BAB V KESIMPULAN. Di dalam Bab V ini peneliti ingin menyimpulkan keseluruhan dari hasil

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017

BAB I PENDAHULUAN. oleh Pemerintah Kota Batam dalam kegiatan ekonomi ilegal penyelundupan dan

WAWANCARA KEPADA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) maka kosmetik tersebut dapat dikategorikan sebagai kosmetik impor ilegal.

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

bebas murni oleh pengadilan. Sementara itu vonis hukuman bagi pelaku IL di Indonesia selama ini bervariasi, yaitu antara 1 bulan sampai dengan 9

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan

BAB V PENUTUP. a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah

Batam Dalam Data

BAB.III AKUNTABILITAS KINERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

1 Informasi tersebut diambil dari sebuah artikel yang dimuat di website:

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

MEMBONGKAR MAFIA EKSPOR TIMAH ILEGAL INDONESIA. Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, 2 Mei 2014

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak.

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari banyak

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik merupakan salah satu variable yang menjadi ukuran

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.

Praktek Penjualan Ilegal & Indikasi Kerugian Negara dari Ekspor Timah

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMUSNAHAN BAWANG ILEGAL

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

PERANAN INTEROGASI OLEH PENYIDIK TERHADAP TERSANGKA DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN. (Studi pada Polsekta Medan Baru) SKRIPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Di dalam Bab V ini peneliti ingin menyimpulkan keseluruhan dari hasil penelitian yang peneliti lakukan. Mulai dari faktor-faktor penyebab maraknya praktek ekonomi ilegal berupa penyelundupan dan Perdagangan ilegal secara keseluruhan dan juga peneliti ingin menjawab pertanyaan peneliti diawal yaitu bagaimana peran pengawasan pemerintah dalam menangani praktek ekonomi ilegal berupa penyelundupan dan perdagangan ilegal barang elektronik di Kota Batam dengan kapasitas pengawasan yang dimiliknya? Berdasarkan data KPU Bea Cukai Batam, Kerugian negara akibat praktek praktek ekonomi ilegal sepanjang tahun 2014-2015 ditafsir mencapai 67.013.897.509,000. Praktek ekonomi ilegal tersebut tentu saja disebabkan oleh banyak faktor yang telah dibahas oleh peneliti di bab-bab sebelumnya. Dari hasil penelitian secara keseluruhan peneliti merangkum beberapa penyebab maraknya praktek ekonomi ilegal berupa Penyelundupan dan Perdagangan ilegal barangbarang elektronik di Kota Batam : Kondisi Geografis yang berdekatan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang hanya ±20 KM dan 45 Menit perjalanan laut melalui Kapal Ferry Tipikal daerah yang berupa pulau-pulau kecil dimana setiap rumah penduduk pesisir memiliki pelantar/jembatan yang sewaktu-waktu dimanfaatkan oleh oknum penyelundup untuk menjadi lokasi bongkarmuat barang mereka dan tanpa diketahui oleh aparat keamanan. 124

Munculnya pelabuhan-pelabuhan liar yang menjadi tempat bongkarmuat barang. Pelabuhan tikus tersebut bukan berbentuk seperti pelabuhan pada umumnya, namun hanya berupa pinggiran pantai atau hutan mangrove yang bisa menjadi tempat kapal/speedboat bersandar. Alasan mengapa penyelundup menggunakan jalur-jalur tersebut dikarenakan medannya yang tidak semua dapat diakses oleh aparat keamanan. Iklim pasar yang terbuka sejak diberlakukan FTZ dimana Batam menjadi daerah Transitor produk-produk luar. Adalah suatu hal yang lazim jika menemukan banyaknya barang-barang impor dari luar di Batam. Hal ini mempengaruhi tipe konsumsi masyarakat Batam pada umumnya. Mereka lebih cenderung mengkonsumsi produk luar yang rasa maupun kualitasnya lebih bagus dari produk dalam negeri dengan mudah dan murah. Hal tersebut lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan. Kondisi tersebut merupakan faktor tingginya permintaan masyarakat akan barang-barang impor dari luar. Situasi tingginya permintaan dimanfaatkan oleh pengusaha luar dan oknum penyelundup. Tingginya permintaan barang dari luar tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha luar yang bekerjasama dengan oknumoknum penyelundup. Mereka memasok barang-barang elektronik yang merupakan barang kelebih produksi dari negara mereka seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Tiongkok ke dalam Batam melalui cara diselundupkan. Hal ini untuk menghindari pungutan cukai yang dikenakan kepada barang-barang impor luar negeri. 125

Munculnya pasar-pasar ilegal yang didirikan oleh pedagang musiman Pasar ilegal atau yang kerapkali disebut sebagai Pasar Maling di Batam adalah fenomena yang sudah biasa. Masyarakat sudah terbaiasa mengaksesnya untuk mendapatkan barang-barang elektornik murah namun impor. Beberapa lokasi yang peneliti ketahui seperti Nagoya, Sei jodoh, Sekupang, Botania, Batu aji, merupakan lokasi pasar maling tersebut beroperasi. Pasar maling tersebut ada kaitannya dnegan praktek penyelundupan yang terjadi. Setelah barang diselundupkan maka barangbarang tersebut dibawa ke pasar maling dan diperjualbelikan oleh pedagang-pedagang disana dengan harga murah. Tentu saja pasar tersebut tidaklah legal karena tidak memliki izin secara resmi dari Pemerintah Kota Batam melalui Disperindag, namun lagi-lagi guna memuaskan hasrat masyarakat akan barang murah, maka tidak ada langkah nyata dari Pemerintah untuk membubarkan pasar tersebut. Adanya kerjasama antara pelaku penyelundupan dan oknum aparat Berdasarkan hasil wawancara tertutup dengan salah seorang narasumber dari instansi keamanan laut, suap menyuap / kerjasama merupakan hal yang lazim terjadi dalam fenomena ekonomi ilegal. Namun, tinggal lagi media juga tidak berani terlalu mempublikasikannya dikarenakan juga turut mendapat bagian. Praktek suap-menyuap pun kerap kali terjadi di pelabuhan-pelabuhan resmi di Batam. Dengan pemalsuan dokumen maka penyelundup dengan mudah memasok barang-barang ilegal ke dalam Batam. Namun, hal tersebut haruslah diganjar dengan 126

imbalan 20-25 juta kepada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di pelabuhan-pelabuhah resmi tersebut. Bukan hanya pengakuan dari oknum aparat saja, dari wawancara peneliti dengan penyelundup pun mereka secara terang-terangan mengaku bahwa memiliki backingan di dalam tubuh pemerintahan dalam hal ini lembaga keamanan. Relasi saling menguntungkan ini tentu saja sangat ditutup rapat oleh oknum aparat demi menjaga nama baik instansi dan pribadinya. Dari sini tampak keburukan-keburukan moral dari individu aparatur juga menjadi penyebab masih saja terdapat praktek-praktek ekonomi ilegal yang merugikan negara hingga milyaran rupiah setiap tahunnya. Dengan melihat banyaknya faktor-faktor penyebab terjadinya praktek ekonomi ilegal berupa penyelundupan dan perdagangan ilegal di Kota Batam baik faktor yang terlihat maupun yang tidak kasat mata yang sudah merugikan negara hingga milyaran rupiah, maka sampailah kepada pertanyaan apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani kasus tersebut? Pemerintah pusat dan Daerah tentu saja tidak tinggal diam menanggapi maraknya praktek ekonomi ilegal yang merugikan negara tersebut. Pertama, pemerintah Pusat melalui KPU Bea Cukai Batam dan Bakamla memberikan wewenang untuk melakukan pengawasan dan penindakan pelanggaranpelanggaran lintas batas demi menciptakan keamanan perairan dan stabilitas ekonomi. Di tubuh KPU Bea Cukai yang paling penting yakni kapasitas regulatifnya berupa fungsi pengawasan yang dilakukan untuk meminimalisir 127

tindakan-tindakan ekonomi ilegal yang merugikan penerimaan negara karena tidak bercukai. KPU Bea dan Cukai Batam dilengkapi dengan sarana prasarana dan SDM guna menjalankan fungsinya. Namun, tetap saja dilapangan mereka masih menemukan hambatan-hambatan eksternal maupun internal. Kedua, Bakamla yang memiliki fungsi utama yaitu menjaga perairan Indonesia tetap aman dan selamat juga memiliki kapasitas regulatif. Mereka diberikan wewenang oleh regulasi untuk melakukan pengawasan berupa patroli laut, penyidikan maupun penindakan jika sewaktu-waktu terjadi pelanggaran-pelanggaran di perairan. Sebagai Pemerintah daerah Otonom Pemerintah Kota Batam juga memiliki andil tersendiri dalam melakukan penanganan terhadap praktek ekonomi ilegal. Mereka mengkoordinasikan dan melimpahkan wewenang kepada instansi di bawahnya seperti Disperindag dan Ditpolair yang berada di bawah Poltabes Barelang untuk memanfaatkan kapasitas regulatifnya untuk melakukan pengawasan lebih ketat lagi. Untuk Disperindag, pengawasan dilakukan di ruang lingkup daratan mulai dari pelanggaran-pelanggaran izin usaha sampai penyelundupan-penyelundupan yang dilakukan ke pasar-pasar di Batam. Pengawasan disperindag berbentuk sidak ke lapangan guna memeriksa kelengkapan izin usaha maupun kelegalan produk yang beredar di pasaran. Selanjutnya, Ditpolair sendiri hampir sama dengan Bakamla dan Bea Cukai yakni melakukan pengawasan berupa patroli laut, penyidikan terhadap praktek-prkatek ekonomi ilegal. Namun, yang membedakannya hanya sampai tahap penyidikan saja, untuk penindakan diserahkan kepada KPU Bea Cukai karena sudah menjadi 128

wewenang instasni tersebut. Kelemahan-kelemahan pun juga banyak dimiliki kedua instansi ini baik yang berasal dari internal instansi maupun eksternal. Kesimpulan akhir dari peneliti adalah berbagai macam upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Pusat dan Daerah (Kota Batam) dalam melakukan fungsi pengawasan dengan kapasitas regulatif yang dimilikinya. Namun, berbagai macam kondisi membuat praktek ekonomi ilegal di Kota Batam seolah tidak pernah ada habisnya. Mulai dari kondisi geografis, banyaknya titik-titik masuk yang tidak resmi, pragmatisme masyarakat yang sangat sulit unutk diajak bekerjasama, konsumtifitas serta permintaan masyarakat yang tinggi akan barang impor sebagai konsekuensi dari dijadikkannya Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan daerah transitor barang impor, hingga keburukankeburukan moral internal oknum baik dipelabuhan tikus, resmi maupun di tengah laut yang melancarkan aksi penyelundup dengan praktek suap-menyuap membuat pemanfaatan kapasitas tersebut menjadi lemah. Peneliti menyimpulkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Batam masih belum efektif karena belum bisa memenuhi prinsipprinsip pengawasan yang efektif seperti keteraturan dan kejelasan rencana kerja yang di dalamnya terdapat koordinasi dan kerjasama. Selain itu, karakteristik pengawasan yang efektif seperti fleksibel, objektif dan akurat masih dirasa kurang dengan membandingkan dengan kelemahan-kelemahan yang ditemukan ditambah kelemahan internal lembaga sendiri seperti keburukan moral aparatnya dengan praktek suap menyuap membuat pengawasan harus dimaksimalkan lagi bukan hanya terhadap kegiatan ekonomi illegal namun juga pengawasan terhadap kinerja aparatur sendiri yang dirasa masih kurang. 129

Dari melihat kelemahan-kelemahan yang bukan hanya berasal dari luar saja namun juga berasal dari internal pemerintah sendiri maka peneliti menyarankan bahwa proses penanganan praktek ekonomi ilegal sebaiknya bukan hanya menangkap dan mengadili oknum penyelundupnya saja, namun juga mengusut tuntas oknum aparat yang ada disebaliknya. Hal ini dikarenakan apabila tindakan tersebut dilakukan maka akan sedikit menggoyahkan oknum penyelundup untuk melakukan praktek ekonomi ilegal karena backingan mereka sudah diusut tuntas hingga ke akar-akarnya. Selain itu, juga menjadi peringatan untuk oknum aparat agar tidak berani-berani terlibat dalam praktek suapmenyuap. Hal baru yang juga penting untuk dilakukan perbaikan yaitu diperketat lagi pengawasan terhadap kinerja aparatur sehingga pengawasan bukan hanya terhadap kegiatan ekonomi illegal namun terhadap aparat yang dikerahkan untuk penanganannya sehingga menghasilkan kinerja yg optimal dan meminimalisir praktek korupsi dan suap-menyuap di internal lembaga sendiri. Kerjasama serta koordinasi antara sesama aparat keamanan adalah hal yang juga masih harus terus digalakkan. Membuang ego kelembagaan untuk menciptakan perairan Batam yang kondusif guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan lintas negara yang sehat dan bersih dari suap menyuap maupun praktek ilegalitas. Pembaharuan sistem ekonomi di Batam dan menerapkan disiplin masyarakat akan konsumsi barang-barang impor luar negeri merupakan cara yang yang juga bisa ditempuh oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. 130