4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan. 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

dokumen-dokumen yang mirip
2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

3 M. Natsir Asnawi, Hukum Acara Perdata: Teori, Praktik. 4 Lihat PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

Oleh Helios Tri Buana

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

3 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

Kata Kunci : Alat Bukti, Sumpah dan Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

Oleh : YUDI PRASETYO

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

ELIZA FITRIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TANGGUNG JAWAB MUTLAK PADA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Maman Surya Masloman 2

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

Transkripsi:

PENERAPAN ASAS PERADILAN SEDERHANA PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MANADO 1 Oleh: Alni Pasere 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan peradilan sederhana dalam perkara perdata dan bagaimana penerapan asas peradilan sederhana di Pengadilan Negeri Manado. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tentang penyelesaian Gugatan Sederhana dalam PERMA No. 2 Tahun 2015 adalah upaya mengintrodusir konsep baru di dalam pelaksanaan asas peradilan sederhana yang mempunyai urgensi baik bagi lembaga peradilan dalam mencegah bertumpuknya berkas-berkas perdata, dan bagi pencari keadilan agar penyelesaian perkara berlangsung cepat. 2. Penerapan penyelesaian Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Manado sudah berjalan, walaupun banyak di kalangan pencari keadilan yang belum mengetahui ketentuan PERMA tersebut. Kata kunci:asas peradilan sederhana, perkara perdata. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 58 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa: Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 3 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut pada dasarnya hanya melengkapi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang merumuskan pada Pasal 1 Angka 1 bahwa, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 4 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, menurut Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, dirumuskan bahwa, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 5 Menurut Munir Fuady, 6 sungguh pun Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 kelihatannya lebih menekankan kepada penyelesaian sengketa alternatif melalui kesepakatan, mediasi, penggunaan tenaga ahli, atau arbitrase, tetapi sebenarnya dimaksudkan dengan alternatif penyelesaian sengketa tersebut termasuk semua jenis penyelesaian sengketa di luar badan pengadilan. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan berbelit-belit, memakan waktu yang lama dan berbiaya mahal. Akibatnya, kepastian hukum bagi pencari keadilan senantiasa terkatungkatung dan tidak menentu, padahal belum tentu dapat memenangkan perkara tersebut. Upaya yang ditempuh dalam mengatasi permasalahan tersebut antara lainnya dengan menerapkan asas peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. 7 Upaya yang lebih konkret terwujud dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yang dirumuskan pada Pasal 1 Angka 1 PERMA No. 2 Tahun 2015, bahwa Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,00.- (dua ratus juta 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Silviana Sambali, SH, MH; Roy Karamoy, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 100711221 3 Lihat UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 58) 4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Pasal 1 Angka 1). 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Pasal 1 Angka 10). 6 Munir Fuady, Arbitrase Nasional. Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 4-5 7 Lihat UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 2 ayat (4) 93

rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. 8 Fakta yang sering terjadi dalam masyarakat bahwa suatu hutang piutang bernilai Rp. 50.000.000,00.- (lima puluh juta rupiah) sampai diajukan ke pengadilan, namun proses dan prosedurnya lambat dan berbelit-belit, hanya mengakibatkan ketidakpastian hukum serta melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Berlakunya PERMA No. 2 Tahun 2015 tersebut menjadi langkah penting dalam mengatasi kelambatan proses penyelesaian perkara di pengadilan sekaligus sebagai penerapan asas peradilan sederhana. Selain itu, kehadiran PERMA tersebut juga dapat mengatasi penumpukan berkas-berkas perkara di pengadilan yang selama ini menjadi kendala dalam penyelesaian perkara. PERMA ini hanya membatasi nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) yang dalam ketentuan pembuktiannya, diatur pada Pasal 18 ayat (1) bahwa Gugatan yang diakui dan/tidak dibantah, tidak perlu dilakukan pembuktian. 9 Padahal, berdasarkan ketentuan Hukum Acara Perdata, pembuktian merupakan hal yang penting dan mendasar yang akan terjadi saling bantah-membantah di antara para pihak yang berperkara. Penerapan Gugatan Sederhana tersebut tentunya mengusung unsur-unsur dan aspekaspek kesederhaaan, khususnya dalam prosedural beracara. Melalui kesederhanaan prosedural tersebut, maka hambatanhambatan dalam penerapannya akan dapat teratasi, oleh karena kedudukan PERMA merupakan produk hukum Mahkamah Agung yang legal. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan peradilan sederhana dalam perkara perdata? 2. Bagaimana penerapan asas peradilan sederhana di Pengadilan Negeri Manado? C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 10 menjelaskan pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. PEMBAHASAN A. Pengaturan Peradilan Sederhana Dalam Perkara Perdata Peradilan sederhana adalah salah satu asas atau prinsip di dalam sistem peradilan di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 2 ayat (4), menyatakan bahwa Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Penjelasan atas Pasal 2 tersebut menjelaskan bahwa, yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif. Menurut Sudikno Mertokusumo, 11 dalam Hukum Acara Perdata dikenal beberapa asas, ialah: a. Hakim bersifat menunggu; b. Hakim pasif; c. Sifat terbukanya persidangan; d. Mendengar kedua belah pihak; e. Putusan harus disertai alasan-alasan; f. Beracara dikenakan biaya; g. Tidak ada keharusan mewakilkan. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dijelaskan oleh Sudikno Mertokusumo, 12 bahwa yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Kata cepat menunjuk pada jalannya peradilan. Terlalu banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang saja, tetapi juga penyelesaian berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaanya. Ditentukan biaya ringan, agar terpikul oleh rakyat. Biaya perkara yang tinggi kebanyakan menyebabkan pihak yang berkepentingan 8 Lihat PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Pasal 1 Angka 1) 9 Lihat PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Pasal 18 ayat (1) 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 24 11 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2002, hal. 9-15 12 Sudikno Mertokusumo, Op Cit, hal. 24 94

enggan untuk mengajukan tuntutan hak ke pengadilan. Pengaturan asas peradilan sederhana dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kemudian diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 2015 serta disahkan pada tanggal ditetapkan. Asas sederhana, dalam konteks PERMA No. 2 Tahun 2015 berkisar dan berintikan pada gugatannya, yakni gugatan sederhana itu sendiri. Merujuk pada ketentuan Hukum Acara Perdata, gugatan sederhana tidak secara jelas diatur, oleh karena gugatan yang dimaksudkan ialah gugatan yang berlaku terhadap perkara apapun tanpa dibedakan secara klasifikasinya. Achmad Fauzan dan Suhartanto, menerangkan bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara menyusun atau membuat gugatan yang baik, akan tetapi, dengan memperhatikan ketentuan hukum acara perdata, baik yang diatur dalam HIR/RBg, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) maupun dalam putusan-putusan Mahkamah Agung (Yurisprudensi), ditambah dengan pengalaman praktik, maka setidak-tidaknya akan dapat menghindari kelemahan formal dari gugatan. 13 Pengaturan tentang gugatan sederhana menurut penulis merupakan konkretisasi dari asas peradilan sederhana. Suatu asas, pada umumnya bersifat abstrak. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudikno Mertokusumo yang menyimpulkan bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundangundangan dan putusan hakim. 14 Asas peradilan sederhana dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, berarti menjadi dasar hukum atau sumber hukum pengaturannya dalam ketentuan peraturan perundang- 13 Achmad Fauzan dan Suhartanto, Op Cit, hal. 78 14 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum. Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hal. 34 undangan. Pengaturan lainnya ialah di dalam PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yang penyusun PERMA tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa bahan pertimbangan (konsiderans), sebagai berikut: a. Bahwa penyelenggaraan peradilan dilaksanakan dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan untuk membuka akses yang luas bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan; b. Bahwa perkembangan hubungan hukum di bidang ekonomi dan keperdataan lainnya di masyarakat membutuhkan prosedur penyelesaian sengketa yang lebih sederhana, cepat dan biaya ringan, terutama di dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana; c. Bahwa penyelesaian perkara perdata sebagaimana diatur dalam Reglemen Indonesia Yang Diperbarui (HIR), Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg), Staatsblad Nomor 227 Tahun 1927 dan peraturan lain mengenai hukum acara perdata, dilakukan dengan pemeriksaan tanpa membedakan lebih lanjut objek dan gugatan sederhana tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengamanatkan reformasi sistem hukum perdata yang mudah dan cepat untuk mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi melalui penyelesaian sengketa secara cepat (small claim court); e. Bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum; f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c, d, dan e perlu menetapkan peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. 95

PERMA No. 2 Tahun 2015 pada Pasal 1 Angka 1 merumuskan bahwa Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,00.- (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. 15 Berdasarkan pengertian tersebut, dalam penyelesaian Gugatan Sederhana dibatas maksimum nilai gugatan sampai sebesar Rp. 200 juta, yang juga ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 3 ayat-ayatnya dari PERMA No. 2 Tahun 2015, yang menyatakan bahwa: (1) Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah: a. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau b. Sengketa hak atas tanah. Pengaturan tentang gugatan Sederhana lebih tertuju pada penyelesaian perkara oleh karena cidera janji/atau perbuatan melawan hukum (onrechtsmatige daad). Hubungan hukum di antara para pihak sebagai bagian dari hukum perjanjian ditentukan oleh Pasal 1234 KUH. Perdata, bahwa Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, serta berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. 16 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Prestasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu memberikan sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. 17 B. Penerapan Asas Peradilan Sederhana di Pengadilan Negeri Manado. Kedudukan Pengadilan Negeri Manado adalah bagian dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yakni Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang 15 Lihat PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Pasal 1 Angka 1) 16 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op Cit, hal. 323 17 I. Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Op Cit, hal. 18 pada Pasal 4 ayat-ayatnya, berbunyi sebagai berikut: (1) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. (2) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi. 18 Pengadilan Negeri Manado sebagai salah satu Pengadilan yang berada di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diresmikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman pada tanggal 24 Agustus 1976. 19 Kedudukan Pengadilan Negeri Manado sangat penting dan strategis, oleh karena wilayah hukumnya adalah kota terbesar di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus Kota Manado adalah ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Dengan demikian, di Kota Manado selain menjadi tempat Pengadilan Negeri Manado, juga adalah tempat dari Pengadilan Tinggi, yang dari sejarahnya, tidak terpisahkan dari masa kolonial Hindia Belanda dengan nama Landraad yang bangunannya pertama berdiri di Kota Tomohon sekarang, kemudian dipindahkan ke Kota Manado. Pengadilan Negeri Manado dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya, juga telah menerapkan ketentuan PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yang sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan yang mendasar dengan gugatan perdata biasa. Prosedurnya sama dengan hukum acara perdata. Perbedaannya ialah pada syarat-syarat, cara kerja, spesifikasi, dan jenis perkaranya. 20 Penerapan Gugatan Sederhana pada Pengadilan Negeri dimulai ketika PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, diberlakukan. Mekanisme Gugatan Sederhana pada Pengadilan Negeri Manado, adalah bagian dari reformasi hukum 18 Lihat UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU. No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Pasal 4) 19 Sumber : Humas Pengadilan Negeri Manado, wawancara tanggal 16 Juni 2017. 20 Sumber : Humas Pengadilan Negeri Manado, wawancara tanggal 16 Juni 2017. 96

dalam mempercepat proses penyelesaian perkara atau sengketa bisnis, dengan: 1. Mengisi formulir pendaftaran; 2. Panitera menilai formulir gugatan; 3. Jika termasuk, perkara termasuk gugatan sederhana; 4. Penggugat membayar panjar (biaya perkara): (dalam satu hari kerja). 5. Menunggu panggilan; (maksimal dua hari kerja); 6. Sidang; 7. Putusan; (maksimal 25 hari kerja) 8. Keberatan atas hasil putusan; 9. Pemberitahuan sidang lanjutan (dalam tiga hari kerja) 10. Sidang lanjutan; 11. Putusan (maksimal tujuh hari kerja); 12. Menerima putusan; dan 13. Pelaksanaan putusan. 21 Menurut penulis, mekanisme gugatan sederhana yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Manado tersebut, adalah tahapan dari penyelesaian gugatan sederhana yang bersumber dari ketentuan PERMA No. 2 Tahun 2015, yang dalam Pasal 5 ayat (2), meliputi: a. Pendaftaran; b. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana; c. Penetapan Hakim dan penunjukkan Panitera Pengganti; d. Pemeriksaan pendahuluan; e. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak; f. Pemeriksaan sidang dan perdamaian; g. Pembuktian; dan h. Putusan. Data pada Pengadilan Negeri Manado menunjukkan bahwa masih banyak warga masyarakat, khususnya para pencari keadilan di dalam perkara-perkara perdata, belum mengetahui keberadaan ketentuan PERMA No. 2 Tahun 2015, sehingga mendaftarkan perkara atau gugatannya sebagai perkara biasa (konvensional). Keterbatasan pemahaman masyarakat tersebut, seharusnya tidak hanya menjadi beban Pengadilan Negeri Manado memberikan penjelasannya, melainkan juga 21 Sumber : Humas Pengadilan Negeri Manado, wawancara tanggal 16 Juni 2017. para Penasihat Hukum (Advokat), secara aktif memberikan penjelasan tentang mekanisme gugatan sederhana. Dengan banyaknya perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Manado, tentunya akan menambah kesibukan jika harus aktif memberikan penjelasan kepada para pencari keadilan, namun Kepaniteraan di Pengadilan Negeri Manado, juga turut menjelaskan bahwa perkara atau gugatan yang disampaikan dan/atau didaftarkan adalah termasuk ke dalam lingkup gugatan sederhana, misalnya nilai gugatan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi di bawah Rp. 200 juta. Pemeriksaan dan pendaftaran di Kepaniteraan, akan memilah-milah mana yang termasuk ke dalam gugatan sederhana dan mana yang bukan. Gugatan sederhana menjadi bagian penting dalam kaitan bisnis, agar dalam menjalankan kegiatan usaha atau bisnis lebih dipermudah, disederhanakan, termasuk dalam biayanya yang lebih murah, oleh karena di Indonesia, rata-rata penyelesaian sengketa bisnis menghabiskan waktu 460 hari dengan biaya lebih dari 118 persen dari gugatan. Kondisi semacam itu, hanya membuang waktu. 22 Data dari Pengadilan Negeri Manado tersebut dibandingkan dengan data yang dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, 23 yang menemukan lambannya penyelesaian perkara mulai dari tingkat pertama sampai kasasi, ialah: - Di Amerika Serikat, 5-10 tahun; - Di Jepang, 5-12 tahun; - Di Korea Selatan, 5-7 tahun; - Di Indonesia, rata-rata 5-12 tahun. Data yang disampaikan oleh M. Yahya Harahap tersebut merupakan penyelesaian perkara perdata secara konvensional, dalam arti kata, bukan penyelesaian perkara perdata secara gugatan sederhana. Kehadiran PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Dapat dibayangkan lamanya waktu penyelesaian perkara perdata secara konvensional, yang jika mengikuti data M. Yahya Harahap, berkisar sampai dengan 12 tahun lamanya, adalah suatu hal yang sangat merugikan dari aspek waktu, biaya maupun kepentingan bisnis. 22 Sumber: Humas Pengadilan Negeri Manado, wawancara tanggal 16 Juni 2017. 23 M. Yahya Harahap, Op Cit, hal. 233 97

Urgensi gugatan sederhana yang mencapai perdamaian bagi para pihak yang bersengketa, memungkinkan tercapainya perdamaian sebelum jangka waktu 25 hari sebagai tenggat PERMA No. 2 Tahun 2015. Perdamaian dapat dicapai baik di dalam maupun di luar Pengadilan, apalagi upaya hukum banding, kasasi maupun Peninjauan Kembali tertutup oleh PERMA No. 2 Tahun 2015. Di sisi lain, bagi Pengadilan Negeri, tercapainya perdamaian, akan dapat menghindari bertumpuknya berkas-berkas perkara di Pengadilan. Dengan dicapainya perdamaian, maka esensi PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana menunjukkan kesamaan dengan esensi dari PERMA No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Zainal Asikin, 24 menerangkan bahwa pada PERMA No. 01 Tahun 2008, upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan bisa dilakukan dengan membuat perjanjian di bawah tangan atau membuat akta perdamaian melalui notaris untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna. Bagian penting dari penetapan PERMA No. 2 Tahun 2015 di Pengadilan Negeri Manado, ialah perihal mekanisme atau cara kerja sebagai berikut: - Penggugat/tergugat tidak perlu membuat surat gugatan/jawaban dan dapat menggunakan formulir di Pengadilan Negeri. - Penggugat/tergugat tidak perlu memikirkan aspek hukum, hanya perlu menyajikan fakta dan bukti. - Persiapan dan persidangan dipimpin Hakim Tunggal. - Paling lambat 25 (dua puluh lima) hari sejak sidang pertama, putusan sudah diberikan. - Pihak yang tidak puas dengan Putusan Hakim Tunggal dapat mengajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pemeriksaan keberatan dilakukan Hakim Majelis 7 hari sejak Majelis ditetapkan. - Putusan yang diberikan Majelis mengenai keberatan adalah final dan mengikat. 25 Penetapan PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana tersebut, juga merujuk pada ketentuan PERMA No. 2 Tahun 2015, yang pada Pasal 31 ayat-ayatnya, menyatakan sebagai berikut: (1) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang tidak diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (1), maka putusan berkekuatan hukum tetap. (2) Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan secara sukarela. (3) Dalam hal ketentuan pada ayat (2) tidak dipatuhi, maka putusan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. 26 Putusan Hakim dapat berupa Putusan Comdemnatoir, yakni suatu putusan yang memuat amar menghukum salah satu pihak yang berperkara, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari amar deklaratif atau konstitutif. Dapat dikatakan amar Kondemnator adalah asesor dengan amar deklaratif atau konstitutif, karena amar tersebut tidak dapat berdiri sendiri, sebagai contoh pada sengketa mengenai wanprestasi, Amar putusan deklaratif dalam kasus tersebut dapat berdiri sendiri tanpa amar kondemnator. Hakim dapat menjatuhkan putusan menyatakan tergugat wanprestasi. 27 Ruang lingkup PERMA No. 2 Tahun 2015 berada pada sengketa atau perkara cidera janji atau wanprestasi serta perbuatan melawan hukum, mengindikasikan perkara-perkaranya banyak berkaitan dengan hubungan hukum seperti perjanjian pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, dan lain sebagainya. Wanprestasi pada perjanjian pinjam meminjam uang, misalnya antara seorang pengusaha dengan pengusaha lainnya dengan nilai transaksi pinjaman sebesar Rp. 150 juta, dengan pengembalian selama 2 (dua) bulan, namun dalam kenyataannya, pengembalian tersebut tidak ditepati, maka dengan sendirinya timbul wanprestasi atau cidera janji, dan menjadi ranah penyelesaian gugatan sederhana. 24 Zainal Asikin, Op Cit, hal. 182 25 Sumber: Humas Pengadilan Negeri Manado, wawancara tanggal 16 Juni 2017. 26 Lihat PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Pasal 31) 27 M. Yahya Harahap, Op Cit, hal. 877 98

PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengaturan tentang penyelesaian Gugatan Sederhana dalam PERMA No. 2 Tahun 2015 adalah upaya mengintrodusir konsep baru di dalam pelaksanaan asas peradilan sederhana yang mempunyai urgensi baik bagi lembaga peradilan dalam mencegah bertumpuknya berkas-berkas perdata, dan bagi pencari keadilan agar penyelesaian perkara berlangsung cepat. 2. Penerapan penyelesaian Gugatan Sederhana di Pengadilan Negeri Manado sudah berjalan, walaupun banyak di kalangan pencari keadilan yang belum mengetahui ketentuan PERMA tersebut. B. Saran 1. Perlu pengaturan tentang penyelesaian Gugatan Sederhana dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata di Indonesia. Selain itu, keberadaan Penyelesaian Gugatan Sederhana harus pula disertai dengan pengakuan dan pengaturannya dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. 2. Perlu upaya sosialisasi secara intensif tentang berbagai aspek mengenai PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Pelibatan Fakultas Hukum dengan lembaga Peradilan, khususnya Pengadilan Negeri Manado dalam sosialisasinya menjadi bagian yang dapat dijalin bersama. DAFTAR PUSTAKA Buku Ali, Achmad, dan Heryani, Wiwie, Asas-Asas Pembuktian Perdata, Kencana, Jakarta, 2013. Asikin, Zainal, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2016. Asnawi, M. Natsir, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2013., Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press, Yogyakarta, 2014. Fauzan, Achmad, dan Suhartanto, Teknik Menyusun Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri, Yrama Widya, Bandung, 2009. Fuady, Munir, Arbitrase Nasional. Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Halim, A. Ridwan, Hukum Acara Perdata Dalam Tanya-Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005. Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata Dalam Tanya-Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005. Marwan, M, dan Jimmy P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2002., Mengenal Hukum. Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Mustofa, Wildan Suyuthi, Kode Etik Hakim, Kencana, Jakarta, 2013. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Sarwono, Hukum Acara Perdata. Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Setiawan, I Ketut Oka, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016., Hukum Perorangan dan Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016. Soekanto, Soerjono, dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989., Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008., dan Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002. Sutantio, Retnowulan, dan Oeripkartawinata, Iskandar, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1983. Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 99

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. PERMA No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Websites Gugatan Sederhana Diperiksa Hakim Tunggal, Selesai Paling Lama 25 Hari, Dimuat pada: http://kepaniteraan.mahkamahagung.g o.id. Diakses tanggal 30 Mei 2017. Pengertian Sederhana, Dimuat pada: kbbi.web.id. Diakses tanggal 30 Mei 2017. Pengertian dan Penjelasan Tentang Gugatan Perdata, Dimuat pada: http://upipagow.blogspot.co.id/2013/1 1/pengertian-dan-penjelasan-tentanggugatan-perdata. Diakses tanggal 30 Mei 2017 Sumber Lainnya Bahan Kuliah Hukum Perdata Bahan Kuliah Hukum Acara Perdata 100