BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mayoritas masyarakat Tiongkok memiliki tiga kepercayaan, yaitu ajaran Taoisme, Konghucu dan Buddhisme. Gabungan dari ketiga kepercayaan tersebut mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok ke Indonesia juga masih membawa budaya dan kepercayaannya tersebut. Hingga pada bulan Desember 1967 dikeluarkanlah Peraturan Presiden yang menyatakan bahwa,...agama, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina (di Indonesia) yang berasal dari tanah leluhur mereka dengan berbagai manifestasinya mungkin dapat menimbulkan pengaruh yang tidak wajar terhadap kejiwaan, mentalitas, dan moralitas warga negara Indonesia dan karenanya menghambat jalan asimilasi secara wajar... 1 Hal tersebut menegaskan bahwa agama dan adat-istiadat Tiongkok tidak diberi kesempatan berkembang oleh pemerintah Indonesia, setidak-tidaknya sampai tahun 1968. Tapi di tahun 1969 pemerintah menyatakan dua agama minoritas yakni agama Buddha dan Konghucu, sebagai agama yang diakui resmi. UU no.5/1969 itu memberikan status resmi kepada kedua agama tersebut dan empat lainnya (Islam, Protestan, Katolik, Hindu). 2 Dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno, tiap warga negara Indonesia diharapkan memeluk salah satu agama. Hal ini mengacu pada Pancasila, sila 1 Instruksi Presiden Republik Indonesia No.14 Tahun 1967, Lie, Masalah WNI, hal 54. 2 Dr.Leo Suryadinata.1986. Dilema Minoritas Tionghoa. Grafiti Pers. Jakarta. Hal 169 1
pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang ini diumumkan pada tahun 1965. Tidak jelas apa penyebab Soekarno mengeluarkan Undang-Undang seperti itu. Ada kemungkinan bahwa Soekarno menerima tekanan dari berbagai kelompok agama untuk mencegah Indonesia menjadi negara tak bertuhan. Ada pula kemungkinan bahwa Soekarno mencoba membuat keseimbangan antara kekuatan komunis dan religius. 3 Namun dibawah pemerintahan baru Presiden Soeharto, menganggap agama sebagai kekuatan yang dapat digunakan untuk mencegah munculnya kembali Partai Komunis Indonesia (PKI). Masyarakat Indonesia diminta menyatakan agama yang mereka peluk dalam kartu penduduk, dan pemerintah menganggap bahwa orang yang tidak memiliki agama adalah seorang komunis. Inilah alasan yang menjadikan Orang Tionghoa memilih agama Konghucu ataupun Buddha sebagai agama yang mereka peluk. 4 Pada prakteknya, masyarakat Tionghoa tetap meyakini kepercayaan Tao, Konghucu, dan Buddha secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan bahwa gabungan dari ketiga ajaran tersebut dikenal dengan nama Tri Dharma. Mereka memiliki tempat ibadah yang disebut kelenteng atau vihara. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa tidak semua tempat dapat dibangun kelenteng. Hal ini dikemukakan oleh para pengurus-pengurus kelenteng yang jauh lebih mengetahui tentang seluk beluk keyakinan masyarakat Tionghoa. Mereka sangat memperhitungkan aturan-aturan di dalamnya. Seperti halnya, bangunan suci harus 3 Ibid, hal 169. 4 Ibid, hal 169-170. 2
dibangun lebih tinggi dari pijakan tanah, tata letaknya harus simetris, dikelilingi oleh pagar, memiliki ukiran-ukiran yang bisa memperindah bangunan, dan utamanya mengacu pada fengshui dalam menentukan lokasi, tata ruang dan arsitektur bangunannya. Pada umumnya, vihara dikhususkan untuk pemeluk agama Buddha. Sedangkan klenteng bisa digunakan secara majemuk oleh pemeluk agama Buddha maupun penganut ajaran Tao atau Konghucu. Istilah kelenteng juga sebenarnya hanya terdapat di Indonesia. Masyarakat Tionghoa juga melakukan ibadah secara rutin seperti umat lainnya. Sembahyang dan memanjatkan doa sesuai dengan tata cara yang mereka anut. Orang-orang Tionghoa percaya pada beberapa Dewa sebagai utusan Tuhan. Seperti halnya Dewa Cai Shen Ye ( 財神爺 ) yang mereka percayai sebagai Dewa uang. Dewa Xuan Tian Shang Di ( 玄天上帝 ) yang mereka percayai sebagai Dewa yang memiliki kekuasaan tertinggi di langit bagian utara, dan masih banyak lainnya. Dalam peribadatan yang mereka lakukan, mereka juga memanjatkan doa, sama halnya seperti pemeluk agama lain yang memiliki pengharapan yang baik dalam hidupnya. Namun yang unik, warga Tionghoa memanjatkan doa dengan menggunakan berbagai macam benda. Mereka percaya bahwa dalam benda tersebut memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing. Untuk ritual doa, biasanya mereka menggunakan 4 macam benda, yakni minyak, lilin, kertas emas, dan hio ( 香火 ). Minyak kegunaannya sebagai pelita agar harapan-harapan mereka secara khusus bisa terkabul. Lilin kegunaannya sebagai penerang, dapat digunakan dalam persembahyangan secara umum maupun untuk menerangi sebuah harapan secara 3
khusus. Kertas emas memiliki arti pemberian untuk Tuhan, dengan harapan doa bisa lebih cepat terkabul jika kita memberikan sesuatu pada Tuhan sebelum meminta. Terakhir ialah hio ( 香火 ) sebagai media memohon pada Tuhan. 5 Dupa ( 香火 ) atau juga disebut hio dalam bahasa Hokkian memiliki arti harum. Hio ( 香火 ) adalah unsur wajib yang harus digunakan ketika masyarakat Tionghoa berdoa. Sementara minyak, lilin, dan kertas emas terkadang tidak digunakan oleh masyarakat Tionghoa untuk ritual berdoa. Ini disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat Tionghoa akan makna-makna penting dibalik ketiga unsur tersebut. 6 Walaupun sesuai kepercayaan, seharusnya keempat benda tersebut digunakan agar doa yang dipanjatkan bisa lebih mudah dikabulkan oleh Tuhan atau Dewa utusan-nya. Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, penulis menyusun Tugas Akhir ini dengan mengambil tema hio ( 香火 ). Penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang sejarah penggunaan hio ( 香火 ), perkembangan hio ( 香火 ), tata cara penggunaan hio ( 香火 ), serta makna dan jenis hio ( 香火 ) yang digunakan. Penulis juga ingin membantu masyarakat umum untuk sedikit mengerti tentang berbagai macam penggunaan hio ( 香火 ) yang ada di masyarakat Tionghoa dengan mengambil judul: Penggunaan Hio pada Masyarakat Tionghoa di Kelenteng Poo An Kiong Surakarta. 1.2 Rumusan Masalah 5 Hasil wawancara dengan Bapak Santo (Pengurus Kelenteng Poo An Kiong). 16 Agustus 2014. 6 Hasil wawancara dengan Bapak Santo dan Pengunjung kelenteng Poo An Kiong, Bapak Eka. 4
Sebelum penulis menyusun Tugas Akhir, ada beberapa rumusan masalah yang menarik penulis untuk mengangkat tema ini dalam Tugas Akhir, yaitu: a. Bagaimana sejarah dan perkembangan kelenteng Poo An Kiong? b. Bagaimana sejarah dan perkembangan hio ( 香火 ) pada masyarakat Tionghoa? c. Bagaimana tata cara penggunaan hio pada masyarakat Tionghoa ketika berdoa? d. Apa saja makna dan jenis yang terdapat pada hio ( 香火 ) yang digunakan? 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini memiliki beberapa tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis, yaitu: a. Mengerti awal mula sejarah dan perkembangan kelenteng Poo An Kiong. b. Mengerti sejarah dan perkembangan penggunaan hio ( 香火 ) pada masyarakat Tionghoa. c. Memahami tata cara penggunaan hio ( 香火 ) pada masyarakat Tionghoa ketika berdoa. d. Memahami makna dan jenis hio ( 香火 ) yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa. 1.4 Manfaat Penulisan Penulis berharap agar penulisan Tugas Akhir ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang sejarah dan perkembangan kelenteng Poo An Kiong Surakarta, menjelaskan sejarah dan perkembangan hio ( 香火 ) pada masyarakat 5
Tionghoa, menginformasikan tentang makna dan jenis hio ( 香火 ) yang biasa digunakan masyarakat Tionghoa. Penulis juga ingin dengan Tugas Akhir ini bisa menjawab pertanyaan yang muncul pada masyarakat umum tentang bagaimana pentingnya kegunaan hio ( 香火 ) dalam peribadatan masyarakat Tionghoa 1.5 Metode Pengumpulan Data Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, diperlukan adanya penelitian langsung dari penulis untuk memperoleh hasil yang akurat, serta informasi yang diperlukan sesuai fakta. Dalam upaya tersebut, penulis melakukan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Observasi merupakan teknik pencarian dan pengumpulan data melalui cara mengadakan penelitian langsung ke obyek yang dijadikan obyek penelitian. Penulis melakukan pengamatan objek dan penelitian secara langsung dengan mengamati masyarakat Tionghoa yang melakukan peribadatan di kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) Surakarta, Jawa Tengah. b. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung dengan narasumber yang berhak dan berkompeten memberikan informasi yang diperlukan. Penulis menggunakan metode wawancara kepada petugas penjaga kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), yaitu Bapak Santo (Lie Sen Sen) dan ketua pengurus kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), Bapak Tikno (Tan Liang Tik). Hal ini dimaksudkan 6
agar menambah nilai keakuratannya dan mempermudah penulis dalam mengumpulkan data ataupun informasi yang berhubungan dengan Tugas Akhir penulis. c. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data melalui pencarian data dari buku-buku yang berkaitan dengan tema penulisan laporan. Metode ini sangat diperlukan penulis agar memperoleh teori yang memenuhi dengan hasil laporan Tugas Akhir. Selain itu dengan dilakukannya studi pustaka, penulis dapat membuktikan keabsahannya. Dalam hal ini, data-data diambil dari buku-buku yang ada di Perpustakaan Umum Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, dan sebagian buku pribadi penulis. Ada pula yang dari website internet yang dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini. Semua data yang terkumpul kemudian disusun dalam sebuah bentuk tugas akhir dengan penulisan yang sederhana dan data yang kualitatif. 1.6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan, pada bab ini di jelaskan tentang latar belakang disahkannya keyakinan yang dianut oleh masyarakat Tionghoa, tempat peribadatannya, sampai ritual peribadatan yang mereka lakukan, rumusan masalah sejarah dan perkembangan kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), sejarah dan perkembangan hio ( 香火 ) pada masyarakat Tionghoa, makna dan jenis hio ( 香火 ) beserta tata cara penggunaannya, tujuan penulisan yang dimaksudkan 7
agar mempermudah pembaca dalam mengerti arah tulisan penulis, manfaat penulisan yang diharapkan agar pembaca dapat mengkaji lebih jauh tentang sejarah dan perkembangan kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), sejarah dan perkembangan hio ( 香火 ), makna dan jenis hio ( 香火 ) beserta detail tata cara penggunaannya, metode pengumpulan data yang menggunakan metode observasi, wawancara dan studi pustaka, serta sistematika penulisan. Bab II Sejarah dan Perkembangan Kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), pada bab kedua berisi tiga subbab, subbab pertama yaitu pengertian kelenteng yang berisi tentang penjabaran arti kelenteng dan sedikit penjelasan tentang bangunan kelenteng, subbab kedua tentang sejarah singkat kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) yang berisi tentang awal mula berdiri kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) dan mendeskripsikan sejarah singkat bagaimana kelenteng tersebut berdiri, dan subbab ketiga yaitu perkembangan kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) tahun 1881-2014 yang berisi tentang perkembangan kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) sejak awal berdiri hingga sekarang. Bab III Sejarah dan Perkembangan Hio ( 香火 ) Masyarakat Tionghoa, pada bab ketiga, penulis menjabarkannya dalam tiga subbab, subbab pertama yakni definisi hio ( 香火 ) yang menjelaskan apa makna dan definisi dari hio ( 香火 ), subbab kedua yakni sejarah singkat hio ( 香火 ) pada masyarakat Tionghoa yang berisi tentang awal mula adanya hio ( 香火 ) di masyarakat Tionghoa dan seluk beluk penyebarannya, dan subbab ketiga yakni perkembangan hio ( 香火 ) pada 8
masyarakat Tionghoa yang berisi tentang perkembangan hio ( 香火 ) sejak awal mula hingga sekarang. Bab IV Penggunaan Hio ( 香火 ) pada Masyarakat Tionghoa di Kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng), pada bab keempat berisi dua subbab, yaitu tata cara penggunaan hio ( 香火 ) di kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) yang berisi tentang cara dan aturan penggunaan hio ( 香火 ) di kelenteng tersebut dan ragam makna penggunaan hio ( 香火 ) di kelenteng Poo An Kiong ( 保安宮 Băo Ān Gōng) yang berisi tentang berbagai arti penggunaan hio ( 香火 ) dari jumlah dan jenisnya. Bab V Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan keseluruhan tugas akhir yang telah penulis susun, sekaligus sebagai kesimpulan dari pokok permasalahan yang telah dibahas pada tugas akhir ini. Lalu saran yang bisa penulis berikan pada sumber wawancara maupun lokasi observasi yang telah penulis pilih dalam menyusun tugas akhir ini. 9