi Biaya PAD Pendapatan Pajak Daerah 42.558.642.562 4.098.868.553 85.704.497.336 5.408.304.815 Pendapatan 39.418.728.509 22.461.598.967

Retribusi Daerah Potensi Riil PAD 81.977.371.071 108.166.096.303 Sumber: Bagian Akuntansi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo (data diolah) Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2006-2012 Biaya Untuk Tahun Memungut PAD Realisasi PAD Efisiensi Keterangan 2005 - - - - 2006 1.323.985.249 44.008.080.723 3,01% Efisien 2007 1.341.615.370 42.449.908.063 3,16% Efisien 2008 1.459.108.261 41.785.061.436 3,49% Efisien 2009 1.907.324.919 48.842.528.340 3,91% Efisien 2010 2.651.379.820 64.446.167.388 4,11% Efisien 2011 4.098.868.553 96.166.806.526 4,26% Efisien 2012 5.408.304.815 164.954.318.824 3,28% Efisien Sumber: Bagian Akuntansi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo (data diolah)

Hasil perhitungan Rasio Efisiensi pada tabel IV.1 dapat dilihat bahwa pada tahun anggaran 2006-2012 biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD tahun 2006 sebesar Rp 1.323.985.249, tahun 2007 sebesar Rp.1.341.615.370, tahun 2008 sebesar 2008 Rp. 1.459.108.261, tahun 2009 sebesar Rp. 1.907.324.919, tahun 2010 sebesar Rp. 2.651.379.820, tahun 2011 sebesar Rp. 4.098.868.553, tahun 2012 sebesar Rp. 5.408.304.815. Realisasi PAD pada tahun anggaran 2006-2012 yang berhasil diperoleh pada tahun 2006 sebesar Rp 44.008.080.723, tahun 2007 sebesar Rp. 42.449.908.063, tahun 2008 sebesar Rp. 41.785.061.436, tahun 2009 sebesar Rp. 48.842.528.340, tahun 2010 sebesar Rp. 64.446.167.388, tahun 2011 sebesar Rp. 96.166.806.526, tahun 2012 sebesar Rp. 164.954.318.824. Dengan demikian diperoleh Rasio Efisiensi tahun anggaran 2006-2012 adalah pada tahun 2006 sebesar 3,01%, tahun 2007 sebesar 3,16%, tahun 2008 sebesar 3,49%, tahun 2009 sebesar 3,91%, tahun 2010 sebesar 4,11%, tahun 2011 sebesar 4,26%, tahun 2012 sebesar 3,28%. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo pada tahun anggaran 2006-2012 dalam mengumpulkan PAD sudah efisien karena biaya yang digunakan untuk memungut PAD lebih rendah dibanding dengan PAD yang diperoleh. Dari hasil diatas bisa dilakukan analisis pertahun anggaran tingkat efisiensi bisa menurun dan meningkat dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah potensi riil PAD daerah yang sangat mempengaruhi biaya untuk memungut PAD dapat meningkat atau menurun serta realisasi PAD pada tiap tahun anggaran selalu berubah. Potensi riil PAD selalu meningkat pada tahun anggaran 2006-2012 yaitu sebesar Rp. 26.479.704.991 dan berakhir pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp. 108.166.096.303. Peningkatan ini sangat berpengaruh pada biaya pemungutan PAD sebesar 5% dari potensi riil PAD. Realisasi PAD Kabupaten Sukoharjo mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak menentu pada tiap tahun anggaran, realisasi PAD pada tahun 2006 sebesar Rp 44.008.080.723, tahun 2007 sebesar Rp. 42.449.908.063, tahun 2008 sebesar Rp 41.785.061.436, tahun 2009 sebesar Rp. 48.842.528.340, tahun 2010 sebesar Rp. 64.446.167.388, tahun 2011 sebesar Rp. 96.166.806.526, tahun 2012 sebesar Rp. 164.954.318.824.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi suatu Kabupaten sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya potensi riil PAD (pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah) serta realisasi PAD setiap daerah. Semakin kecil biaya untuk memungut PAD dan semakin besar realisasi PAD maka suatu daerah itu semakin efisien dalam mengelola kinerja keuangan. b. Rasio Efektivitas PAD Rasio efektifitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target penerimaan Pendapatan Asli daerah dalam APBD. Hasil perhitungan rasio efektifitas adalah sebagai berikut: Realisasi Penerimaan PAD Rasio efektifitas PAD = x100% Target Penerimaan PAD Tabel IV.3 Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2006-2012 Tahun Anggaran PAD Realisasi PAD Efektifitas Ket 2005 - - - - 2006 35.724.137.450 44.008.080.723 123,19% Efektif 2007 38.621.230.250 42.449.908.063 109,91% Efektif 2008 41.661.997.750 41.785.061.436 100,30% Efektif 2009 46.154.694.000 48.842.528.340 105,82% Efektif 2010 63.065.320.000 64.446.167.388 102,19% Efektif 2011 89.282.964.000 96.166.806.526 107,71% Efektif 2012 141.669.442.000 164.954.318.824 116,44% Efektif Sumber: Bagian Akuntansi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo (data diolah) Efektif merupakan kemampuan untuk merealisasikan yang telah direncanakan, dalam hal ini seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD sesuai dengan yang ditergetkan. Dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai lebih dari 100%. Pada tahun 2006 PAD Kabupaten Sukoharjo dapat terealisasi sebesar 123,19%. Kemudian tahun 2007 turun ke prosentase angka 109,91% dan tahun 2008 kembali turun menjadi 100,30%. Pencapaian untuk memenuhi target menurun hal ini disebabkan kerena perolehan bagian laba usaha-usaha daerah yang berasal dari BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan menurun dari tahun sebelumnya dan hanya mampu merealisasikan sebesar targetnya, hal itu dapat disebabkan karena menurunnya produktifitas obyek yang dikelola. Pada tahun 2009 meningkat lagi sampai kisaran angka 105,82%, di tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 102,19%, kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi 107,71% dan meningkat tajam di tahun 2012 menjadi 116,44%. Penetapan target atau anggaran PAD ditetapakan berdasar potensi riil daerah. Target PAD pada tiga tahun terakhir ini cukup baik dan dapat merealisasikannya dengan lebih tinggi. Semua realisasi elemennya mengalami kenaikan, tetapi apabila berkaitan dengan kemandirian tetap belum mandiri karena memang pendapatan Kabupaten Sukoharjo ini sebagian besar masih berasal dari dana transfer. Dari pergerakan yang fluktuatif tersebut dengan adanya penurunan efektivitas pemerintah daerah harus dapat melihat sebab penurunan, mungkin ketidakmampuan dalam pencapaian terhadap targetnya ataupun penurunan perolehan dari salah satu atau beberapa elemen PAD kemudian dapat lebih mengoptimalkan perolehan PAD dengan memberdayakan elemen PAD yang paling sesuai untuk lebih diberdayakan dengan cara yang lebih efektif dan efisien agar dapat memenuhi keinginan yang ingin dicapai dan juga tidak ada pihak yang dirugikan. Jadi, dilihat dari rasio efektivitas PAD ini kinerja keuangan dari segi rasio efektivitas PAD yang paling baik adalah pada tahun 2006, 2011 dan 2012. Tetapi sebenarnya rata-rata setiap tahunnya telah menunjukkan prosentase yang menandakan kalau PAD Kabupaten Sukoharjo telah efektif antara besarnya target dan realisasinya. Kembali lagi, dalam melihat kenaikan PAD perlu memperhatikan apakah penyebab kenaikan tersebut sudah tepat dalam pengeloalaannya, artinya jangan sampai membebani rakyat. Tepat di sini dalam artian bahwa dalam rangka otonomi daerah dan desentralisasi tidak harus berlomba-lomba hanya untuk menambah PAD, yang justru menimbulkan beban baru bagi masyrakatnya. Terlebih-lebih jangan malah mematikan potensi yang ada, karena pungutan retribusi yang besar. c. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah atau otonomi fiskal menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah

ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah. Hasil perhitungan Rasio Kemandirian adalah sebagai berikut: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Pendapatan Asli Daerah Bantuan pemerintah pusat/propinsi dan pinjaman x100% Tabel IV.4 Hasil Perhitungan Rasio Kemandirian Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2006-2012 Tahun PAD Transfer Rasio Pusat/Provinsi Kemandirian Keterangan 2005 - - - - 2006 44.008.080.723 444.287.000.000 9,91% Instruktif 2007 42.449.908.063 516.060.730.000 8,23% Instruktif 2008 41.785.061.436 564.629.238.250 7,40% Instruktif 2009 48.842.528.340 602.143.001.000 8,11% Instruktif 2010 64.446.167.388 584.717.415.000 11,02% Instruktif 2011 96.166.806.526 614.003.946.000 15,66% Instruktif 2012 164.954.318.824 804.135.079.762 20,51% Instruktif Sumber: Bagian Akuntansi DPPKAD Kabupaten Sukoharjo (data diolah) Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian ini berarti tidak tergantung terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat kemandirian juga tinggi. Rasio kemandirian juga menggambarkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD yang berarti menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Pada tahun 2006 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 44.008.080.723 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mencapai angka Rp. 444.287.000.000. dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk dalam golongan instruktif atau peranan pemerintah pusat dominan.

Pada tahun 2007 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 42.449.908.063 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami kenaikan yang sangat drastis mencapai angka Rp.516.060.730.000. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini menurun dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami penurunan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 41.785.061.436 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami peningkatan mencapai angka Rp.564.629.238.250. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini menurun dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami penurunan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 48.842.528.340 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami peningkatan mencapai angka Rp.602.143.001.000. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini naik dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami kenaikan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 64.446.167.388 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami penurunan dari tahun sebelumnya mencapai angka Rp. 584.717.415.000. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini naik dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami kenaikan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 96.166.806.526 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya mencapai angka Rp. 614.003.946.000. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini naik dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami kenaikan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2012 PAD Kabupaten Sukoharjo mencapai angka Rp. 164.954.318.824 sedangkan tranfer pusat/ propinsi/ pinjaman mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya mencapai angka Rp. 804.135.079.762,00. Dari data diatas Kabupaten Sukoharjo masuk pada golongan instruktif atau peran pemerintah pusat dominan. Hasil ini naik dari tahun sebelumnya dikarenakan PAD kabupaten Sukoharjo mengalami kenaikan sedangkan tranfer pusat / propinsi mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Dilihat dari tahun 2006 ke 2008 kemandirian cenderung mengalami penurunan. Kemandirian keuangan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 adalah sebesar 8,11%, tahun 2010 meningkat menjadi 11,02% tahun 2011 meningkat tajam menjadi 15,66% dan mencapai puncaknya pada tahun 2012 menjadi 20,51%. Jadi prosentase rasio kemandirian keuangan kabupaten Sukoharjo masih pada prosentasi istruktif yaitu peran pemerintah pusat dominan. Kabupaten Sukoharjo belum bisa dikatakan mandiri karena dari tingkat rasio keuangan sangat lah kurang di angka 7%- 25% saja dan masuk dalam golongan instruktif. Melihat dari prosentase rasio yang cenderung naik turun dari tahun ke tahun, diharapkan pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat lebih mendayagunakan potensi yang ada, diantaranya dengan cara lebih mengoptimalkan perolehan sumber-sumber PAD. Serta peningkatan SDM aparat yang terkait dengan perolehan PAD dan juga pemerintah daerah harus dapat bertindak sekaligus bersikap efisien dan efektif serta berprinsip melakukan partnership dengan kelompok-kelompok masyarakat yang potensial. Dengan demikian peran investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu untuk lebih merealisasikan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar. Dilihat dari kontribusi dana internal yang lebih kecil daripada dana eksternal terhadap mendapatan, maka dapat dikatakan bahwa Kabupaten Sukoharjo peranan pusat semakin berkurang, kemandiriannya daerah mendekati mampu melaksanakan urusan Otonomi Daerah selama tujuh tahun tersebut. Tapi dilihat dari pergerakan rasionya, prosentase tertinggi adalah tahun 2012, yang berarti bahwa kinerja kemandirian Kabupaten Sukoharjo yang terbaik adalah tahun 2012. Artinya kinerja untuk tidak bergantung dengan dana dari pihak eksternal paling kecil dibanding dengan tahun-tahun lainnya. Hal ini berarti bahwa kemampuan Pemerintah

Daerah Kabupaten Sukoharjo dalam membiayai kegiatan pemerintahannya dalam kategori kurang dan termasuk dalam golongan instruktif. 2. Pertumbuhan Ekonomi Rasio Pertumbuhan menunjukkan besarnya kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari satu period ke periode berikutnya. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan. Hasil perhitungan Rasio Kemandirian adalah sebagai berikut: ( PDRBt PDRBt 1) Pertumbuhan Ekonomi = x100% PDRBt 1 Tabel IV.6 Hasil Perhitungan Rasio Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sukoharjo Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun Anggaran 2006-2012 No Tahun Anggaran Jumlah (Juta Rp) Pertumbuhan (%) 1 2005 3,941,788.47-2 2006 4,120,437.33 4.53% 3 2007 4,330,992.96 5.11% 4 2008 4,540,751.53 4.84% 5 2009 4,756,902.50 4.76% 6 2010 4,978,263.31 4.65% 7 2011 5,206,687.70 4.59% 8 2012 5,468,708.95 5.03% Sumber: PDRB Kabupaten Sukoharjo (Data Diolah) Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 dan 2012 secara agregat cukup dinamis yaitu di atas 5%. Selama periode 2006 sampai 2012, perekonomian Kabupaten Sukoharjo mengalami pertumbuhan yang positif yaitu

tumbuh berkisar antara 4,53% - 5,03%. Hal ini menandakan keberhasilan pembangunan di Kabupaten Sukoharjo dan profesionalitas Kabupaten Sukoharjo dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Hal itu dapat dicapai dengan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu ditingkatkan. a. Analisis Trend untuk Rasio Efisiensi Belanja Trend untuk rasio efisiensi keuangan DPPKA Kabupaten Sukoharjo mengggambarkan kecenderungan arah perkembangan efisiensi keuangan dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang cenderung meningkat yaitu dari 3,21% naik menjadi 3,99%, sehingga ini merupakan implementasi yang baik dari kinerja DPPKA Sukoharjo yang dilihat dari analisis trend untuk rasio efisiensi, dan untuk peramalan tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2015 adalah 4,38% b. Analisis Trend untuk Rasio Efektifitas PAD Trend untuk rasio efektivitas keuangan DPPKA Kabupaten Sukoharjo mengggambarkan kecenderungan arah perkembangan efektivitas keuangan dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang cenderung menurun yaitu dari 111,80% turun menjadi 106,94%, sehingga ini merupakan implementasi yang kurang baik dari kinerja DPPKA Sukoharjo yang dilihat dari analisis trend untuk rasio efektivitas, dan untuk peramalan tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2015 adalah 104,41%. c. Analisis Trend untuk Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Trend untuk rasio kemandirian keuangan daerah DPPKA Kabupaten Sukoharjo mengggambarkan kecenderungan arah perkembangan kemandirian keuangan daerah dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang cenderung naik sehingga ini merupakan implementasi yang baik dari kinerja DPPKA Sukoharjo yang dilihat dari analisis trend untuk rasio kemandirian keuangan daerah dan untuk peramalan tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2015 adalah 22,35%. d. Analisis Trend untuk Rasio Pertumbuhan Ekonomi Trend untuk rasio pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo mengggambarkan kecenderungan arah perkembangan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang cenderung meningkat yaitu dari 4,76% naik menjadi 4,82%, sehingga ini merupakan implementasi yang baik dari pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo yang dilihat dari analisis trend untuk rasio pertumbuhan

ekonomi dan untuk peramalan tahun yang akan datang yaitu pada tahun 2015 adalah 4,85%. A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan analisis kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sukoharjo maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: Kinerja keuangan Kabupaten Sukoharjo tahun anggaran tahun 2006-2012 dapat dilihat dari hasil tiga rasio yaitu: 1. Tingkat Efisiensi Belanja Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo dalam mengumpulkan PAD sudah efisien karena biaya yang digunakan untuk memungut PAD lebih rendah dibanding dengan PAD yang diperoleh. Dilihat dari analisis trend untuk rasio efisiensi merupakan implementasi yang baik dari kinerja DPPKA Sukoharjo dan untu peramalan tahun 2015 adalah 4,38% 2. Efektifitas PAD Rata-rata setiap tahunnya telah menunjukkan prosentase yang menandakan PAD Kabupaten Sukoharjo telah efektif antara besarnya target dan realisasinya. Dilihat dari analisis trend untuk rasio efektivitas di prediksi semakin menurun dari tahun 2013-2015 dan peramalan tahun 2015 adalah 104,51%. 3. Kemandirian Keuangan Daerah Pada tahun 2006 ke 2012 dilihat dari prosentase kontribusi PAD terhadap pendapatan, Kabupaten Sukoharjo masih belum mandiri, karena dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Sukoharjo masih tergantung dengan dana dari pihak eksternal. Dilihat dari analisis trend untuk rasio kemandirian keuangan daerah merupakan implementasi yang baik dari kinerja DPPKA Sukoharjo dan peramalan tahun 2015 adalah 22,35%. 4. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo tahun 2006 dan 2012 secara agregat cukup dinamis yaitu di atas 5% dan mengalami pertumbuhan yang positif yaitu tumbuh berkisar antara 4,53% - 5,03%. Dilihat dari analisis trend untuk rasio

pertumbuhan ekonomi merupakan implementasi yang baik dari pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo dan peraamalan tahun 2015 adalah 4,85%. 5. Kinerja keuangan Kabupaten Sukoharjo dalam menjalankan otonomi daerah ini bisa lebih maksimal apabila Kabupaten Sukoharjo bisa meningkatkan potensi riil yang dimiliki daaerah Kabupaten Sukoharjo. 6. Kabupaten Sukoharjo diharapkan bisa meningkatkan rasio kemandirian yang 7. masih dalam kategori instruktif dan meningkatkan PAD Kabupaten Sukoharjo DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi Daerah: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah, Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. Badan Pusat Statistik. 2009. Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2009. Semarang. Darwanto dan Yustikasari, Yulia. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X Makasar 26-28 Juli 2007. Ekawarna, Shita Unjaswati, Sam, Iskandar, dan Rahayu, Sri. 2009. Pengukuran Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Cakrawala Akuntansi, Volume 1, No 1, Februari 2009. Halim, Abdul. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. UPP AMP YKPN: Yogyakarta. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat: Jakarta. Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. Salemba 4 : Jakarta. Hamzah, Ardi. 2008. Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten Dan 9 Kota Di Propinsi Jawa Timur Periode 2001 2006) Simposium nasional akuntansi 11. Hidayat, Paidi, Pratomo, Wahyu Ario dan Harjito, D. Agus. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Pemekaran Di Sumatra Utara. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No. 3, Desember 2007. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha

Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN: Jakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi: Yogyakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. 2005. PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ronald, Andreas dan Sarmiyatiningsih, Dwi. 2010. Analisis Kinerja Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 1, No. 1, Juni 2010. Setiaji, Wirawan dan Adi, Priyo Hari. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah Apakah Mengalami Pergeseran. SNA, 10, 26-28 Juli 2007. Susantih, Heny dan Saftiana, Yulia (2009) Perbandingan Indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Propinsi Se Sumatra Bagian Selatan. Simposium Nasional Akuntansi. Susilo, Gideon Tri Budi dan Hariadi, Priyo. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Daerah Sebelum Dan Sesudah Otonomi (Studi Empiris Di Propinsi Jawa Tengah). Konferensi Penelitian Akuntansi Dan Keuangan Sektor Publik Pertama, 25-26 April 2007. Undang-Undang Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. Undang- Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Perintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.