BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWAYOGYAKARTA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir atau urusan pengalaman lapangan,

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI DIMENSI KEMISKINAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2017


KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

Kemiskinan dan Ketimpangan

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

BERITA RESMI STATISTIK

Kemiskinan di Indonesa

BAB I PENDAHULUAN. fluktuasi karena pengaruh dari kondisi perekonomian dunia. Beberapa contoh

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki tujuan besar yang sama yakni kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu indikator kesuksesan sebuah negara dalam menjalankan fungsinya di mata dunia. Kesejahteraan dapat dicapai melalui program dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi, pembangunan sendiri akan terhambat ketika masih terdapat kemiskinan. Menurut World Bank, kemiskinan (poverty) didefinisikan melalui kemampuan setiap individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), melalui basic needs approach, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari pengeluaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Kemiskinan merupakan permasalahan yang cukup rumit untuk setiap negara, karena kemiskinan itu sendiri pada dasarnya merupakan ukuran rendahnya kesejahteraan yang sebenarnya dapat berbeda antar satu individu dengan individu yang lain dan dapat juga terjadi kondisi dimana individu merasa bahwa dirinya sudah cukup

sejahtera akan tetapi jika dilihat menurut standar yang disepakati, ia termasuk ke dalam kategori miskin, dan sebaliknya. Di Indonesia, hingga saat ini pun kemiskinan tetap menjadi permasalahan yang utama. Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah berusaha keras untuk mengamalkan amanah yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 yang satu ini. Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini juga tidak lepas dari tujuan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Menurut data World Bank pada tahun 2013, sekitar 11,4 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 251,3 juta orang masih dikategorikan miskin. Dengan kata lain, penduduk miskin di Indonesia hampir mencapai kurang lebih 29 juta orang di tahun 2014. Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh BPS, yakni masih terdapat kurang lebih 28,55 juta orang dikategorikan miskin atau sekitar 11,47 persen dari total penduduk Indonesia. Gambar 1.1. Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2000-2014 25 20 15 10 5 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Indonesia termasuk dalam negara yang berkembang. Menurut Todaro dan Smith (2006) kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang adalah akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut: 1. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat. 2. Pendapatan perkapita negara-negara Dunia Ketiga juga masih rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada beberapa yang mengalami stagnasi. 3. Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak merata; 20 persen penduduk yang paling kaya menerima 5 hingga 10 kali lipat pendapatan yang diterima oleh 40 persen golongan yang paling miskin. 4. Mayoritas penduduk di negara-negara Dunia Ketiga harus hidup di bawah tekanan kemiskinan absolut. 5. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara - negara Dunia Ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju. 6. Fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun kurang memadai. Selain itu. tingkat kegagalan penyelesaian pendidikan

(dropped out) relatif tinggi, ditambah tingkat melek huruf yang masih relatif rendah. Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kemiskinan di negara berkembang, seperti Indonesia, adalah laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut lambat, pendapatan perkapita yang rendah, distribusi pendapatan yang timpang atau tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lain di negara tersebut, mayoritas penduduk berada di bawah kemiskinan absolut, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai. Di sisi lain, Nurkse dalam Bauer (1965) menyatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah kemiskinan itu sendiri atau lebih dikenal dengan sebutan lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Lingkaran kemiskinan merupakan rangkaian peristiwa yang saling mempengaruhi antara kemiskinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Artinya, jika ruang lingkup yang diambil adalah sebuah rumah tangga, maka penyebab kemiskinan dalam rumah tangga tersebut adalah karena rumah tangga tersebut miskin sehingga tidak cukup modal untuk berinvestasi atau keluar dari kemiskinan. Menurut Banerjee dan Duflo (2011), dijelaskan juga mengenai jebakan kemiskinan (poverty trap) yang dialami penduduk negara berkembang, termasuk Indonesia. Jebakan kemiskinan tersebut diantaranya adalah berkaitan dengan faktor pembentuk human capital, seperti pendidikan, kesehatan, dan nutrisi yang dikonsumsi penduduk miskin. Tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah memungkinkan generasi selanjutnya untuk masuk ke dalam kemiskinan padahal pendidikan dan

kesehatan yang rendah terjadi saat ini disebabkan oleh keadaan yang miskin. Banerjee dan Duflo juga menyinggung tentang kebutuhan nutrisi yang diperlukan orang miskin. Kebutuhan akan nutrisi ini digambarkan seperti sebuah investasi jangka panjang untuk generasi selanjutnya. Sebuah perbedaan kecil investasi pada nutrisi masa kanak-kanak (di India, sepaket garam beriodium seharga $0,62 USD PPP dan di Indonesia, minyak ikan seharga $7 USD PPP) dapat membuat perbedaan besar di kemudian hari. Solusi untuk membantu penduduk miskin bukan sesederhana memberikan bantuan beras atau uang kas, melainkan memberikan bantuan nutrisi yang cukup pula karena memberikan bantuan beras dan uang yang lebih banyak belum tentu dapat mengubah pola hidup mereka menjadi lebih baik. 1.2. Keaslian Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan telah banyak dilakukan, diantaranya: 1. Widyanti dkk (2009) menyatakan bahwa perubahan komposisi rumah tangga diakibatkan oleh kelahiran, kematian, perceraian, pernikahan, dan pindahan anggota keluarga mampu mempengaruhi kemiskinan keluarga. Penelitian tersebut membuktikan semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin besar kemungkinan keluarga tersebut miskin. 2. Bilenkisi dkk (2014) melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dan risiko kemiskinan rumah tangga di Turki. Secara umum, penelitian ini membuktikan bahwa ada

hubungan negatif antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan risiko kemiskinan rumah tangga. Dibuktikan juga bahwa kepala keluarga yang telah menempuh pendidikan SMK memiliki risiko kemiskinan lebih rendah dari kepala keluarga yang telah menempuh pendidikan SMA. 3. Setboonsamg (2005) menyatakan bahwa malnutrisi pada anak dapat menjadi indikator kemiskinan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa malnutrisi pada anak secara konsep relevan sebagai indikator kemiskinan, namun tidak secara praktis karena akan bervariasi bergantung pada kondisi setiap negara. 4. Adriani dkk (2015) meneliti tentang pengaruh pendidikan, kesehatan, dan pendapatan terhadap kemiskinan di Provinsi Jambi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kemiskinan di Jambi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan yang dibuktikan dengan variabel bebas/independen yang secara signifikan mempengaruhi kemiskinan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kemiskinan. Lebih khusus, penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan keluarga. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan sebelumnya, sebuah keluarga menjadi miskin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya komposisi rumah tangga atau jumlah

anggota dalam sebuah keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga yang rendah, dan sebagai tambahan adalah nutrisi yang tidak mencukupi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut: 1. Apakah jumlah anggota keluarga mempengaruhi kemiskinan keluarga? 2. Apakah tingkat pendidikan kepala keluarga mempengaruhi kemiskinan keluarga? 3. Apakah tingkat konsumsi nutrisi (makanan) keluarga mempengaruhi kemiskinan keluarga? 1.4. Batasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) untuk menjelaskan fenomena lingkaran/jebakan kemiskinan yang sebelumnya telah dijelaskan. Data IFLS yang digunakan adalah data IFLS gelombang 3, 4, dan 5 yang dilakukan pada tahun 2000, 2007, dan 2014. Sebelum gelombang 3 terdapat gelombang 2/2+ yang dilakukan tahun 1997/1998, tetapi tidak dipilih karena saat itu Indonesia dalam keadaan krisis sehingga diragukan dapat mengakibatkan bias pada hasil penelitian. Identitas keluarga yang tidak ada pada salah satu tahun pengamatan tidak masuk dalam penelitian karena tujuan penelitian ini adalah melihat perkembangan keluarga pada tahun 2000, 2007, dan 2014. Variabel-variabel yang dianggap dapat menjelaskan lingkaran/jebakan kemiskinan ini adalah tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat/dependen, sedangkan untuk variabel penjelas adalah jumlah anggota keluarga, rerata tingkat

pendidikan anggota keluarga, tingkat pengeluaran pendidikan, dan tingkat konsumsi nutrisi. 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis dampak jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan tingkat konsumsi nutrisi (makanan) terhadap fenomena lingkaran/jebakan kemiskinan dalam sebuah keluarga di Indonesia pada tahun 2000, 2007, dan 2014. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi pihak-pihak yang berkepentingan, serta para pembaca. Manfaat yang diperoleh di antaranya: 1. Memahami faktor-faktor yang mampu menyebabkan timbulnya lingkaran/jebakan kemiskinan di sebuah keluarga. 2. Menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan upaya mengurangi kemiskinan. 3. Menambah literatur mengenai lingkaran/jebakan kemiskinan di Indonesia. 4. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan jenjang strata- 1 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika yang penulis gunakan dalam menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan bagian dari pendahuluan yang berisi tentang latar belakang yang mendasari pemilihan masalah dalam penelitian ini, keaslian penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan dan hipotesis penelitian yang digunakan dengan mempertimbangkan literatur terdahulu. Bab III menjelaskan tentang veriabel-variabel yang digunakan, jenis dan sumber data, metode analisis, dan model penelitian yang akan digunakan. Bab IV membahas pembahasan umum dan interpretasi tentang hasil pengolahan data secara sederhana dan jelas. Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan di bab IV, saran yang diharapkan dapat berguna bagi pihakpihak yang membutuhkan, dan keterbatasan penelitian.