BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai tumbuhan, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

Soil Bacterial Genetic Diversity from Rhizosfev of Transgenic and Non transgenic Cotton Plantation in Soppeng, South Sula wesi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI ANTIMIKROBA SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI JAMUR ENDOFIT TUMBUHAN BRATAWALI (Tinospora crispa) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKTIVITAS ALKALOID AGERATUM CONYZOIDES L. TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang masyarakat disebabkan oleh berbagai miroba (Sintia, 2013).

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan bermacam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai macam penyakit infeksi yang membutuhkan antibiotik

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. pangan, pakan, pertanian, kesehatan, biokimia, genetika, dan biologi molekuler

Filogenetik Molekuler Bakteri Rhizosphere dari Tumbuhan. ObatAgeratum conytoides Berdasarkan Amplified Ribosomal. DNA Restriction Analyses (ARDRA)

BAB I PENDAHULUAN. artinya tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maesaroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

Teknik Isolasi pada Mikroba

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan

Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

BAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

berasal dari bakteri endofit tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

I. PENDAHULUAN. beragam sebagai mekanisme pertahanan terhadap predator lain (Grosso et al,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mayor Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

PENGANTAR TENTANG PENGERTIAN DASAR FISIOLOGI MIKROBIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

RNA (Ribonucleic acid)

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

UJI ANTIBAKTERI INFUSA KULIT BATANG KASTURI (Mangifera casturi Kosterm) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

Lecture 1 Tatap Muka 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2010). Namun, sebagian besar

Matakuliah Bioproses JASAD PEMROSES DAN PENGEMBANGAN GALUR PEMROSES. By: KUSNADI,MSI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra Pramesti Indriyanti, 2013

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI STRUKTUR SANTON SERTA UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L)

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, penggunaan senyawa bahan alam cenderung meningkat. Bahan alam yang jumlahnya tidak terbatas ini menjadi potensi tersendiri

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

I. PENDAHULUAN. Dua pertiga dari luas negara Indonesia terdiri dari laut dan dilalui garis

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. yang dikenal dengan nama daerah babadotan di Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat perhatian oleh para peneliti saat ini, karena A. conyzoides merupakan tumbuhan yang tumbuh tersebar di daerah tropis. A. conyzoides L. sudah sangat popular digunakan sebagai tanaman obat, misalnya saja di Afrika Tengah A.conyzoides digunakan sebagai obat pneumonia, di India spesies ini digunakan sebagai antibakteri, anti-fungi, anti-disentri dan anti-lisis, sedangkan di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, ekstrak aqueous dari tumbuhan ini digunakan untuk anti-mikroba (Ming, 1999). A. conyzoides L. secara luas telah banyak diteliti di berbagai negara dalam bidang kesehatan diantaranya adalah Afrika, Amerika Selatan dan India. Penelitian di berbagai daerah ternyata memiliki perbedaan hasil dan aplikasinya sebagai tanaman obat, di Indonesia sendiri penelitian ini masih sedikit dilakukan, padahal jenis tumbuhan ini mudah di jumpai di Indonesia. Menurut Suganda (2008), aktivitas biologi dan kandungan senyawa kimia (metabolit sekunder) yang ada pada tumbuhan secara kualitas dan kuantitas tidak terlepas dari berbagai macam faktor lingkungan tempat tumbuh seperti: faktor biotik, tanah dan nutrisi, air, temperatur, cahaya dan ketinggian tempat tumbuh. 1

2 Akar A. conyzoides L. mengandung senyawa kimia terpenoid yang terdiri dari Ageratochromene (precocene 2), dan 7-methoxy-2,2-dimethylchromene (precocene 1). Ekstrak akar A. conyzoides L. juga mengandung senyawa fenolik yang terdiri dari Flavonoid 1-(7-hydroxy-5-methoxy-2,2-dimethyl-2H-1- benzopyran-6-yl). Ekstrak metanol dan ekstrak alkaloid akar tumbuhan A. conyzoides dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen seperti Staphylococcus aureus (Desiarianty, 2009 & Utami, 2011). Menurut Long et al. (2003), aktivitas bakteri patogen juga dapat di hambat oleh bakteri (mikroorganisme) yang hidup di dalam jaringan tumbuhan yang dihuninya, yang umumnya dikenal dengan sebutan bakteri endofit. Bakteri endofit ini juga dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama seperti senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan inangnya (Khaerani, 2009). Endofit masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman (Carrol, 1988). Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklusnya (Clay, 1988). Pada umumnya bakteri endofit tersebut dipelajari melalui bentuk morfologi, struktur sel, dan sifat biokimia dengan cara isolasi dan karakterisasi melalui kultur (Reeve, 1994; Yusuf et al., 2002). Permasalahan yang dihadapi ialah tidak semua jenis mikroba dapat dikultur. Persentase jumlah mikroba yang dapat dikulturkan hanya sebesar satu persen (1%) dari total populasi mikroba yang ada di alam (Suwanto, 1994; Yusuf et al., 2002). Kegagalan tekhnik kultivasi, terutama disebabkan karena kebutuhan nutrisi dan kondisi pertumbuhan bakteri sangat beragam dan kebergantungan intrinsik dari berbagai

3 mikroorganisme (Felske et al., 1998; Yusuf et al., 2002), padahal jenis mikroba yang belum bisa dikulturkan juga merupakan komponen utama dari komunitas mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu tekhnik kultivasi tidak dapat dijadikan sebagai standar untuk mempelajari keragaman bakteri (Borneman et al., 1996; Yusuf et al., 2002). Primer 16S rdna adalah subunit ribosom yang dapat digunakan sebagai penanda, pembeda dan sebagai evolutionary marker pada bakteri (Richana et al., 2008). Gen 16S rdna merupakan pilihan karena gen tersebut terdapat pada semua prokariota dan memiliki sekuen konservatif serta sekuen lainnya yang sangat bervariasi pada tiap spesiesnya (Madigan et al., 1997). 16S rdna dapat digunakan sebagai penanda molekuler karena molekul ini bersifat ubikuitus dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme. Molekul ini juga dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik. Molekul 16S rdna memiliki beberapa daerah yang memiliki urutan basa yang relatif konservatif dan beberapa daerah urutan basanya variatif. Perbandingan urutan basa yang konservatif berguna untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal karena mengalami perubahan relatif lambat dan mencerminkan kronologi evolusi bumi. Sebaliknya, urutan basa yang bersifat variatif dapat digunakan untuk melacak keragaman dan menempatkan galur-galur dalam satu spesies. Jika urutan basa 16S rdna menunjukkan derajat kesamaan yang rendah antara dua taksa, deskripsi suatu takson baru dapat dilakukan tanpa hibridisasi DNA-DNA (Stackebrandt & Goebel, 1995).

4 Untuk keperluan analisis keragaman bakteri berdasarkan gen 16S rdna perlu dilakukan tahap kloning. Tahap ini merupakan pengerjaan yang mempunyai tingkat kesulitan tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kloning, diantaranya kloning gen 16S rdna. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan dan dikembangkan penelitian Kloning Gen 16S rdna Bakteri Endofit Akar Ageratum conyzoides L.. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah tingkat keberhasilan kloning gen 16S rdna Bakteri endofit akar Ageratum conyzoides? C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana efisiensi transformasi DNA bakteri endofit akar A. conyzoides yang diisolasi dari daerah yang ternaungi dengan DNA bakteri endofit akar A. conyzoides yang diisolasi dari daerah yang tidak ternaungi pada bakteri E. coli DH5α? 2. Bagaimanakah verifikasi hasil kloning bakteri endofit akar A. conyzoides yang telah ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α?

5 D. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut : 1. Isolasi bakteri endofit di ambil dari sampel akar A. conyzoides L. yang tumbuh di daerah yang ternaungi (di bawah covering) dan A. conyzoides yang tumbuh di daerah yang tidak ternaungi di kebun botani UPI. 2. Metode isolasi yang digunakan adalah isolasi DNA langsung dari alam (unculturable method). 3. Penanda genetik yang digunakan adalah penanda 16S rdna. 4. Primer yang digunakan amplifikasi gen 16S rdna adalah 63f dan 1387r (Marchesi et al. 1998). 5. Cloning vector yang digunakan adalah pgemt Easy E. Tujuan Berdasarkan judul penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan hasil kloning gen 16S rdna bakteri endofit akar A. conyzoides L. F. Manfaat Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui keragaman bakteri di alam melalui analisis filogeni molekuler. G. Asumsi 1. Tidak semua bakteri dapat dikulturkan (Suwanto, 1994; Yusuf et al,. 2002).

6 2. Aplikasi molekuler dapat digunakan untuk melihat keragaman mikroba (Madigan et al., 1997). 3. Primer 63-forward dan 1387-reverse dapat digunakan untuk memperbanyak gen 16S rdna (Marchesi, 1998).