BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II KOMPETENSI PERADILAN AGAMA TENTANG PENCABUTAN GUGATAN DAN PERCERAIAN

TENTANG DUDUK PERKARANYA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

FORMULASI KUMULASI GUGATAN YANG DIBENARKAN TATA TERTIB ACARA INDONESIA (STUDI PUTUSAN MA NOMOR K/PDT/2012 DAN PUTUSAN MA NOMOR.

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI DAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB II UPAYA HUKUM DALAM PERKARA KEPAILITAN

BAB IV ANALISIS KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI, ISBAT NIKAH DAN PENETAPAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB III PENCABUTAN GUGATAN DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

ELIZA FITRIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB IV. ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NO.155/Pdt.G/2008/PTA Sby TENTANG PENGINGKARAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

Dinamika Pembangunan dan Pengembangan Hukum di Indonesia sejak masa kolonial hingga era kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

SOLUSI MENGURANGI PUTUSAN HAKIM YANG AMARNYA TIDAK DAPAT DITERIMA ( N O ).

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

RINGKASAN SKRIPSI. Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

PENGAJUAN GUGATAN by Fauzul. FH UPN JATIM 22 Maret 2013

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUGATAN. Untuk memulai dan menyelesaikan persengketaan perkara perdata

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

PRINSIP HAKIM PASIF DAN AKTIF DALAM PERKARA PERDATA 1. hakim dan praktisi hukum sampai sekarang. M. Yahya Harahap menyebutkan

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 061/PUU-II/2004

Kecamatan yang bersangkutan.

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

BAB IV ANALISIS TIDAK DITERIMANYA KUMULASI GUGATAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya membatalkan Putusan Hakim Pengadilan Agama Kediri tentang Gugatan Waris Dalam perkara waris yang penulis teliti ini, Pengadilan Agama Kediri memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang gugatan waris, dimana perkara tersebut mengenai pencabutan gugatan oleh Edi Prastiyono (Penggugat I) dan Endrijati (Penggugat III) yang semula menjadi para penggugat kolektif bersama dengan Endah Prastiyowati (Penggugat II), Ertanto (Penggugat IV), Eni Retnawati (Penggugat V), Evi Warianti (Penggugat VI) melawan tergugat Tri Atmodjowati dan para turut tergugat Etik Herawati dan Ernawati. Dengan alasan pencabutan itu Majelis Hakim menilai bahwa pencabutan oleh beberapa penggugat tadi, maka para penggugat kolektif tersebut tidak memiliki kapasitas dan dasar hukum, oleh karena itu para penggugat cacat formil sehingga nyatakan error in persona dan akhirnya 77

78 gugatan para penggugat dinyatakan tidak diterima/ NO (Neit Ontvankelijke verklaand). Dalam pertimbangan hukumnya jelas Majelis Hakim tidak memakai dasar hukum sama sekali mengenai pencabutan gugatan waris yang dilakukan oleh 2 (dua) dari 6 (penggugat), dimana dalam putusan perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. hanya menyatakan, bahwa tindakan Penggugat I dan Penggugat III yang mencabut gugatannya atas perkara ini, maka ternyata Para Penggugat kolektif telah tidak memiliki kedudukan dan kapasitas hukum yang tepat menurut hukum, sebab Penggugat I dan Penggugat III telah tidak berkepentingan lagi terhadap perkara ini yang berbeda dengan para Penggugat yang lain karena yang namanya penggugat kolektif tersebut haruslah satu visi, sehingga apabila salah satu atau beberapa dari mereka mencabut, maka mereka dianggap tidak mempunyai hak dan kepentingan lagi sebagai penggugat dinyatakan error in persona. 1 Adapun menurut error in persona yang dimaksud oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama, bahwa apabila penggugat kolektif sebagian dari mereka telah mencabut gugatannya maka para penggugat kolektif tersebut sudah tidak mempunyai kepentingan dan hak lagi untuk menggugat perkara waris yang disengketakan, sehingga dengan itu Majelis Hakim menilai gugatan tersebut telah mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in 1 Munadhiroh, Wawancara, Pengadilan Agama Nganjuk, 08 Juli 2013.

79 persona yaitu pihak yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak mempunyai kepentingan lagi. 2 Seharusnya, sekalipun pencabutan gugatan tidak diatur di dalam HIR (Het Herziene Indoneisch Reglement) dan R.Bg. (Reglement Buitteegewesten) maupun hukum positif lainnya, namun kebutuhan praktik peradilan mengharuskan adanya pedoman dalam pelaksanaan. Karena kekosongan hukum (Rechtvacuum) aturan itulah, Pasal 271-272 Rv. (Reglement op de burgerlijke rechsvordering) dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pengadilan, oleh karena itu seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Agama Kediri Menggunakan pasal 271 Rv sebagai sebagai landasan hukum demi terciptanya kepastian hukum. Sehingga dalam kasus pencabutan gugatan ini terjadi sebelum tergugat menyampaikan jawabannya, maka pencabutan gugatan tersebut mutlak hak dari para penggugat tanpa harus meminta persetujuan dari tergugat. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 271 Rv. Ditentukan mengenai pencabutan bahwa: Penggugat dapat melepaskan Instansi (mencabut perkaranya) asal hal itu dilakukan sebelum diberikan jawaban. Setelah ada jawaban, maka pencabutan Instansi hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan 3 Dalam perkara yang penulis analisis ini, pihak yang merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama Kediri melakukan upaya hukum berupa 2 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 81. 3 Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. III, 2004), 62.

80 banding yang dikuasakan kepada R. Bambang Endro Wijoyo, S. H kepada Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. Tujuan utama pemeriksaan tingkat banding adalah untuk mengoreksi dan meluruskan segala kesalahan dan kekeliruan penerapan hukum, tata cara mengadili, penilaian fakta dan pembuktian. Jika dalam pengadilan tingkat pertama terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penerapan hukum atau tata cara mengadili, maka pengadilan tingkat banding berwenang membatalkan putusan dengan mengadili sendiri perkara tersebut. Dalam kasus ini permohonan banding oleh Pembanding, telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu permohonan banding tersebut dinyatakan diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. Dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama tidak sependapat dengan pengadilan Agama Kediri, dimana Majelis Pengadilan Tinggi Agama berpendapat bahwa mencabut gugatan adalah hak setiap orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan, apakah gugatan tersebut diajukan bersama-sama-sama dengan orang lain atau diajukan sendiri sepanjang tindakan pencabutan tersebut masih memenuhi ketentuan Undang-undang. Menimbang, bahwa HIR sebagai Hukum Acara Peradilan Agama tidak mengatur secara khusus tentang pencabutan gugatan, akan tetapi dengan

81 berlandaskan prinsip process doelmatigheid dan kebutuhan praktik peradilan, maka dapat dipedomani ketentuan dalam Pasal 271 Rv. Ditentukan mengenai pencabutan bahwa: Penggugat dapat melepaskan Instansi (mencabut perkaranya) asal hal itu dilakukan sebelum diberikan jawaban. Setelah ada jawaban, maka pencabutan Instansi hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan. 4 Sehingga 2 (dua) orang dari seluruh Penggugat yang berjumlah 6 (enam) orang menyatakan mencabut gugatannya, oleh Karena itu dengan prinsip penghargaan terhadap hak-hak Penggugat serta ternyata pula pencabutan tersebut sebelum tergugat mengajukan jawabannya, maka sesuai ketentuan Pasal 271 Rv, seharusnya pencabutan dikabulkan. Bahwa akibat dari pencabutan tersebut, maka empat (4) orang Penggugat yang masih melanjutkan gugatannya harus diberi kesempatan untuk merevisi atau memperbaiki gugatannya sebagai perwujudan kewajiban hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan Pasal 119 HIR/143 Rbg. Jo. Pasal 58 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang pasal dan isinya tidak diubah dalam UU No. 50 Tahun 2009 tentang 4 Ibid.,

82 Peradilan Agama jo. pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: 5 Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. 6 Dalam pasal tersebut, hukum bagi hakim untuk memberikan bantuan kepada para pihak dalam hal ini para penggugat yang tidak mencabut gugatannya dalam proses lancarnya persidangan adalah bersifat imperatif (wajib) sepanjang mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah formil dan tidak berkenaan dengan masalah materiil. Adapun permasalahan formil yang dimaksud adalah menyarankan memperbaiki/mengubah gugatan, dikarenakan surat gugatannya yang tidak jelas pihak yang digugat maupun mengenai pencabutan gugatan oleh para penggugat kolektif Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperintahkan kepada Majelis Pengadilan Agama Kediri membuka kembali persidangan, memberi kesempatan kepada para Penggugat yaitu Penggugat II, Penggugat IV, Penggugat V dan Penggugat VI untuk mengubah dan memperbaiki gugatannya, melanjutkan pemeriksaan pokok perkara dan memutusnya. Dimana dasar hukum perubahan gugatan adalah pasal 127 Rv yang berbunyi: 2012), 39. 5 Ahmad Mujahidin, Pembaharuan hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia, 6 Pasal 58 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama.

83 Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya. 7 Dari segi ini putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Kediri kurang memperhatikan ketentuan hukum formil terhadap pencabutan gugatan. Maka alasan tidak diterimanya gugatan karena pencabutan gugatan dari sebagaian Penggugat kolektif telah tidak memiliki kedudukan dan kapasitas hukum yang tepat menurut hukum dan dianggap tidak berkepentingan lagi, sehingga gugatan tersebut telah mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persona terhadap perkara tersebut, kurang tepat menurut penulis. Sehingga menurut penulis tepat apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Agama Kediri. B. Analisis Yuridis Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Kediri Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. Oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor: 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. Tentang Gugatan Waris Hukum Acara Peradilan Agama adalah peraturan Hukum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya. 8 7 Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, 34. 8 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, 9.

84 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan: Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama Adalah Hukum Acara Perdata berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. 9 Penulis mencoba meneliti perkara waris di Pengadilan Agama Kediri, dalam kasus tersebut terjadi pencabutan gugatan oleh beberapa penggugat kolektif yang dilakukan sebelum tergugat memberikan jawabannya, dimana dalam kasus ini belum sampai pada pemeriksaan pokok perkara, sehingga mutlak hak penggugat untuk mencabut gugatannya tanpa meminta persetujuan tergugat. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah penggugatnya lebih dari seorang biasa dikenal dengan kumulasi subjektif dimana penggugat/tergugat lebih dari satu orang. Andai satu orang penggugat penerapan hukumnya mudah, sekalipun tidak diatur di dalam HIR (Het Herziene Indoneisch Reglement) dan RBg (Reglement Buitteegewesten), namun kebutuhan praktik peradilan mengharuskan adanya pedoman dalam pelaksanaan. Karena kekosongan hukum (Rechtvacuum) aturan itulah, Pasal 271-272 Rv. (Reglement op de burgerlijke rechsvordering) dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pengadilan. Pada dasarnya Rv merupakan reglemen yang berisi ketentuan-ketentun hukum Acara Perdata khusus bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan 9 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

85 dengan mereka, Soepomo berpendapat bahwa lembaga Raad van Juistitie dan Residengrecht ini sudah dihapuskan, oleh karena itu Rv sudah tidak berlaku lagi sehingga hanya HIR dan Rbg yang berlaku. Sekalipun demikian, ketentuan\- ketentuan Rv di dalam praktik peradilan oleh judex facti (Pengadilan tingkat pertama dan banding) serta judex yuris Mahkamah Agung RI tetap dipergunakan dan dipertahankan. 10 Karena kasus pencabutan tersebut sebelum tergugat memberi jawaban, maka yang dipakai pedoman adalah Pasal 271 Rv yang berbunyi: Penggugat dapat melepaskan Instansi (mencabut perkaranya) asal hal itu dilakukan sebelum diberikan jawaban. Setelah ada jawaban, maka pencabutan Instansi hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan 11 Kalau pencabutan perkara dilakukan sebelum perkara diperiksa di persidangan atau sebelum tergugat memberi jawabannya, maka tergugat secara resmi belum tahu akan adanya gugatan itu, yang berarti bahwa secara resmi belum terserang kepentingannya. Dalam hal ini tidak perlu adanya persetujuan dari pihak tergugat. Sebaliknya jika pencabutan itu terjadi setelah tergugat memberi jawabannya atas gugatan penggugat, kecuali bahwa secara resmi 10 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata Teknis Menangani Perkara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 5. 11 Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, 62.

86 tergugat diserang kepentingannya, maka pencabutan gugatan sesudah tergugat memberi jawabannya perlu diminta persetujuan dari tergugat. 12 Penulis mengambil kesimpulan bahwa pencabutan perkara dalam sidang yang dihadiri penggugat dan tergugat belum memberikan jawaban. Dalam kasus ini : a. Penggugat menyatakan mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawabannya; b. Majelis Hakim memberikan vonis pencabutan dalam bentuk penetapan (beschikking); c. Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret perkara dari buku Register Induk Perkara Perdata Gugatan/Permohonan. Akan tetapi para pihak yang tidak terima atas putusan tersebut dengan mengajukan banding, maka Hakim Pengadilan Tinggi Agama tidak boleh menolak pengajuan bandingnya, karena pada dasarnya hakim dibebani fungsi memberi bantuan dalam hal-hal yang bertujuan memperlancar penyelesaian perkara dan tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Dijelaskan dalam Pasal 119 HIR/143 Rbg. jo. Pasal 58 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang pasal dan isinya tidak diubah dalam UU No. 50 Tahun 2009 12 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jogjakarta: Liberty, 1981), 69.

87 tentang Peradilan Agama jo. pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentaang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: 13 Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha sekeraskerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. 14 Dalam pasal tersebut, hukum bagi hakim untuk memberikan bantuan kepada para pihak dalam hal ini para penggugat yang tidak mencabut gugatannya dalam proses lancarnya persidangan adalah bersifat imperatif (wajib) sepanjang mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah formil dan tidak berkenaan dengan masalah materiil. Adapun permasalahan formil yang dimaksud adalah menyarankan memperbaiki/mengubah gugatan, dikarenakan surat gugatannya yang tidak jelas pihak yang digugat maupun mengenai pencabutan gugatan oleh para penggugat kolektif. Seharusnya hakim tingkat pertama menyarankan kepada para penggugat yang tidak mencabut perkara untuk melindungi haknya tersebut untuk memperbaiki/mengubah surat gugatan, dimana pihak yang mencabut gugatan tersebut apabila ikut bersengketa, maka dalam surat gugatan dimasukkan ke pihak tergugat, apabila tidak ikut menguasai obyek sengketa akan tetapi hanya untuk memenuhi lengkapnya pihak yang berperkara maka para penggugat yang mencabut surat gugatannya tersebut dimasukkan ke pihak turut tergugat. 15 13 Ahmad Mujahidin, Pembaharuan hukum Acara Peradilan Agama, 39. 14 Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 15 Muhsin, Wawancara, Pengadilan Agama Tinggi Surabaya, 26 Juni 2013.

88 Penulis berpendapat seharusnya Para penggugat yang diwakili oleh kuasa hukumnya R. Bambang Endro Wijoyo, S. H yang seharusnya mengerti tentang hukum acara, tugasnya sebagai kuasa hukum, sehingga tidak perlu melakukan upaya hukum banding karena menurut penulis kurang tepat karena akan memerlukan waktu lama, sehingga apabila ada putusan banding yang dianggap tidak adil oleh salah satu pihak maka tidak menutup kemungkinan akan diajukan lagi Kasasi ke Mahkamah Agung dan hal itu akan membuat proses penyelesaian sengketa semakin lama. Oleh karena itu hal yang harus dilakukan oleh kuasa hukum para penggugat yaitu R. Bambang Endro Wijoyo, S. H dalam membantu menyelesaikan perkara kliennya, maka harusnya diajukan lagi gugatan baru dengan melakukan perbaikan gugatan terhadap para pihak yang bersengeketa, sehingga penulis mengganggap hal itu akan lebih mempercepat proses penyelesaian perkara. Oleh karena itu, dalam setiap menyelesaikan suatu permasalahan, Majelis Hakim diharapkan bisa mempertimbangan hendaknya para hakim di Pengadilan harus lebih berhati-hati dalam menerapkan hukum formil maupun materiil dengan benar. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan tidak dirugikan akibat kekeliruan hakim menerapkan hukum yang dapat mengurangi asas sederhana, cepat dan biaya ringan dapat tercapai.