BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang merupakan sebuah aturan dari pemerintah yang harus di ikuti oleh siapapun tanpa terkecuali, kebijakan tersebut diberlakukan agar terciptanya suatu peraturan yang dapat membuat masyarakat ikut patuh terhadap kebijakan yang sudah dibuat. Di dalam menyusun perencanaan kota pada umumnya di Indonesia seringkali hanya melihat pada kegiatan kegiatan formal saja. Pengambil kebijakan, dalam hal ini Pemerintah menyusun rencana tata lahan, bangunan dan lingkungan hanya untuk kegiatan formal, seperti kawasan perumahan, perdagangan, industri dan sebagainya. Sehubungan dengan adanya sebuah kebijakan pasti tidak terlepas dari adanya sebuah pro dan kontra yang terjadi, apalagi yang kita ketahui kebijakan pemerintah mengenai para pedagang kaki lima yang semakin lama semakin banyak. Di setiap daerahpun pasti mempunyai persolannya tersendiri terkait para pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima adalah merupakan pihak yang paling merasakan dampak dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama kebijakan tentang ketertiban dan keindahan kota.
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan Belanda pada waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar luas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Keberadaan PKL merupakan suatu realita saat ini, bersamaaan dengan tumbuh dan berkembangnya geliat perekonomian di suatu kota. Hak-hak mereka untuk mendapatkan rejeki yang halal di tengah sulitnya mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapan tentunya tidak bisa dikesampingkan. Kehadiran mereka bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bagi yang sering memanfaatkan jasanya. Namun keberadaan pedagang kaki lima memunculkan permasalahan sosial dan lingkungan berkaitan dengan masalah kebersihan, keindahan dan ketertiban suatu kota. Ruang-ruang publik yang seharusnya merupakan hak bagi masyarakat umum untuk mendapatkan kenyamanan baik untuk berolah raga, jalan kaki maupun berkendara menjadi terganggu. Tidak dapat dipungkiri bila saat ini banyak kualitas ruang kota kita semakin menurun dan masih jauh dari standar
minimum sebuah kota yang nyaman, terutama pada penciptaan maupun pemanfaatan ruang terbuka yang kurang memadai. Memang persoalan kaum pinggiran di berbagai kota menjadi persoalan yang dilematis. Di satu sisi pemerintah kota bertanggungjawab atas warganya dalam persoalan kesejahteraan. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan wajah kota yang indah, bersih, dan tertata sebagai tuntutan ruang kota yang sehat. Dari pilihan antara tata ruang kota dan kesejahteraan warganya tersebut, Pemerintah lebih memilih untuk mengambil sikap yang kedua, yakni pentingnya mengembalikan ketertiban dan keindahan kota. Maka, konsekuensi dari pilihan tersebut adalah dengan menertibkan dan menata p a r a PKL (skripsi Bambang Budiman). Dengan mempertimbangkan bahwa pengembangan sektor informal yang tepat akan menyerap banyak tenaga kerja, disamping dapat menurunkan kualitas lingkungan di suatu wilayah, maka sudah seharusnya Pemerintah memberikan perhatian secara khusus terhadap perkembangan pedagang kaki lima dan memberikan mereka fasilitas yang memadai. Dengan demikian diharapkan pengembangan sektor informal ini akan menjadi salah satu pengaman bagi golongan masyarakat marginal untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan tidak merugikan lingkungan. Problematika PKL ini akan terus menjadi pekerjaan rumah pemerintah dari waktu ke waktu. Pada saat ini kita ketahui bahwa Kota Pekanbaru adalah ibukota Propinsi Riau. Bagi sebagian orang kota ini merupakan salah satu kota masa depan di Pulau Sumatera. Asumsi itu diangkat mengingat letaknya berada dalam sebuah
jalur perdagangan padat di Asia Tenggara. Pekanbaru menjadi magnet yang sangat kuat bagi seluruh penduduk Riau untuk bermigrasi ke kota ini. Sekalipun tata kotanya belum secantik kota-kota lainnya, tata kota Pekanbaru sebenarnya cukup menarik untuk diperhatikan dan dapat menarik banyak wisatawan untuk datang ke Pekanbaru. Perkembangan Kota Pekanbaru sudah sangat pesat yang sudah pasti banyak memberikan dampak yang positif maupun negatif. Salah satu dampak negatifnya yaitu menjamurnya masyarakat yang memilki pekerjaan pada sektor informal, bertambahnya angka pengangguran serta kemiskinan dan juga berubahnya tata ruang kota. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Pekanbaru yaitu pada sektor perdagangan, dan termasuk juga pedagang kaki lima. Ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang tersebar di berbagai wilayah Kota Pekanbaru termasuk salah satunya di Kec. Tampan, disini terdapat banyak sekali para pedagang yang berjualan yang menempati tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah namun ada juga para pedagang yang berjualan tidak sesuai pada tempatnya atau para pedagang yang berjualan ditempat yang bisa menggangu masyarakat ataupun pengguna jalan lainnya seperti di trotoar. Tabel 1.1 Data Pedagang Kaki Lima di Kota Pekanbaru Kecamatan PKL Pasar Kaget Jumlah Payung Sekaki 278 6 titik/323 601 Tampan 624 3 titik/298 922 Lima Puluh 194 2 titik/158 352 Sukajadi 427-427
Marpoyan Damai 104 6 titik/859 963 Senapelan 753-753 Sail 107 1 titik/72 179 Rumbai 99 5 titik/177 276 Rumbai Pesisir 83 1 titik/78 161 Pekanbaru Kota 1057-1057 Tenayan Raya 30 4 titik/529 559 Bukit Raya 281 5 titik/456 737 Total 4037 33 titik/2950 6987 Sumber : Dinas Pasar Kota Pekanbaru Sebenarnya pemerintah bukan melarang adanya para pedagang kaki lima yang ingin berjualan, tetapi pada saat ini banyak para pedagang kaki lima yang tidak mengikuti atau tidak mengindahkan peraturan yang sudah oleh dibuat pemerintah tentang penataan dan pengelolaan para pedagang kaki lima seperti yang telah disebutkan dalam Perda kota pekanbaru No.11 Tahun 2001. seperti pernyataan pemerintah/walikota Pekanbaru berikut:...saya sebenarnya tidak anti pkl, tapi mari kita patuhi peraturan yang ada supaya kota ini rapi dan tertib. Saya tahu kebanyakan pkl itu adalah pendatang dari luar kota, bukan tidak boleh mereka mengais rezeki disini, tapi tolong ikutilah peraturan yang ada dikota ini... Sumber: Riau24.com Pantauan dilapangan, ternyata para PKL yang berada di jalan HR. Soebrantas tersebut bukan pemain lama, alias pendatang baru. Usai libur akhir tahun kemaren banyak dari mereka yang mudik dan tidak semuanya kembali, sehingga para PKLpun semakin banyak yang berjualan sehingga pemerintahpun
harus bergerak cepat untuk mengatasi para PKL tersebut. Akibat semakin banyaknya para PKL maka dampak yang paling signifikan yang dirasakan oleh pedagang kaki lima adalah seringnya pedagang kaki lima menjadi korban penggusuran oleh para Satpol PP serta banyaknya kerugian yang dialami oleh pedagang kaki lima tersebut, baik kerugian materil maupun kerugian non materil. Pada saat beberapa waktu yang lalu sempat terjadi adanya sebuah penggusuran dari pemerintah karena para pedagang menolak untuk dipindahkan ke tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah, mereka harus berhadapan dengan aparat keamanan seperti yang di jalan H.R Soebrantas Km 10. Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) pasar jongkok di jalan HR. Soebrantas Km 10, Pekanbaru yang menolak direlokasi, bentrok dengan ratusan aparat gabungan Satpol PP dan kepolisian, Ahad (2/5) malam tadi... Sumber: Riaupos.com Tabel 1.2 Data Pedagang Kaki Lima Ilegal Kecamatan Kelurahan Lokasi Jumlah PKL Tampan Tuah Karya Jl. Suka Karya 114 Delima Jl. Suka Rajawali + Melati 83 Simpang Baru Jl. Balam Sakti 317 Sidomulyo Barat Jl. Purwodadi 120 Jl. Srikandi 101 Jl. H.R. Soebrantas 87 Sumber : Dinas Pasar Kota Pekanbaru Tabel 1.3 Data Pedagang Kaki Lima Legal Kecamatan Kelurahan Lokasi Jumlah PKL Tampan Simpang Baru Jl. H.R. Soebrantas 100 Sumber : Dinas Pasar Kota Pekanbaru Pada dasarnya para pedagang mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi disisi lain pemerintah mempunyai kewajiban melakukan penertiban untuk memperindah kota agar program yang sudah
dicanangkan oleh pemerintah dapat berjalan dengan seharusnya dan lacar tanpa terganggu oleh pihak-pihak manapun serta dapat bermanfaat juga bagi banyak orang. Keberadaan PKL sebenarnya sangat membantu bagi masyarakat disamping mudah dicapai dan juga memberikan kemudahan mendapatkan barang dengan harga yang terjangkau. Apabila suatu kota termasuk Pekanbaru ingin terbebas dari PKL maka pemerintah seharusnya memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih baik terhadap para PKL serta memberikan alternatif tempat untuk membeli barang dengan harga yang murah. Setelah melihat banyak permasalahan diatas maka kebijakan pemerintahlah yang berperan penting dalam mengatasi ini semua, mengenai kebijakan pemerintah disini maka berarti segala sesuatu hal yang diputuskan oleh pemerintah. Disini dapat dilihat bahwa pemerintah memliki sebuah otoritas untuk membuat sebuah kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam hal ini pemerintah mempunyai kebijakan untuk melarang PKL sesuai dengan dikeluarkannya sebuah Perdah daerah (Peraturan daerah) Kota Pekanbaru No.11 Tahun 2001 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang kaki Lima, beberapa poinnya yaitu: Pasal 1 ayat 4 dan 5 : (4). Pedagang Kaki Lima adalah orang yang melakukan usaha dagang dan atau jasa, ditempat umum baik menggunakan kegiatan usaha dagang. (5). Tempat usaha Pedagang Kaki Lima adalah tempat tertentu yang ditetapkan oleh Walikota. Pasal 2 ayat 1 : (1). Tempat usaha Pedagang Kaki Lima ditetapkan oleh Kepala daerah
Pasal 3 ayat 1 : (1). Setiap Pedagang Kaki Lima harus bertanggungjawab terhadap ketertiban, kerapian, kebersihan, keindahan, kesehatan lingkungan dan keamanan disekitar tempat usaha. Pasal 7 ayat 1 : (1). Untuk kepentingan pembangunan usaha dan peningkatan kesejahteraan Pedagang Kaki Lima Walikota berkewajiban memberikan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan. Seperti yang disebutkan didalam pasal 2 ayat 2 bahwa didalam penataan dan pembinaan pedagang kaki lima ditentukan oleh kepala daerah yaitu walikota, namu pemerintah juga sudah menyiapkan lahan yang ada di jalan purwodadi panam dan dibelakang MTC Giant, tetapi pemerintah kota Pekanbaru juga menawarkan sejumlah pengusaha atau pihak swasta untuk mengelola para pedagang kaki lima karena selama ini pihaknya kesulitan mengatasi karena sering bentrok dengan Satpol PP bila ada penertiban. Seperti yang dikutip berikut ini:...bila ada pihak lain yang berminat dan sesuai dengan visi dan misi Kota Pekanbaru, maka dipersilahkan untuk melakukan audiensi kepada publik. Tetapi diharuskan membuat proposal kemudian dikaji... Sumber: Riau24.com Sebagai bahan perbandingan ataupun pendekatan lain dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) yaitu didaerah kota Solo. Kota Solo membuat suatu upaya berupa bantuan fasilitas pedagang kaki lima, modal usaha pemindahan dan pengangkutan saat relokasi. Perizinan usaha bagi pedagang kaki lima juga diberikan gratis selain itu dilakukan itu promosi lokasi pedagang kaki lima
melalui berbagai media. Dasar hukum yang dipegang oleh pemerintah solo mengenai pedagang kaki lima yaitu Peraturan Daerah No.3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima, Peraturan Walikota No.17-B Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No.3 Tahun 2008 dan, Peraturan Daerah No.9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah. Dari perbandingan diatas dapat kita lihat bahwa ada terdapat perbedaan bagaimana cara pemerintah mengelola pedagang kaki lima yang berada di Kota Solo dengan para pedagang kaki lima yang berada di Kota Pekanbaru, seharusnya pemerintah Kota Pekanbaru bisa mencontoh sedikit bagaimana perlakuan pemerintah Kota Solo dalam mengelola para pedagang kaki lima. Namun diharapkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak banyak merugikan para pedagang dan juga bisa saling menguntungkan satu sama lainnya, dan juga pemerintah harus serius mengelola para pedagang supaya para pedagang tetap bisa menjalani kegiatan jual-belinya untuk dapat mencari nafkah dan juga pemerintahpun dapat menjalankan kembali visi dan misinya. Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kec. Tampan Kota Pekanbaru. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, yaitu Bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kec. Tampan Kota Pekanbaru?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahn yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Menganalisis Bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kec. Tampan Kota Pekanbaru? 2. Menganalisis Bagaimana Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Mengelola Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kec. Tampan Kota Pekanbaru? 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Untuk penulis/diri sendiri Untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan. 2. Tempat dimana penelitian Menjadi bahan masukan bagi para pegawai untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik lagi serta sebagai informasi bagi instansi terkait. 3. Untuk referensi pustaka/penelitian Sebagai referensi pustaka dan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini berisikan bab demi bab dalam laporan penelitian yang terdiri dari :
BAB I Pendahuluan Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, variabel penelitian dan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Bab ini berisikan tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, serta metode analisis. BAB IV Gambaran Umum Objek Penelitian Bab ini memuat tentang sejarah objek penelitian, aktifitas objek penelitian serta struktur organisasi. BAB V Hasil Penelitian Dan Permbahasan Bab ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian. BAB VI Penutup Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil dan saran yang bermanfaat bagi instansi pemerintahan.