BAB V PENUTUP. telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102

M E M U T U S K A N :

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaran

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA KOMPENSASI.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 99/BAPPEBTI/PER/11/2012

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING. 300 Struktur Organisasi. 301 Pengurus. 302 Tugas dan Tanggung Jawab Direksi

BAB I PENDAHULUAN. secara konvensional di pasar fisik dengan harga pasar yang terdapat saat itu.

STANDAR PRAKTIK DAN KODE ETIK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 3 KEPENGURUSAN DAN KOMITE LEMBAGA KLIRING

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor: 107/BAPPEBTI/PER/11/2013

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 PROSEDUR KLIRING

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 117/BAPPEBTI/PER/03/2015

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PERILAKU AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DI BIDANG. remarkable. BAPPEBTI - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komodi. Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PIALANG BERJANGKA

7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. hasil dari penelitian yuridis-normatif berkenaan dengan Analisis Kegiatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. Surabaya ini termasuk pada bab ija>rah karena merupakan akad yang objeknya. Menurut bapak A. Djohan Hidayat selaku PJS Penyelia Umum & SDM,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA.

BAB IX PEMBUKUAN DAN PELAPORAN. Pasal 87

2017, No Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Etika dan integritas. Kepatuhan: Pedoman bagi pihak ketiga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kembali Peraturan Bank Indonesi

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG AGEN PEMASARAN EFEK

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

109 Jasa Kliring dan Penjaminan serta Penyelesaian Transaksi Kontrak Berjangka. 110 Wewenang Lembaga Kliring Dalam Penyelesaian Kontrak Berjangka

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /POJK.05/2014 TENTANG PEMERIKSAAN LANGSUNG LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor : 101/BAPPEBTI/PER/01/2013

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

2017, No undangan mengenai pencegahan dan pemberatasan tindak pidana pencucian uang dan wajib melakukan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR PRAKTIK DAN KODE ETIK TENAGA PEMASAR ASURANSI JIWA

BAB 5 KLIRING DAN PENYELESAIAN

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

KEBIJAKAN HADIAH, HIBURAN DAN PEMBERIAN. 1. Untuk Pelanggan, Pemasok, Mitra bisnis dan Pemangku kepentingan Eksternal.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

BAB I KETENTUAN UMUM

Bursa Berjangka didirikan dengan tujuan menyelenggarakan transaksi Kontrak Berjangka yang teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan.

PETUNJUK DALAM MENJAWAB PERTANYAAN:

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

FORMULIR PERMOHONAN KEANGGOTAAN PT. BURSA KOMODITI DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE (ICDX)

LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 58/POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BURSA EFEK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

Transkripsi:

122 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyebab Terjadinya Pelanggaran Larangan bagi Pialang Berjangka dalam Menerima Kuasa Penuh dari Nasabah Penyebab terjadinya pelanggaran larangan bagi Pialang Berjangka dalam menerima kuasa penuh ketika mentransaksikan dana Nasabah disebabkan oleh tiga faktor. Ketiga faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut: a) Faktor Nasabah 1) Nasabah yang ada kebanyakan merupakan Nasabah yang telah berumur sehingga sulit untuk mempelajari tata cara transaksi 2) Nasabah tidak memiliki waktu untuk melakukan transaksi 3) Nasabah tidak memiliki keberanian untuk melakukan transaksi secara pribadi 4) Nasabah tidak mengetahui adanya larangan bagi Pialang Berjangka dalam menerima kuasa penuh dari Nasabah 5) Nasabah tidak mengetahui risiko yang dapat terjadi apabila Nasabah memberikan kuasa untuk mentransaksikan dananya kepada Pialang Berjangka

123 b) Faktor Perusahaan 1) Perusahaan tidak kuasa menolak keinginan dari Nasabah 2) Perusahaan tidak mau ambil puasing dan berdebat dengan Nasabah masalah pemberian kuasa 3) Perusahaan tidak ingin kehilangan Nasabahnya c) Faktor Pemerintah 1) Tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah mengenai larangan tersebut 2) Pemerintah membiarkan praktik tersebut tetap ada 3) Tidak diaturnya sanksi yang jelas bagi pelanggaran tersebut dalam Peraturan Pemerintah serta Perka Bappebti Dari ketiga faktor tersebut, dapat disimpulkan pelanggaran tersebut dapat terjadi bukan hanya karena kesalahan satu pihak saja. Pihak-pihak lainnya turut andil dalam adanya pelanggaran tersebut. Sehingga aspek kesalahan atas terjadinya pelanggaran tersebut tidak dapat dibebankan hanya kepada satu pihak saja. 2. Keabsahan dan Konsekuensi Hukum Transaksi Derivatif Sehubungan dengan Adanya Pemberian Kuasa Penuh yang Bertentangan dengan Undang-Undang Perjanjian pemberian kuasa yang dilakukan oleh Nasabah dengan Pialang adalah tidak sah dan menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan syara sah perjanjian yang ke empat. Konsekuensinya adalah, perjanjian yang batal demi hukum tidak memiliki kekuatan ketika akan digugat di Pengadilan. Perjanjian yang batal demi hukum dianggap tidak

124 pernah ada, sehingga tidak memiliki perlindungan ketika salah satu pihak dirugikan. Sementara itu, perjanjian dalam transaksi derivatif tetap sah menurut hukum. Hal tersebut dikarenakan keseluruhan syarat sah perjanjian telah terpenuhi. Dengan demikian, maka transaksi derivatif yang dilakukan pun menjadi sah. Adapun mengenai pelanggaran yang dilakukan pada saat melakukan transaksi, yakni adanya perjanjian pemberian kuasa, tidak berpengaruh pada perjanjian dalam transaksi derivatif. Transaksi tersebut tetap sah meskipun terjadi pemberian kuasa yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Yang melanggar hanyalah pemberian kuasanya saja. Transaksi yang dilakukan tetap legal di mata hukum. B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, Penulis memberikan saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan sebagai berikut: 1. Saran terhadap Perusahaan Pialang Berjangka. Pialang Berjangka harus lebih menaati ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerapan larangan tersebut selain ditunjukkan untuk melindungi Nasabah, ditunjukkan pula untuk melindungi Pialang Berjangka. Jangan sampai Pialang Berjangka digugat atas kesalahannya ketika Nasabah menderita kerugian karena ditransaksikan penuh oleh Pialang Berjangka. Pialang Berjangka harus mampu menolak keinginan Nasabah yang

125 menginginkan dananya untuk ditransaksikan secara penuh oleh Pialang Berjangka. Agar tidak sampai kehilangan Nasabah, Pialang Berjangka dapat dengan hati-hati memberitahu kepada Nasabah mengenai peraturan yang berlaku dalam Undang-Undang. Pialang Berjangka dapat pula memberitahu kepada Nasabah bahwa transaksi secara mandiri lebih aman, baik untuk Nasabah maupun untuk Pialang Berjangka untuk menghindari konflik yang dapat terjadi. 2. Saran terhadap Nasabah pelaku Transaksi Derivatif dalam Sistem Perdagangan Alternatif. Nasabah harus lebih berhati-hati sebelum melakukan transaksi dan berpikir ulang sebelum Nasabah menyerahkan kuasanya kepada Pialang Berjangka untuk mentransaksikan dananya. Dengan memberikan kuasa penuh bagi Pialang Berjangka, risiko kerugian yang terdapat dalam diri Nasabah semakin besar. Selain itu, Nasabah juga perlu untuk membaca ketentuan perundangundangan sebelum melakukan transaksi. Hal ini bertujuan agar Nasabah mengetaui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Minimnya pengetahuan Nasabah akan transaksi tersebut menyebabkan banyaknya pelanggaran yang terjadi. 3. Saran terhadap Pemerintah yang diwakili oleh Bappebti Pemerintah yang diwakili oleh Bappebti perlu untuk melakukan pengawasan secara rutin untuk memastikan tidak adanya lagi pelanggaran

126 yang terjadi. Baik yang dilakukan oleh Pialang Berjangka, maupun yang dilakukan oleh Nasabah. Pemerintah harus berupaya mengedukasi para calon Nasabah tersebut mengenai apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kemudian pemerintah yang diwakili Bappebti tersebut harus menuliskan dengan jelas dalam ketentuannya, sanksi apabila terjadi pelanggaran berupa pemberian kuasa secara penuh bagi Pialang Berjangka tersebut untuk mentransaksikan dana Nasabah. Dengan demikian, maka diharapkan tidak adanya lagi pelanggaran serupa yang terjadi di kemudian hari.