RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

ALUR PERADILAN PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

Sumber: Dewi, A.I, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka book Publisher : yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Transkripsi:

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum (PK 2) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2014

Tanggung Jawab Kejaksaan Dalam Prapenuntutan Untuk Menyempurnakan Berkas Perkara Penyidikan Jemis A.G Bangun G. Widiartana Ilmu Hukum/ Fakultas Hukum/ Universitas Atma Jaya Yogyakarta Abstract Before the prosecution is one of the attempts in the criminal justice system in order to realize the protection and legal certainty of a fair society. Prosecution authorities before the prosecution should be fully responsible for the sake of legal certainty and protection of the realization of a just society. The outline of issues raised in this thesis is : How does the responsibility of Prosecutors before the prosecution to finetune docket investigation? The type of research used in this thesis is a kind of normative legal research. Methods of analysis used in qualitative analysis is and using the methods of deductive thinking. As for the conclusion of this research is the responsibility of the Prosecutor's Office before the prosecution to refine and expand the docket is to do a repair on the docket investigation using a variety of legal basis. Keyword : Responsibility, The Prosecutor's Office, before the prosecution, Repair A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum. Salah satu ketentuan dalam KUHAP yaitu ketentuan

tentang Prapenuntutan dapat dikatakan sebagai cerminan dari Pasal 28 D ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Istilah prapenuntutan ini tercantum didalam Pasal 14 KUHAP (tentang wewenang penuntut umum), khususnya butir b yang menentukan bahwa mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 1 Apabila ada berkas perkara penyidikan yang langsung dilimpahkan kepengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan ini bisa dipastikan bahwa terdakwanya akan divonis dengan hukuman yang sangat ringan bahkan mungkin akan divonis bebas karena tanpa proses pra penuntutan suatu berkas perkara penyidikan tidak bisa dipastikan sempurna. Dalam faktanya banyak kasus yang berkas perkara penyidikannya telah dilimpahkan ke Pengadilan untuk diproses tetapi terdakwanya divonis dengan hukuman yang sangat ringan atau bahkan divonis bebas. Hal ini terjadi karena sering kali pihak kejaksaan itu yang diberikan wewenang dalam pra penuntutan kurang bertanggung jawab atas wewenangnya tersebut sehingga hak asasi terdakwa menjadi tidak terlindungi dan tidak mendapat kepastian hukum karena prosesnya yang berlarut larut yang ternyata pada akhirnya dia divonis bebas. 1 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.158.

Salah satu contoh dari kasus tersebut terjadi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Pengadilan Negeri ini membebaskan terdakwa kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang anak yang bernama Deni Saputra yang sehari-hari menjadi pemulung yang diduga menjadi korban salah tangkap. Terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah sehingga majelis membebaskan terdakwa dalam sidang. Sebelumnya Deni dituduh mencuri peralatan bengkel milik Iwan Erliansyah tapi jaksa tak bisa menunjukkan barang bukti dan seluruh saksi tak melihat langsung aksi pencurian itu. 2 Jika dilihat dari kasus tersebut dapat dikatakan bahwa berkas perkara penyidikan dari kasus tersebut yang dilimpahkan ke pengadilan untuk diproses kemungkinan besar belum sempurna. Suatu perkara yang berkas penyidikannya sudah sempurna tidak mungkin para terdakwanya divonis bebas hanya dengan pertimbangan bahwa jaksa tidak bisa menunjukkan barang bukti dan alat bukti saksi. Seandainya pihak kejaksaan betul betul bertanggung jawab atas wewenangnya dalam pra penuntutan, seharusnya berkas perkara penyidikan yang belum sempurna atau untuk sementara tidak bisa disempurnakan tidak perlu dipaksakan untuk dilimpahkan kepengadilan untuk diproses. Pelimpahan perkara ke pengadilan yang dipaksakan berpotensi meyimpangi hak asasinya terdakwa dan terdakwa pun menjadi 2 http://koran.tempo.co/konten/2011/03/11/229413/kilasanak-salah-tangkap-dibebaskan, Anak Salah Tangkap Di Bebaskan, 1 September 2014.

tidak mendapat kepastian hukum karena prosesnya yang berlarut larut yang pada akhirnya ternyata divonis bebas. Jika penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, dalam arti berkas perkara penyidikan sudah sempurna maka dibuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP). 3 Apabila Penuntut umum berpendapat sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP maka Penuntut Umum menghentikan penuntutan dan menuagkan hal tersebut dalam suatu penetapan. 4 Pra Penuntutan merupakan cerminan dari Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia kalau saja memang pihak kejaksaan secara maksimal menjalankan tanggung jawabnya didalam Pra Penuntutan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang diajukan adalah apa konsekuensi bagi Jaksa yang tidak menggunakan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara penyidikan? C. Pembahasan dan Hasil Penelitian 3 Lilik Mulyadi, 1996, Hukum Acara Pidana, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Kandangan (Kalimantan Selatan), hlm. 26 27. 4 Ibid.

A. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan 1. Pengertian Penyidikan Kalau berbicara tentang penyidikan maka harus juga berbicara tentang penyelidikan karena penyelidikan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyidikan. Penyelidikan dapat dikatakan sebagai tahap pertama dari proses penyidikan atau dapat juga dikatakan bahwa penyidikan merupakan tindak lanjut dari suatu penyelidikan. KUHAP memberi definisi penyelidikan sebagai serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur menurut undang-undang ini. diatur menurut undang-undang ini. KUHAP juga memberi definisi penyidikan sebagai berikut Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 2. Pengertian Penyidik Sama halnya seperti penyelidikan dan penyidikan, bahwa kalau berbicara tentang penyidik maka tidak boleh terlepas dari

penyelidik karena penyelidiklah yang berwenang didalam proses penyelidikan yang kemudian hasil penyelidikan ditindak lanjuti oleh penyidik yang berwenang didalam melakukan proses penyidikan. Menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP, penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan pada butir 4 pasal itu mengatakan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. 3. Tinjauan Tentang Berkas Perkara Penyidikan Pasal 75 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP memaparkan dengan jelas apa apa saja kelengkapan formal untuk memperoleh berkas perkara yang sempurna. Kelengkapan formal yang dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) adalah setiap tindakan penyidik tentang pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ditempat kejadian, dll. Selanjutnya pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) menambahkan bahwa berkas perkara tersebut harus dibuat oleh pejabat yang

bersangkutan atas kekuatan sumpah jabatan dan harus ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat pada ayat (1). Dalam hal melakukan perbaikan terhadap berkas perkara penyidikan, kejaksaan juga menggunakan pasal 183 KUHAP yang memaparkan apa saja kelengkapan material untuk memperoleh berkas perkara penyidikan yang sempurna. Berdasarkan pasal 183 tersebut menyatakan bahwa harus ada sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah. B. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan 1. Pengertian Kejaksaan Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. 5 2. Tugas Dan Wewenang Kejaksaan 5 http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1, Pengertian Kejaksaan, 2 September 2014.

Dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tugas dan wewenang Kejaksaan yaitu : 1. Dibidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Penyidik; 2. Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah.

3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan; d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara; e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal; Prapenuntutan juga merupakan kewenangan dari Kejaksaan RI sebagaimana yang diatur dala pasal 14 KUHAP huruf b. C. Kajian Tentang Tanggung Jawab Kejaksaan dalam Pra Penuntutan untuk menyempurnakan Berkas Perkara Penyidikan. Dalam BAB I sudah dipaparkan beberapa kasus yang mengesankan bahwa pihak Kejaksaan kurang bahkan tidak bertanggung jawab dalam prapenuntutan. Tidak bertanggung jawabnya pihak Kejaksaan dalam prapenuntutan menyebabkan tidak sempurnanya berkas perkara penyidikan sehingga tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang adil bagi siterdakwa atau pun tersangka.

Jaksa sebagai penuntut umum yang berwenang dalam prapenuntutan seharusnya mempunyai tanggung jawab yang penuh atas permasalahan tersebut. Tanggung jawab itu harus dapat dilaksanakan secara maksimal demi memberikan yang terbaik bagi masyarakat sehingga terwujudlah yang namanya perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil bagi masyarakat. Meyer Volmar Simanjuntak, seorang Jaksa di Kejaksaan Negeri Sleman, mengatakan bahwa tanggung jawab Kejaksaan dalam prapenuntutan untuk menyempurnakan berkas perkara penyidikan adalah dengan cara melakukan perbaikan terhadap berkas perkara yang di peroleh dari penyidik berdasarkan : 1. Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER- 036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. 3. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP- 518/A/JA/11/2001 Tentang perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. 4. Undang undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. 5. Asas Oportunity Sebagai dasar Kewenangan dalam Menilai Berkas Perkara Secara Subyektif.

6. Kemudian pada point keenam ini pak Meyer menambahkan terkait dengan konsekuensi bagi Jaksa yang tidak menggunakan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara Penyidikan.

D. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : Konsekuensi bagi Jaksa yang tidak menggunakan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara Penyidikan sama saja dengan melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-067/A/JA/07/2007 Tentang Kode Prilaku Jaksa khususnya empat point penting yang terdapat dalam BAB II Pasal 3 peraturan ini terkait dengan kewajiban kewajiban Jaksa. Pelanggaran terhadap empat point tersebut berkonsekuensi pada kemungkinan dijatuhkannya sanksi/tindakan administratif yaitu Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian atau Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain.

E. Saran 1. Disarankan kepada pihak Kejaksaan untuk lebih menggalakkan penegakan peraturan kode etik yang ada untuk meminimalisir bahkan menghilangkan bentuk bentuk pelanggaran terhadap kewajiban kewajiban Jaksa sesuai dengan Peraturan kode etik profesinya. 2. Disarankan kepada pihak Kejaksaan untuk membuat suatu sanksi yang lebih tegas lagi yang akan dikenakan kepada setiap anggota Kejaksaan diseluruh Republik Indonesia yang tidak melakukan kewenangannya dalam prapenuntutan untuk memperbaiki berkas perkara penyidikan.

DAFTAR PUSTAKA Buku : Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Lilik Mulyadi, 1996, Hukum Acara Pidana, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung. Peraturan Perundang Undangan : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tinadak Pidana Umum. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-518/A/JA/11/2001 Tentang perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-132/JA/11/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-067/A/JA/07/2007 Tentang Kode Prilaku Jaksa.

Internet : http://koran.tempo.co/konten/2011/03/11/229413/kilasanak-salah-tangkap- Dibebaskan, Anak Salah Tangkap Di Bebaskan, 1 September 2014. http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1, Pengertian Kejaksaan, 2 September 2014.