Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KOMPOSISI MALAM TAWON PADA PEMBUATAN BATIK KLOWONG TERHADAP KUALITAS HASIL PEMBATIKAN

Penggunaan Natrium Silikat pada Proses Pelorodan Batik Terhadap Pelepasan Lilin dan Kekuatan Tarik Kain

PENGARUH KOMPOSISI DAMAR MATA KUCING PADA PEMBUATAN LILIN BATIK TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN HASIL PEMBATIKAN

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

Pengaruh Konsentrasi Natrium Silika Pada Proses Pelorodan Kain Batik Sutera

PENGGUNAAN LILIN DARI MINYAK BIJI KARET UNTUK PEMBUATAN KAIN BATIK THE USE OF WAX FROM RUBBER SEED OIL FOR THE MANUFACTURE OF BATIK FABRIC

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

KEGIATAN MEMBATIK PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN (Studi Deskriptif di TK Muslimat Salafiyah Karangtengah Pemalang)

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

Kerajinan Batik Tulis

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

PENELITIAN TEKNOLOGI PEMBATIKAN PADA TENUN SABUT KELAPA

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

KARAKTERISTIK FISIK PRODUK BATIK DAN TIRUAN BATIK Physics Characteristics of Batik Product and Imitation Batik

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

BAB. III PROSES PENCIPTAAN. kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan

of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. dalam pengembangan motif Batik Bakaran. Ada beberapa permasalahan dan

IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI BATIK CAP YANG MELAKUKAN PROSES PENCELUPAN PADDING

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.

WORKSHOP BATIK BAGI GURU DAN MASYARAKAT SEKITAR PESANTREN DARUL FIKRI 1. Oleh: Ismadi FBS UNY

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) KRIYA TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

ANALISA EFISIENSI PADA USAHA BATIK TRADISIONAL DI KAWASAN X KABUPATEN CIREBON MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN-SIGMA

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BASIC TECHNOLOGY EDUCATION (PTD)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

PERBANDINGAN UJI KETAHANAN GOSOK ZAT WARNA ALAM KULIT AKASIA GUNUNG MERAPI (ACACIA DECURRENS)

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

e-journal. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, Edisi Yudisium Periode Mei 2014, Hal 65-70

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan yang ada, beberapa permasalahan yang perlu

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

PENGARUH KOMPOSISI WARNA (PAGODA RED, WINDSOR PURPLE, MADONNA BLUE) TERHADAP KUALITAS WARNA UNGU PURPLE PADA KAIN KATUN DENGAN TEKNIK TIE DYE

UJI KINERJA DIGESTER PADA PROSES PULPING KULIT JAGUNG DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU PEMASAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seni lukis batik berawal dari seni batik yang sudah tua usianya. Seni batik

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Ujian Tengah Semester Pengenalan Teknologi Dasar (PTD) Kelas VII

PENGEMBANGAN PROPAGUL KERING TANAMAN BAKAU (Rhizophora spp.) SEBAGAI PEWARNA ALAM DENGAN TEKNIK CELUP RINTANG

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

DESKRIPSI KARYA SENI KRIYA BERJUDUL: PRADA

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

Ahmad Kamil 1), Arfan Bakhtiar 2), Sriyanto 3)

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

Fashion and Fashion Education Journal

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

TEKNOLOGI PROSES SASIRANGAN DENGAN VARIASI TEKNIK JELUJUR Sasirangan Process with Baste Technique Variation

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR Pembuatan Pulp. dari Pelepah Pisang dengan Alat Digester. ( Making Of Pulp From Musa Paradiciasa with a Digester )

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU NANGKA UNTUK BAHAN PEWARNA TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V METODOLOGI Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat Pembuatan Lem Tembak. No. Nama Alat Jumlah. 1. Panci Alat Pengering 1. 3.

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE/TOR) DIVERSIFIKASI PEWARNA ALAM PADA BERBAGAI MEDIA KAIN UNTUK BATIK TAHUN ANGGARAN 2015

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica L.)

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di Indonesia. Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan

Transkripsi:

23 PENGARUH KOMPOSISI RESIN ALAMI TERHADAP SUHU PELORODAN LILIN UNTUK BATIK WARNA ALAM Effect of Natural Resin Composition on Temperature of Wax Removing for Batik Natural Dye Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia Email: vivinatika@kemenperin.go.id Tanggal Diterima Redaksi: 25 Maret 2013 Tanggal Diterima Revisi: 20 Mei 2013 Tanggal Disetujui: 11 Juni 2013 ABSTRAK Lilin batik merupakan komponen yang penting dalam pembuatan batik warna alam. Selama ini, lilin yang beredar di pasaran adalah untuk pewarna sintetis. Lilin tersebut membutuhkan suhu yang tinggi untuk proses pelorodannya. Suhu pelorodan yang tinggi mengakibatkan warna alam menjadi luntur. Penelitian Pengaruh Komposisi Resin Alami Terhadap Suhu Pelorodan Lilin Untuk Batik Warna Alam bertujuan untuk mendapatkan komposisi lilin klowong yang sesuai untuk proses pembuatan batik warna alam. Kegiatan ini dibatasi pada penelitian komposisi lilin klowong dengan melakukan variasi berat resin alami yaitu damar matakucing, gondorukem, suhu pelorodan 60, 80, 100 ⁰C dan jenis kain katun prima, primisima. Dari hasil penelitian didapatkan komposisi lilin klowong untuk batik warna alam yang baik dengan komposisi damar mata kucing (1 bag.); gondorukem (3 bag.); kote (2 bag.); parafin (1 bag.); lilin bekas (2 bag.); dan kendal (1 bag.). Lilin batik tersebut memiliki titik leleh campuran 38 ⁰C serta jumlah lilin terlepas 80 % pada suhu pelorodan 60 ⁰C dan 100 % pada suhu pelorodan 80 ⁰C. Kata kunci: lilin klowong batik, warna alam, komposisi ABSTRACT Batik wax is important component of natural batik making. These times, the market wax is suitable only for synthetic colorant. These wax needs higher temperature on wax removing process. High temperature wax removal process can cause the natural color to exceed. Identification of Natural Resin Composition Effect on Wax Removing Temperature For Batik Natural Dye aims to obtain suitable composition of klowong wax for natural batik dyeing process. This activity is limited to the identification of klowong wax composition by varying the natural resins weight damar matakucing, gondorukem, wax removing process temperature 60, 80, 100 ⁰C and kind of cotton cloth prima, primisima. From the results obtained good klowong wax for natural batik dyeing with material compositions: damar mata kucing (1 pc.); gondorukem (3 pc.); kote (2 pc.); parafin (1 pc.); used wax (2 pc.); and kendal (1 pc.). The wax is having melting points of 38 ⁰C also amounts of released wax 80 % at temperature 60 ⁰C and 100 % at temperature 80 ⁰C. Keywords: klowong batik wax, natural dyeing, composition I. PENDAHULUAN Penelitian lilin batik pernah dilakukan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik, diantaranya mengenai damar matakucing, lilin tawon/kote, dan sifat fisik mekanik campuran lilin. Namun ruang lingkup penelitian masih sebatas lilin batik warna sintetis. Penelitian mengenai lilin batik yang khusus digunakan untuk produksi batik warna alam belum pernah dilakukan. Batik merupakan bahan tekstil dan atau media lain hasil pewarnaan secara

24 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, V o l. 3 0, N o. 1, J u n i 2 0 1 3 perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna dengan alat pelekat lilin batik berupa canting batik dan atau cap batik (BSN, 1989). Proses pembuatan batik meliputi persiapan kain, pemolaan, pelekatan lilin, pewarnaan, dan pelepasan lilin (pelorodan). Istilah batik warna alam mengacu pada batik yang menggunakan pewarna alami. Pewarna alam banyak terkandung pada bagian tumbuh-tumbuhan seperti: daun, batang, kulit batang, buah, bunga, akar dengan kadar dan jenis coloring matter yang bervariasi (Lestari, dkk, 1997). Lilin batik adalah campuran zat organik sintetis maupun bukan sintetis sebagai zat rintang pada pembatikan (BSN, 1989). Lilin batik menutup permukaan kain menurut gambar motif batik, sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak atau resist terhadap warna yang diberikan pada kain tersebut (Susanto, 1980). Lilin klowong adalah jenis lilin batik yang dipergunakan dalam menggambar pola dasar dan isen isen pada motif (BBKB, 1999). Persyaratan lilin batik yang baik adalah (BBKB, 2006): 1. Memiliki daya lekat yang baik pada kain 2. Mampu melindungi kain dari zat warna 3. Mudah dilekatkan dan mudah dilepas kembali dari kain 4. Mudah mencair bila dipanaskan 5. Larut dalam pelarut organik (bensin, minyak tanah, thinner) pada suhu kamar 6. Tidak meninggalkan warna pada kain 7. Mudah membeku 8. Tidak mudah retak Lilin batik tradisional pada awalnya dibuat dari lilin lebah (Adam, 1950). Lilin lebah (kote) berasal dari sarang tawon atau lebah. Namun seiring dengan ketersediaan yang berkurang, maka lilin batik dibuat dengan mencampur lilin lebah dengan resin alam seperti damar matakucing dan gondorukem. Damar matakucing merupakan getah pohon Shorea (Mulyono. dkk, 2012), sedangkan gondorukem diperoleh dari penyulingan getah pinus (Rachmawati, 2011). Seiring perkembangan jaman, pencampuran lilin lebah juga menggunakan lilin hasil pengolahan minyak bumi seperti microwax dan parafin. Penambahan parafin bertujuan supaya lilin batik mempunyai daya tahan tembus basah yang baik dan mudah lepas pada waktu dilorod (Susanto, 1980). Sekilas Microwax memiliki kemiripan kenampakan dengan lilin lebah, tetapi suhu lelehnya lebih tinggi seperti terlihat pada Tabel 2. Selain bahan tersebut, campuran lilin juga dilengkapi dengan kendal atau lemak hewan. Kendal yang dipakai dalam pembatikan biasanya lemak lembu atau kerbau. Bahan alternatif pengganti kendal adalah minyak kelapa atau minyak nabati. Namun penggunaannya lebih diutamakan pada musim dingin untuk memperlambat proses pembekuan lilin. Lilin bekas pelorodan dapat digunakan sebagai bahan pengisi untuk campuran lilin batik, tetapi sebelumnya harus mengalami proses pengolahan terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang ada. Kain katun merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembatikan. Di pasaran terdapat 2 (dua) jenis kain katun (mori), yaitu prima dan primisma (Susanto, 1980). Kedua jenis kain mori ini dapat dibedakan salah satunya dari tetal benang, dimana setiap inchi luas permukaannya mori primisima memiliki jumlah benang yang lebih besar sehingga menghasilkan tekstur lebih rapat dan halus. Perkembangan batik warna alam pada saat ini semakin pesat ditandai dengan banyak bermunculan IKM batik warna alam di Indonesia. Dari hasil survei ke lapangan, sebagian IKM batik warna alam di Jawa Tengah dan DIY sampai saat ini masih mengalami permasalahan dalam memproduksi batik warna alam. Menurut para perajin, jenis lilin batik yang beredar dipasaran pada saat ini belum sesuai untuk produk batik warna alam karena memiliki titik cair yang tinggi (suhu sekitar 90 C) (Farida, dkk, 2012). Tingginya titik cair lilin menyebabkan proses pelorodan memerlukan suhu yang

A t i k a, P e n g a r u h K o m p o s i s i R e s i n A l a m i... 25 tinggi dan berpotensi mengurangi kualitas warna produk batik. Mencermati beberapa permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai lilin yang sesuai untuk batik warna alam. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan komposisi lilin klowong yang sesuai untuk proses pembuatan batik warna alam. II. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Peralatan Bahan dan peralatan yang dipakai dalam kegiatan ini meliputi: 1. Bahan utama: damar matakucing, gondorukem, kote, microwax, parafin, kendal, lilin bekas. 2. Bahan pendukung: kain katun, kain penyaring lilin, zat warna alam, zat warna sintetis, bahan mordan. 3. Peralatan: panci stainless steel, kompor, canting batik, kompor batik, termometer, pengaduk, pisau/scrubber. Prosedur Pelaksanaan Tahapan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penentuan komposisi 2. Pembuatan lilin batik warna alam sesuai komposisi pada Tabel 1 3. Ujicoba pembatikan dan pewarnaan 4. Proses pelepasan lilin/pelorodan Pelorodan dilakukan dengan merendam kain didalam air panas yang mengandung soda abu 2 g/l selama 5 menit pada suhu 60, 80, dan 100 ⁰C 5. Identifikasi dan evaluasi sampel hasil pembatikan Identifikasi sampel dilakukan secara visual pada tampilan garis motif. Sedangkan untuk identifikasi lilin dilakukan dengan pengujian titik leleh dan menghitung prosentase lilin terlepas pada saat pelorodan. Tabel 1. Komposisi Lilin Klowong No. Material Komposisi 6. Diskusi Diskusi untuk membahas pemilihan komposisi terbaik dengan mempertimbangkan hasil pelorodan dan kualitas akhir sampel. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Leleh Bahan Baku dan Prototip Lilin Hasil pengujian titik leleh bahan baku lilin batik tersaji dalam Tabel 2. Data menunjukkan bahwa titik leleh pada literatur (Susanto, 1980) lebih rendah dari titik leleh bahan baku sampel. Adanya perbedaan besaran titik leleh ini disebabkan oleh perubahan kualitas bahan baku yang ada sekarang ini. Selain itu, kondisi operasi (tekanan ruang, suhu ruang) pada pengujian bahan baku juga mempengaruhi besarnya titik leleh. Tinggi rendahnya titik leleh bahan baku berpengaruh pada suhu leleh campuran lilin batik produk yang nantinya juga berpengaruh pada hasil pembatikannya. Terutama pada kebutuhan energi untuk mencairkan lilin batik dan kemudahan dalam pelepasannya. Dari hasil penelitian didapatkan prototip lilin, dengan titik leleh masing-masing tersaji dalam Tabel 3. Hasil pengujian sampel lilin klowong menunjukkan, nilai titik leleh lilin pembanding sebesar 42 ⁰C, sedangkan pada prototip penelitian maksimal 42 ⁰C dan minimal 38 ⁰C. Tinggi rendahnya titik leleh ini mempengaruhi cepat atau lambatnya lilin mencair ketika akan dibatikkan pada kain. Titik leleh yang lebih rendah akan memudahkan lilin terlepas pada saat pelorodan, sehingga suhu air pelarut tidak perlu terlalu tinggi. KT01 KT 02 KT 03 KT 04 1. Damar mata kucing 1 2 3 3 2. Gondorukem 3 3 1 2

26 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, V o l. 3 0, N o. 1, J u n i 2 0 1 3 3. Kote 2 2 2 2 4. Parafin 1 1 1 1 5. Lilin Bekas 2 2 2 2 6. Kendal 1 1 1 1 Keterangan: KT01 = Lilin batik klowong 1 KT02 = Lilin batik klowong 2 KT03 = Lilin batik klowong 3 KT04 = Lilin batik klowong 4 Lilin batik pembanding yang digunakan merupakan lilin batik dari IKM yang tidak diketahui komposisinya. Tabel 2. Hasil Pengujian Titik Leleh Bahan Baku Lilin No. Material Pengujian Titik Leleh (⁰C) Literatur 1. Damar matakucing 85 94 82 85 2. Gondorukem 85 88 70 80 3. Kote 66 78 59 4. Microwax - 70 5. Parafin 54 58 56 60 6. Kendal 56 62 45-49 7. Lilin Bekas 66 76 60 Tabel 3. Hasil Pengujian Titik Leleh Lilin No. Sampel Titik Leleh (⁰C) 1. KT00 42 2. KT01 38 3. KT02 40 4. KT03 42 5. KT04 42 Keterangan: KT00 = Lilin batik pembanding KT01 = Lilin batik klowong 1 KT02 = Lilin batik klowong 2 KT03 = Lilin batik klowong 3 KT04 = Lilin batik klowong 4 Identifikasi Sampel Hasil pengujian batikan sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4, lilin batik pembanding serta lilin batik penelitian KT01 dan KT02 memberikan hasil serupa, yaitu kelancaran pembatikan bernilai baik dan jejak tapak lilin batik tegas tidak putus-putus. Sedangkan pada KT03 dan KT04 terutama pada kain primisima, pembatikan kurang lancar pada suhu pembatikan yang sama yaitu 120⁰ C. Pada saat akan dibatikkan, lilin batik masih terlalu kental, sehingga sulit menembus kain. Jenis kain primisima memiliki jarak anyaman serat yang lebih rapat dari kain prima, sehingga akan lebih

A t i k a, P e n g a r u h K o m p o s i s i R e s i n A l a m i... 27 sulit ditembus oleh lilin batik. Selain itu komposisi damar matakucing lebih besar dan gondorukem lebih kecil. Komposisi damar matakucing yang lebih besar mengakibatkan titik leleh lebih besar dan komposisi gondorukem yang lebih kecil mengurangi daya tembus lilin. Uji Pelepasan Lilin (Pelorodan) Hasil pengamatan sampel pada proses pelepasan lilin klowong dengan media air panas disajikan pada Gambar 1 dan 2. Gambar 1 dan 2 menunjukkan hubungan antara suhu pelorodan 60, 80 dan 100 ⁰C dengan prosentase lilin terlepas. Hasil pengamatan menunjukkan: 1. Semakin besar suhu pelorodan, semakin besar prosentase lilin yang terlepas pada proses pelorodan. 2. Sampel batik mori primisima memiliki rata-rata lilin terlepas lebih besar daripada sampel batik mori prima. Hal ini disebabkan karena pori anyaman serat pada mori primisima lebih rapat, sehingga lilin batik yang mengisi lebih sedikit dan lebih mudah terlepas. 3. Sampel KT01 memiliki prosentase lilin terlepas lebih besar. Hal ini disebabkan kandungan damar matakucing yang paling sedikit diantara ketiga sampel lain. Damar matakucing memiliki titik leleh paling tinggi seperti terlihat pada Tabel 2, sehingga mempengaruhi titik leleh campuran. Semakin besar kandungan damar matakucing, maka titik leleh campuran semakin tinggi dan membutuhkan suhu pelorodan lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan rumus titik leleh lilin batik berikut ini (Susanto, 1980): Th = 0,75 x Σ (Tl x Mb) Σ Mb Keterangan: Th = Titik leleh lilin (⁰C) Tl = Titik leleh bahan (⁰C) Mb = Berat bahan (gram) Tabel 4. Hasil Pengujian Pembatikan Kelancaran Lilin Batik Kain Jejak Tapak Pembatikan KT00 Primisima Lancar Tegas, tidak putus-putus KT01 KT02 KT03 KT04 Primisima Lancar Tegas, tidak putus-putus Primisima Lancar Tegas, tidak putus-putus Primisima Sedikit Lancar Tegas, tidak putus-putus Primisima Sedikit Lancar Tegas, tidak putus-putus

28 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, V o l. 3 0, N o. 1, J u n i 2 0 1 3 Gambar 1. Prosentase Lilin Terlepas pada Pelorodan Lilin Batik Sampel Mori Prima Gambar 2. Prosentase Lilin Terlepas pada Pelorodan Lilin Batik Sampel Mori Primisima IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lilin klowong dengan komposisi damar mata kucing (1 bag.); gondorukem (3 bag.); kote (2 bag.); parafin (1 bag.); lilin bekas (2 bag.); dan kendal (1 bag.) dan mempunyai titik leleh paling rendah yaitu 38 ⁰C. Lilin klowong ini paling baik dilekatkan pada mori primisima dengan prosentase lilin terlepas pada pelorodan memberikan hasil paling baik yaitu 80 % pada suhu 60 ⁰C dan 100 % pada 80 ⁰C. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perlakuan terhadap bahan sebelum dibatik, untuk mengetahui pengaruh kondisi bahan dengan kemudahan pelorodan serta bahan alternatif sebagai pengganti atau pelengkap resin alami pada lilin batik untuk kemungkinan dilakukan sistem pelorodan tanpa pemanasan.

A t i k a, P e n g a r u h K o m p o s i s i R e s i n A l a m i... 29 V. DAFTAR PUSTAKA Adam, T. 1950. The Art of Batik in Java. p 5. Badan Standardisasi Nasional, 1989. Istilah Batik Indonesia. Jakarta. Balai Besar Kerajinan dan Batik. 2006. Bahan Baku untuk Batik. Yogyakarta: BBKB. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik. 1999. Lilin Batik. Yogyakarta: BBPPIKB. Farida, dkk. 2010. Pengembangan Kualitas Batik Warna Alam. Laporan Penelitian, Balai Besar Kerajinan dan Batik. Yogyakarta. Lestari, Kun Ir, dkk. 1997. Pengembangan Zat Warna Tumbuh-Tumbuhan Untuk Batik. Laporan Penelitian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik. Yogyakarta. Mulyono N., Wijaya C.H., Fardiaz D., Rahayu W.S. 2012. Identifikasi Komponen Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica) dengan Metode Pirolisis-GC MS. Jurnal Natur Indonesia 14(2): 155-159. Rachmawati, M.A. 2011. Esterifikasi Gondorukem Maleat dengan Gliserol. Laporan Penelitian, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Susanto., S. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Yogyakarta.

30 D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k, V o l. 3 0, N o. 1, J u n i 2 0 1 3