BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis...

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. menjadi gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, dan topik-topik

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pemahaman konsep merupakan ide

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA NEGERI 2 BIREUEN PADA MATERI KALOR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN - ENDED PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain masalah yang timbul dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi anak sebagai sosok kekuatan sumber daya manusia yang bermanfaat bagi Negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN. bermutu menjadi salah satu faktor yang penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

WAWASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Siti Maemunah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya daya serap peserta didik terhadap materi ajar masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (sains) yang berkembang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses pembelajaran. Proses perubahan tingkah laku siswa merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat dan diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental maupun fisik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Perubahan tingkah laku sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri siswa sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang termasuk faktor internal yaitu: kecerdasan, bakat, keterampilan, minat, motivasi,

2 kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal adalah kondisi di luar individu siswa yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui caracara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru. Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang langsung berhubungan dengan fenomena alam. Giancoli (2001) mengatakan bahwa tujuan utama mata pelajaran sains, termasuk fisika adalah mencari keteraturan dalam pengamatan manusia pada alam sekitarnya. Banyak orang yang berpikir bahwa sains itu merupakan proses mekanis dalam mengumpulkan fakta-fakta dan membuat teori. Sesungguhnya, ilmu sains termasuk fisika merupakan suatu aktivitas kreatif yang dalam banyak hal menyerupai aktivitas kreatif pikiran manusia. Dalam pembelajaran, ilmu fisika dapat diklasifikasikan ke dalam bidangbidang tertentu seperti gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, serta topik-topik modern lainnya seperti relativitas, struktur atom, fisika zat padat, fisika nuklir, partikel elementer, dan astrofisika, (Giancoli, 2001). Cabang-cabang ilmu fisika diatas penting untuk dipelajari untuk siswa sekolah menengah

3 terutama siswa SMA. Konsep-konsep dasar fisika harus dikuasai siswa untuk bisa mempelajari fisika lebih lanjut. Menurut Ausubel (Dahar,1996) belajar bermakna merupakan suatu proses yang mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ilmu fisika membahas tentang teori dan konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan konten yang dipelajari. Konsepkonsep tersebut pada tingkatan sekolah menengah, khususnya di SMA dijabarkan dalam bentuk definisi-definisi. Menurut Sardiman (2011), penguasaankonsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan konsep yang dipelajari, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika berpengaruh kepada hasil belajar siswa itu sendiri. Menurut Gagne (Dimyati, 2006) belajar merupakan kegiatan yang kompleks.hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar siswa diharapkan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melalui pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Purwanto (2009) mengatakan evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru. Seorang guru wajib mengetahui bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai

4 mata pelajaran yang telah diberikannya. Evaluasi pencapaian belajar siswa tidak hanya menyangkut aspek kognitifnya saja, tetapi juga mengenai aplikasi (performance) yang dikenal dengan aspek psikomotor dan aspek afektif yang menyangkut sikap. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan di salah satu SMA di Kabupaten Kampar Propinsi Riau, diperoleh hasil belajar siswa SMA setempat pada mata pelajaran fisikamasih jauh dari hasil yang diharapkan. Keterangan dari guru fisika mengatakan rata-rata nilai semester kelas X pada tahun 2010 adalah 66,7 dan pada tahun 2011 menurun menjadi 66,4 dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 65. Adapun faktor yang menyebabkan tidak tercapainya nilai semester siswa kelas X yang diharapkan adalah guru fisika mengajar di kelas selalu menggunakan metode ceramah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru fisika di salah satu SMAN di Kabupaten Kampar Riau, diperoleh keterangan bahwa, input siswa yang masuk ke sekolah tersebut tergolong rendah sehingga siswa kurang termotivasi untuk mempelajari fisika. Pada umumnya siswa yang masuk ke sekolah tersebut adalah siswa-siswa yang tidak diterima di sekolah unggulan. Berdasarkan fakta tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian agar guru di sekolah dapat mengajar dengan menyenangkan dan bervariasi dalam mengajar. Pendekatan problem solvingdengan SSCS (Search Solve Create and Share) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi SMA kelas X yang dalam hal ini akan diteliti pada topik suhu dan kalor. Penelitian yang dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh Ramson (2010) menunjukkan bahwa

5 penggunaan model SSCS secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa pada materi cahaya. Peningkatan yang terjadi pada pemahaman konsep siswa diperoleh N-gain sebesar 0,48 yang termasuk pada kategori sedang. Peningkatan yang terjadi pada berpikir kritis siswa diperoleh N- gain sebesar 0,54 yang termasuk pada kategori sedang. Selanjutnya Ramson (2010), menyarankan bahwa model SSCS memungkinkan untuk bisa diterapkan pada materi suhu dan kalor. Penelitian yang dilakukan Ramson (2010), berfokus pada pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa saja, tanpa memperhatikan hasil belajar secara utuh yaitu: hasil belajar aspek kognitif, hasil belajar aspek afektif, dan hasil belajar aspek psikomotor. Pizzini (1996) mengatakan model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) problem solving ini mempunyai keunggulan dalam merangsang para siswa untuk mengungkapkan data hasil pengamatan studinya. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCSmerupakan sebuah pembelajaran yang terpusat pada siswa.pendekatan problem solving dengan strategi SSCS adalah sangat efektif, dapat dipraktekkan, dan mudah digunakan dalam pembelajaran. Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS membuat studi konteks pada perkembangan dan menggunakan perintah-perintah kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan hasil-hasil pada kondisi yang lebih penting pada kemampuan berpikir. Topik suhu dan kalor merupakan materi pelajaran yang selalu muncul pada soal Ujian Nasional (UN). Materi suhu dan kalor dipandang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan penelitian. Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik

6 untuk meneliti dengan judul: Pendekatan Problem Solving dengan Strategi SSCS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X pada Topik Suhu dan Kalor. 1.2RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Sejauhmana penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X pada topik suhu dan kalor? Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu : a. Bagaimana peningkatanhasil belajar siswa aspekkognitif pada topik suhu dan kalor setelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS? b. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspek afektifsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS? c. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa aspekpsikomotorsetelah menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS? d. Bagaimana tanggapan siswa setelah mempelajari suhu dan kalor menggunakanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS?

7 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian yang akanditeliti lebih terarah, maka dilakukan pembatasan masalah yaitu: 1. Peningkatan hasil belajar aspek kognitif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek kognitif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek kognitif siswa ditentukan oleh skor rata-rata gain yang dinormalisasi (N-gain).Hasil belajar aspek kognitif siswa yang ditinjau pada penelitian ini dibatasi hanya mencakup pada jenjang pengetahuan (C 1 ), pemahaman (C 2 ), penerapan (C 3 ), dan analisis (C 4 ) pada ranah kognitif taksonomi Bloom. Hal ini disesuaikan dengan kompetensi dasar yang diharapkan pada silabus SMA kelas X. 2. Peningkatan hasil belajar aspek afektif siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek afektif siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek afektif siswa ditentukan oleh skor total siswa yang terdiri dari empat indikator yang terdiri dari: sikap, minat, konsep diri, dan moral. 3. Peningkatan hasil belajar aspek psikomotor siswa dimaksudkan sebagai perubahan hasil belajar aspek psikomotor siswa. Kategori peningkatan kemampuan aspek psikomotor siswa ditentukan oleh skor total siswa yang terdiri dari delapan aspek penilaian antara lain: penggunaan alat, langkah kerja, kerjasama, kemampuan menganalisis, ketelitian, keselamatan kerja, kerapihan dan kebersihan, serta ketepatan waktu.

8 4. Materi fisika yang ditinjau pada penelitian ini adalah materikalor kelas X SMA yang terdiri dari tiga sub materi yaitu: pengaruh Kalor terhadap perubahan suhu, wujud, dan bentuk;dan perpindahan kalor;asas black. 1.4 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS pada topik suhu dan kalor pada siswa SMA, sehingga diperoleh gambaran kekuatan dan kelemahanpendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa SMA kelas X. 1.5 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya. a. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada mata pelajaran fisika. b. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat: 1. Memberikan masukan mengenai pendekatan problem solving dengan strategi SSCS dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Memotivasi guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran.

9 c. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebuah informasi dan kajian dalam pengembangan dan inovasi pembelajaran fisika serta sebagai bahan masukan bagi para peneliti lainnya. Penelitian ini juga diharapkan untuk bisa memperkaya hasil-hasil penelitian tentang pendekatan problem solving dengan strategi SSCS. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi mengenai layak tidaknya pendekatan problem solving dengan strategi SSCS digunakan dalam proses pembelajaran di masa mendatang berdasarkan temuan dan analisis bagianbagian strukturnya. 1.6 DEFINISI OPERASIONAL 1.6.1 Pendekatan problem solving dengan strategi SSCS Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Strategi pembelajaran adalah suatu perencanaan kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan agar tujuan pembejaran dapat dicapai. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata untuk mencapai tujuan pembelajaran. Gabungan dari pendekatan, strategi, dan metode disebut dengan model pembelajaran.pembelajaran tentang kalor pada penelitian ini menggunakan pendekatan problem solving dengan strategi SSCS.Strategi SSCS ini merupakan kependekan dari istilah Fase instruksional yaitu fase mendefinisikan masalah (search), mendisain solusi

10 (solve), memformulasikan hasil (create), dan mengkomunikasikan (share) hasil secara utuh.melalui strategi ini, diharapkan peserta didik dapat membangun pemahaman sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan. - Fase search membantu siswa untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan ke konsep-konsep sains yang relevan. - Fase solve berpusat pada permasalahan spesifik yang ditetapkan pada fase search dan mengharuskan siswa untuk menghasilkan dan menerapkan rencana mereka untuk memperoleh suatu jawaban. - Fasecreate mengharuskan siswa untuk menghasilkan suatu produk yang terkait dengan permasalahan, membandingkan data dengan masalah, melakukan generalisasi, jika diperlukan memodifikasi. - Fase share adalah untuk melibatkan siswa dalam mengkomunikasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan. Bermunculnya pertanyaan terjadi bila yang diterima menciptakan pertanyaan baru atau bila kesalahan dalam perencanaan hasil untuk mengidentifikasi keterampilan problem solving yang diperlukan. 1.6.2 Hasil belajar Hasil belajar yang diharapkan pada penelitian ini meliputi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif yang harus dicapai meliputi kategori: mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), mengaplikasikan (C 3 ), menganalisis (C 4 ), mengevaluasi (C 5 ), dan mencipta (C 6 ). Ranah afektif memiliki kategori: menerima (A 1 ), menanggapi (A 2 ), menilai (A 3 ), mengorganisasi (A 4 ),

11 karakter (A 5 ). Ranah psikomotor memiliki kategori: penggunaan alat untuk mengukur imitasi (P 1 ), langkah kerja untuk mengukur manipulasi (P 2 ), kerjasama, ketelitian, keselamatan kerja dan ketepatan waktu untuk mengukur presisi (P 3 ), kemampuan menganalisis untuk mengukur artikulasi (P 4 ), serta kerapihan dan kebersihan untuk mengukur naturalisasi (P 5 ). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Tes tertulis dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan (pretes) dan sesudah diberikan perlakuan (postes) untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya diperoleh gain dari pengurangan skor postes dengan skor pretes siswa. Hasilbelajar ranah afektif dinilai dengan menggunakan lembaran observasi (angket)yang terdiri dari empat aspek penilaian yaitu: sikap, minat, konsep diri dan moral. Hasil belajar ranah psikomotorik dinilai denganmenggunakan rubrik. Rubrik yang dinilai terdiri dari delapan aspek penilaian yaitu: penggunaan alat, langkah kerja, kerjasama, kemampuan menganalisis, ketelitian, keselamatan kerja, kerapihan dan kebersihan, ketepatan waktu. 1.6.3 Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional yang digunakan adalah pembelajaran langsung dengan praktikum terencana.praktikum terencana adalah praktikum yang prosedur percobaannya sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang dibuat oleh guru, (2)Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat laporan percobaan.