BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang, 2002). Dalam Pasal 1 UU No. 41 Tahun 1999, disebutkan bahwa hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan hak sering disebut juga hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumber daya alam berdasarkan inisiatif masyarakat. Hutan rakyat ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang dikelola masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah swadaya murni, baik berupa tanaman satu jenis, maupun dengan pola tanaman campuran agroforestri (Awang, 2005). 1
Hasil hutan merupakan bermacam materi yang didapat dari hasil proses penebangan untuk penggunaan komersil seperti kayu dan pulp. Sedangkan Hasil Hutan Bukan Kayu yaitu hasil hutan yang dapat berupa benda-benda hayati (nabati dan hewani), non hayati (Fungsi konservasi dan jasa, tidak termasuk benda-benda tambang) dan produk-produk turunan yang diperoleh melalui proses pengolahan (Kasmudjo, 2012). Macam-macam hasil hutan bukan kayu menurut klasifikasinya ada kelompok produk berkekuatan, kelompok produk ekstraktif, kelompok produk hasil budidaya, dan kelompok produk minor Hasil Hutan Bukan Kayu. Contoh kelompok tumbuhan berkekuatan adalah: rotan, bambu, kelapa/kelapa sawit, sagu nipah, aren, siwalan dan sebagainya. Contoh kelompok produk ekstraktif misalnya: minyak atsiri, minyak lemak, dan sebagainya. Contoh kelompok hasil budidaya misalnya: lak, sutera alam, madu lebah dan sebagainya, dan contoh dari produk minor HHBK adalah: tumbuhan obat, jamur, walet, aneka umbi-umbian rumputrumputan dan lain sebagainya (Kasmudjo, 2012). Seiring dengan menurunnya hasil hutan dari hutan rakyat berupa kayu, maka perlu diusahakan dengan pengoptimalan hasil hutan bukan kayu sebagai alternatif pendapatan ekonomi. Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat tidak diikuti dengan bertambahnya hasil hutan berupa kayu, sehingga pemanfaatan hasil hutan bukan kayu menjadi alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hasil Hutan Bukan Kayu secara umum berperan tidak hanya pada aspek ekologis, tetapi juga pada aspek ekonomis dan sosial budaya. Dari espek ekologis, Hasil Hutan Bukan Kayu merupakan bagian dari ekosistem hutan dan mempunyai 2
fungsi dan peran tertentu yang ikut menunjang keberlangsungan ekosistem tersebut. Dari aspek ekonomis, Hasil Hutan Bukan Kayu dapat menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat maupun pemerintah. Dari aspek sosial budaya, masyarakat ikut dilibatkan dalam pemanfaatan dan pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu. Di samping itu adanya kegiatan produksi dan pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, maka dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Salah satu keunggulan Hasil Hutan Bukan Kayu dibanding dengan hasil hutan kayu dalah pemanfaatan dan pengolahannya membutuhkan modal kecil sampai menengah serta dapat memanfaatkan teknologi yang sederhana sampai menengah (Sedarmalik, 2006). Di Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul, rata-rata masyarakatnya adalah petani hutan rakyat sehingga hutan rakyat diusahakan untuk mengatasi kekosongan lahan, untuk menambah pemasukan finansial, dan sebagai tabungan. Selain itu, masyarakat di Kecamatan Nglipar berhasil dalam mengusahakan hutan rakyat secara swadaya yang mampu mengubah lahan tandus menjadi lahan penuh tanaman. Selain hutan rakyat, masyarakat di Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar juga membudidayakan lebah madu. Budidaya lebah madu dipilih karena perawatannya yang mudah, tidak perlu memberi makan, tidak banyak memakan tempat, dan hasil madu yang cukup mahal. Lebah madu yang dibudidayakan masyarakat dari dua jenis lebah yaitu lebah A. cerana dan lebah lanceng (trigona), kedua jenis tersebut dipilih karena dapat hidup dan berkembang biak di daerah nglipar meskipun hasil madu yang diperoleh tidak sebanyak lebah A. mellifera 3
Potensi madu lebah di Kecamatan Nglipar begitu tinggi. Namun sayangnya, belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai besarnya kontribusi madu lebah terhadap pendapatan warga. Belum dapat diperkirakan apakah hasil lebah madu ini berdampak banyak terhadap ekonomi warga. Usaha budidaya lebah madu dimulai kira-kira sejak tahun 1985 hingga sekarang dalam pengembangannya membutuhkan peran para pihak tetapi belum diketahui secara jelas peran mengenai jenis yang ada seperti dinas kehutanan, pemerintah, dan LSM dalam membantu pengelolaan budidaya lebah madu di kelompok budidaya lebah madu Sari Alami. Dengan dasar ini penelitian ini dilakukan sehingga mampu memberikan informasi mengenai kondisi kelompok budidaya lebah madu Sari Alami. 1.2 Permasalahan Hutan rakyat di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul sangat berpotensi untuk dikembangkan. Dalam pengusahaan hutan rakyat, seharusnya petani hutan rakyat di Kecamatan Nglipar tidak hanya terfokus pada hasil hutan kayu namun juga hasil hutan bukan kayu. Esensi permasalahan yang dapat diambil dari uraian tersebut di atas dan berdasarkan latar belakang adalah : 1. Bagaimana kontribusi hasil hutan bukan kayu di hutan rakyat Kecamatan Nglipar terhadap tingkat pendapatan ekonomi anggota kelompok tani budidaya lebah madu? 2. Apa peran para pihak dalam pengelolaan hasil hutan bukan kayu khususnya budidaya lebah madu? 4
3. Apa kendala dan alternatif solusi pengelolaan hasil hutan bukan kayu khususnya budidaya lebah madu? 1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian dapat disusun sebagai berikut: 1. Mengetahui kontribusi hasil hutan bukan kayu hutan rakyat di Kecamatan Nglipar terhadap pendapatan masyarakat. 2. Mengetahui peran para pihak dalam pengelolaan hasil hutan bukan kayu khususnya budidaya lebah madu. 3. Mengetahui kendala pengelolaan hasil hutan bukan kayu dan alternatif solusi khususnya dibidang budidaya lebah madu. 1.4 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, mendapatkan wawasan baru tentang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait pengembangan budidaya lebah madu. 2. Bagi petani, mengetahui kontribusi yang mereka dapatkan dari budidaya lebah madu di hutan rakyat. 3. Bagi pemerintah, merupakan sumber informasi penting tentang sumbangan pendapatan ekonomi budidaya lebah madu terhadap warga. 5