BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Agroindustri dapat mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP), dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP). Industri pengolahan hasil pertanian sebagai salah satu jenis agroindustri kegiatannya adalah mengolah hasil pertanian dengan memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya. Industri pengolahan hasil pertanian terbagi dalam beberapa kelompok yaitu industri pengolahan pertanian tanaman pangan, industri pengolahan hasil pertanian tanaman perkebunan, industri pengolahan hasil pertanian perikanan, industri pengolahan hasil pertanian hasil hutan, dan industri pengolahan hasil pertanian peternakan. Industri pengolahan hasil perkebunan memegang peranan strategis dalam mendukung perekonomian Indonesia melalui kegiatan ekspor Gambar 1.1 menunjukkan persentase nilai ekspor dari sektor perkebunan memiliki tertinggi sebesar 95.78% dari total nilai ekspor di tahun 2014. Dengan total nilai sebesar US$29.76 miliar dan volume perdagangan sebanyak 350.29 juta ton (Kementerian Pertanian, an, 2014). Rempah-rempah merupakan komoditas agroindustri dari sektor perkebunan yang dinilai sangat berpotensi dalam meningkatkan nilai ekspor di Indonesia. Komoditi rempah-rempah Indonesia memiliki peluang besar bagi penyedia rempah-rempah di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa yang merupakan tujuan utama ekspor rempah-rempah Indonesia. Dalam kurun waktu 2009 hingga 2011 nilai ekspor tanaman rempah Indonesia mencapai US$211,410 juta dengan tujuan ekspor paling besar ke Amerika Serikat. Beberapa komoditi yang banyak diekspor antara lain pala, cengkeh, kayu manis, kemiri, kapulaga, kencur kering dan buah pinang.
Ditargetkan ekspor rempah-rempah ini meningkat di tahun 2015 mencapai US$7.72 miliar (http:/www.kemendag.go.id., 2013) Tanaman Pangan 0.66% Holtikultura 1.67% Peternakan 1.89% Perkebunan 95.78% Gambar 1.1 Presentase Nilai Ekspor Hasil Pertanian Indonesia 2014 Sumber: Kementerian Pertanian, 2014 Di Indonesia umumnya rempah-rempah diolah menjadi produk segar dan produk setengah jadi. Beberapa proses pengolahannya antara lain pembersihan atau penyortiran. Pembersihan adalah proses memisahkan kontaminan dari bahan. Pengaruhnya yaitu apabila kontaminan seperti misalnya daun, kayu, batu/kerikil tidak dipisahkan akan menghambat proses pengolahan bahan pangan. Penyortiran adalah proses pengklasifikasian bahan berdasatkan sifat fisiknya. Pengaruhnya apabila tidak dilakukan sortasi maka proses pengolahan tidak merata. Proses pembersihan/penyortiran merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan sebelum melakukan proses pengolahan lebih lanjut seperti penggilingan, penepungan, ekstraksi, dan sebagainya. Kini umumnya semua proses pengolahan termasuk pembersihan dan penyortiran telah menggunakan mesin dan peralatan yang telah terintegrasi mulai dari penanganan input atau bahan mentah hingga bentuk siap konsumsi. Perbaikan dan pengembangan pada mesin dan peralatan terus dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas serta memberikan jaminan dari sisi keamanan pangan.
Industri tempat penelitian ini dilakukan merupakan salah satu dari industri pengolahan hasil pertanian tanaman perkebunan dengan komoditas rempahrempah (spices and ingredient). Industri ini memproses hasil perkebunan menjadi barang setengah jadi untuk kemudian diproses lebih lanjut oleh customer. Pemilihan industri ini didasarkan pada potensinya sebagai salah satu industri pengolahan hasil pertanian tanaman perkebunan di Indonesia berskala internasional yang melakukan pengolahan terhadap komoditas rempah-rempah khususnya kayu manis menjadi komoditas ekspor yang diterima dan dapat bersaing dengan komoditas rempah-rempah yang berasal dari negara lain di berbagai industri di dunia. Proses pengolahan yang dilakukan pada industri ini adalah proses pengecilan ukuran dan pembersihan. Proses produksinya terdiri dari beberapa lini yaitu lini automation, ation, lini grinding01, lini grinding02, dan lini sortir. Penelitian dilakukan di lini automation. Proses yang dilakukan pada lini automation adalah proses sortasi dan pengecilan ukuran material (crushing) menjadi produk broken and clean. Produk tersebut merupakan produk work in process yang akan digunakan di lini berikutnya. Penelitian dilakukan pada tahap ini karena proses ini mempengaruhi engaruhi proses lanjutan di lini berikutnya. Kualitas produk kayu manis broken and clean yang dihasilkan mempengaruhi kualitas produk akhir. Target yang ingin dicapai yaitu diperolehnya produk kayu manis broken and clean yang yang memenuhi standar untuk dilanjutkan pada proses grinding berikutnya. Permasalahan yang masih sering dijumpai adalah produk yang dihasilkan seringkali masih belum memenuhi standar. Gambar 1.2 menggambarkan jumlah kayu manis broken and clean yang reject dan harus diproses ulang selama periode April 2014 Maret 2015. Produk reject seringkali menyebabkan proses produksi berjalan tidak optimal karena perlu adanya proses penyortiran ulang pada kayu manis broken and clean tersebut. Jumlah produk reject ini diharapkan dapat berkurang dengan dilakukan perbaikan pada sistem pengolahan di lini automation.
Jumla Temuan Reject '$" '#" '!" &" %" $" #"!" Waktu Gambar 1.2. Grafik Jumlah Reject Pada Kayu Manis Broken and Clean April 2014 Maret 2015 Sumber: Internal QC, 2015 Dengan n demikian pada penelitian ini akan dikaji mengenai faktor penyebab masih ditemukannya produk reject pada produk kayu manis broken and clean di lini automation ation dan memberikan usulan perbaikan yang dapat mendukung dalam peningkatan kualitas dan produktifitas ke depannya. Perbaikan pada produk work in process di lini automation ini juga merupakan bentuk upaya preventive action untuk menghindari reject pada proses produksi berikutnya. Terlebih lagi hal ini termasuk dalam titik kendali kritis pada sistem Hazard Analyis Critical Control Point (HACCP) yang diatur perusahaan sebagai bentuk jaminan keamanan pangan. Selain menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas produk, kontrol kualitas produk kayu manis broken and clean juga merupakan bentuk preventive maintenance dalam menjaga kinerja mesin dan peralatan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengendalikan kualitas dan mengatasi cacat produk yang banyak dilakukan adalah dengan metode pendekatan Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC). Metode pendekatan DMAIC telah banyak digunakan pada beberapa penelitian khususnya pada penerapan Six Sigma sebagai bentuk pengendalian kualitas untuk membantu
mengurangi jumlah kecacatan pada perusahaan software (Chauhan & Belokar, 2015). Menurut Jirasukprasert, P., et al (2012) melalui penerapan six sigma menggunakan analisis DMAIC dapat mengurangi produk reject dan meningkatkan nilai sigma pada industri sarung tangan karet. Pada penelitian lain disebutkan metode DMAIC dapat membantu menurunkan rejection level serta meningkatkan produktivitas (Manohar & Balakrishna, 2015). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di bawah ini, maka masalah-masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor apakah yang menyebabkan produk reject pada produk kayu manis broken and clean? 2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk kayu manis broken and clean? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masih adanya kualitas produk kayu manis broken and clean yang tidak sesuai standar 2. Memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pada produk kayu manis broken and clean. Penelitian ian ini bermanfaat untuk: 1. Sebagai tambahan pengetahuan bagi kajian ilmu teknik industri dalam penanganan produk yang tidak memenuhi spesifikasi/standar melalui pendekatan metode DMAIC. 2. Bagi industri khususnya industri pengolahan hasil pertanian, hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat dalam mengurangi produk reject.pada proses pengolahan.
1.4 Asumsi dan Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada penelitian ini antara lain: 1. Penelitian dibatasi hingga tahap usulan perbaikan/improvement. 2. Penelitian hanya dilakukan dalam lingkup industri secara internal, tidak sampai pada lingkup eksternal seperti supplier, vendor, dan lain-lain