BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Dokumen Perjanjian Asuransi

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BAB II LANDASAN TEORI

PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Persyaratan dalam Mengadakan Akad Murabahah di BMT-UMY

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA KRISNA FINANCE SURAKARTA

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

Transkripsi:

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, maka bentuk perjanjian sewa beli pada dasarnya adalah bebas. Para pihak diberi kebebasan untuk memilih bentuk perjanjian yang mereka kehendaki, yaitu dapat secara lisan maupun tulisan. Perjajian secara tulisan dapat dibedakan yaitu dengan akte di bawah tangan atau dengan Akte Notaris. Namun di dalam prakteknya perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, selalu dituangkan dalam bentuk tertulis dengan akta di bawah tangan, yaitu dalam bentuk standar. Di sini pihak yang menyewakan (kreditur) telah menyediakan formulir yang telah memuat isi perjanjian untuk para calon penyewa (debitur). Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor biasanya dituangkan dalam bentuk standar maka proses pembuatannyapun juga mudah, yaitu apabila ada yang mengajukan permohonan perjanjian sewa beli untuk jenis kendaraan tertentu, maka pihak yang menyewakan (kreditur) hanya tinggal menyodorkan yang sebelumnya telah mereka persiapkan kepada calon penyewa (debitur). Sedangkan calon penyewa (debitur) juga tinggal menandatangani perjanjian sewa beli tersebut, jika calon penyewa (debitur) tersebut setuju dengan isi dari 56

surat perjanjian yang disodorkan oleh pihak yang menyewakan (kreditur), maka perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pun dapat berlangsung. Dengan ditandatanganinya surat perjanjian oleh kedua pihak, maka terjadilah perjanjian sewa beli. Jadi tidak memerlukan beberapa saksi, pada umumnya surat perjanjian sewa beli tersebut cukup ditempeli dengan materai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) agar kekuatan hukum lebih kuat. Calon penyewa (debitur) akan menerima kendaraan yang dibelinya secara kredit setelah penyewa (debitur) tersebut lebih dahulu membayar uang muka kepada pihak yang menyewakan (kreditur). Mengenai jumlah uang muka yang harus dibayar oleh penyewa (debitur), biasanya besarnya uang muka tersebut sudah ditentukan oleh pihak yang menyewakannya (kreditur), sedangkan calon penyewa hanya bersikap pasif. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Dari perjanjian sewa beli dapat disimpulkan tentang hak dan kewajiban para pihak sebagai berikut : a. Hak yang menyewabelikan : 1. Berhak meminta dan menerima harga pembayaran, baik berupa uang muka maupun uang angsuran sesuai dengan perjanjian. 2. Berhak menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak penyewa beli tidak membayar uang angsuran.

3. Berhak menarik kembali kendaraan dari pihak penyewa beli, bilamana ia memindahtangankan kepada pihak ketiga. b. Kewajiban pihak yang menyewabelikan 1. Menyerahkan kendaraan kepada penyewa beli. 2. Melindungi penyewa beli dari tuntutan dan gangguan pihak ketiga. 3. Mengurus balik nama atas kendaraan yang disewabelikan. Demikian pula dia harus menyerahkan surat bukti pemilikan bilamana penyewa beli telah memenuhi segala kewajibannya, dalam hal ini membayar angsuran terakhir. 4. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar dapat dipakai sebagaimana mestinya. Selanjutnya hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau lazim disebut pihak kedua. a. Hak pihak penyewa beli 1. Berhak menuntut penyerahan kendaraan yang disewabelinya dari pihak yang mempersewabelikan, meskipun kendaraan itu belum menjadi milik sepenuhnya penyewa beli. 2. Berhak menuntut pada pihak yang menyewabelikan agar melindunginya dari gangguan dan tuntutan pihak ketiga. 3. Berhak menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang tersembunyi dari barang yang disewabelinya. 4. Berhak menuntut pihak yang mempersewakan untuk

5. Menyerahkan surat-surat bukti pemilikan kendaraan tersebut setelah semua angsuran dilunasi. b. Kewajiban penyewa beli 1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran lunas, sesuai yang ditentukan dalam perjanjian. 2. Memelihara kendaraan yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak rumah tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk apapun sebelum angsuran dilunasi, kecuali ditentukan lain. B. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Secara selintas apabila perjanjian sewa beli kendaraan bermotor belum berjalan dan ternyata calon pembeli sewa memberikan data palsu maka sebagaimana diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa calon pembeli kredit telah beritikad tidak baik sehingga permohonannya dapat ditolak. Hal tersebut tidak menjadi kendala dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, tetapi keadaan tersebut akan menjadi masalah jika ternyata sewaktu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor berjalan pihak pembeli memiliki itikad tidak baik, baik itu pencerminan sikap dengan tidak melakukan kewajibannya maupun melakukan kewajibannya tetapi terlambat. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian

yang mereka perbuat. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan suatu perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak pembeli dan penjual tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal-balik. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama, baik itu berdasarkan adanya itikad tidak baik atau tidak. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan : Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. 38 Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa : Apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, 38 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 44.

maka dikatakan debitur itu wanprestasi. 39 Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu.untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi. Subekti, mengemukakan bahwa : Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan 3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. 40 Dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua apabila salah satu pihak, baik itu pihak penjual sewa maupun pihak Pembeli sewa tidak melaksanakan perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti, meliputi : 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda 39 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fak. Hukum USU, Medan, 1974, hal. 33. 40 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal. 23.

dua disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu sebesar harga barang diberikan 20% (dua puluh persen) dibayar setelah surat perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak penjual menyerahkan barangnya ternyata 20% tersebut belum juga dilunasi oleh pihak Pembeli, walaupun pihak penjual telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan, misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memberikan, Panjar diberikan sebesar 20% setelah perjanjian disetujui. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual sementara barang yang dijual telah diserahkan kepada pihak pembeli. Dalam kasus ini walaupun pihak pembeli telah membayar panjar untuk awal harga jual barang kepada penjual, tetapi sisanya tidak dibayarnya, pihak pembeli berarti telah wanprestasi untuk sebagian kewajibannya dalam perjanjian jual-beli ini. 3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran harga jual barang, yaitu setelah masa garansi barang yang dijual tersebut habis. Tetapi setelah masa garansi dari barang yang dijual selesai masa

garansinya pihak pembeli tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan. Dalam kasus ini walaupun akhirnya pihak pembeli memenuhi juga kewajibannya setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pembeli melakukan wanprestasi. Sehingga apabila penjual tidak dapat menerima pembayaran dengan alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pembeli telah melakukan wanprestasi karena trerlambat memenuhi kewajibannya. 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Misalnya dalam kasus ini pihak penjual tidak menjual barang dengan mutu yang sebenarnya atau barang yang dijual tersebut adalah tiruan tetapi harganya tetap sama dengan harga barang yang asli. Maka dalam kasus ini dapat dikatakan pihak penjual telah melakukan wanprestasi dan pihak pembeli dapat mengajukan tuntutan wanprestasi atas perbuatan pihak penjual tersebut. Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan? dan apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat

wanprestasi tersebut, Upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan? Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian 5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi. Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266 KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian berdasarkan pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua salah satu pihak wanprestasi

maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim. Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara : 1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai 2. Dilakukan lewat pengadilan dimana perjanjian dibuat. Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi surat perjanjian yang mereka berbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindak lanjuti jika timbul suatu hal yang merugikan salah satu pihak. Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini maka apabila pembeli sewa melalaikan kewajibannya baik didasari oleh adanya itikad tidak baik maupun karena ketidakmampuan pembeli, maka biasanya pihak penjual akan melakukan musyawarah dengan pihak pembeli, tetapi apabila jalan musyawarah tidak ditanggapi maka pihak penjual akan menarik kendaraan yang berada di tangan pihak pembeli dengan tetap menuntut pihak pembeli untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang belum dilaksanakannya. Dalam membicarakan perihal wanprestasi sebagai suatu akibat yang

bakal terjadi di dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua baik itu didasarkan kepada ada atau tidak adanya itikad baik maka kita tidak dapat pula memisahkannya dengan pembahasan tentang risiko karena dengan adanya risiko ini maka pihak yang tertimpa risiko dapat dibebaskan dari kewajibannya. Yang dimaksud dengan resiko adalah suatu kewajiban untuk menanggung kerugian sebagai akibat dari adanya suatu peristiwa atau kejadian yang menimpa obyek perjanjian dan bukan karena kesalahan dari salah satu pihak. 41 Dalam Pasal 1237 KUH Perdata yang berbunyi dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan tertentu maka sejak perikatan itu dilahirka adalah atas tanggungan kreditur atau si berpiutang. Dengan demikian maka sejak lahirnya perjanjian untuk menyerahkan sesuatu itu, sejak saat itu resiko ada di tangan pihak yang berhak menerima penyerahan itu. Dan yang dimaksudkan oleh pasal itu adalah suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban kepada satu pihak saja, misalnya Hibah. Selanjutnya ayat (2) dari pasal itu mengatakan Apabila pihak yang berhutang lalai maka sejak saat kelahirannya itu resiko atas barang yang dibebankan kepadanya meskipun ada kemungkinan ia bebankan untuk mengganti kerugian. Hal ini karena suatu perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu adalah suatu perikatan yang sepihak. 41 A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1985. hal. 49.

Dalam pengertian resiko sebagaimana sudah dikemukakan di atas, disana dikatakan kewajiban untuk menanggung suatu kerugian sebagai akibat suatu peristiwa atau kejadian diluar kesalahan kedua belah pihak, disini yang dimaksudkan adalah overmacht. Ciri-ciri overmacht tersebut antara lain : 1. Tidak dapat diduga sebelumnya 2. Tidak dapat dihindari 3. Tidak dapat diperhitungkan sebelumnya sehingga orang tidak dapat melepaskan diri dari peristiwa. 42 Perlu pula diingat, bahwa overmacht yang dimaksudkan disini adalah overmacht yang absolut, yaitu sama sekali peristiwa itu tidak dapat dihindari lagi sehingga barang yang menjadi obyek dari perjanjian itu menjadi musnah, jadi yang dimaksudkan disini bukan overmacht yang relatif, karena overmacht yang relatif itu tidak mengakibatkan barang yang menjadi objek perjanjian musnah, melainkan karena sesuatu hal maka barang itu tidak dapat dibawa, misalnya karena ada peperangan dan setelah perang tersebut usai barang tersebut dapat dibawa, jadi hanya tertentu untuk sementara waktu saja. Selanjutnya dapat pula kita lihat dalam Pasal 1460 KUH Perdata, yang menyatakan Jika barang yang dijualnya berupa suatu barang yang sudah ditentukan maka barang itu sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan pihak penjual berhak 42 Ibid, hal. 50.

menuntut harganya. Dan sebaliknya Pasal 1545 KUH Perdata mengatakan Jika suatu barang tertentu yang telah diperjanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikannya dalam tukar-menukar itu. Kalau kita lihat kedua pasal tersebut, maka satu sama lain adalah berbeda atau dapat pula kita katakan kedua pasal tersebut adalah bertentangan. Pasal 1460 KUH Perdata meletakkan resiko pada pundaknya pihak pembeli sedangkan Pasal 1545 KUH Perdata meletakkkan resiko pada pundak masing-masing yang dipertukarkan. Pemilik adalah debitur terhadap barang yang dipertukarkan dan musnah sebelum diserahkan. Melihat peraturan tentang resiko yang saling bertentangan ini, kita lalu bertanya manakah yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam perjanjian timbal balik pada umumnya dan manakah yang merupakan pengecualian, terutama dalam hal perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua? Dalam hal ini harus dijawab, apa yang ditentukan untuk perjanjian tukar-menukar itu harus dipandang sebagai azas yang berlaku pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian timbal balik karena peraturan yang diletakkan dalam Pasal 1545 KUH Perdata itu memang setepatnya dan seadilnya, bahwa resiko mengenai suatu barang itu dipikulkan kepada pemiliknya. Seorang debitur yang baru menyetujui menurut Pasal 1460 KUH

Perdata, dia sudah dibebani dengan resiko mengenai barang itu, ini memang tidak adil oleh karena itu maka Pasal 1460 KUH perdata, banyak para sarjana yang mengajukan keberatan. Dalam hal ini kita misalkan kendaraan roda dua. Kendaraan roda dua diserahkan kepada pihak debitur lalu kendaraan roda dua tersebut sudah menjadi tanggungan pihak debitur adalah suatu yang tidak adil. Kalau demikian, lalu mengapa Pasal 1460 dimasukkan dalam KUH Perdata? Ini kalau kita lihat dari serjarahnya, Pasal 1460 KUH Perdata, sebenarnya dikutip dari Code Civil Perancis, padahal saat berpindahnya hak milik dalam Code Civil Perancis berbeda dengan KUH Perdata. Menurut sistem Code Civil Perancis dalam suatu jual-beli barang tertentu, hak milik berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual-beli, sedangkan menurut sistem KUH Perdata dalam segala macam jual-beli, hak milik itu berpindah kalau barangnya sudah diserahkan kepada pihak pembeli. Kendaraan roda dua adalah contoh suatu barang yang diperjual-belikan. Dalam hal yang demikian ini sebelum barang diserahkan maka resiko masih ada pada pihak kreditur, tetapi setelah barang itu diserahkan kepada debitur, maka saat itu resiko berpindah pada pihak pembelinya. Jadi disini tergantung pada barang dianggap sudah disendirikan (Pasal 1461 KUH Perdata). Perlu pula diketahui, sehubungan dengan Pasal 1460 KUH Perdata sebagaimana sudah kita uraikan di muka, bahwa terdapatnya suatu keadaan yang tidak adil itu, maka sejak saat timbulnya Surat Edaran Mahkamah Agung

No. 3 Tahun 1963, resiko yang diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata itu dianggap tidak berlaku lagi. Dan dalam menghadapi resiko sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata itu, setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut kita melihat secara kasuistis, bahkan kalau perlu kerugian itu dapat dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian maka debitur hanya membayar separuh saja dari harga, dan si krediturpun menerimanya. Jadi masing-masing menderita 50%. Inilah jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung. Dalam hal perjanjian kredit kendaraan roda dua misalnya penyerahan belumlah dilakukan oleh pihak kreditur kepada debitur, tetapi barang kendaraan roda dua yang ingin dibeli oleh pihak debitur akan dikirimkan dan diserahkan kepada pihak debitur, hanya saja belum dibayarkan secara tunai oleh debitur. Dan ketika barang yang akan diserahkan tersebut kepada pihak debitur, di dalam perjalanan terjadi kecelakaan sehingga kendaraan tersebut rusak, maka dalam kajian ini kerugian berada pada pihak kreditur bukan pada pihak debitur, sehingga dengan keadan yang demikian pihak debitur berhak menuntut kerugian atas kendaraan yang dibelinya secara kredir tersebut. Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor sebagaimana disebutkan di atas, maka apabila hal tersebut terjadi maka pihak kreditur akan mengganti unit kendaraan bermotor yang dikredit tersebut. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana jika kendaraan

yang menjadi objek perjanjian sewa beli itu adalah kendaraan bekas, sehingga sebelum kendaraan sampai ke tangan pembeli ternyata kendaraan tersebut rusak diakibatkan oleh terjadinya peristiwa tabrakan yang dialaminya oleh kendaraan yang menghantar kendaraan objek perjanjian sewa beli. Maka dalam hal ini pihak kreditur menanggung kerugian yang dialami oleh debitur, dan pihak debitur dapat mengajukan pembatalan perjanjian karena keadaan kendaraan yang disepakatinya tidak layak sebagaimana perjanjian awalnya. C. Penyelesaian Masalah Pada Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Apabila Terjadi Wanprestasi Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor yang biasa terjadi adalah masalah penunggakan pembayaran angsuran oleh penyewa, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyewa tersebut juga memindah tangankan objek perjanjian pada pihak ketiga. Jika penyewa tidak mau membayar angsuran kendaraan bermotor selama dua bulan berturut-turut maka penyewa tersebut sudah dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Perlu dipahami bahwa dalam suatu perjanjian sewa beli dalam bentuk apapun, berarti kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan (prestasi). Namun dalam kenyataan yang ada tidak menutup kemungkinan dapat terjadi bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

Dalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban atau yang telah diperjajikannya, maka dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Dapat pula dikatakan bahwa penyewa lalai atau alfha atau ingkar janji atau bahkan telah melakukan sesuatu hal yang dilarang atau tidak boleh dilakukan. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi b. Tidak tunai memenuhi prestasinya c. Terlambat memenuhi prestasinya d. Keliru memenuhi prestasinya. Dalam perjanjian sewa beli apabila pihak penyewa melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan hukumnya Undang-undang menghendaki penyewa untuk memberikan pernyataan lalai kepada pihak yang menyewakan. Dengan demikian, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang penyewa itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan penyewa bahwa penyewa atau pihak menghendaki pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan.

Singkatnya, hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan peringatan kepada debitur untuk memenuhi prsetasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu. Untuk masalah penyelesaian perselisihan yang terjadi seperti kasus di atas, biasanya pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam praktek yang biasa terjadi pihak yang menyewakan (kreditur) biasanya lebih memilih menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dengan menggunakan cara tersebut dirasa lebih efektif dan tidak terlalu rumit, serta biaya yang dikeluarkanpun lebih murah dibandingkan dengan menggunakan cara gugatan pengadilan.

Namun tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam perjanjian sewa beli ini melalui gugatan pengadilan. Hal itu dilakukan oleh pihak yang menyewakan (kreditur) apabila penyewa sudah benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya, dengan maksud memindah tangankan obyek perjanjian tersebut.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian baku dalam sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian. 2. Bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor adalah tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan, Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat serta Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. 3. Penyelesaian masalah pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pada PT. Federal Internasional Finance biasanya dari pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam prakteknya lebih sering menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dirasa lebih efektif dan tidak rumit. Kecuali apabila pihak penyewa benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya. 75

B. Saran 1. Untuk menjamin kepastian hukum yang bersendikan keadilan dan melindungi konsumen, sudah waktunya dibuat perangkat perundangundangan mengenai perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ini yang dapat digunakan sebagai dasar membuat perjanjian dan penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur. 2. Hendaknya apabila terjadi perselisihan antara pihak kreditur dan debitur dapat dilakukan penyelesaian lewat jalan musyawarah dan mufakat, karena lewat pengadilan akan memakan waktu yang lama serta biaya yang mahal.