BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat banyak yang memperbincangkan tentang pornografi yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan sosial dari bangsa itu. Negara Indonesia dianggap mampu menempuh proses perkembangan dan perubahan dalam bermacam bidang guna mewujudkan tatanan kearah masyarakat yang adil dan makmur. Upaya bangsa Indonesia yakni melakukan suatu sistem hukum nasional yang berpihak kepada kepentingan nasional dan bersumber dari Pancasila serta UUD 1945. Hal ini masih diwujudkan oleh pemerintah bersama jajarannya dengan membenahi pembinaan dibidang hukum agar dapat berjalan sesuai kebijakan pembangunan. Peran hukum yang dinilai aktif menyangkut persoalan-persoalan perubahan sosial hendaknya dilakukan secara sadar dan terpadu. Disinilah sifat pengaturan hukum itu tampak, dari aspek legitimasi ataupun keefektifan penerapannya. Persoalan-persoalan yang muncul tersebut kemudian akan menyesuaikan dan bergeser dari bagaimana mengatur sesuatu dengan melalui prosedur hukum menuju kearah bagaimana pengaturan itu sampai dan dapat diterima oleh masyarakat hingga kelak timbul suatu efek atau reaksi yang memang dikhendaki oleh hukum. Dewasa ini banyak terjadi tindak pidana kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, salah satunya tindak pidana pembunuhan berencana.

2 Tindak pidana pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang secara tenang dan dengan direncanakan terlebih dahulu. Hal ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang mengancam dengan maksimum hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara dua puluh tahun. 1 Suatu perkara pidana yang ada barang buktinya, biasanya akan dapat mempercepat proses penyelesaian perkaranya daripada perkara lain yang tidak ada barang buktinya, sebab dengan adanya barang bukti yang diajukan di muka Hakim, dapat menambah/mempertebal keyakinan Hakim tentang kesalahan terdakwa dan pula dapat dipakai sebagai unsur untuk memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan, oleh karena itu sedapat mungkin penyelidik harus berusaha menyita barang-barang bukti tersebut. 2 Sebagai dasar pertimbangan yang patut untuk diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan perkara, telah diatur di dalam KUHAP, seperti Pasal 183 KUHAP menetapkan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pengaturan perihal hakim menjatuhkan suatu putusan terdapat juga pada Pasal 8 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, 1 Wirjono Prodjodikoro., Tindakan-tindakan Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, 1986, hlm.68 2 Gregorius Aryadi., Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana, Penerbit ANDI OFFSET, Yogyakarta,1995, hlm. 154

3 hakim wajib pula memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Menurut UU No. 48 Tahun 2009 hakim dalam pertimbanganpertimbangan pidana yang akan dijatuhkan yaitu, kondisi seseorang (terdakwa) agar diberi pidana setimpal dan seadil-adilnya. Perihal kondisi pribadi terduga tersebut dapat dimintai beberapa keterangan misalnya dari orang-orang sekitar lingkungan tetangganya, perlu juga keterangan dari ahli kejiwaan. Terlebih bagi hakim pentingnya memperhatikan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 menetapkan: hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga menjadi dasar pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan sebuah putusan pidana, dan tujuan dari pemidanaan tersebut bukan bersifat membalas dendam tetapi diharapkan sebagai alat koreksi dan edukatif, dan juga diharapkan dengan adanya pemidanaan tersebut keseimbangan dalam masyarakat yang sempat terganggu akibat perbuatan terdakwa dapat kembali ke keadaan semula sebelum adanya perbuatan terpidana terdakwa. Bagi terdakwa diharapkan dapat memperbaiki diri untuk kehidupan dimasa mendatang, sehingga ia dapat diterima kembali di masyarakat maka putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim adalah hukuman mati. Apabila terdakwa mau memperbaiki dirinya dan dapat diterima kembali oleh masyarakat, maka putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim adalah penjara seumur hidup atau hukuman penjara dua puluh tahun.

4 Dalam mencegah terjadinya tindak pidana, majelis hakim memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan Pasal 340 KUHP, yakni mengenai pertimbangan hakim dalam hal menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku pembunuhan berencana. Penangananya akan terasa sebagai sesuatu yang bermakna baik bagi individu yang dijatuhi pidana maupun berguna juga bagi kepentingan masyarakat. 3 Kejahatan yang diancam pidana mati salah satunya adalah pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 KUHP. Menurut pasal tersebut ditentukan 3 (tiga) alternatif ancaman yaitu pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama-lamanya 20 tahun. Unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 340 KUHP : 1.Menghilangkan nyawa orang lain 2.Dengan direncanakan terlebih dahulu 3.Dilakukan dengan sengaja. Sedangkan ancaman pidana penjara selama-lamanya atau maksimal 20 (dua puluh) tahun, seperti tercantum pada Buku Kesatu Aturan Umum,Bab IV tentang percobaan, Pasal 53 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana berat. Peranan hakim di pengadilan mempunyai kunci penting dalam mencegah terjadinya tindak pidana. Salah satunya yaitu pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku percobaan pembunuhan berencana, dimana penanganannya akan terasa sebagai sesuatu yang bermakna 3 Bambang Waluyo., Pidana dan Pemidanaan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 91

5 baik, bagi individu yang dijatuhi pidana maupun berguna pula untuk kepentingan masyarakat. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana sehingga putusan tersebut dianggap rasional? C. Tujuan Penelitian Setiap penulisan ilmiah pasti akan mempunyai suatu tujuan, begitu pula dengan penulisan hukum atau skripsi ini mempunyai tujuan penelitian dan dilaksanakan dengan tujuan yaitu untuk memperoleh data tentang dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan suatu putusan pidana dalam pembunuhan berencana sehingga putusan tersebut dianggap rasional. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembanngan ilmu hukum pada umumnya. 4 Internet http://www.silaban.net/2002/07/28/menilik-kasus-pembunuhan-orang-tua-terhadap anak, 22 Oktober 2010

6 2. Bagi penulis Untuk menambah pengetahuan tentang hukum pidana terutama mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan pidana, dan juga dalam rangka memenuhi syarat gelar sarjana yang diwujudkan dalam sebuah penulisan hukum/skripsi. 3. Bagi masyarakat Memberi sumbangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pidana dan sumbangan pemikiran dasar kepada masyarakat supaya minimal paham akan hukum pidana Republik Indonesia E. Batasan Konsep Penelitian hukum ini, memerlukan batasan konsep untuk memberi batas dari berbagai pendapat yang ada, agar substansi atau kajian dari penulisan hukum ini tidak melebar atau tidak menyimpang mengenai konsep Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Pertimbangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata timbang yang berarti tidak berat sebelah; sama berat. Jadi pertimbangan menurut Kamus besar bahasa Indonesia adalah kemampuan untuk mengadakan perhitungan sebelum melakukan pekerjaan. 2. Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mengadili perkara dan menurut UU No. 48 Tahun2009 adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang ada di bawahnya

7 dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 3. Pelaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. 4. Tindak pidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu usaha/langkah untuk melakukan suatu kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan, korupsi, dsb. 5. Pembunuhan menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan menghilangkan nyawa orang lain, sedangkan berencana adalah sesuatu yang akan dikerjakan, sehingga yang dimaksud pembunuhan berencana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang akan dikerjakan dengan suatu perencanaan terlebih dahulu untuk menghilangkan nyawa orang lain. F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan penulis adalah penelitian hukum normatif, dengan menguji dan mengkaji data sekunder yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dalam penelitian ini. Penelitian normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara meneliti bahan

8 pustaka yang merupakan data sekunder baik yang bersifat pribadi ataupun bersifat umum. 2. Sumber Data Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari : data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data sekunder ini merupakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer, antara lain berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari : 1.Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Dalam penulisan hukum ini dipakai UUD 1945 amandemen keempat tahun 2002 yaitu pada Bab IX. 2.Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) No. 1 tahun 1946. 3.Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No. 8 tahun 1981. 4.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. b. Bahan hukum sekunder, yaitu data pendukung dari bahan hukum primer antara lain pendapat hukum, buku-buku, makalah, website dan lain-lain. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam rangka penulisan hukum ini, pengumpulan data dilakukan dengan metode: a. Studi kepustakaan

9 Mengumpulkan data sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan cara mempelajari dan memahami buku-buku literatur atau buku bacaan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, juga pendapat pakar-pakar dan ahli-ahli dan juga peraturan-peraturan perundang-undang. b. Wawancara Mengumpulkan data dengan cara tanya jawab langsung dengan Bapak Ratno Hakim PN Sleman Yogyakarta yang dapat memberikan informasi tentang obyek yang diteliti sehingga data-data yang diperoleh benar-benar berkaitan dengan obyek yang diteliti 4. Metode analisis Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakan maupun lapangan, diolah dan dianalisis secara kualitatif, artinya analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif. Data yang diperoleh dari lapangan maupun kepustakaan baik secara lisan maupun tertulis, kemudian diarahkan, dibahas dan diberi penjelasan dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian disimpulkan dengan metode deduktif, yaitu proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berfikir deduktif. G. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini disusun secara sistematis dalam bab per bab yang saling berhubungan dengan tujuan agar terwujud penulisan hukum yang

10 menghasilkan keterangan jelas dan sistematis. Bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini penulis mengutarakan tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN YANG RASIONAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Dalam BAB II yang berisi pembahasan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang rasional terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dibagi menjadi tiga sub bab yaitu: sub bab pertama yang berisi tentang tinjauan mengenai peranan hakim dalam peradilan pidana yang didalamnya dijelaskan tentang ketentuan dan larangan bagi hakim dalam menangani perkara, pedoman tingkah laku hakim, serta bagaimana hakim menggunakan kebebasan dan kemandiriannya dalam memberikan putusan perkara pidana, sub bab kedua tentang tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan berencana yang didalamnya dijelaskan tentang pengertian tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana pembunuhan berencana dan proses pembuktian pembunuhan berencana dalam perkara pidana, sub bab ketiga tentang dasar pertimbangan putusan hakim yang

11 memberatkan dan yang meringankan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang didalamnya dijelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan berat ringannya pidana pembunuhan berencana dan analisis kasus pembunuhan berencana BAB III PENUTUP Dalam BAB ini terdiri dari kesimpulan yang berisi ringkasan atas pembahasan permasalahan tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan saran yang dapat diberikan penulis agar setiap putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim selalu memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat.