HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Normalisa *, Hariadi Widodo 1, Nurhamidi 2 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin 2 Politeknik Negeri Kemenkes RI Banjarbaru * Korespondensi penulis: normalisa026@gmail.com, No. Hp : 081254745374 ABSTRAK Latar Belakang : Usia lanjut termasuk kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan, khususnya terhadap kemungkinan jatuhnya sakit dan ancaman kematian. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada lansia. Pola komunikasi keluarga merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi tingkat depresi lansia, karena semua hal yang menjadi penyebab lansia mengalami depresi dapat didiskusikan bersama oleh keluarga dan lansia melalui komunikasi dalam keluarga. Tujuan : Mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Metode : Penelitian menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin tahun 2015 sebanyak 4.879 orang dan sampel diambil berjumlah 98 orang dengan teknik pengambilan purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji Spearman Rank dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil : Lansia sebagian besar memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional yaitu 58 orang (59,2%) dan memiliki tingkat depresi ringan yaitu 83 orang (84,7%). Ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin (p = 0,000 < α 0,05). Simpulan : Ada hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia. Puskesmas Pekauman Banjarmasin hendaknya dilakukan pengkajian depresi pada lansia secara rutin dan melakukan kunjungan ke rumah-rumah lansia. Kata kunci : Pola Komunikasi Keluarga, Tingkat Depresi 1
ABSTRACT Background: Elderly people, including those most vulnerable to health problems, especially against the possibility to get illness and death threats. These Conditions can trigger symptoms of depression in the elderly. The pattern of family communication is an important factor affecting the level of depression elderly, because of all the things that can depression in elderly can be discussed the family and the elderly through family communication. Objective: To examine the correlation between family communication patterns and the level of depression in the elderly in Pekauman Public Health Centers Banjarmasin Methods: The study used analytic survey with cross sectional approach. The population is elderly in Public Health Centers Pekauman Banjarmasin in 2015 as many as 4,879 people and 98 samples were taken with purposive sampling techniques retrieval. Data were analyzed using Spearman Rank test with a confidence level of 95%. Results: Most elderly have a functional family communication patterns which is 58 people (59.2%) and 83 people (84.7%) have mild level of depression. There is a correlation between family communication patterns and the level of depression in the elderly in Pekauman Public Health Centers Banjarmasin (p = 0.000 <α 0.05). Conclusion: There is a correlation between family communication patterns and level depression in the elderly. Pekauman Public Health Centers Banjarmasin should assess the depression in the elderly on a regular basis and make visits to the homes of the elderly. Keywords: Family Communication Patterns, Level of Depression 2
PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan merupakan cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/ Angka Harapan Hidup (AHH). Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran (Kemenkes RI, 2013). WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data Susenas BPS 2012 menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total penduduk Indonesia (Wardhana, 2014). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 jumlah lansia ( 60 tahun) di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 235.785 orang sedangkan Kota Banjarmasin sebanyak 32.116 orang yang terbagi dalam lima kecamatan yaitu Kecamatan Banjarmasin Selatan sebanyak 8.903 orang, Kecamatan Banjarmasin Timur sebanyak 7.290 orang, Kecamatan Banjarmasin Barat sebanyak 8.154 orang dan Kecamatan Banjarmasin Utara sebanyak 7.769 orang lansia (BPS Banjarmasin, 2014). Menurut data Puskesmas Pekauman Banjarmasin tahun 2015 jumlah lansia sebanyak 4.879 orang. Pertambahan penduduk lanjut usia secara WHO juga memperkirakan 75% populasi bermakna akan disertai oleh berbagai masalah lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta orang. Sementara itu Data yang akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lanjut usia baik terhadap individu maupun bagi keluarga dan masyarakat antara lain meliputi fisik, biologis, mental dan sosial ekonomi. Secara fisik usila mengalami kemunduran sel-sel yang berakibat pada kelemahan organ dan timbulnya berbagai 3
macam penyakit degeneratif dan secara psikologis usila menjadi mudah lupa, terdapatnya masalah psikososial pada lansia yaitu depresi (Djaali, 2013). mengalami rasa kebosanan apalagi jika Menurut World Health Organization kehilangan pekerjaan. Usila termasuk kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan, khususnya terhadap kemungkinan jatuhnya sakit dan ancaman kematian. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada lansia (Khoiriyah, 2011). Berbeda dengan populasi yang lain, depresi pada populasi lansia terjadi bersamaan dengan terjadinya penurunan fungsi fisik, mental, karena adanya proses penuaan yang tidak bisa dihindari oleh para lansia. Depresi merupakan salah satu dampak yang muncul akibat perubahan karena penuaan, perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial. Adanya perubahan-perubahan alamiah yang terjadi pada lansia akan mengakibatkan perubahan perilaku pada dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi, emosi dan perasan, tingkah laku, sampai pada penurunan kondisi fisik seseorang. Perubahan ini merupakan indikator (WHO) pada tahun 2012 prevalensi keseluruhan gangguan depresi di kalangan lansia di dunia bervariasi antara 10% hingga 20% yaitu sekitar dari 7 juta dari 39 juta sedangkan prevalensi depresi di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 17,8% (Nurullah, 2014). Beberapa upaya mengatasi depresi yang dapat dilakukan dengan identifiikasi berbagai kegiatan yang mendatangkan rasa senang dan memasukkan dalam rancangan agenda kegiatan sehari-hari, kembangkan berfikir positif ( positif thingking) dan rasional serta berkomunikasi dengan orang lain sehingga memperoleh dukungan dan stimulan dari orang lain khususnya keluarga (Suardiman, 2011). Komunikasi dapat meningkatkan harga diri dan promosi terhadap kontrol diri melalui dukungan sosial terutama keluarga sebagai orang terdekat. Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan 4
masalah yang harus dihadapi lansia pada proses menua tersebut agar lansia tidak kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin tahun 2015 yaitu sebanyak 4.879 orang dan sampel mengalami depresi berat (Adinegara, 2014). yang diambil berjumlah 98 orang dengan Hasil studi pendahuluan kepada 10 orang lansia yang berkunjung di Puskesmas Pekauman Banjarmasin pada tanggal 12 Desember 2015 mendapatkan sebanyak 6 orang lansia (60%) mengatakan bahwa keluarga seringkali tidak mau mendengarkan pendapat lansia dan mereka sering merasa sedih sedangkan 4 orang lansia (40%) lainnya mengatakan bahwa keluarga selalu mendengarkan dan meminta pendapat dan mereka selama ini merasa bahagia. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. teknik pengambilan sampel purposive sampling. Variabel independen adalah pola komunikasi keluarga sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat depresi. Metode analisis data dalam penelitian ini meliputi: a. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti. b. Analisis bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi dengan menggunakan uji Spearman Rank dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%. Populasi adalah seluruh lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Berdasarkan data jumlah lansia di wilayah 5
HASIL 1. Analisis univariat a. Pola komunikasi keluarga lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Distribusi frekuensi pola komunikasi keluarga lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman dilihat pada tabel berikut dapat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pola Komunikasi Keluarga Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun 2016 No. Pola Komunikasi Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Fungsional 58 59,,2 2 Disfungsional 40 40,8 Total 98 100 Tabel 1 didapatkan bahwa lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin sebagian besar memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional yaitu 58 orang (59,2%). b. Tingkat depresi di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Distribusi frekuensi tingkat depresi di wilayah kerja Puskesmas Pekauman berikut. dapat dilihat pada tabel Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun 2016 No. Tingkat Depresi Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Tidak 15 15,3 depresi 2 Ringan 83 84,7 3 Berat 0 0 Total 98 100 Tabel 2 didapatkan bahwa lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin sebagian besar memiliki tingkat depresi ringan yaitu 83 orang (84,7%). b. Analisa bivariat No. Analisa hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3 Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun 2016 Pola Komunikasi Keluarga Tidak depresi Tingkat Depresi Ringan Jumlah f % f % f % 1 Fungsional 15 25,9 43 74,1 58 100 2 Disfungsional 0 0 40 100 40 100 Jumlah 15 15,3 83 84,7 98 100 p value = 0,000 Correlation Coefficient = 0,353 Tabel 3 menunjukkan bahwa lansia yang memiliki pola komunikasi keluarga 6
fungsional sebagian besar mengalami depresi ringan yaitu 43 orang (74,1%) sedangkan lansia yang memiliki pola komunikasi keluarga disfungsional seluruhnya mengalami depresi ringan yaitu 40 orang (100%). Hasil uji statistik Spearman Rank didapatkan p = 0,000 maka p < α maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Nilai korelasi Spearman Rank PEMBAHASAN 1. Pola komunikasi keluarga lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Hasil penelitian mendapatkan bahwa lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin sebagian besar memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional yaitu 58 orang (59,2). Ini menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki proses penyampaian pesan komunikasi antar anggota keluarga berjalan dengan baik. Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan sebesar 0,353 menunjukkan bahwa arah segala sesuatunya, lansia akan mudah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang, dapat diartikan semakin fungsional pola komunikasi keluarga maka akan semakin rendah kecenderungan untuk mengalami depresi. memahami makna pesan yang di sampaikan apabila pola komunikasi benar. Salah satu faktor yang mendukung pola komunikasi keluarga berfungsi dengan baik dalam penelitian ini adalah adanya budaya tiga generasi (orang tua, anak dan cucu) yang biasanya hidup dibawah satu atap bersama lanjut usia lebih memberikan peluang untuk dapat saling memberikan perhatian dan dapat saling memahami komunikasi yang terjalin. 7
Komunikasi fungsional memiliki persentase lebih besar dari pola komunikasi keluarga disfungsional adalah karena para lansia hidup bersama keluarga, dalam keseharian para lansia mendapatkan lawan bicara yang sesuai, sehingga terjadi suatu komunikasi yang selaras. Menurut Friedman (201 2) komunikasi pada keluarga yang sehat merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan diterima. Sebagai contoh, setelah pengirim memulai suatu pesan, penerima komunikasi disfungsional. Komunikasi disfungsional pada lansia tersebut dapat disebabkan karena penurunan fisik dan psikologis lansia. Penurunan daya pikir lansia yang dapat mengganggu dalam proses pendengaran, mengingat dan merespon pada pertanyaan keluarga. Lansia sering mengalami gangguan fisik yang menyebabkan lansia sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya fokus pada rasa sakit, haus, lapar, capek dan perasaan tidak enak lainnya. Hasil penelitian ini sama dengan pesan mungkin menampakkan ekspresi hasil penelitian yang dilakukan oleh wajah yang akan, melalui umpan balik negatif, mengubah pesan pengirim sebelum ia selesai bicara. Akibatnya, pengirim dapat mengubah kata-kata dalam pesan tersebut pada saat sedang mengirimnya, sehingga penerima akan mempunyai kerangka acuan yang sama. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi fungsional membuat interaksi menjadi kompleks dan tidak dapat diramalkan. Hasil penelitian juga menunjukkan masih adanya data lansia yang memiliki Adinegara (2014) yang menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang yaitu dari 71 orang lansia sebagian besar memiliki kategori fungsional yaitu sebanyak 46 lansia (64,8%) dan lansia yang memiliki pola komunikasi disfungsional sebanyak 25 orang (35,2%). Penelitian tersebut menggunakan lansia yang bersuku jawa, dimana karakter budaya jawa ialah sopan santun yang sudah terkenal sejak lamanya. 8
2. Tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Hasil penelitian didapatkan bahwa lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin sebagian besar memiliki tingkat depresi ringan yaitu 83 orang (84,7%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lansia merasakan kesedihan karena sesuatu hal. Depresi ringan dapat disebabkan karena masalah yang lansia alami baik kesehatan ataupun dalam kehidupan sehari-hari tidak terlalu besar dan lansia tersebut sudah dapat beradaptasi dengan masalah atau perubahan-perubahan yang mereka alami. Depresi yang terjadi pada lansia dapat berkaitan dengan umur. Menurut data lansia yang tidak mengalami depresi lebih banyak pada kelompok umur 60-70 tahun. Lansia dengan kelompok usia 60-70 tahun terlihat masih mampu untuk mengurus dirinya sendiri, serta masih mampu untuk melakukan hubungan interpersonal dengan baik dan masih mampu untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan pada kelompok usia >70 tahun sebagian besar mulai kurang mampu untuk merawat diri sendiri dan hubungan interpersonal yang kurang serta tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu seperti menghadiri acara keagamaan, memeriksakan diri ke puskesmas. Hal ini juga dipengaruhi oleh perlakuan keluarga dalam merawat lansia, dimana anggota keluarga lainnya sebagian besar menghabiskan waktunya di luar rumah. Sehingga sebagian besar lansia pada kelompok umur tersebut kurang mendapat perhatian dan dapat menimbulkan terjadinya depresi pada lansia tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bhayu (20 14) umur merupakan salah satu faktor risiko terjainya depresi. Semakin meningkatnya usia maka risiko terjadinya depresi juga akan menjadi dua kali lipat karena pada masa tersebut banyak terjadi suatu perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut baik perubahan secara fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup seorang lansia. 9
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Adinegara (2014) yang menyatakan Puskesmas Pekauman Banjarmasin. bahwa lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia tersebut Semarang sebagian besar mengalami menunjukkan kekuatan hubungn yang depresi ringan sebanyak 50 responden (70,4%). Depresi meskipun ringan merupakan gangguan yang dapat memadamkan semangat hidup. Ini sering disadari atau dikenali pada lansia dan mempunyai potensi untuk menghancurkan kualitas hidup itu sendiri. 3. Hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Hasil penelitian didapatkan bahwa lansia yang memiliki pola komunikasi keluarga fungsional sebagian besar mengalami depresi ringan yaitu 43 orang (74,1%) sedangkan lansia yang memiliki pola komunikasi keluarga disfungsional seluruhnya mengalami depresi ringan yaitu 40 orang (100%). U ji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola sedang, dapat diartikan semakin fungsional pola komunikasi keluarga maka akan semakin rendah kecenderungan untuk mengalami depresi. Pola komunikasi keluaga yang fungsional menunjukkan besarnya perhatian keluarga yang dapat mengurangi beban pikiran lansia sehingga terhindar dari perasaan depresi. Pola komunikasi keluarga merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi tingkat depresi lansia, karena semua hal yang menjadi penyebab lansia mengalami depresi dapat didiskusikan bersama oleh keluarga dan lansia melalui komunikasi dalam keluarga. Lanjut usia senantiasa membutuhkan komunikasi dalam keluarga, karena adanya komunikasi mempunyai arti sebagai suatu interaksi. Pada lanjut usia banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia 10
seperti masalah ekonomi dan masalah kesehatan. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya depresi pada lansia. Membicarakan masalah yang dialami lansia dengan keluarga bisa mengurangi beban yang dirasakan responden. Lansia seringkali mengalami masalah kesehatan. Pola komunikasi pada keluarga membantu dalam menentukan arah tindakan apa saja yang bertujuan membantu proses perbaikan status kesehatan responden. Proses dalam keluarga memerlukan persiapan yang matang sehingga di harapkan terjadinya suatu pola komunikasi yang baik dalam keluarga. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah, yang selanjutnya akan memberikan peningkatan keharmonisan dalam keluarga. Banyaknya masalah ( stresor) yang dialami lansia mengakibatkan lansia mengalami gejala depresi. Adanya keluarga di sekitar lansia seharusnya dapat memberi dukungan pertama pada lansia. Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta lebih sulit mengalami depresi. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adinegara (201 4) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dengan nilai p = 0,003 < α 0,05. UCAPAN TERIMA KASIH Saya sangat berterima kasih kepada STIKES Sari Mulia Banjarmasin yang telah memberikan saya surat izin untuk melakukan penelitian, dan ucapan terima kasih kepada Puskesmas Pekauman Banjarmasin yang telah memberikan izin serta tempat untuk melakukan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Banjarmasin. 2014. Jumlah Penduduk Provinsi Kalimantan 11
Selatan dan Kota Banjarmasin [Internet]. tersedia dalam http://banjarmasinkota.bps.go.id. [diakses tanggal 21 November 2015] Djaali, N. A. 2013. A Systematic Review: Group Counselling for Older Peoplewith Depression [Internet]. tersedia dalam http://educ.utm.my/tr/wpcontent/uploads/2013/11/63.pdf. [diakses tanggal 21 November 2015] Friedman,M.M. 2012. Buku Ajar Keperawatan : Riset, Teori, & Praktik. Ed : 5. Jakarta:EGC. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan [Internet]. tersedia dalam http://www.depkes.go.id/. [diakses tanggal 21 November 2015] Cepiring Kabupaten Kendal (Internet). tersedia dalam <http://digilib.unimus.ac.id>. [diakses tanggal 21 November 2015] Nurullah, F. A. 2014. Hubungan Olahraga Rutin dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Kecamatan Coblong Kota Bandung [Internet]. tersedia dalam: http://karyailmiah.unisba.ac.id. (diakses tanggal 03 Februari 2016) Suardiman, S. P. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wardhana, H. 2014. Mereka Lansia, Mereka Berdaya [Internet]. tersedia dalam http://www.kompasiana.com/. [diakses tanggal 21 November 2015] Khoiriyah, N. 2011. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Lansia Berkunjung ke Posyandu Lansia di RW II Kelurahan Margorejo Kecamatan. 12