1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan terus mengalami kenaikan dan dana yang memiliki cenderung tidak bertambah. Atas dasar itulah investor mencari instrumen investasi yang dapat memberikan tingakat pengembalian lebih tinggi daripada bunga deposito. Mengapa bunga deposito dijadikan sebagai acuan, karena bunga deposito tersebut dapat menjadi patokan tingkat pengembalian yang bebas risiko. Apabila investor ingin menerima risiko yang lebih besar, maka instrumen investasi tersebut salah satunya ada di pasar keuangan yang dikenal dengan reksadana. Reksadana sebagai instrumen investasi selalu diperbandingkan dengan berbagai instrumen investasi lainnya. Investor selalu membandingkan diantaranya dengan deposito, saham dan properti. Salah satu yang menarik dalam berinvestasi reksadana yaitu tingkat pengembaliannya selalu tinggi dengan risiko yang sedikit lebih terkendali. Reksadana mulai diperkenalkan di Indonesia ketika PT Danareksa didirikan tahun 1976 dimana perusahaan ini dapat menerbitkan sertifikat yang dikenal dengan Sertifikat Danareksa I dan II. Selanjutnya, reksadana mengalami pertumbuhan yang normal sampai pada akhir 2001 total Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp 8 triliun dengan jumlah reksadana sebanyak 108 reksadana. Perkembangan reksadana ini terus bertambah dengan berbagai inovasi yang dilakukan manajer investasi. Pada tahun 2002 terjadi peningkatan yang tajam dari Rp 7,9 triliun menjadi Rp 46,7 triliun. Peningkatan ini disebabkan terjadi penurunan tingkat bunga dari level 17,5 ke level 12 persen. Tingkat bunga terus mengalami penurunan membuat investor terus melakukan perubahan investasi sehingga total NAB reksadana mengalami peningkatan sampai Rp 104 triliun di akhir 2004. Namun, dengan adanya krisis keuangan global industri reksadana di tanah air mengalami penurunan yang cukup tajam. Agustus 2007 merupakan awal mulanya penurunan reksadana sebagai imbas dari adanya krisis global yang terjadi akibat krisis keuangan global (subprime mortgage). Pada akhir 2007 menurut data BAPEPAM-LK, total dana kelolaan NAB seluruh reksadana mengalami penurunan yang signifikan yakni, -11.53%. Meskipun secara
keseluruhan mengalami penurunan, namun reksadana campuran dan reksadana terproteksi masih mengalami pertumbuhan 3.63% dan 2.08%, sedangakan reksadana indeks 78.58%, saham -30.59%, pendapatan tetap -4.67% dan pasar uang 0.87%. Disisi lain, jumlah unit penyertaan mengalami kenaikan 7.93% yakni 325.244. Ternyata dampak krisis keuangan global terasa pada Oktober 2008. Menurut data BAPEPAM LK, pada Oktober 2008, secara keseluruhan reksadana mengalami penurunan yang sangat signifikan yakni, -20,95%. Penyumbang besar penurunan ini adalah reksadana saham dan pasar uang yaitu -34,76% dan -34,59%. Sedang sisanya reksadana indeks - 29,81%, pendapatan tetap -21,90%, campuran -21,82 dan terproteksi -2,58%. Setelah Oktober 2008 tersebut, secara keseluruhan reksadana hanya mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan. Pada April dan Mei 2009 yang lalu, secara keseluruhan, reksadana hanya bertumbuh sebesar 9,91% dan 8,29%. Pertumbuhan ini disebabkan arus dana atau capital inflow asing yang membanjiri industri instrumen investasi di Indonesia, termasuk di dalamnya industri reksadana. Pada akhir Mei 2009 yang lalu, selain total dana kelolaan NAB mengalami pertumbuhan 8,29% atau sebesar 92,12 triliun, jumlah unit penyertaan juga mengalami peningkatan sebesar 1,85% atau sebesar 356.783 (BAPEPAM-LK: Oktober 2008). Dampak negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuangan, melalui aspek sentimen psikologis maupun akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai tukar rupiah tersebut masih berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih berlangsungnya upaya penurunan utang-utang (deleveraging) dari lembaga keuangan global (DepKeu: Feb 2009). Tingginya laju inflasi pada tahun 2008 menyebabkan Bank Indonesia masih mempertahankan BI rate pada level 9,50 persen pada November 2008. Hal ini menyebabkan suku bunga SBI 3 bulan masih berada pada level 11,49 persen. Suku bunga SBI 3 bulan yang masih relatif tinggi ini merupakan cermin dari ketatnya likuiditas domestik karena imbas dari krisis keuangan global. Dengan mulai melambatnya laju inflasi dan dalam rangka melonggarkan likuiditas, pada bulan Desember 2008 Bank Indonesia menurunkan BI rate menjadi 9,25 persen dan diturunkan lagi menjadi 8,25 persen pada bulan Februari 2009, seiring dengan menurunnya ekspektasi inflasi pada tahun 2009. 2
Penurunan BI rate ini diikuti dengan penurunan suku bunga SBI 3 bulan. Pada Januari 2009, suku bunga SBI 3 bulan rata-rata berada di level 10,31 persen. Sampai dengan akhir tahun 2009 rata-rata SBI 3 bulan berada pada kisaran 6,5-7,5 persen, sama halnya dengan perkiraan dalam APBN 2009. Penurunan suku bunga ini membawa pengaruh positif pada kegiatan investasi dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan sektor riil. Tahun 2011 lebih baik dari 2010 dilihat dari beberapa indikator makro, pertumbuhan ekonomi meningkat, inflasi menurun, pertumbuhan pertanian dan industri juga bagus, kemiskinan juga menurun. Dari catatan BPS menunjukkan inflasi tahun 2011 sebesar 3,79 persen dan inflasi tahun 2010 sebesar 6,96 persen. Dalam hal ini pemerintah sudah bisa menekan harga dengan Inflasi sebesar 3,79 persen. Berdasarkan data BPS, inflasi Desember (2011) 0,57 persen dan inflasi November 0,34 persen (Koran Jakarta: Mei 2012). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2011 ini sebesar 6,5 persen. Sementara, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2011 dibandingkan triwulan II 2011 (q to q) sebesar 3,5 persen dan produk domestik bruto (PDB) Rp 1.923,6 triliun pada triwulan III. Meski mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi triwulan III sama dengan triwulan sebelumnya. (Republika 21 November 2011). Berdasarkan uraian latar belakang diatas, akibat dari kejadian krisis global yang terjadi di dunia pada tahun 2008 sedikit banyak berimbas pada perkembangan perekonomian `dan pertumbuhan industri reksadana di Indonesia. Dari beberapa gambaran keadaan perekonimian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam bentuk sebuah tesis dengan judul : Pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta dampaknya terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Saham di Indonesia Pada Tahun 2010 2011 1.2. Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut; 1. Bagaimana perkembangan Suku Bunga SBI, Inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana 3
Saham di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2010 sampai dengan Triwulan IV Tahun 2011? 2. Bagaimana pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Triwulan I Tahun 2010 sampai dengan Triwulan IV Tahun 2011? 3. Bagaimana pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana pada Triwulan I Tahun 2010 sampai dengan Triwulan IV Tahun 2011? 4. Bagaimana pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana pada Triwulan I Tahun 2010 sampai dengan Triwulan IV Tahun 2011? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan progam studi Magister Management Universitas Widyatama serta memberi gambaran sekaligus masukan tentang pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Saham di Indonesia. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Menganalisis perkembangan Suku Bunga SBI, Inflasi, PDB, IHSG dan NAB Reksadana Saham di Indonesia pada triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan IV tahun 2011. 2. Menganalisis dan mengukur besarnya pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi dan PDB secara terhadap IHSG serta dampaknya terhadap NAB Reksadana Saham di Indonesia pada triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan IV tahun 2011. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penulis Penelitian ini bagi penulis merupakan sarana belajar untuk mengetahui sejauh mana teori yang diperoleh dapat diterapkan dalam praktek juga menambah pengetahuan 4
penulis khususnya mengenai pengaruh variabel fundamental makro ekonomi terhadap pertumbuhan IHSG dan NAB Reksadana. 2. Bagi Investor Memberikan gambaran tentang keadaan perekonomian Indonesia melalui IHSG dan pertumbuhan Reksadana terutama pengaruh signifikan suku bunga SBI, Inflasi, PDB terhadap IHSG dan NAB Reksadana baik secara parsial dan simultan, sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan yang berarti dalam membuat keputusan pendanaan dan investasi dimasa yang akan datang. 3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang mengadakan penelitian dalam ruang lingkup yang sama. Juga diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi pembacanya. 5