ISSN : 2252-4797 Volume 2 No. 2 - Tahun 2013 Journal Polingua Scientific Journal of Linguistic, Literature and Education Pemerolehan bahasa kanak-kanak akibat pengaruh film kartun (suatu tinjauan psikolinguistik) Lady Diana Yusri, Titin Ritmi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Email: Ladyyusri@yahoo.com Titin Ritmi Politeknik Negeri Padang Email: titin_ritmi@yahoo.com Abstract The children language aacquisition is influenced by the surrounding environment. The data were collected from preschool children. The conclusion of the research is children learned things beyond vocabulary and grammar. They are able to use language in many social contexts. The movies, which they watch, also influence their language acquisition. It can be seen from the use of words, phrases, and sentences from movies. Then, they imitate the words, phrases, and sentences in it. In addition, the child also may generalize of it. It is because of their limitations. Keywords: Language, children, psicholinguistics I. PENDAHULAN Bahasa yang digunakan kanak-kanak sangatlah menarik untuk dikaji. Hal ini karena apa yang diucapkan oleh anak- anak itu adalah perolehan dari yang ada disekitarnya. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanakkanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan prosesproses yang terjadi pada waktu seorang kanakkanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Pemerolehan bahasa kanak-kanak sudah banyak diteliti oleh para ahli. Lois Bloom dalam Chaer (2003: 172) mengatakan bahwa ucapan kanak-kanak mempunyai banyak penafsiran; dan orang dewasa (terutama ibu si kanak-kanak) pada umumnya dapat menafsirkan ucapan kanak-kanak itu dengan tepat. Jadi selain ucapan-ucapan penting juga untuk mengkaji pesan, amanat, atau konsep yang terkandung dalam ucapan-ucapan itu. Pada saat orang berbahasa tidak saja struktur bahasa yang digunakannya yang harus diperhatikan tetapi juga perilaku berbahasanya. Bidang ilmu yang mempelajari hubungan keduanya adalah psikolinguistik. Psikolinguistik adalah gabungan antara dua bidang ilmu yaitu linguistik dan psikologi. Pada makalah ini akan dibahas mengenai pemerolehan bahasa kanak-kanak akibat menonton film kartun yang ditinjau dari segi psikolinguistik. Tujuannya adalah ingin mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa yang terjadi akibat seringnya menonton film-film kartun kanak-kanak. Film yang dijadikan referensi pada penelitian ini adalah film-film kartun yang sering ditonton oleh kanak-kanak seperti Spongebob, 7
Upin Ipin, dan Dora The Explorer. Kanak-kanak yang dimaksud dalam makalah ini adalah kanakkanak pada tahap menjelang sekolah yaitu menjelang anak masuk sekolah dasar yaitu usianya berkisar antara sekitar empat sampai enam tahun. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Prosedur penelitian ini adalah mengumpulkan data, menganalisis data dan menyajikan hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data, penulis menggunakan metode simak, yaitu menyimak ujaran kanak-kanak yang diperolehnya dari menonton film anak-anak. Menurut Mahsun (2005:90) metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa contoh-contoh ungkapan yang digunakan oleh anak-anak pada tahap menjelang sekolah yang ada disekitar rumah penulis. Analisis data dengan melakukan metode deskriptif dengan cara menjabarkan maksud dari data-data yang ada. Metode yang digunakan untuk penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah metode informal. Menurut Sudaryanto (1993:145) penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa. II. SEKILAS TENTANG PSIKOLINGUISTIK DAN PEMEROLEHAN BAHASA PADA KANAK-KANAK Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik. Kedua bidang ilmu ini secara prosedur dan metodenya berbeda. Namun, keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya berbeda. (Chaer, 2008: 5). Senada dengan yang diungkapkan Chaer, Kridalaksana (2008: 203)menyatakan definisi dari psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia; ilmu interdispliner linguistik dan psikologi. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaiman kemampuan berbahasa itu diperoleh waktu berkomunikasi (Slobin dalam Chaer, 2003: 5). Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistic bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Gleason, dkk (1998:3) menyatakan bahwa penelitian psikolinguistik menekankan pada bagaimana proses psikologi pada pemerolehan dan penggunaan bahasa manusia. Secara garis besar ada tiga bagian yang menjadi inti penelitian psikolinguistik yaitu, 1. comprehension yaitu bagaimana orang dapat mengerti bahasa lisan dan tulisan, 2. speech production, bagaimana manusia memproduksi bahasa, 3. acquisition adalah bagaimana manusia mempelajari bahasa. Jadi dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu di peroleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat pertuturan itu. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Menurut Chaer (2003:167) Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan prosesproses yang terjadi pada waktu seorang kanakkanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik). Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir secara tidak disadari, hal ini juga didukung oleh pendapat Chomsky dalam Steinberg yang menyatakan bahwa Sintaks tidak memiliki dasar genetik dari pada aritmetika atau aljabar (1982:145).. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga kanak-kanak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. 8
Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimatkalimat sendiri. Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasikan kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi dapat kita simpulkan bahwa kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi. Dardjowidjojo dalam Safriandi (2009:1) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Pemahaman bahasa menurut Steinberg (1982:143) adalah dasar untuk membentuk produksi bahasa. Yang paling terpenting disini adalah apa alat untuk memproduksi bahasa. Alat produksi bahasa adalah pikiran. Maka kanakkanak tidak akan mampu untuk mengucapkan kata-kata atau kalimat untuk tujuan komunikasi tanpa memperoleh pemahaman bahasa. Dalam belajar bahasa, kanak-kanak memperoleh banyak kata melalui imitasi, yaitu dengan menyalin item yang menjadi contoh bahasa bagi mereka. Mereka belajar mengucapkan kata-kata cenderung mendekati susunan kata-kata yang tepat seperti dalam kalimat yang dipakai orang dewasa atau yang mereka lihat dari film. Disisi lain, meskipun kebanyakan pembelajaran bahasa melibatkan imitasi, prinsip ini tidak memadai untuk menjelaskan lebih lanjut aspekaspek kritis pembelajaran bahasa. Ungkapan tunggal tapi morfologis dan kalimat yang kompleks tidak dapat dijelaskan melalui peniruan. Kanak-kanak telah merumuskan aturanaturan dalam pikiran mereka sesuai dengan yang membangun ucapan-ucapan mereka. Menurut Steinberg (1982:159) tiga hal penting dalam hal ini adalah: 1. Anak meniru banyak kata dan frase, dan bahkan sejumlah kalimat. Jika ini tidak dilakukan maka dapat dibayangkan bagaimana kanak-kanak akan mulai mengembangkan kemampuan produksi ujaran. 2. Bentuk penyimpangan seperti "sheeps dan" comed, diturunkan berdasarkan peniruan bentuk kata kerja reguler/biasa. 3 Urutan kata dan frasa dan kalimat cenderung mengikuti urutan penutur dewasa. Kanak-kanak pada tahap menjelang sekolah yaitu menjelang anak masuk sekolah dasar yaitu pada waktu mereka berusia antara lima sampai enam tahun. Pendidikan di taman kanakkanak (TK), apalagi kelompok bermain (play group) belum dapat dianggap sebagai sekolah, sebab sifatnya hanya menolong anak untuk siap memasuki pendidikan dasar. (Chaer, 2003:237). Pada teori kesemestaan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget dalam Chaer (2003:178) bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan bendabenda atau orang-orang disekitarnya. Piaget mengatakan bahwa setelah struktur aksi yang dilakukan itu sudah disimpan atau dimurnikan, maka kanak-kanak memasuki tahap representasi kecerdasan, yang terjadi antara 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu membentuk representasi simbolik benda-benda seperti permainan simbolik, peniruan, bayangan mental, gambar-gambar, dan lain-lain. Clark dalam Chaer (2003: 197) mengemukakan bahwa pada antara usia dua tahun setengah sampai lima tahun, kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam suatu medan semantik. Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya, kalau pada mulanya anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat; namun setelah mengenal kata kuda, kambing, dan harimau, maka anjing hanya berlaku untuk anjing saja. Setelah memasuki medan semantik, kanakkanak memasuki medan generalisasi yaitu setelah berusia lima tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu 9
mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan ini akan semakin sempurna jika kanak-kanak itu semakin bertambah usianya. Jadi ketika berusia antara 5 sampai 7 tahun, misalnya mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan yaitu semua makhluk yang termasuk hewan. III. BAHASA FILM YANG DIGUNAKAN KANAK- KANAK Film kartun sangat dekat dengan dunia kanakkanak. Pada film ini gambarnya menarik dan bahasa yang dipakai di sesuaikan untuk kanakkanak. Karena film ini sering ditonton oleh kanakkanak, tidak heran ada ujaran-ujaran yang dipakai oleh tokoh ditiru oleh kanak-kanak. Film kartun yang dipilih adalah film kartun yang sama dengan bahasa pertama kanak-kanak yaitu bahasa Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh ujaran dalam film kartun yang sering digunakan oleh kanak-kanak; 1. Ma, bagaimana caranya kita pergi ke Jakarta? Pada kalimat ini kanak-kanak mencoba menirukan struktur kalimat yang ditayangkan pada film Dora The Explorer. Pada film ini Dora sering menggunakan bahasa Indonesia yang terstruktur dan tidak disingkat-singkat sebagaimana layaknya percakapan pada umumnya. Pada setiap episode di film dora ini selalu ditanyakan bagaimana caranya kita pergi. Yang dimaksud dengan bagaimana cara adalah dengan naik apa kita ke Jakarta, apakah kita melewati sesuatu sehingga kita bisa sampai ke Jakarta. Pada kalimat ini kanak-kanak mencoba menirukan struktur kalimat yang ada di film tersebut. 2. ayah, oh ayah mana buku Nisa? Pada kalimat di atas anak tersebut menirukan dialog pada film kanak-kanak Upin Ipin yaitu ketika Upin memanggil atuknya, yaitu atuk, oh atuk. Proses yang terjadi pada anak ini adalah pertama ia mengamati atau mempersepsi ujaran yang didengarnya, kemudian melakukan proses penerbitan ujaran yang melibatkan kemampuannya menghasilkan kalimat-kalimat sendiri dengan meniru apa yang telah diamatinya dalam film. 3. Aya : ini punya Aya kan? Nisa : Betul, betul, betul Contoh di atas adalah percakapan antara 2 orang anak yaitu Aya dan Nisa. Nisa menjawab betul, betul, betul seperti yang selalu dikatakan Upin dalam film Upin Ipin ketika menyetujui sesuatu. Jadi, jika dilihat dari percakapan di atas terjadi proses pengimitasian dari yang dilihatnya di film. 4. Nisa mau crabypati Crabypati adalah sebutan hamburger yang terdapat dalam film kartun Spongebob. Nisa ketika melihat hamburger maka akan disebut crabypati. Walaupun orang tuanya sudah mengatakan bahwa itu adalah hamburger tetapi kanak-kanak tetap bersikeras bahwa itu crabypati seperti yang sering ditontonnya pada film spongebob itu. Proses yang terjadi pada anak ini adalah proses generalisasi, karena semua makanan yang mirip dengan crabypati akan dianggap sama. Hal ini berhubungan juga dengan pengetahuannya terhadap kosakata yang masih terbatas. 5. Hallo Patrick. Patrick adalah nama salah seorang tokoh di film Spongebob. Spongebob selalu menyapanya dengan hallo Patrick. Jika ada anak yang bernama sama dengan Patrick maka ketika bertemu, juga menyapanya seperti Spongebob. Kanak-kanak memahami jika mereka bertemu dengan seseorang digunakan kata hallo. Mereka memakainya juga untuk panggilan teman lainnya seperti hallo Aya, hallo Nisa. Tetapi mereka tidak menggunakan kata hallo pada ayah atau ibunya. Proses berbahasa yang terjadi juga sama seperti kata-kata yang lainnya yaitu dengan melakukan proses meniru atau imitasi dari kata-kata yang ada di film. Mereka juga bisa memakai kata hallo sesuai dengan konteks kata. IV. Kesimpulan dan saran Kanak-kanak menjelang sekolah perolehan fonologi sudah lengkap, mereka pada tahap ini sudah bisa membedakan fitur-fitur semantik, dan sudah memilah benda-benda yang mereka lihat. Mereka juga mampu merepresentasikan simbolik benda-benda seperti permainan simbolik, peniruan, bayangan mental, gambar-gambar, dan lain-lain. Kanak-kanak Prasekolah ini juga telah mempelajari hal-hal yang di luar kosakata dan tata 10
bahasa. Mereka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Film kanak-kanak yang berbahasa seperti bahasa pertamanya juga mempengaruhi pemerolehan bahasa kanak-kanak. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata, frase, dan bahkan sejumlah kalimat yang mereka peroleh dari menonton film. Bahkan mereka melakukan proses imitasi atau peniruan urutan kata dan frasa dan kalimat yang ada di dalam film tersebut. Selain itu juga kanak-kanak juga melakukan proses generalisasi sebuah kata karena keterbatasan pengetahuan dan kosakata. Peran orang tua sangatlah menentukan pemerolehan bahasa anak. Orang tua sebaiknya memilih tontonan yang baik terutama bahasa yang baik bagi anak. Di dalam makalah ini, data hanya terbatas pada tiga buah film kartun. Untuk lebih sempurnanya penelitian ini, peneliti lain dapat menggunakan film-film yang lain yang yang juga berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa anak. REFERENCES [1] Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta; PT. Rineka Cipta [2] Garman, Michael. 1991. Psycholinguistics. Cambridge; Cambridge University Press [3] Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama. [4] Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa.Jakarta; Kesaint Blanc. [5] Steiberg, Danny D. 1982. Psycholinguistics: Language, Mind, and World. London: Longman [6]Steiberg, Dany D et al. 2001. Psycholinguistics. Japan: Longman [7] Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. [8] www.wikipedia/safriandi/ 2009/ Pemerolehan Bahasa Pertama. diunduh pada tanggal 1 May 2010. 11