BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Konservasi Tanah dan Air di Bantaran Sungai Kampus II UIN SGD Bandung. Iwan Setiawan( dan Agung R

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

DAFTAR ISI. Abstrak... Prakata... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... Daftar Pustaka...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permukiman Kumuh

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang : Sungai

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 38 Tahun 2011). Sungai-sungai di daerah perkotaan pada umumnya berasosiasi dengan pemukiman. Hal ini dikarenakan manfaat sungai yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di perkotaan. Perkotaan merupakan pusat kegiatan penduduk yang bersifat pada non pertanian seperti perrmukiman, jasa, industri dan pendidikan (Bintarto, 1987). Daerah perkotaan memiliki daya tarik tersendiri dari berbagai kesempatan yang lebih besar daripada daerah pedesaan. Hal inilah yang menjadi penyebab migrasi penduduk dari desa ke daerah perkotaan yang berakibat pada pertambahan jumlah penduduk perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk akan berpengaruh pada jumlah permukiman sehingga kota akan semakin padat. Permintaan lahan untuk permukiman yang tinggi harus diimbangi dengan ketersediaan lahan yang sesuai. Apabila antara pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan semakin menunjukan perbedaan yang tajam, maka kemungkinan timbulnya permasalahan permukiman akan semakin besar. Adanya permintaan lahan yang tinggi akan menimbulkan keinginan untuk mencari alternatif lain untuk digunakan sebagai permukiman. Lahan di tepian sungai adalah lokasi yang cenderung dijadikan alternatif lain sebagai pengembangan daerah permukiman liar (squatter settlements) dan permukiman kumuh (slums). Pembangunan rumah dan bangunan lain menyebabkan menurunnya kualitas sungai yang menjadi kotor dan tercemar akibat limbah rumah tangga yang dibuang sembarangan. Kondisi ini diperparah dengan adanya alih fungsi lahan di tepi sungai menjadi lahan industri yang akan menambah limbah yang dibuang ke 1

sungai. Untuk mencegah terjadinya pencemaran tersebut, maka diperlukan pengendalian terhadap sempadan sungai. Sempadan sungai adalah daerah ekologi sekaligus hidrologi sungai yang sangat penting. Fungsi dari sempadan sungai adalah untuk menjaga kelestarian, fungsi dan manfaat sungai dari aktivitas yang berkembang disekitarnya. Pemerintah telah menetapkan peraturan untuk menjaga sempadan sungai dari pengalihan pemanfaatan lahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993. Sempadan sungai dalam Peraturan tersebut diartikan sebagai garis batas luar pengaman sungai. Penetapan garis sempadan sungai bertujuan sebagai upaya perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai untuk dapat dilaksanakan sesuai tujuan dan agar fungsi sungai tidak terganggu oleh aktivitas disekitarnya. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut dengan jelas menyebutkan pada pasal 12 bahwa daerah sempadan sungai dilarang membuang sampah, baik itu limbah padat maupun cair dan mendirikan bangunan permanen untuk hunian atau tempat usaha. Ketidaktahuan masyarakat dalam pemanfaatan daerah sempadan sungai mengakibatkan banyaknya permukiman liar di daerah sempadan sungai dan kurangnya kesadaran masyarakat yang masih membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai mengancam kelestarian sungai serta dapat membahayakan warga yang berada di sekitar sungai, terutama bahaya banjir. Dampak kumulatif dari pengalihan vegetasi bantaran sungai akan meningkatkan kecepatan aliran air hujan yang akan menyebabkan timbulnya banjir di hilir baik durasi, frekuensi maupun kekuatannya. Pengaturan permukiman liar di daerah sempadan sungai perlu dilakukan, Branch (1995) mengemukakan bahwa keberadaan permukiman liar jika dibiarkan lama-kelamaan akan memperoleh sambungan listrik dan air bersih. Permasalahan ini harus segera ditangani karena dapat mengakibatkan tata letak perumahan yang tidak teratur dan terjadi tumpang tindih terhadap fungsi dari kawasan sempadan sungai yang telah direncanakan peruntukkannya. Permasalahan permukiman liar di daerah sempadan sungai dapat dengan mudah dilihat dan dipantau 2

perkembangannya menggunakan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dengan memanfaatkan citra Quickbird dapat dimanfaatkan untuk pemetaan permukiman di daerah sempadan sungai di sepanjang sungai. Citra Quickbird digunakan karena citra ini memiliki resolusi spasial yang tinggi sehingga sangat baik digunakan untuk pemetaan daerah perkotaan. Hasil analisis citra Quickbird kemudian diolah kembali berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 tentang sempadan sungai untuk penetapan jarak garis sempadan sehingga menghasilkan peta keselarasan bangunan di daerah sempadan sungai yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring atau pemantauan terhadap kondisi fisik pada sempadan sungai secara berkala dan berkelanjutan sebagai bentuk usaha untuk menjaga kelestarian dan fungsi daerah sempadan sungai. Pengendalian sempadan sungai perlu dilakukan karena pertumbuhan perkotaan yang diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk, lahan di tepi sungai yang semestinya merupakan kawasan lindung berubah fungsi lahan menjadi permukiman, pertokoan bahkan industri padahal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah disebutkan bahwa daerah sempadan sungai termasuk pada kawasan lindung, dimana dilarang mendirikan segala bentuk bangunan permanen baik untuk hunian ataupun tempat usaha. Hal ini berbeda dengan fakta di lapangan dimana penggunaan lahan sempadan sungai banyak beralih fungsi dari fungsi sebenarnya yaitu merupakan kawasan lindung. Pengalihan pemanfaatan lahan di daerah sempadan sungai dapat menganggu bahkan menghilangkan fungsi ekologi daerah sempadan sungai. Fungsi utama dari sungai di daerah perkotaan adalah sebagai drainase kota yang mengatur pengairan. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 Pasal 6 ayat pertama menetapkan garis sempadan sungai di sebelah luar sepanjang kaki tanggul sejauh 3 (tiga) meter untuk kawasan perkotaan dan 5 (lima) meter untuk di luar kawasan perkotaan. Ini juga diterangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 11 Nomor 38 Tahun 2011 mengenai garis sempadan 3

sungai. Penetapan garis sempadan sungai juga dapat dilimpahkan kewenanganyan kepada pemerintah daerah dalam rangka pengembangan dan penggunaan sungai selama tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Dan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2009-2014 ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan jarak 3 (tiga) meter dari kaki tanggul sungai. Garis sempadan sungai ini akan menjadi acuan pokok dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan serta pemukiman di wilayah sekitar sungai dan dapat juga digunakan untuk pengembangan jaringan drainase di Kota Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan bangunan yang berada pada daerah sempadan sungai Kali Winongo Kelurahan Patangpuluhan dan Kelurahan Gedongkiwo Kota Yogyakarta menjadi pokok penelitian ini. Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, maka beberapa hal yang menjadi permasalahan antara lain : 1. Pembangunan rumah-rumah penduduk dan bangunan lainnya di tepi sungai yang dari tahun ke tahun semakin bertambah jumlahnya menyebabkan penurunan kualitas lingkungan sungai yang menjadi kotor dan tercemar. 2. Banyak bangunan di sempadan Kali Winongo Kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Yogyakarta dimana jarak 3 (meter) dari sempadan seharusnya merupakan kawasan lindung. 3. Permukiman liar yang dibangun dalam jarak 3 (tiga) meter untuk kawasan perkotaan dan 5 (lima) meter untuk kawasan diluar perkotaan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.63 Tahun 1993. Dari perumusan masalah tersebut maka muncul pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah letak bangunan dan pemanfaatan lahan yang berada pada jarak 3 (meter) dari sempadan sungai Kali Winongo Kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo telah sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan lindung? 4

2. Apakah letak bangunan dan pemanfaatan lahan yang berada pada jarak 3 (meter) dari sempadan sungai Kali Winongo Kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993? Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka penelitian ini mengambil judul : PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK PEMETAAN KESELARASAN PEMANFAATAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI (Kasus Sempadan Kali Winongo Kelurahan Patangpuluhan dan Kelurahan Gedongkiwo Kota Yogyakarta) 1.3 Tujuan Penelitian 1. Memetakan pemanfaatan lahan di wilayah sempadan sungai Kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo dengan menggunakan Citra Quickbird tahun perekaman 2012. 2. Memetakan letak bangunan permukiman dan non-permukimann di sepanjang Kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo dengan menggunakan Citra Quickbird tahun perekaman 2012. 3. Mengkaji keselarasan antara peraturan pemerintah tentang sempadan sungai pemanfaatan lahan di sekitar Kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan Gedongkiwo 1.4 Sasaran Penelitian 1. Peta Citra Kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan kelurahan Gedongkiwo Kota Yogyakarta 2. Peta pemanfaatan lahan di sekitar kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan kelurahan Gedongkiwo Kota Yogyakarta 5

3. Peta sempadan Kali Winongo kelurahan Patangpuluhan dan kelurahan Gedongkiwo Kota Yogyakarta 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat kelulusan akademis pada Program Diploma Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi. 2. Untuk mengembangkan pemahaman terhadap penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam aplikasi pemetaan keselarasan letak bangunan dan pemanfaatan lahan di sempadan sungai. 3. Sebagai referensi bagi pengelola kota dalam menyusun skala prioritas program pelestarian sungai. 4. Sebagai masukan bagi perencana kota dalam membuat Rencana Tata Ruang Kota. 6