BAB I PENDAHULUAN I.1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN EKSPERIMENTAL KELAYAKAN DAN PERFORMA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SINGLE PASS DENGAN METODE BELL DELAWARE

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar


LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh. dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

EFEKTIVITAS FUEL OIL HEATER PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

KAJIAN EXPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI DENGAN NANOFLUIDA Al2SO4 PADA HEAT EXCHANGER TIPE COUNTER FLOW

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB IV PENGOLAHAN DATA

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

ANALISIS PENGARUH KECEPATAN FLUIDA PANAS ALIRAN SEARAH TERHADAP KARAKTERISTIK HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE. Nicolas Titahelu * ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai aspek kehidupan. Indonesia merupakan negara tropis yang berada pada letak geografis 6 ºLU-11 ºLS dan 95 ºBT-141 ºBT. Posisi ini mengakibatkan Indonesia memiliki tingkat intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi. Intensitas cahaya matahari di Indonesia mencapai rata-rata 5,34 kwh/m 2 /hari [1]. Intensitas matahari yang tinggi tersebut merupakan potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan teknologi berbasis pemanfaatan energi surya. Salah satu teknologi pemanfaatan energi surya yang sedang berkembang adalah teknologi kolektor energi surya. Kolektor energi surya adalah suatu alat yang berfungsi menangkap energi matahari dan mengkonversikannya menjadi kalor, lalu menyalurkannya menuju fluida kerja. Kolektor energi surya banyak diterapkan dalam berbagai bidang, di antaranya adalah sistem pemanas air, sistem pendingin dan pemanas ruangan, desalinasi air, sistem industri, sistem daya, dan lain-lain. Sistem pemanas air tenaga surya adalah suatu perangkat pemanas air yang menggunakan radiasi matahari sebagai sumber energinya. Sistem ini terdiri dari komponen kolektor energi surya, tangki penyimpanan, pompa, penukar kalor, sistem pemanas tambahan, dan panel kontrol pemanas [2]. Ada beberapa jenis sistem pemanas air tenaga surya. Gambar 1.1 menunjukkan klasifikasi dari sistem pemanas air tenaga surya. 1

2 Sistem pemanas air tenaga surya Berdasarkan tipe kolektor surya yang digunakan Berdasarkan sistem operasinya Berdasarkan tipe pemanas tambahan yang digunakan Flat Plate Konveksi Paksa Konveksi Natural Pemanas Minyak Evacuated Sirkulasi Langsung Sistem Thermosyphon Pemanas Listrik Concentrated Sirkulasi Tidak Langsung Pemanas Gas Gambar 1. 1. Klasifikasi Sistem Pemanas Air Tenaga Surya [2] Pada klasifikasi sistem pemanas air tenaga surya, terdiri dari berbagai jenis. Jika dibedakan berdasarkan sistem operasinya, sistem pemanas air tenaga surya yang menggunakan konveksi paksa terdiri dari dua jenis, yaitu sistem tersirkulasi langsung dan sistem tersirkulasi tidak langsung. Prinsip kerja sistem pemanas air tenaga surya tersebut yaitu, kolektor surya menyerap radiasi matahari dan mengkonversikannya menjadi kalor. Energi matahari yang terkumpul kemudian dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan air panas. Pada sistem tersirkulasi tidak langsung, terdapat perangkat penukar kalor yang berada dalam tangki penyimpanan. Fluida pemanas dialirkan menuju kolektor surya, selanjutnya dialirkan menuju penukar kalor. Penukar kalor yang berada dalam tangki penyimpan memanaskan air yang berada pada tangki penyimpan. Fluida pemanas menggunakan fluida yang tidak mudah membeku pada suhu lingkungan rendah, misalnya berupa campuran antara air propylene glycol atau ethylene. Gambar 1.2 menunjukkan konfigurasi dari sistem pemanas tersirkulasi tidak langsung menggunakan dua penukar kalor pada tangki penyimpan. Penukar Kalor I (HE I) adalah penukar kalor penyuplai panas, sedangkan Penukar Kalor II (HE II) adalah penukar kalor pengambil panas.

3 Kolektor surya HE I Keluaran air panas HE II Gambar 1. 2. Skema Sistem Pemanas Air Tenaga Surya Sistem Tersirkulasi Tidak Langsung [2] Penukar kalor adalah suatu perangkat yang dapat memfasilitasi penukaran kalor antara dua buah fluida yang memiliki suhu berbeda tanpa menghasilkan percampuran antara kedua fluida tersebut. Penukar kalor yang paling sederhana adalah penukar kalor tipe pipa ganda. Pada penukar kalor pipa ganda, terdapat model aliran counterflow dan parallel. Selain itu, terdapat pula penukar kalor yang dirancang luas permukaan kontak yang lebih besar, yaitu tipe compact heat exchanger, aliran fluida bersilang. Penukar kalor jenis lainnya yang paling umum digunakan adalah penukar kalor shell and tube. Pada penukar kalor tersebut, fluida pemanas dialirkan melalui tube, sedangkan fluida yang dipanaskan berada pada sisi shell. Inovasi dari penukar kalor shell and tube adalah penukar kalor koil helik. Penukar kalor koil helik menggunakan koil berbentuk helical sebagai media aliran fluida. Penukar kalor yang terdapat dalam sistem pemanas air tenaga surya tersirkulasi tidak langsung terdapat tiga jenis jika dibedakan berdasarkan peletakannya, yaitu sistem immersed coils heat exchanger, sistem external shell and tube heat exchanger, dan sistem mantle heat-exchanger. Pada konfigurasi immersed coils heat exchanger, penukar kalor diletakkan di dalam tangki penyimpan sistem pemanas air tenaga surya. Penukar kalor berbentuk koil. Suplai air dingin

4 Gambar 1. 3. Konfigurasi peletakan penukar kalor Immersed Coils Heat Exchanger pada tangki penyimpan Sistem penukar kalor pada sistem pemanas air tenaga surya dapat dirancang menggunakan penukar kalor koil helik, menggunakan konfigurasi immersed coils heat exchanger. Penukar kalor helikal ditempatkan di tangki penyimpanan energi termal. Terjadi perpindahan kalor antara fluida dingin dan fluida pemanas pada penukar kalor helik. Tangki tidak dilengkapi sistem pengaduk. Kinerja penukar panas helikal berbeda penukar panas shell and tube yang lebih banyak digunakan secara komersial sebagai alat penukar kalor, baik dalam skala rumah tangga maupun skala proses industri. Beberapa studi menyebutkan bahwa penukar kalor helikal memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan penukar kalor shell and tube. Perbedaan utama penukar panas helikal penukar panas shell and tube terletak pada geometrinya. Perbedaan geometri ini menyebabkan perbedaan perpindahan kalor yang terjadi, sebagai akibat adanya aliran sekunder pada fluida. Aliran sekunder terbentuk karena adanya gaya sentrifugal akibat geometri kurvatur pada penukar kalor helik. Aliran sekunder adalah aliran yang tegak lurus arah aksial. Pada aliran laminer, adanya aliran sekunder membantu meningkatkan perpindahan kalor yang terjadi. Geometri kurvatur pada penukar kalor helik memberikan keuntungan yang tinggi pada proses perpindahan kalor [3].

5 I.2. Kinerja Penukar Kalor Analisis kinerja sistem penukar kalor yang terdapat dalam tangki penyimpan sistem pemanas air tenaga surya perlu dilakukan memperhatikan pengaruh beberapa parameter seperti geometri pipa spiral, laju aliran pendingin, fluks panas dalam tangki penyimpan kalor, dan sifat aliran dalam pipa spiral tersebut. Pada penelitian ini, dianalisis pengaruh diameter pipa terhadap perpindahan kalor khususnya pada penukar kalor helikal pada rentang suhu fluida pemanas dan laju aliran pendingin yang bervariasi. Kinerja sistem penukar kalor dapat diamati berdasarkan transfer kalor yang terjadi. Transfer kalor yang terjadi dapat dilihat dari nilai koefisien-koefisien perpindahan kalor, yaitu koefisien perpindahan kalor konveksi dan konduksi. Semakin besar koefisien perpindahan kalor, maka transfer kalor terjadi semakin cepat atau semakin baik. Hubungan koefisien perpindahan kalor variabel-variabel lainnya digunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu penukar kalor. Hubungan tersebut dapat direpresentasikan menggunakan persamaanpersamaan bilangan tak berdimensi. Pada transfer kalor, bilangan tak berdimensi sering digunakan sebagai karakteristik perpindahan kalor. Analisis numeris digunakan untuk menentukan eksponen bilangan tak berdimensi. Beberapa bilangan tak berdimensi yang paling sering umum digunakan sebagai karakteristik perpindahan kalor adalah: 1. Bilangan Nusselt Bilangan Nusselt menunjukkan perbandingan antara laju transfer panas konveksi dibandingkan laju panas konduksi. Semakin tinggi nilai Nusselt, maka fenomena transfer panas karena konveksi semakin besar. Bilangan Nusselt dihitung menggunakan persamaan 1.1. (1.1) : panjang permukaan kontak (m) : koefisien konveksi (W/m 2.K) : konduktivitas termal (W/m.K)

6 2. Bilangan Reynolds Bilangan Reynolds berasal dari perbandingan gaya inersia dibandingkan gaya viskos. Bilangan Reynolds dapat merepresentasikan karakteristik aliran, yaitu aliran laminer, aliran transisi, atau aliran turbulen. Persamaan 1.2 menunjukkan nilai bilangan Reynolds. Pada bilangan Reynolds tinggi, gaya inersia berperan lebih besar sehingga aliran bergerak lebih cepat. Sedangkan pada aliran bilangan Reynolds rendah, gaya viskos berperan lebih tinggi sehingga gaya viskos menekan fluktuasi kecepatan. (1.2) densitas fluida (kg/m 3 ) laju aliran fluida (m/s) viskositas dinamik fluida (Pa.s) diameter aliran (m) 3. Bilangan Prandtl Bilangan Prandtl adalah bilangan tak berdimensi yang digunakan untuk mengetahui ketebalan dari thermal and velocity boundary layer. Apabila suatu fluida dialirkan melalui permukaan panas, maka terdapat suatu boundary layer yang membatasi antara fluida dan dinding permukaan, yang mana terjadi konduksi pada dinding permukaan. Fluida terhadap dinding berada dalam kondisi no-slip atau lengket. Semakin besar jarak fluida dari boundary layer maka semakin kecil pengaruh dari konduksi dalam dinding. Semakin besar bilangan Prandtl maka semakin tebal boundary layer, dan semakin cepat kalor menyebar. Persamaan 1.3 menunjukkan nilai bilangan Prandtl.

7 (1.3) kalor spesifik fluida (J/kg.K) konduktivitas (W/m.K) Nilai,, dan adalah karakteristik fluida, sehingga bernilai konstan. 4. Bilangan Grashof Bilangan Grashof dipakai saat konveksi natural atau konveksi alamiah. Bilangan Grashof merupakan perbandingan antara gaya buoyancy gaya viskos. Persamaan 1.4 menunjukkan bilangan Grashof. (1.4) : koefisien ekspansi termal (1/K) : viskositas kinematik (m 2 /s) : percepatan gravitas (m/s 2 ) : volume fluida (m 3 ) perbedaan suhu (K) Nilai,, dan adalah karakteristik fluida, sehingga bernilai konstan. 5. Bilangan Rayleigh Bilangan Rayleigh adalah hasil perkalian dari bilangan Grashof dikalikan Prandtl, sehingga sering digunakan pada proses transfer kalor konveksi natural, ditunjukkan oleh persamaan 1.5. (1.5) : Panjang karakteristik yang relevan (m) : Selisih suhu (K) Bilangan-bilangan tak berdimensi di atas dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja dari penukar kalor. Diperlukan adanya analisis mengenai pengaruh diameter pipa pada pada perpindahan kalor penukar kalor helikal menunjukkan hubungan antara bilangan-bilangan tak berdimensi. Penukar kalor helikal yang ditinjau adalah penukar kalor pengambil panas.

8 I.3. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah diperlukan analisis pada pengaruh variasi diameter pipa pada kinerja perpindahan kalor penukar kalor koil helik jika diaplikasikan di tangki penyimpan kalor sistem pemanas air tenaga surya, pada kondisi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin yang bervariasi. I.4. Batasan Masalah Batasan-batasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dibatasi pada komponen tangki penyimpan dalam sistem pemanas air tenaga surya. 2. Sistem pemanas air dalam keadaan shut off atau tidak digunakan, sehingga tidak ada fluida panas yang keluar masuk sistem. 3. Material penukar kalor koil helik terbuat dari tembaga, saluran fluida pendingin terbuat dari selang plastik, fluida yang digunakan adalah air. Variasi diameter pipa disesuaikan ukuran yang tersedia di pasaran. Fluida yang dialirkan adalah fluida dingin, sedangkan fluida panas dalam kondisi tidak dialirkan. 4. Fluida dingin dan fluida panas berupa air. 5. Sistem diasumsikan pada keadaan quasi steady. 6. Luas permukaan perpindahan kalor, coil pitch, diameter koil, dan volume tangki penyimpan kalor dijaga tetap untuk seluruh variasi diameter pipa. 7. Perubahan suhu akibat fouling dan pressure drop tidak diperhitungkan. 8. Perpindahan kalor yang ditinjau hanya pada sistem koil, fluida panas, dan aliran fluida dingin. 9. Diasumsikan kalor yang diterima fluida dingin sama kalor yang diterima fluida panas. 10. Fluida dingin yang mengalir dalam koil diasumsikan aliran dalam kondisi no-slip, aliran berkembang penuh, dan inkompresibel.

9 I.5. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan hubungan antara bilangan tak berdimensi Nusselt di dalam pipa bilangan tak berdimensi Reynold pada diameter pipa yang berbeda dari hasil koefisien perpindahan kalor konveksi yang terjadi di dalam koil ( ) pada variasi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin dari hasil penelitian. 2. Mendapatkan hubungan antara perpindahan kalor yang direpresentasikan bilangan tak berdimensi Nusselt di luar pipa terhadap bilangan Rayleigh pada diameter pipa yang berbeda dari hasil koefisien perpindahan kalor konveksi di luar koil ( ) pada variasi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin dari hasil penelitian. I.6. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah evaluasi secara eksperimental pengaruh diameter pipa terhadap karakteristik transfer kalor penukar kalor helik dalam variasi aliran fluida dingin. Hubungan antara besar diameter pipa terhadap perpindahan kalor pada penukar kalor koil helik dapat diterapkan pada rancangan penukar kalor helik pada aplikasi sistem pemanas air tenaga surya atau pada skala proses industri.