Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Cagar Budaya Trowulan, Kabupaten Mojokerto

dokumen-dokumen yang mirip
Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism

TUGAS AKHIR. Bahruddin Salam Pembimbing : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

LILIK KRISNAWATI DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Analisis Zona Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

V. KONSEP PENGEMBANGAN

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. 50 responden yang mengunjungi Objek Wisata Candi Kalasan DIY. Serta masukan

Pembentukan Cluster Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Yogyakarta

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

BAB II METODE ANALISA

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

Penentuan Lokasi lokasi Potensial Pembangunan Bangunan Tinggi di Surabaya Pusat

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

Arahan Pengembangan Kampung Majapahit sebagai Desa Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto

Perancangan Perpustakaan Umum dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid

Pelestarian Cagar Budaya

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

LAMPIRAN KUESIONER PENILAIAN PENGUNJUNG TERHADAP ATRIBUT PENGELOLAAN 4A PADA OBJEK WISATA CANDI KALASAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB V STRATEGI DAN REKOMENDASI. 5.1 Strategi Pengembangan Pariwisata di Kecamatan Badau

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

Penentuan Kriteria Lokasi PKL Barang Bekas di Surabaya. Studi Kasus : PKL Gembong Surabaya

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Revitalisasi Desa Bungaya sebagai Desa Wisata Budaya di Kabupaten Karangasem

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kampung BatuMalakasari merupakan objek wisata alam dan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udkhiyah, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

Arahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

IDENTIFIKASI POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM DI KECAMATAN CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR. Oleh ;

DESAIN BECAK WISATA KOTA BLITAR

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota Pusaka

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

Arahan Pengembangan Kawasan Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Melalui Konsep Minapolitan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Cagar Budaya Trowulan, Kabupaten Mojokerto Bahruddin Salam 1), Rima Dewi Suprihardjo 2) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: rimadewi54@yahoo.com Abstrak-Trowulan merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional serta Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) sebagai kawasan wisata budaya dan sejarah. (RIPP Nasional, 2010-2025). Pariwisata di kawasan cagar budaya Trowulan cenderung stagnan. Dari data yang dihimpun oleh pihak BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) terjadi penurunan jumlah pengunjung dari lima tahun terahir dari tahun 2008-2012. Penurunan ini tentunya akibat dari beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah terdapatnya polusi udara dan rusaknya lingkungan sekitar situs akibat industri batu bata, minimnya kesadaran masyarakat terhadap bangunan cagar budaya, dan kurang baiknya pengelolaan dari pihak pengeola wsiata. Akibatnya wisatawan enggan berkunjung kembali akibat kurang lestarinya lingkungan di situs cagar budaya yang merupakan daya tarik wisata di kawasan Trowulan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa expert judgement untuk mengetahui potensi dan kendala pariwisata budaya yang terdapat di kawasan penelitian. Penentuan zonasi kawasan wisata cagar budaya menggunakan analisa GIS dengan bantuan software arcgis. Analisis delphi digunakan untuk mencari faktor stagnansi yang didasari oleh aspek kendala dari sasaran pertama, dan yang terakhir adalah teknik analisa deskriptif kualitatif untuk mendapatkan arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya di lokasi penelitian. Penelitian ini menghasilkan arahan pengembangan makro non spasial berupa perlindungan bangunan cagar budaya,, kerja sama dengan pihak swasta, dan peningkatan citra kawasan. Untuk arahan makro spasial menghasilkan penyediaan parkir, penyediaan angkutan serta jalurnya yang terintegrasi, dan peningkatan citra kawasan. Sedangkan arahan mikro non spasial yang dihasilkan adalah upaya perlindungan untuk masing-masing bangunan cagar budaya dan pembuatan pintu gerbang masuk dengan ornamen khas majapahit. Arahan mikro spasial yang dihasilkan adalah pembentukan area parkir yang terintegrasi, relokasi pedagang kaki lima, pelebaran jalan pada crossing area Trowulan serta penambahan landmark. Kata Kunci Stagnansi kawasan wisata cagar budaya, Wisata cagar budaya, Pengembangan wisata cagar budaya K I. PENDAHULUAN ecamatan Trowulan merupakan kawasan yang dikhususkan sebagai pengembangan kawasan wisata purbakala. Potensi pengembangan Kawasan Trowulan sebagai daerah tujuan wisata terutama sebagai wisata ziarah, budaya dan arkeologi di Kabupaten Mojokerto didukung banyaknya obyek peninggalan antara lain berupa candi, dan Museum Purbakala Trowulan. Selain itu, potensi Kawasan Trowulan juga sudah ditetapkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional serta Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) sebagai kawasan wisata budaya dan sejarah. Hal ini merupakan salah satu potensi besar bagi pengembangan kawasan Trowulan karena kebijakan yang ada sudah mengacu pada pengembangan ke arah positif dan mendukung pengembangan yang sedang berjalan saat ini (RIPP Nasional, 2010-2025) Salah satu bentuk pengembangan kawasan cagar budaya adalah arahan untuk menjaga kebudayaan untuk mendapat nilai manfaat (use value) dan nilai keberadaan (existence value sehingga stagnansi dapat ditekan dengan mengembangakan kedua nilai tersebut. Dalam hal ini, nilai manfaat lebih ditujukan untuk pemanfaatan cagar budaya yang bersifat kebendaan maupun kebudayaan, baik untuk ilmu pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun ekonomi melalui pariwisata yang keuntungannya dapat dirasakan oleh warga lokal. Hal yang perlu dipahami dengan baik adalah, bahwa manfaat ekonomi ini bukanlah menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan cagar budaya sebagai objek wisata, tetapi merupakan dampak positif dari keberhasilan pemanfaatan cagar budaya dalam pariwisata (Mulyadi, 2012) Untuk acauan lainnya sebagai arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan, kawasan ini memerlukan suatu zonasi agar kawasan yang ditentukan sebagai kawasan wisata cagar budaya dapat dikembangkan sesuai dengan zona peruntukannya dengan baik dan bangunan cagar budaya dapat terlindungi oleh aktivitas manusia. Zonasi ini bertujuan untuk membatasi aktivitas manusia yang dapat mengancam kelestarian bangunan cagar budaya dan kenyamanan wisatawan di kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Dengan dibentuknya zonasi ini, diharapkan bangunan cagar budaya sebagai daya tarik wisata dapat terjaga kondisi fisiknya dan wisatawan tetap dapat menikmati keaslian dari bentuk bangunan cagar budaya. Potensi pariwisata yang dimiliki Kecamatan Trowulan begitu baik, baik yang bersifat kebudayaan tengible maupun intengible. Namun potensi yang dimiliki kawasan wisata Trowulan tidak diimbangi dengan perilaku masyarakat lokal yang mendukung adanya potensi cagar budaya yang ada. Tak

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2 hanya itu, di kawasan penelitian terdapat beberapa kendala yang menyebabkan stagnansi pada bidang pariwisata di kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Penyebab stagnansi ini diantaranya adalah aktivitas industri batu bata, pengelolaan pariwisata yang kurang optimal, kesadaran masyarakat sekitar yang minim akan situs cagar budaya, kondisi situs cagar budaya yang rusak, dan minimnya kesan Kerajaan Majapahit mengingat kawasan ini merupakan daerah yang dikhususkan sebagai pengembangan pariwisata cagar budaya. Maka dari itu, diperlukan arahan untuk mengembangakan pariwisata cagar budaya di kawasan Trowulan agar pariwisata pada kawasan penelitian dapat hidup dan berdampak positif pada kebudayaan yang ada dan masyarakat lokal di Trowulan. dilakukan pihak pengelola; k) Akses jalan menuju kawasan wisata yang kurang lebar B. Zonasi kawasan wisata cagar budaya Trowulan Penentuan zonasi wisata cagar budaya pada penelitian menggunakan teori dari Smith (1980) dimana pembagian zona terdiri atas tiga yaitu zona inti yang merupakan daya tarik utama pada kawasan wisata. Zona pendukung langsung yang merupakan zona pendukung dari zona inti yang mana terdapat fasilitas pendukung wisata untuk wisatawan. Zona pendukung tidak langsung merupakan kawasan yang masih terpengaruh atau dampak dari kegiatan wisata. Berikut merupakan peta dari zonasi kawasan wisata cagar budaya Trowulan II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan rasionalisme. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain analisis expert judgement untuk mengidentifikasi potensi yang berpengaruh dan mengidentifikasi kendala yang berpengaruh dalam pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Analisa GIS untuk menentukan delineasi zona pengembangan kawasan wisata cagar budaya, penentuan faktor-faktor penyebab stagnansi pada kawasan wisata cagar budaya Trowulan menggunakan metode analisis delphi. Kemudian tahap akhir adalah perumusan arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi aspek potensi dan kendala pariwisata cagar budaya Trowulan Tahapan ini menggunakan alat analisa expert judgement dimana dibutuhkan lima stakeholder kunci untuk menggali informasi mengenai potensi dan kendala yang telah disusun terlebih dahulu pada variabel penelitian. Dari 24 variabel yang didapatkan dari teori yang relevan dan diproses melalui analisis expert judgement, didapati 11 aspek potensi dan 13 aspek kendala yang dihasilkan dari analisis tersebut/ Berikut merupakan aspek kendala yang diperoleh yaitu a) Terdapat dua bangunan cagar budaya yang mengalami kerusakan fisik; b) Kondisi WC umum yang tidak layak; c) PKL yang butuh penataan; d) Tidak ada tempat parkir untuk roda empat pada masing-masing ODTW; e) Tidak ada transportasi penghubung antar ODTW yang disediakan pihak pengelola; f) Tingkat partisipasi yang rendah dalam menjaga situs cagar budaya; g) Belum dibukanya kesempatan menanamkan modal bagi investor; h)tingkat keikutsertaan pihak swasta dalam penngembangan kawasan wisata cagar budaya masih rendah; i) Tingkat kemampuan berbahasa Inggris warga lokal masih sangat minim; j) Tidak efektifnya promosi yang Gambar 1 Peta zonasi kawasan wisata cagar budaya Trowulan C. Analisis faktor-faktor penyebab stagnansi kawasan wisata cagar budaya Trowulan Analisis delphi pada penelitian ini menggunakan enam stakeholder yang terdiri dari pemerintah selaku pengelola dan masyarakat sebagai responden untuk penentuan faktor penyebab stagnansi kawasan wisata. Dari aspek kendala yang telah ditemukan pada sasaran pertama, kemudian dijadikan sebagai faktor dasar untuk melakukan teknik analisis Delphi untuk mengetahui faktor yang mempengeruhi stagnansi kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Tahapan analisis Delphi pertama adalah eksplorasi. Sejumlah 11 faktor dari

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3 hasil sasaran pertama dieksplorasi dan diiterasi sehingga menemukan beberapa faktor baru dan faktor yang tereduksi. Berikut merupakan hasil dari analisis delphi yang berupa faktor penyebab stagnansi kawasan wisata cagar budaya Trouwulan : Tabel 3.1 Matriks faktor penyebab stagnansi kawasan wisata cagar budaya Trowulan berdasarkan hasil Analisis Delphi No Faktor 1 Kerusakan fisik bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit 2 Tempat parkir di sekitar situs yang tidak memadai 3 Tidak adanya moda penghubung antar situs cagar budaya. 4 Tidak ada investor yang menamkan modal untuk pengembangan kawasan wisata cagar budaya. 5 Tidak tertatanya PKL yang terdapat pada kawasan wisata cagar 6 Minimnya kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga situs cagar 7 Minimnya partisipasi pihak swasta dalam pengembangan kawasan wisata budaya 8 Akses jalan menuju kawasan wisata yang kurang lebar 9 Pemasaran produk lokal khas yang kurang berkembang 10 Polusi udara yang dihasilkan oleh industri batu bata 11 Tidak adanya citra yang menandai kawasan wisata cagar budaya Sumber : Hasil Analisis, 2014 menumbulkan efek multiplier bagi sektor lainnya melalui community based tourism. Pariwisata berbasis masyarakat diharapkan dapat melatih masyarakat agar mandiri dalam hal ekonomi. f. Penerapan partisipatory planning dalam pengembangan wisata cagar budaya Trowulan 2. Arahan Spasial a. Upaya pemagaran, perbaikan, pengawasan dan pemugaran pada Gapura Wringinlawang dan Kolam Segaran b. Penyediaan Parkir terpusat c. Penyediaan trayek angkutan internal wisata. d. Penertiban PKL e. Penyediaan sentra PKL dan pusat oleh-oleh pada PPST f. Pelebaran jalan pada akses masuk utama wisata g. Pembentukan landmark pada akses masuk utama kawasan wisata h. Dibangunnya perkampungan Majapahit di desa Bejijong i. Pembentukan kampung kerajinan khas untuk pengenalan produk lokal. Di Desa Bejijong sebagai kawasan pengrajin cor kuningan dan Jatipasar Sebagai desa pengrajin patung pahat. D. Perumusan arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan Dasar penyusunan arahan pengembangan kawasan wisata cagar budaya Trowulan berasal dari faktor penyebab stagnansi kawasan wisata cagar budaya Trowulan yang telah didapatkan pada sasaran tiga. Dari basis faktor penyebab stagnansi tersebut dibandingkan dengan pendapat stakeholder, kondisi eksisting, dan kebijakan terkait untuk mendapatkan arahan pengembangannya. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Untuk arahan yang merujuk pada arahan yang bersifat fisik dan daat dipetakan, dikelompokkan pada arahan spasial. Sedangkan arahan non spasial adalah arahan yang merujuk pada pengembangan suatu kawasan wisata cagar budaya secara non fisik dan tidak dapat dipetakan Berikut merupakan arahan yang dihasilkan : 1. Arahan Non Spasial. a. Penyediaan angkutan di kawasan wisata berupa minibus dan andong. b. Membuka kerjasama bagi investor c. Pihak selain pemerintah dan pengelola diperbolehkan menghelat acara di kawasan wisata cagar budaya dengan ketentuan tertentu sekaligus untuk memperkenalkan wisata budaya d. Pembentukan PKL binaan yang dinaungi CSR e. Membangun pemikiran masyarakat tentang pariwisata sebagai sektor unggulan yang dapat Gampar 2 Peta jalur transportasi internal wisata Pada arahan untuk tiap zonasi, kawasan wisata cagar budaya Trowulan mengadopsi zona pengembangan yang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4 dimodelkan oleh Smith (1980). Yaitu zona pengembangan dibagi menjadi tiga, antara lain adalah : 1. Zona inti Kawasan yang mempunyai daya tarik wisata utama yaitu Candi Brahu, Gapura Wringinlawang, Kolam Segaran, Candi Tikus, dan Candi Bajangratu. Berikut merupakan arahan untuk zona inti : merupakan arahan untuk zona inti : a. Dibangun pagar untuk membatasi wisatawan di sekitar bangunan cagar budaya, tinggi pagar disesuaikan agar tidak menutupi pandangan wisatawan terhadap bangunan cagar budaya. b. Perlu adanya sosialisasi dengan masyarakat dan wisatawan yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya dan terdapat batasan dalam melakukan aktifitas didalamnya. c. Perlu adanya pengawasan bangunan bangunan agar kualitas kondisi fisik bangunan tetap terjaga dan terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh pengunjung yang kerap naik lantai candi. d. Larangan pendirian bangunan yang menutupi pandangan wisatawan terhadap bangunan cagar budaya dengan cakupan pagar terluar dari situs cagar budaya diluar dari pagar terluar situs. e. Pendirian infrastruktur yang diizinkan mencakup toilet, parkir sepeda motor, tempat berteduh, atau bangunan untuk kenyamanan wisatawan dan sifatnya tidak membahayakan bangunan cagar budaya. Selain untuk menjaga kelestarian bangunan cagar budaya, pembatasan infrastruktur ini bertujuan agar wisatawan memperoleh jarak pandang yang luas dan tidak terganggu akibat bangunan-bangunan tertentu. f. Perbaikan dan perawatan taman pada situs cagar budaya untuk menambah kenyamanan wisatawan yang berkunjung. 2. Zona pendukung langsung Kawasan ini merupakan kawasan yang secara langsung mendukung kegiatan wisata cagar budaya yang merupakan pusat dari fasilitas pelayanan kegiatan pariwisata yang dibutuhkan oleh masyarakat dan juga wisatawan seperti perdagangan jasa, sarana akomodasi dan sarana pendukung wisata serta berbagai sarana penunjang lainnya. Kawasan ini berada di sekitar zona inti. Berikut merupakan arahan untuk zona pendukung langsung : a. Pemberian patok batas penanda zona pendukung langsung b. Sesuai dengan rencana pula, rumah-rumah khas majapahit dapat dibangun pada zona pendukung langsung untuk menambah daya tarik wisata. c. Jika ada industri batu bata yang masih aktif, dilakukan relokasi ke luar pendukung langusng d. Infrastruktur pendukung pariwisata diperbolehkan dibangun pada zona pengembangan. Infrastrukturinfrastruktur pendukung ini mencakup ATM, BTS, toko souvenir, fasilitas kesehatan, fasilitas penunjang keamanan (pos polisi), akomodasi (hotel), dan perdagangan jasa skala kecil. Namun harus dengan izin dan kajian terlebih dahulu. e. Pembuatan trayek transportasi internal kawasan wisata cagar budaya 3. Zona pendukung tidak langsung Kawasan ini merupakan daerah yang masih terkena pengaruh atau dampak dari adanya kegiatan wisata cagar budaya Trowulan, baik yang berupa kegiatan perdagangan dan aktivitas masyarakat maupun berupa daya tarik wisata lain yang dijadikan sebgai pendukung selain berkunjung ke kawasan cagar budaya Trowulan. Berikut merupakan arahan untuk zona pendukung tidak langsung : a. Dibangunkan parkir tepusat pada zona pengembangan, tepatnya pada PPST (Pusat Perkulakan Sepatu Trowulan). Jadi untuk situs tidak harus mempunyai lahan parkir untuk kendaraan yang membutuhkan ruang banyak seperti mobil. Arahan ini dikoordinasikan dengan arahan penyediaan transportasi yang terintegrasi antar situs cagar budaya. b. Pembentukan tempat untuk praktek pembuatan kerajinan lokal bagi wisatawan. Kerajinan lokal itu diantaranya adalah pahatan patung batu, cor kuningan, dan kerajinan terakota. Dalam tempat tersebut wisatawan dapat melakukan praktek pembuatan kerajinan-kerajinan lokal yang dibantu oleh pengrajin. Jadi, selain pengrajin menjual produk, mereka juga dapat menjual keahlian yang mereka miliki kepada wisatawan sebagai daya tarik wisata. c. Pembentukan sentra PKL pada PPST (Pusat Perkulakan Sepatu Trowulan). Sentra PKL ini mencakup produk khas Trowulan sebagai oleh-oleh dan pedagang lainnya. d. Pembuatan landmark untuk memperkuat kesan kawasan wisata cagar budaya pada perempatan Trowulan sebagai akses masuk utama kawasan wisata. e. Pada perempatan yang merupakan akses masuk kawasan wisata dilakukan pelebaran jalan.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5 Gambar 3 Arahan berdasar zonasi kawasan wisata cagar budaya IV. KESIMPULAN A.Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah terdapat 3 zona pengembangan yang membagi secara jelas masing-masing peruntukan kawasan secara spasial yaitu zona inti, zona pendukung langsung dan zona pendukung tidak langsung. Selain itu, arahan yang dihasilkan terdapat dua jenis yaitu spasial dan non spasial. Untuk penjelasan lebih detailnya adalah sebagai berikut : Kawasan cagar budaya Trowulan dibagi menjadi 3 zona, yiutu zona inti, oendukung langsung, dan pendukung tidak langsung untuk pembedaan arahan dalam tiap-tiap zona. 1. Zona inti diarahkan sebagai kawasan utama pengembangan. Kawasan ini terdapat bangunan cagar budaya dan kebudayaan hidup yang menjadi daya tarik wisata. Secara umum arahan yang didapatkan adalah untuk menjaga bangunan cagar budaya agar tetap lestari untuk menarik minat wisatawan. 2. Zona pendukung langsung merupakan pusat kegiatan perdagangan jasa di kawasan sekaligus sebagai penyedia kebutuhan wisatawan selama berada di kawasan cagar budaya. merupakan daerah sekitar dan masih terkena pengaruh atau dampak dari kegiatan di kawasan wisata cagar budaya Trowulan. Zona ini juga diperuntukkan untuk mendukung keberadaan zona inti agar terlindung dari aktifitas yang dilakukan oleh industri batu bata. 3. Zona pendukung tidak langsung diarahkan kepada aktifitas yang masih dipengaruhi oleh keberadaan pariwisata pada kawasan wisata cagar budaya Trouwlan. Berikut merupakan arahan spasial dan non spasial yang didapatkan dari hasil penelitian : 1. Arahan spasial diantaranya adalah a) Upaya pemagaran, perbaikan, pengawasan dan pemugaran pada Gapura Wringinlawang dan Kolam Segaran; b) Alih fungsi PPST sebagai tempat parkir terpusat; c) Penyediaan trayek angkutan internal wisata; c) Penertiban dan penataan PKL; d) Penyediaan sentra PKL dan pusat oleh-oleh pada PPST; e) Pelebaran jalan pada akses masuk utama wisata; f) Pembentukan landmark pada akses masuk utama kawasan wisata; g) Dibangunnya perkampungan Majapahit di desa Bejijong; h) Pembentukan kampung kerajinan khas untuk pengenalan produk lokal. Di Desa Bejijong sebagai kawasan pengrajin cor kuningan dan Jatipasar Sebagai desa pengrajin patung pahat. 2. Arahan non spasial diantaranya adalah a) Penyediaan angkutan di kawasan wisata berupa minibus dan andong; b) Membuka kerjasama bagi investor; c) Pihak selain pemerintah dan pengelola (swasta) diperbolehkan menghelat acara di kawasan wisata cagar budaya dengan ketentuan tertentu sekaligus untuk memperkenalkan wisata budaya; d) Pembentukan PKL binaan yang dinaungi CSR; e) Membangun pemikiran masyarakat tentang pariwisata sebagai sektor unggulan yang dapat menumbulkan efek multiplier bagi sektor lainnya melalui community based tourism. Pariwisata berbasis masyarakat diharapkan dapat melatih masyarakat agar mandiri dalam hal ekonomi; f) Penerapan partisipatory planning dalam pengembangan wisata cagar budaya Trowulan B.Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Mengalokasikan anggaran lebih untuk pengembagnan wisata cagar budaya Trowulan mengingat Trowulan merupakan cikal bakal kerajaan Majapahit yang dapat menjadi branding tersendiri untuk Kabupaten Mojokerto. 2. Pengembangan wisata yang baik tak luput dari peran serta semua pihak. Termasuk pemerintah, investor, dan masyarakat. Pengembangan kepariwisataan iini hendaknya dilakukan dengan cara community based tourism agar/ hak ini dikhususkan agar masyarakat lokal dapat turut andil dalam kegiatan pariwisata dan turut andil untuk menjaga situs cagar budaya di kawasan Trowulan. Sehingga masyarakat dapat merasakan dampak ekonomi dari pariwisata cagar budaya.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6 UCAPAN TERIMAKASIH B.S. mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing tugas akhir, Ibu Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP yang telah membimbing sehingga jurnal ini terselesaikan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA [1] Shackley, Myra (ed) (1998) Visitor Management: A Strategic Focus. Focal Press, London. [2] Mc. Intosh. (1995). Tourism Principles, Practices, Philosophies [3] Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning: An Integrated Sustainable Development [4] Pitana, I Gede. (2005). Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur, sistem, dan dampakdampak pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset [5] Yoeti, Oka.(1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa.Bandung [6] Jatim News, Tabloid Wisata Plus, EDISI 21, 7-21 November 2003, Tahun I [7] Tamba, Halomoan dan Saudin Sijabat, 2006. Pedagang Kaki Lima: Entrepreneur yang Terabaikan. Infokop Nomor 29 Tahun XXII. [8] Satrio, Janus (2009). Pelestarian Kawasan Purbakala Antara Konsep Dan Realita. Buletin Tata Ruang ISSN : 1978 1571 Edisi November - Desember 2009. Direktorat Peninggalan Purbakala Departermen Kebudayaan Dan Pariwisata. [9] Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Priwisata Kabupaten Mojokerto Tahun 2011-2015. DISPORABUDPAR Kabupaten Mojokerto