BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan pada dasarnya membutuhkan pembiayaan untuk kegiatan operasionalnya. Untuk perusahaan yang sudah go public dana tersebut salah satunya dapat diperoleh dari penjualan saham kepada para investor atau pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual saham pada publik adalah pasar modal (Dwimulyani, 2008). Menurut Undang Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal yang lebih spesifik adalah kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal adalah pertemuan pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan mentransaksikan sekuritas (Tandelilin, 2010: 26). Pasar modal dikatakan mempunyai fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan kelebihan dana. Sedangkan pasar modal dikatakan mempunyai fungsi keuangan karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh keuntungan dari pemilik dana sesuai dengan investasi yang dipilih. Investasi di pasar modal mengandung unsur ketidakpastian atau risiko yang akan dihadapi karena investasi tersebut mengandung risiko. Pasar modal 1
juga memiliki peranan sebagai penyedia informasi bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan di pasar modal. Informasi di pasar modal menjadi kebutuhan penting bagi investor sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk memilih portofolio investasi yang paling efisien. Informasi dapat mengurangi ketidakpastian sehingga keputusan yang diambil investor diharapkan akan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu informasi yang dipublikasikan di pasar modal adalah kebijakan perusahaan untuk melakukan pemecahan saham (stock split). Menurut Sri Fatmawati dan Marwan Asri (1999), informasi ini dapat memiliki nilai jika keberadaan informasi tersebut menyebabkan investor melakukan transaksi di pasar modal yang tercermin melalui perubahan harga saham, perubahan volume perdagangan saham dan indikator atau karakteristik pasar lainnya. Pemecahan saham (stock split) adalah tindakan memecah saham menjadi n lembar saham dengan nilai nominal per lembar saham yang baru adalah sebesar 1/n dari nilai nominal sebelumnya (Jogiyanto, 2003). Mekanisme pemecahan saham dapat digambarkan sebagai berikut, misalnya jumlah saham yang beredar adalah sebanyak 500 lembar, masing-masing lembar saham bernilai Rp 1.000,- sehingga nilai ekuitas perusahaan adalah 500 x Rp 1.000,- = Rp 500.000,-. Kemudian perusahaan memecah tiap lembar saham lama menjadi 4 lembar saham baru sehingga nominal saham menjadi Rp 250,- dan jumlah saham yang beredar adalah 2.000 lembar. Nilai ekuitas perusahaan setelah pemecahan tersebut tidak berubah karena 2000 x Rp 250,- = Rp 500.000,-. Secara teori, pemecahan saham hanya meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar, namun tidak menambah kesejahteraan investor dan tidak 2
memberikan tambahan nilai ekonomis bagi perusahaan atau tidak secara langsung mempengaruhi cash flow perusahaan (Bringham dan Gapenski, 1994). Meskipun secara teoritis pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyak peristiwa pemecahan saham di pasar modal menunjukkan bahwa pemecahan saham merupakan peristiwa yang penting dalam praktik pasar modal. Pemecahan saham yang menjadikan harga saham menjadi lebih murah diharapkan akan mampu menjaga tingkat perdagangan saham dalam rentang yang optimal dan menjadikan saham lebih likuid. Menurut Fahmi (2011: 3) alasan perusahaan melakukan pemecahan saham adalah supaya harga saham tidak terlalu mahal sehingga dapat meningkatkan jumlah pemegang saham dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham serta untuk mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada kisaran yang telah ditargetkan. Pemecahan saham ini tidak mempengaruhi modal yang disetor tapi yang terjadi hanyalah pemecahan nilai nominal saham menjadi nominal lebih kecil sehingga diharapkan transaksi perdagangan saham akan meningkat. Pemecahan saham juga tidak akan mempengaruhi aliran kas perusahaan. Distribusi saham dalam pemecahan saham semata-mata adalah perubahan yang bersifat kosmetik, yaitu hanya membagi corporate pie menjadi bagian yang lebih banyak (Baker dan Powell, 1993). Dalam teori pasar modal dikenal adanya dua jenis pemecahan saham, yaitu pemecahan naik (split-up) dan pemecahan turun (split-down atau reverse split). Split-up adalah pemecahan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio pemecahan saham yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya akan menambah jumlah lembar saham yang beredar namun tidak mengurangi atau menambah nilai 3
investasi bagi pemegang saham. Sedangkan split-down adalah penggabungan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih besar sesuai dengan rasio reverse split yang ditentukan (Susiyanto: 2004). Pemecahan saham umumnya dilakukan saat harga saham dinilai terlalu tinggi sehingga akan mengurangi kemampuan investor untuk membeli saham tersebut. Dengan dilakukannya pemecahan saham, harga saham akan turun dan diharapkan dapat menarik investor kecil. Pemecahan saham akan mengakibatkan jumlah lembar saham menjadi bertambah sehingga investor dapat menyusun kembali portofolio investasinya. Penyusunan portofolio akan mempertimbangkan risiko saham yang membentuk portofolio sehingga diharapkan portofolio akan memiliki tingkat risiko yang lebih rendah. Investor rasional akan memilih investasi yang memiliki risiko terendah bila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat return sama. Oleh karena itu, informasi mengenai pemecahan saham dan motivasi perusahaan melakukan pemecahan saham menjadi suatu hal yang perlu dipertimbangkan oleh investor dan calon investor dalam mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham tersebut. Dalam literatur pemecahan saham, muncul dua teori utama mengenai motivasi suatu entitas untuk melakukan pemecahan saham, yaitu trading range theory dan signaling theory. Trading range theory menjelaskan perusahan melakukan pemecahan saham dikarenakan harga saham terlalu tinggi sehingga berpengaruh pada likuiditas saham (Harsono, 2004). Trading range theory memberikan penjelasan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, manajemen menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik untuk diperdagangkan. Manajemen berupaya 4
untuk menata kembali harga saham supaya berada pada rentang harga yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya dan diharapkan semakin banyak investor yang akan terlibat dalam perdagangan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi sehingga investor merasa aman dalam bertransaksi saham denagan harga yang terjangkau (Kalay et al, 2009). Di Bursa Efek Indonesia, perusahaan publik mulai melakukan pemecahan saham sejak tahun 1993 dan jumlah perusahaan yang melakukan pemecahan saham cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini salah satunya disebabkan karena pemecahan saham dianggap berhasil berhasil memenuhi tujuan perusahaan, yang salah satunya adalah memperbaiki likuiditas saham perusahaan. Sedangkan signaling theory menyatakan bahwa kinerja perusahaan merupakan faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan pemecahan saham (Khomsiyah dan Sulistyo, 2001). Signaling theory menjelaskan bahwa pemecahan saham mampu memberikan informasi kepada investor mengenai prospek peningkatan return pada masa yang akan datang. Peningkatan return ini diprediksi merupakan sinyal jangka panjang dan sinyal jangka pendek (Bar-Josef dan Brown, 1977). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baker et. al. (1995) menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemecahan saham, pendapatan yang diperoleh perusahaan pada umumnya mengalami peningkatan. Pemecahan saham dikatakan mengandung informasi (information content) jika informasi tersebut menimbulkan reaksi pasar setelah informasi diterima oleh pasar. Reaksi pasar ini tercermin dari harga saham yang berubah-ubah dan diukur dengan adanya abnormal return yang diterima oleh pelaku pasar. Sebaliknya, jika 5
peristiwa pemecahan saham tidak memiliki kandungan informasi maka tidak ada abnormal return pada pasar (Kurniawati, 2003). Berbagai studi empiris telah dilakukan untuk menganalisis reaksi pasar yang timbul pada saat seputar pengumuman pemecahan saham. Pada penelitian yang dilakukan Fama et. al. (1969) terhadap 940 peristiwa pemecahan saham yang dicatat di New York Stock Exchange pada periode Januari 1927 hingga Desember 1959 diperoleh hasil bahwa terdapat abnormal return pada saat 30 bulan sebelum dilakukannya pengumuman pemecahan saham. Namun abnormal return tidak terdapat pada saat pengumuman pemecahan saham maupun setelah pengumuman pemecahan saham. Hasil penelitian ini menunjukkan pasar NYSE efisien bentuk setengah kuat karena tidak menunjukkan reaksi pasar dari peristiwa pemecahan saham. Penelitian lain yang dilakukan oleh Johnson (1966) menguji reaksi pasar terhadap pemecahan saham. Hasil penelitian menunjukkan adanya reaksi positif pada harga saham terhadap peristiwa pemecahan saham. Reaksi tersebut muncul antara lain karena pasar beranggapan pengumuman pemecahan saham sebagai harapan bahwa akan ada peningkatan dividen pada masa yang akan datang, bukan karena pengaruh pemecahan saham itu sendiri. Penelitian Baker et. al. (1995) mengenai puzzle phenomenon stock split dan stock dividend menyebutkan bahwa beberapa pengaruh dari peristiwa pemecahan saham adalah perubahan pada harga saham, earnings, risiko, dan tingkat likuiditas saham setelah pemecahan saham. Peningkatan harga saham ini disebabkan karena nilai nominal saham menjadi lebih rendah sehingga 6
meningkatkan daya tarik investor untuk membeli saham dalam jumlah yang lebih banyak dan menarik investor kecil untuk melakukan investasi. Penelitian lain dilakukan oleh Bishara (1988) mengenai pemecahan saham dan return saham di pasar saham Kanada dengan menggunakan pendekatan abnormal return. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemecahan saham tidak berpengaruh terhadap abnormal return. Abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal (Jogiyanto, 2003). Apabila abnormal return positif maka actual return atau return yang sesungguhnya lebih besar daripada return yang diharapkan oleh investor. Hal inilah yang menyebabkan para investor tertarik untuk bertransaksi di pasar modal dengan mengharapkan suatu keuntungan, apabila jika pasar akan bereaksi negatif. Para investor akan menarik dana yang akan digunakan untuk bertransaksi dan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan suatu investasi. Berbagai penelitian juga telah dilakukan di Indonesia untuk menguji reaksi pasar yang timbul setelah dilakukannya pemecahan saham. Penelitian Rosadevi (2013) membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah pemecahan saham. Hasil sama ditemukan pada penelitian terdahulu. Setyaningrum (2010) juga berhasil membuktikan bahwa tidak ada perbedaan abnormal return yang signifikan pada hari sebelum dan sesudah pemecahan saham. Namun berbeda dengan hasil penelitian dari Anugraheni (2008) serta Heryono (2013) yang menemukan adanya perbedaan abnormal return yang 7
signifikan antara sebelum dan sesudah peristiwa pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan fakta di atas dan juga penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk menguji reaksi pasar yang diukur dengan abnormal return dan volume perdagangan saham terhadap peristiwa pemecahan saham di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2015. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian, yaitu: 1. Pemecahan saham tidak menambah nilai perusahaan atau dengan kata lain pemecahan saham tidak mempunyai nilai ekonomis; 2. Adanya perubahan perubahan abnormal return dan volume perdagangan saham sesudah pelaksanaan pemecahan saham sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak pemecahan saham terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham; 3. Hasil penelitian belum memberikan hasil yang konsisten karena beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa pemecahan saham memiliki dampak terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham, sedangkan penelitian lain memberikan hasil berbeda bahwa pemecahan saham tidak memberikan dampak terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham. 8
1.3. Pembatasan Masalah Batasan terhadap permasalahan dalam studi ini guna meminimalkan bias dari hasil yang akan diperoleh. Penelitian ini terfokus pada dampak pemecahan saham terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2008-2015 dengan kriteria sebagai berikut: 1. Emiten yang dipilih adalah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI); 2. Sampel dalam penelitian ini adalah emiten yang melakukan pemecahan saham dan aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2014 tetapi tidak melakukan kebijakan perusahaan lain, seperti dividen saham, dividen kas, waran, right issue, bonus shares, dan pengumuman perusahaan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari ambiguitas (confounding effect) atas informasi yang disampaikan oleh kebijakan perusahaan tersebut. 1.4. Perumusan Masalah Pemecahan saham merupakan kajian peristiwa (event study) yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai reaksi pasar pada sebelum dan sesudah pemecahan saham. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pemecahan saham berpengaruh terhadap abnormal return? 2. Apakah pemecahan saham berpengaruh terhadap volume perdagangan saham? 9
1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai dampak pemecahan terhadap abnormal return; 2. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai dampak pemecahan saham terhadap volume perdagangan saham. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi penulis Untuk meningkatkan pengetahuan penulis dalam bidang keuangan dan pasar modal serta melatih kemampuan penulis dalam menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan teori dan praktik yang telah diperoleh selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi. 2. Bagi emiten Untuk memberikan informasi kepada emiten mengenai reaksi pasar terhadap peristiwa pemecahan saham sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi emiten apabila ingin melakukan pemecahan saham. 3. Bagi investor atau calon investor Untuk memberikan tambahan pengetahuan kepada investor dan calon investor untuk menilai potensi suatu perusahaan sehingga dapat 10
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi yang tepat ketika terjadi peristiwa pemecahan saham. 4. Bagi akademisi Untuk memberikan bukti empiris mengenai peristiwa pemecahan saham yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya di masa yang akan datang mengenai reaksi pasar terhadap peristiwa pemecahan saham. 11