BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN PILE DAN SHEET PILE SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan tanah yang memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan tanah di

TINJAUAN PUSTAKA Pola Keruntuhan Akibat Pondasi Dangkal di Tanah Datar

ANALISIS TRANSFER BEBAN PADA SOIL NAILING (STUDI KASUS : KAWASAN CITRA LAND)

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERKUATAN GEOTEKSTIL PADA TIMBUNAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN PLAXIS 2D

STUDI PERILAKU TIANG PANCANG KELOMPOK MENGGUNAKAN PLAXIS 2D PADA TANAH LUNAK ( VERY SOFT SOIL SOFT SOIL )

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAPASITAS LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Stabilitas Lereng Menggunakan Cerucuk Kayu

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Kasus Kegagalan Konstruksi Dinding Penahan Tanah Rumah Mewah Di Atas Tanah Lunak

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai.

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

PERENCANAAN PERKUATAN TANAH PADA LERENG GUNUNG WILIS, DESA BODAG, KECAMATAN KARE, KABUPATEN MADIUN

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

Studi Perilaku Tiang Bor Sebagai Pondasi Perumahan di Daerah Rawan Longsor Gunungpati Semarang

BAB III METODE KAJIAN

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

BAB 4 HASIL ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN

ANALISA PONDASI PILE RAFT PADA TANAH LUNAK DENGAN PLAXIS 2D

BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi literatur. Pemodelan numerik Plaxis 2D. Input data 1. Geometri model 2. Parameter material

MODEL 2D PENGARUH GAYA HORIZONTAL ARUS PADA PEMECAH GELOMBANG DI TPI PANCER JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

ANALISIS STABILITAS LERENG BERTINGKAT DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun galian, salah satunya adalah soil nailing. Dalam soil nailing, perkuatan

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23

BAB III LANDASAN TEORI

ALTERNATIF PERKUATAN LERENG PADA RUAS JALAN TRENGGALEK-PONOROGO KM

BAB II DASAR TEORI...

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA PENGARUH KETEBALAN PILE CAP DAN JARAK ANTAR TIANG TERHADAP KAPASITAS KELOMPOK PONDASI DENGAN MENGGUNAKAN PLAXIS 3D

ANALISA KESTABILAN TOWER SUTT PLN DAN PERENCANAAN PERKUATAN TALUD DI SEKITAR TOWER (STUDI KASUS TOWER SUTT T.11 SEGOROMADU LAMONGAN, GRESIK)

ANALISA PONDASI PILE RAFT PADA TANAH LUNAK DENGAN PLAXIS 2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN

ALTERNATIF PERENCANAAN PERKUATAN LERENG VILLA BUKIT STANGI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

BAB V PENUTUP. Melalui analisa dan perhitungan nilai faktor keamanan yang telah

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

VARIATION OF REINFORCEMENT OUTWORN FOUNDATIONS SYSTEM (FOOTING FOUNDATIONS AND PILE FOUNDATIONS )

PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74%

PENGANTAR PONDASI DALAM

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

SOAL A: PERENCANAAN PANGKAL JEMBATAN DENGAN PONDASI TIANG. 6.5 m

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN:

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. menerima dan menyalurkan beban dari struktur atas ke tanah pada kedalaman

Setyanto1) Ahmad Zakaria2) Giwa Wibawa Permana3)

DAFTAR ISI. RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Material Tanah Data material tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Masukan data dalam program Plaxis sesuai dengan data yang telah didapatkan. Data material tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1: Tabel 4.1. Data Material Tanah γ unsat γ sat E (kn/m 3 ) (kn/m 3 k ) x k y ν ref c ref ϕ (kn/m 2 ) (kn/m 2 ) ( ) Lapisan 1 13 16 0,001 0,001 0,35 1560 7 22 Lapisan 2 14 17 0,001 0,001 0,35 4335 2 24 Lapisan 3 14 16 0,0001 0,0001 0,33 5000 10 24 Lapisan 4 12 14 0,001 0,001 0,35 5000 12 25 2. Data Material Sheet Pile Material sheet pile yang digunakan adalah beton. Data material sheet pile sesuai dengan data sheet pile sebagai perkuatan eksisting (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Data Material Sheet Pile EA (kn/m) EI (knm 2 /m') W (kn/m/m') ν Sheet pile 4,84 10 6 41339 3 0,2 3. Data Material Pile Material pile yang digunakan adalah beton dengan data sebagai berikut: (Tabel 4.3) Tabel 4.3. Data Material Pile Dimensi (cm) EA (kn/m) EI (knm 2 /m') 25 25 367187,5 1912,435 30 30 634500 4758,750 40 40 1504000 commit 20053,333 to user 26

digilib.uns.ac.id 27 4.2. Hasil Analisis dan Pembahasan 4.2.1. Hasil Analisis Lereng Tanpa Perkuatan Setelah dilakukan pengumpulan data dan pemodelan menggunakan Plaxis 8.2, dilakukan analisis. Salah satunya adalah analisis lereng tanpa perkuatan. Didapatkan nilai pada analisis ini sebesar 1,068. Gambar 4.2 menunjukkan grafik angka keamanan () dengan langkah perhitungan pada Plaxis. Bidang gelincir pada lereng juga dapat diketahui setelah proses perhitungan selesai (Gambar 4.1). Gambar 4.3 menunjukkan deformasi lereng sebelum diperkuat. Gambar 4.1. Bidang Gelincir Lereng Tanpa Perkuatan Gambar 4.2. Kurva Hasil Analisis Lereng Tanpa Perkuatan

digilib.uns.ac.id 28 *10-3 m Extreme Displacement : 3,42 10-3 m Gambar 4.3. Deformasi Lereng Tanpa Perkuatan 4.2.2. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Pile Analisis lereng dengan perkuatan pile dilakukan setelah proses analisis lereng tanpa perkuatan. Dengan memperhatikan bidang gelincir lereng tanpa perkuatan, dapat ditentukan kedalaman pile yang akan digunakan. Sehingga didapatkan variasi kedalaman pile yang kemudian dijadikan salah satu bagian dari variasi analisis perkuatan pile. Konfigurasi analisis lereng dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5. Gambar 4.4. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 2 m

digilib.uns.ac.id 29 Gambar 4.5. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 5 m Pada analisis menggunakan Plaxis, dapat diketahui bidang gelincir lereng setelah mendapat perkuatan. Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat dengan pile. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.6. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25 25 cm dengan Jarak Antar Pile 2 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

digilib.uns.ac.id 30 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.7. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25 25 cm dengan Jarak Antar Pile 5 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m Terdapat perubahan bidang gelincir setelah diperkuat dengan sebelum diperkuat. Pada bidang gelincir lereng yang telah diperkuat dengan pile, bagian bidang gelincir yang paling rawan longsor memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan pada bidang gelincir lereng yang belum diberi perkuatan. Hal ini merupakan akibat dari pemberian perkuatan. Extreme Displacement : 6,35 10-3 m (a) Extreme Displacement : 7,11 10-3 m (b)

digilib.uns.ac.id 31 Extreme Displacement : 7,31 10-3 m Extreme Displacement : 6,96 10-3 m (c) (d) Gambar 4.8. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25 25 cm dengan Jarak Antar Pile 2 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m Extreme Displacement : 6,83 10-3 m (a) Extreme Displacement : 7,24 10-3 m (b) Extreme Displacement : 7,43 10-3 m Extreme Displacement : 7,25 10-3 m (c) (d) Gambar 4.9. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25 25 cm dengan Jarak Antar Pile 5 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menunjukkan deformasi lereng setelah mendapat perkuatan pile. Meskipun bidang gelincir lereng berkurang dan angka keamanan ()

digilib.uns.ac.id 32 bertambah setelah mendapat perkuatan, deformasi akan tetap terjadi pada tubuh lereng. Deformasi berhubungan erat dengan beban, sehingga deformasi terbesar akan terletak pada pile paling bawah karena menanggung beban yang paling besar. Besarnya deformasi lereng setelah mendapat perkuatan akan lebih besar daripada lereng sebelum mendapat perkuatan. Karena terdapat tambahan beban oleh perkuatan pile, sehingga deformasi lereng juga bertambah. Tabel 4.4. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Pile Jarak Antar Pile (m) 2 (Kasus A) 5 (Kasus B) Dimensi Pile (cm) 25 25 30 30 40 40 25 25 30 30 40 40 Kedalaman (m) 5 1,338 6,25 1,476 7,5 1,649 10 1,982 5 1,326 6,25 1,464 7,5 1,635 10 1,972 5 1,295 6,25 1,436 7,5 1,605 10 1,945 5 1,323 6,25 1,455 7,5 1,611 10 1,946 5 1,322 6,25 1,456 7,5 1,614 10 1,947 5 1,316 6,25 1,453 7,5 1,621 10 1,947 Tabel 4.4 merupakan tabel rekap hasil perhitungan dengan menggunakan Plaxis. Berdasarkan Tabel 4.4, dimensi mempengaruhi nilai. Dimana semakin besar dimensi maka nilai angka keamanan akan mengalami penurunan walau besar perbedaannya kurang dari 0,1. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar dimensi, berat pile juga akan bertambah besar. Sehingga menambah beban pada lereng yang

digilib.uns.ac.id 33 kemudian menjadi gaya gelincir tambahan baik pada perkuatan pile dengan jarak antar pile 2 m (Kasus A) dan pile dengan jarak antar pile 5 m (Kasus B). Jarak antar pile juga memiliki pengaruh terhadap nilai angka keamanan. Jarak antar pile yang semakin rapat akan memberikan tambahan gaya penahan gelincir yang semakin besar. Sehingga dengan bertambahnya gaya penahan gelincir, maka kemungkinan untuk terjadi longsor akan semakin kecil dan angka keamanan () akan semakin besar. Dari Tabel 4.4 dapat dibuat grafik yang menghubungkan angka keamanan dengan kedalaman pile. Pembuatan grafik ini akan mempermudah dalam menganalisis hubungan kedalaman pile dengan angka keamanan (). Hubungan angka keamanan dengan kedalaman pile untuk jarak 2 m (Kasus A) dan 5 m (Kasus B) dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11. 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0 2 4 6 8 10 12 Kedalaman (m) Gambar 4.10. Grafik Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 2 m Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40

digilib.uns.ac.id 34 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0 2 4 6 8 10 12 Kedalaman (m) Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40 Tanpa Perkuatan Gambar 4.11. Grafik Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 5 m Pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 didapatkan hasil terhadap kedalaman pile akan semakin meningkat. Pada jarak antar pile 2 m (Kasus A) nilai akan semakin meningkat dengan pertambahan kedalaman. Hal ini terjadi karena bila panjang pile semakin besar, maka panjang permukaan pile yang menahan gaya gelincir tanah juga semakin besar. Sehingga gaya penahan tanah yang disebabkan dari perkuatan pile akan menjadi semakin besar dan nilai faktor keamanannya () juga akan bertambah. Pada jarak antar pile 5 m (Kasus B) nilai akan semakin meningkat dengan pertambahan kedalaman. Karena adanya pertambahan gaya penahan gelincir yang menyebabkan meningkatnya nilai. Perkuatan pile dengan jarak antar pile 2 m dan 5 m memiliki hasil yang hampir sama untuk setiap variasi dimensi dan kedalaman. Sehingga variasi kedalaman, dimensi, dan jarak antar pile tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai.

digilib.uns.ac.id 35 2 1.8 1.6 1.4 Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40 1.2 1 0 2 4 6 8 10 12 Kedalaman (m) Gambar 4.12. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 2 m 2.0 1.8 1.6 Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40 1.4 1.2 1.0 0 2 4 6 8 10 12 Kedalaman (m) Gambar 4.13. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 5 m Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 menunjukkan analisis tambahan untuk mengetahui keadaan lereng apabila diberi perkuatan pile dengan kedalaman 1 m dan 3 m untuk setiap variasi jarak antar pile. Lereng mengalami keruntuhan saat diberikan perkuatan pile berjarak 2 m (Kasus A) dengan kedalaman 1 m dan 3 m. Hal ini terjadi karena fungsi pile pada kondisi ini belum menjadi commit to perkuatan user namun masih merupakan beban

digilib.uns.ac.id 36 tambahan bagi lereng. Nilai pada perkuatan pile berjarak 2 m mulai naik secara signifikan pada kedalaman 5 m. Pada perkuatan lereng dengan pile berjarak 5 m (Kasus B), nilai angka keamanan () mengalami peningkatan dan lereng tidak mengalami keruntuhan. Hal ini disebabkan karena jarak pile yang relatif besar, sehingga beban yang diberikan lebih kecil daripada tahanan gaya gelincirnya. Pile pada kondisi ini berfungsi sebagai perkuatan tambahan lereng. Nilai pada perkuatan pile berjarak 5 m mulai naik secara signifikan pada kedalaman 3 m. Gambar 4.14 hingga Gambar 4.17 menunjukkan hubungan antara dimensi pile dengan angka keamanan () untuk setiap konfigurasi kedalaman pile. 1.35 1.33 1.31 1.29 1.27 1.25 Jarak 2 m Jarak 5 m 20 25 30 35 40 45 Dimensi (cm) Gambar 4.14. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan () pada Kedalaman 5 m

digilib.uns.ac.id 37 1.49 1.47 1.45 1.43 1.41 1.39 1.37 Jarak 2 m Jarak 5 m 20 25 30 35 40 45 Dimensi (cm) Gambar 4.15. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan () pada Kedalaman 6,25 m 1.67 1.65 1.63 1.61 1.59 1.57 1.55 Jarak 2 m Jarak 5 m 20 25 30 35 40 45 Dimensi (cm) Gambar 4.16. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan () pada Kedalaman 7,5 m

digilib.uns.ac.id 38 2.1 2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 Jarak 2 m Jarak 5 m 20 25 30 35 40 45 Dimensi (cm) Gambar 4.17. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan () pada Kedalaman 10 m Dari Gambar 4.14 hingga Gambar 4.17, nilai pada setiap kedalaman dengan jarak antar pile 2 m (Kasus A) mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dimensi pile. Pada perkuatan pile dengan jarak antar pile 5 m (Kasus B), nilai cenderung konstan di setiap kedalaman meski dimensi pile bertambah. 4.2.3. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Sheet Pile Analisis lereng dengan perkuatan sheet pile dilakukan sama seperti analisis lereng dengan pile. Konfigurasi sheet pile kasus 1 (Gambar 4.18) menunjukkan letak pemasangan sheet pile di lapisan tanah 1. Gambar 4.19 menunjukkan konfigurasi sheet pile kasus 2 yang dipasang di antara lapisan tanah 1 dan 2. Konfigurasi sheet pile Kasus 3 ditunjukkan pada Gambar 4.20 dengan pemasangan sheet pile pada lapisan tanah 2. Gambar 4.18. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 1 pada Lereng

digilib.uns.ac.id 39 Gambar 4.19. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 2 pada Lereng Gambar 4.20. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 3 pada Lereng Dilakukan analisis lereng dengan perkuatan sheet pile sesuai dengan konfigurasinya. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil berupa bidang gelincir, deformasi lereng, dan nilai angka keamanan (). (a) (b)

digilib.uns.ac.id 40 (c) (d) Gambar 4.21. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 1: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m (a) (b) (c) (d) Gambar 4.22. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 2: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

digilib.uns.ac.id 41 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.23. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 3: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m Gambar 4.21 hingga Gambar 4.23 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat sheet pile pada Kasus 1, Kasus 2, dan Kasus 3. Gambar 4.24 dan Gambar 4.25 menunjukkan deformasi pada lereng setelah diperkuat sheet pile pada Kasus 1 dan Kasus 2 Extreme Displacement : 5,74 10-3 m (a) Extreme Displacement : 6,85 10-3 m (b)

digilib.uns.ac.id 42 Extreme Displacement : 5,98 10-3 m Extreme Displacement : 6,05 10-3 m (c) (d) Gambar 4.24. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 1: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m Extreme Displacement : 4,28 10-3 m (a) Extreme Displacement : 4,39 10-3 m (b) Extreme Displacement : 4,46 10-3 m Extreme Displacement : 4,46 10-3 m (c) (d) Gambar 4.25. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 2: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

digilib.uns.ac.id 43 Gambar 4.21 hingga Gambar 4.23 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat sheet pile. Seperti halnya dengan lereng yang diperkuat dengan pile, lereng yang diperkuat sheet pile juga mengalami perubahan bidang gelincir. Pada Kasus 1, bidang gelincir lereng yang semula berada di sepanjang bidang miring lereng menjadi lebih kecil di bagian bawah perkuatan. Karena pada Kasus 1 perkuatan diletakkan di bagian atas sehingga hanya menahan lereng dari kelongsoran di bagian atas, sedangkan bagian bawah dari perkuatan akan luput dari perkuatan. Bidang gelincir Kasus 2 berada di atas perkuatan dan di bawah perkuatan. Dan pada Kasus 3, bidang gelincir lereng berubah menjadi di atas perkuatan. Deformasi lereng juga terjadi pada lereng dengan perkuatan sheet pile (Gambar 4.24 dan Gambar 4.26). Deformasi lereng pada Kasus 1 lebih besar daripada Kasus 2. Karena beban yang ditanggung perkuatan Kasus 1 lebih besar daripada Kasus 2. Deformasi lereng setelah mendapat perkuatan sheet pile lebih besar dibandingkan dengan deformasi lereng sebelum mendapat perkuatan. Hal ini disebabkan karena tambahan beban oleh perkuatan. Tabel 4.5. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Sheet Pile Posisi Sheet Pile Kasus 1 (Lapisan tanah 1) Kasus 2 (Antara lapisan 1 dan 2) Kasus 3 (Lapisan tanah 2) Kedalaman (m) 5 1,087 6,25 1,118 7,5 1,156 10 1,135 5 1,162 6,25 1,303 7,5 1,438 10 1,748 5 1,236 6,25 1,356 7,5 1,346 10 1,334 Dari Tabel 4.5 dapat dibuat grafik yang menghubungkan angka keamanan dengan kedalaman sheet pile. Pembuatan grafik ini akan mempermudah dalam menganalisis hubungan kedalaman sheet pile dengan angka keamanan (). Hubungan angka keamanan dengan kedalaman sheet pile dapat dilihat pada Gambar 4.26. Analisis

digilib.uns.ac.id 44 tambahan juga dilakukan pada perkuatan sheet pile untuk mengetahui nilai angka keamanan sebelum variasi kedalaman sheet pile. Kedalaman tambahan yang dianalisis adalah 3 m. Gambar 4.27 menunjukkan grafik analisis tambahan hubungan angka keamanan () dengan kedalaman sheet pile. 1.8 1.7 1.6 1.5 Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Tanpa Perkuatan 1.4 1.3 1.2 1.1 1 4 5 6 7 8 9 10 11 Kedalaman (m) Gambar 4.26. Grafik Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Sheet Pile Pada Gambar 4.26 besar angka keamanan akan semakin meningkat seiring dengan perubahan peletakan sheet pile. Sheet pile pada Kasus 1 mempunyai nilai yang lebih kecil daripada sheet pile pada Kasus 2. Hal ini dipengaruhi oleh properti tanah yang dilewati oleh sheet pile. Pada Kasus 1, sheet pile melewati Lapisn tanah 1, Lapisan tanah 2, dan Lapisan tanah 3. Sedangkan Kasus 2, sheet pile melewati Lapisan tanah 2, Lapisan tanah 3, dan Lapisan tanah 4. Perbedaan properti tanah mempengaruhi besarnya variabel perkuatan pada sheet pile. Misal nilai K p pada Lapisan tanah 1 lebh kecil daripada Lapisan tanah 2. Nilai K a dan K p dipengaruhi oleh sudut gesek. Lapisan tanah 1 mempunyai sudut gesek yang lebih kecil. Posisi peletakan yang berbeda akan memberikan nilai properti tanah yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai angka keamanan (). Sheet pile yang diletakkan di antara Lapisan tanah 1 dan Lapisan tanah 2 (Kasus 2) memiliki nilai angka keamanan lebih commit besar to user daripada sheet pile yang diletakkan di

digilib.uns.ac.id 45 Lapisan tanah 2 (Kasus 3). Ini dapat terjadi karena beban yang diterima sheet pile Kasus 2 lebih kecil daripada sheet pile Kasus 3, sehingga nilai Kasus 2 lebih besar. 1.8 1.7 1.6 Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kedalaman (m) Gambar 4.27. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan () dengan Kedalaman Sheet Pile Pada Gambar 4.27 Sheet pile Lapisan tanah 1 (Kasus 1) mengalami peningkatan nilai hingga kedalaman 7,5 m. Kemudian nilai konstan di kedalaman berikutnya. Sedangkan pada Lapisan tanah 2 (Kasus 3), nilai meningkat hingga kedalaman 6,25 m dan menjadi konstan hingga kedalaman 10 m penanaman. Nilai pada sheet pile yang diletakkan di antara Lapisan tanah 1 dan Lapisan tanah 2 (Kasus 2) terus mengalami peningkatan hingga kedalaman 10 m.