II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI KAJIAN TEKNIK PENYULINGAN ULANG (REDISTILASI) UNTUK MENINGKATKAN MUTU ASAP CAIR

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab IV Hasil dan Pembahasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan dispersi koloid yang berasal dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Bab III Metodologi Penelitian

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

Proses Pembuatan Madu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang

Pengeringan Untuk Pengawetan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

BAB II LANDASAN TEORI

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR SEBAGAI PENGAWET TERHADAP KUALITAS NUGGET DAGING AYAM. Oleh : MALIKIL KUDUS SUSALAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

M. Yunus: Teknologi Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kepala Sebagai Pengawet Makanan

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sale pisang merupakan salah satu produk olahan pisang masak konsumsi

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

Metoda-Metoda Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono (2002)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN. Oleh : Sri Komarayati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

OPTIMALISASI PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN SEGAR

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI TENTANG PEMBUATAN ASAP CAIR (Liquid Smoke) DARI KAYU SEPATU AFRIKA (Spathodea campanulata)

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

REKAYASA PERALATAN BIOBRIKET

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asap Cair Asap cair atau disebut juga cuka kayu (wood vinegar) diperoleh dengan cara pirolisis dari bahan baku misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400-600ºC selama 90 menit untuk memperoleh asap, lalu diikuti dengan proses kondensasi di dalam kondensor dengan menggunakan air sebagai pendingin (Pszezola, 1995). Komposisi kimia tempurung kelapa menurut Djatmiko el al. (1985) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa Komponen Persentase (%) Abu 0.23 Lignin 33.30 Selulosa 27.31 Pentosan 17.67 Metoxi 5.39 Kadar Air 16.1 Perbedaan jumlah rendemen asap cair disebabkan oleh tingginya kandungan air dalam bahan baku dan panjang kondensor yang digunakan. Semakin tinggi kandungan kadar air dalam bahan baku maka semakin tinggi jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan. Semakin panjang kondensor yang digunakan maka kemungkinan mengkondensasikan asap hasil pirolisis akan lebih optimal. Hal ini disebabkan oleh asap mengalami proses kondensasi lebih lama di dalam kondensor sehingga rendemen asap cair yang dihasilkan semakin tinggi (Hanendyo, 2005). Asap cair mengandung berbagai berbagai senyawa kimia antara lain senyawa fenol, karbonil, asam, ter dan air. Gumanti (2006) mendapatkan data 3

kandungan senyawa kimia dalam distilat asap cair yaitu fenol sebesar 5.5%, methyl alkohol sebesar 0.37% dan total asamnya sebesar 7.1%. Kandungan senyawa kimia dalam asap cair sangat menentukan ciri warna dan aroma dalam menentukan kualitas produk pengasapan. Kandungan senyawa kimia dalam asap cair sangat dipengaruhi oleh sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta spesifikasi alat pembuatan asap cair (Girard, 1992). Diketahui juga bahwa temperatur pembuatan asap cair merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap cair yang dihasilkan. Tranggono et al. (1996) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 400-600ºC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan dari pirolisis pada temperatur 400ºC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Komponen senyawa penyusun asap cair Komponen senyawa penyusun asap cair terbesar, yaitu: 1. Senyawa Fenolat Senyawa fenol berperan pada pembentukan cita rasa pada produk pengasapan dan juga mempunyai aktivitas antioksidan yang mempengaruhi daya simpan pangan (Girard, 1992). Komponen senyawa fenol yang berperan dalam pembentukan flavor adalah guaiakol, 4- metilguaiakol dan 2,6-dimetoksifenol. Guaiakol berperan memberi rasa asap, sementara siringol memberi aroma asap (Daun, 1979). Senyawa fenol merupakan zat aktif yang dapat memberikan efek antibakteri dan anti mikroba pada asap cair. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan pangan yang akan diawetkan. Identifikasi senyawa fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga hasilnya dapat diaplikasikan kepada semua produk pengasapan (Zuraida, 2008). 4

Kadar fenol bervariasi antara 2,10-2,13% tergantung pada macam dan bentuk kayu dengan rata-ratanya 2,85%, sedangkan untuk asap cair tempurung kelapa sebesar 5,13% (Tranggono et al, 1996). 2. Senyawa Karbonil Senyawa ini berperan pada cita rasa dan pewarnaan pada produk yang diasap. Senyawa karbonil mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada aroma kurang menonjol. Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992). Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56-15,23% dengan variasi rata-rata 11,84% sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 13,28% (Tranggono et al, 1996). 3. Senyawa Asam Senyawa asam bersama-sama senyawa fenol dan karbonil secara sinergis sebagai anti mikroba sehingga dapat menghambat peruraian dan pembusukan produk yang diasap. Senyawa asam yang berasal dari asap cair dapat mempengaruhi cita rasa, ph dan umur simpan pangan. Senyawa asam terutama asam asetat mempunyai aktivitas antimikrobia dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat bersifat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien ph transmembran (Pszczola, 1995). Keasaman (dihitung sebagai % asam asetat) asap cair dari berbagai kayu bervariasi antara 4,27-11,39% dengan nilai rata-rata 6,58%, sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 11,39% (Tranggono et al, 1996). 4. Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Senyawa PAH dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu dan memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). Selain bebas dari senyawa-senyawa berbahaya, asap cair yang digunakan sebagai 5

pengawet bahan pangan haruslah memiliki cita rasa yang dapat diterima konsumen. Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa PAH selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. B. Redistilasi Asap Cair Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara pengendapan, penyaringan dan penyulingan ulang (redistilasi). Senyawa-senyawa yang tidak larut dalam asap cair yang terkondensasi dari hasil pirolisis ditampung dan diendapkan selama beberapa hari sehingga diperoleh asap cair yang lebih jernih. Asap cair yang diperoleh dari hasil pengendapan ini belum begitu murni walaupun penampakannya bening berwarna coklat kehitaman sampai coklat kekuningan. Jika disimpan dalam jangka waktu lama, senyawa berwarna hitam terdapat di dalam asap cair yang belum sempurna pemurniannya akan kembali mengendap. Asap terdiri atas komponen gas, cairan dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat tercampur di dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-partikel tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar (Bahtiar, 2009). Ditemukannya sifat karsinogenik dari PAH menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil pengasapan meningkat. Begitu juga dengan penelitian terhadap kandungan PAH di dalam asap cair kasar yang merupakan kondensat langsung hasil proses pirolisis. Salah satu proses pemurnian asap cair adalah dengan redistilasi (penyulingan ulang). Prinsip destilasi adalah pemisahan komponen dari campuran cairan berdasarkan titik didih. Komponen destilator terdiri atas: pemanas, ketel suling, kondensor, selang air pendingin dan wadah penampung distilat asap cair (Bahtiar, 2009). 6

C. Pemanfaatan Asap Cair Pemanfaatan asap cair telah banyak diteliti dan digunakan pada berbagai produk pangan dan hasil pertanian, antara lain: 1. Industri pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Zuraida (2008) membuktikan bahwa asap cair tempurung kelapa yang diaplikasikan terhadap bakso ikan aman untuk dikonsumsi. Keamanan asap cair tempurung kelapa juga diteliti Zuraida (2008) dengan melakukan uji toksisitas yang menunjukkan nilai LD 50 lebih besar dari 15000 mg/kg berat badan hewan uji, sehingga asap cair dinyatakan aman untuk digunakan dalam bahan pangan. Asap cair dapat diaplikasikan pada produk pangan dengan berbagai metode, yaitu: pencampuran, pencelupan atau perendaman, penyuntikan, pencampuran asap cair pada air perebusan, dan penyemprotan. Metode pencampuran biasanya digunakan pada produk daging olahan, flavor ditambahkan dalam jumlah bervariasi (Kostyra et al, 2007) di dalam Zuraida (2008). Ikan asap yang diproses dengan kombinasi bumbu dan asap cair menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan mikroba yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan asap cair (Mahendratta et al, 2006) Asap cair dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pengawet pada mie basah (Gumanti, 2006). Perbandingan kemampuan formalin dan asap cair untuk pengawetan bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2. 7

Tabel 2. Perbandingan Formalin dan Asap cair No. Parameter Asap cair Formalin 1 Asal bahan alam, mudah didapat 2 Bau khas asap cair 3 Efek samping 4 Warna aman, tidak ada efek samping kekuningan sampai kecoklatan bahan kimia, susah didapat menyengat khas formalin, aroma terbakar membahayakan kesehatan jernih 5 Keuntungan 6 Ekonomis aman bagi kesehatan maupun lingkungan ekonomis, harga variatif dari Rp. 6000 Rp. 15000 per liter berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan lebih mahal, Rp. 20000 per liter 7 Daya pengawet lama lama 2. Industri perkebunan Wastono (2006) melakukan penelitian pemanfaatan asap cair sebagai disinfektan untuk memperpanjang masa simpan buah pisang ambon. Pengujian dilakukan dengan perlakuan suhu perendaman 25ºC selama 5 menit dan suhu 47ºC selama 15 menit dengan konsentrasi asap cair yaitu 1%, 5%, dan 10%. Buah pisang tersebut disimpan pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan pengukuran dan pengamatan mutu buah pisang setiap 4 hari sekali. Pengamatan yang dilakukan adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, total mikroba, dan pengamatan serangan hama penyakit secara visual. Sucahyo (2010) membuktikan asap cair tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan koagulan lateks karena mengandung jenis-jenis asam lemah serta memiliki ph yang rendah. Kandungan kimia asap cair tempurung kelapa yang diperoleh, yaitu kadar asam sebesar 9.81%, kadar fenol sebesar 6.78% dan ph sebesar 3.00. Kombinasi penggunaan dengan perbandingan 75% asam semut : 25% asap cair, secara konsisten dapat 8

menghasilkan kelas mutu RSS 1dengan kualitas yang baik seperti nilai PRI sebesar 80.17, kadar kotoran sebesar 0.01 dan kadar abu sebesar 0.31. penggunaan asap cair tempurng kelapa berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai plastisitas karet yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik bau menunjukkan pemberian asap cair tempurung kelapa dengan dosis 20 ml/kg karet kering, menghasilkan tingkat penerimaan bau yang lebih disukai oleh panelis sehingga dapat digunkan sebagai bahan penghilang bau busuk pada bahan olahan lump. D. Mutu Asap Cair Asap cair dibedakan menjadi tiga kelas mutu, yaitu grade I, II dan III (http://lordbroken.wordpress.com, 2010) dengan peruntukan yang berbeda: Grade I : warna bening, rasa sedikit asam, aroma netral, peruntukan makanan, ikan. Grade II : warna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap lemah, peruntukan makanan dengan taste asap (daging asap, bakso, mie, tahu, ikan kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, ikan asap/bandeng asap). Grade III : warna coklat gelap, rasa asam kuat, aroma asap kuat, peruntukan penggumpal karet pengganti asam semut, penyamakan kulit, pengganti antiseptik untuk kain, menghilangkan jamur dan mengurangi bakteri patogen yang terdapat di kolam ikan. Syarat mutu asap cair menurut RSNI 3 (2009) meliputi penampakan, berat jenis, ph, kadar asam, total fenol, kadar air dan bau asap disajikan pada Tabel 3. 9

Tabel 3. Persyaratan Mutu Asap Cair Berdasarkan Jenis Uji dan Jenis Mutu No. Jenis Uji Satuan Asap Cair Kasar Jenis Mutu Distilat Asap Cair 1 Penampakan: derajat warna Kuning, merah muda kecoklatan, merah keciklatan Tanpa warna, kuning muda, merah muda jernih (tidak ada endapan) 2 Berat jenis (g/ml) Minimal 1,005 Minimal 1,001 3 Derajat keasaman (ph) 2,0 4,0 1,5 3,0 4 Kadar asam (%) 0,5 5,0 4,5 15,0 5 Total fenol (%) 1,5 9,5 4,6 15,0 6 Kadar air (%) Maksimal 85 Maksimal 70 7 Bau asap (odour) Laju emisi bau Minimal 1300 Minimal 1500 E. Teori Dasar Penyulingan (Distilasi) Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran yang terdiri atas dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan dimaksudkan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasikan kembali menjadi cair dan ditampung dalam suatu bejana penerima (Cook dan Cullen, 1987). Titik didih dapat didefinisikan sebagai nilai suhu pada tekanan atmosfer, dimana cairan akan berubah menjadi uap atau suhu pada tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika dilakukan proses penyulingan pada tekanan atmosfer maka tekanan uap tersebut akan sama dengan tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 cmhg. Berkurangnya tekanan pada ruangan di atas cairan akan menurunkan titik didih. Sebaliknya peningkatan tekanan di atas permukaan cairan akan menaikkan titik didih cairan tersebut (Guenther, 1987). 10

Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Setiap molekul pada lapisan permukaan yang bergerak ke atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987). Setiap molekul uap yang mengadakan kontak dengan permukaan dinding ketel mempunyai peluang untuk mencair kembali. Pada saat suhu naik, jumlah molekul uap juga meningkat, sehingga jumlah molekul uap yang berpeluang untuk mencair juga meningkat. Dalam waktu singkat jumlah molekul yang menguap akan sama dengan jumlah molekul yang terkondensasi dalam satuan waktu yang sama. Dengan demikian terbentuk kesetimbangan dinamis, sehingga jumlah molekul dalam keadaan uap menjadi konstan (Guenther, 1987). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen PAH dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan, dan terjadi keseimbangan larutan-larutan, sehingga komponen PAH dapat tertinggal di dasar ketel. Penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan menjadi uap dengan koefisien pindah panas yang besar. Kemudian terjadi kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya di bawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983). Dalam distilasi, fase uap yang terbentuk terjadi setelah larutan dipanaskan dan dibiarkan kontak dengan fase cairannya sehingga transfer massa terjadi baik dari fase uap ke fase cair maupun dari fase cair ke fase uap sampai terjadi keseimbangan antara kedua fase. Setelah keseimbangan 11

tercapai, kedua fase kemudian dipisahkan. Fase uap setelah dikondensasikan dalam kondensor disebut distilat sedangkan sisa cairannya disebut residu. Distilat mengandung lebih banyak komponen yang volatil (mudah menguap) dan residu mengandung lebih banyak komponen yang kurang volatil. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Titik Didih Senyawa Pendukung Sifat Fungsional Asap Cair Senyawa Fenol - Guaikol - 4- metilguaikol - Eugenol - Siringol - Furfural - Pirokatekol - Hidrokuinon - Isoeugenol Karbonil - Glioksal - Metilglioksal - Glikoaldehid - Diasetil - Formaldehid Asam - Asam asetat - Asam butirat - Asam propionat - Asam Isovalerat Titik Didih ( C, 760 mmhg) 205 211 244 267 162 240 285 266 51 72 97 * 88-21 118 162 141 176 Keterangan: * adalah titik leleh F. Teori Pindah Panas Pindah panas merupakan proses pindah panas secara spontan dari satu bahan ke bahan lain yang lebih dingin (Earle, 1969). Laju pindah panas tergantung pada perbedaan suhu antara kedua bahan, semakin besar perbedaan suhu antara kedua bahan maka semakin besar laju pindah panas antara kedua bahan tersebut. 12

Perpindahan panas dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi. Konduksi adalah transfer energi diantara perbatasan dari partikel yang memiliki energi lebih besar ke partikel yang berenergi lebih kecil yang merupakan interaksi antara partikel-partikel (Cengel, 2001). Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair, dan gas. Contoh konduksi adalah pindah panas melalui dinding padat pada ruangan pendinginan. Konveksi adalah perpindahan energi panas oleh pergerakan zat di dalam sistem (Henderson, 1997). Pergerakan zat tersebut bergerak akibat perubahan kerapatan atau akibat pergerakan bahan cair. Contoh pindah panas secara konveksi adalah proses pemanasan air di dalam kuali tertutup tanpa pengadukan, perubahan kerapatan menyebabkan pindah panas dengan konveksi alamiah. Apabila dengan pengadukan, maka pindah panas terjadi secara paksa. 1. Pindah Panas Secara Konveksi Perpindahan panas antara suatu permukaan padat dan suatu fluida berlangsung secara konveksi. Konveksi panas dapat dihitung dengan persamaan Newton: Q = h.a.dt Dimana: Q = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (Watt) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2 K) A = Luas penampang aliran permukaan dan fluida (m 2 ) dt = Perbedaan suhu antara permukaan dan fluida (K) 2. Konveksi Bebas Konveksi bebas (konveksi alamiah) adalah konveksi yang terjadi karena fluida yang mengalami proses pemanasan berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi bebas terjadi karena gaya apung (buoyancy force) yang dialaminya, apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai 13

akibat proses pemanasan. Contohnya adalah pemanasan aliran udara yang melalui radiator dan pemanasan air dalam ketel. Sedangkan gerakan fluida disebabkan kerena adanya energi dari luar seperti pompa atau kipas maka disebut sebagai konveksi paksa (forced convection), misalnya pendinginan radiator dengan udara yang dihembuskan oleh kipas (Syaiful, 2009). Keefektifan perpindahan panas dengan cara konveksi tergantung pada besarnya gerakan mencampur fluida. Sehingga studi perpindahan konveksi didasarkan pada pengetahuan tentang ciri-ciri aliran fluida. Laju perpindahan panas konveksi antara suatu permukaan dan suatu fluida dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: a. Pindah Panas melalui dinding ketel suling (Qk) Pindah panas melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan persamaan Newton : Qk = h.a.dt Nilai h dapat dicari dengan persamaan di bawah ini dengan asumsi zat udara di dalam ketel dan bentuk geometri silinder tegak. Hitung Tf, Tf = [(T k + T L )/2] + 273 K Cari nilai Pr dan di Tabel Sifat Bahan (Henderson, 1997) Hitung selang Gr L Pr, 10 4 < Gr L Pr < 10 9 atau 10 9 < Gr L Pr < 10 12 Cari koefisien a, b, dan L untuk zat udara No. Geometri Selang Gr L Pr a b L 1 2 Permukaan silinder tegak Permukaan silinder tegak 10 4 < Gr L Pr < 10 9 1.42 1/4 Tinggi 10 9 < Gr L Pr < 10 12 1.31 1/3 1 10 4 < Gr L Pr < 10 9 1.32 1/4 Diameter 10 9 < Gr L Pr < 10 12 1.24 1/3 1 Maka hitung nilai h, h = a ( b 14

b. Pindah Panas Melalui Tutup Ketel Suling (Qd) Pindah panas melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton: Qk = h.a.dt Nilai h dapat dicari dengan persamaan di bawah ini dengan asumsi zat udara di dalam ketel dan bentuk geometri permukaan datar, fluida di atas didinginkan dan fluida di bawah dipanaskan. Hitung Tf, Tf = [(T k + T L )/2] + 273 K Cari nilai Pr dan di Tabel Sifat Bahan (Henderson, 1997) Hitung selang Gr L Pr, 3 10 5 < Gr L Pr < 3 10 10 Cari koefisien a, b, dan L untuk zat udara Selang Gr L Pr a b L 3 10 5 < Gr L Pr < 3 10 10 0.59 1/4 panjang Maka hitung nilai h, h = a ( b 15