BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. didirkan sebagai pesantern di pelosok-pelosok negeri. Pesantrenpesantern

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. kepada peserta didik sebagai manusia indonesia yang seutuhnya. Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses pengambilan keputusan lainnya dalam konteks yang berbeda. Pada konteks

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. terhadap segala sesuatu serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi.

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk dapat memelihara kesehatannya sendiri sebagai bentuk rasa

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat belakangan ini telah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah sebuah institusi yang penting bagi anak-anak setiap

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Puslitbang SDA)

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan dengan tulis tangan belum komputerisasi, sehingga kurang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting khususnya di Program Studi Informatika Fakultas Teknik

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. web menjadi makin luas. Situs web tidak lagi menampilkan informasi statis, namun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, banyak sekali bermunculan usaha bisnis waralaba yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditentukan dengan nilai angka kredit yang dimiliki oleh seorang peneliti. Angka

BAB I PENDAHULUAN. terbatas pada pembelajaran akan ilmu komputer atau paling kompleks adalah

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu dapat dilakukan dengan se-efisien mungkin. Sama halnya dengan

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan merupakan wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan tersebut ditetapkan fungsinya menjadi tiga bagian yaitu hutan lindung, hutan produksi dan cagar alam. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. sedangkan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Dan yang terakhir cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alam-nya mempunyai kekhasan tumbuhan dan atau satwa serta ekosistemnya, yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. 1

Luas daratan di Kabupaten Ponorogo 140.883.,03 Ha, sedangkan luas kawasan hutan adalah seluas 47.784,62 Ha atau 33,92 % dari luas daratan. Luas kawasan hutan dimaksud telah ditetapkan fungsinya sebagai hutan lindung seluas 15.895 Ha, hutan produksi seluas 31.671,22 Ha dan cagar alam seluas 218,4 Ha. Dari kawasan hutan tersebut, diantaranya digunakan untuk kepentingan sektor lain sehingga tidak semua kawasan hutan berfungsi secara optimal. Berdasarkan hasil inventarisasi lahan kritis yang dilakukan BRLKT Solo Tahun 1996, luas lahan kritis di Kabupaten Ponorogo meningkat menjadi 40.640 Ha. Terjadinya luas yang cukup mencolok tersebut disebabkan cepatnya pertambahan penduduk yang berusaha sebagai petani lahan kering, tidak ada pilihan kerja lain, pemilikan lahan yang sempit, keterbatasan penguasaan teknologi, kurangnya pengetahuan serta pemahaman terhadap akibat dari adanya lahan kritis. Kondisi lahan kritis tersebut pada umumnya oleh karena sumber daya alam, tanah, air, dan vegetasi yang terbatas potensi dan pemanfaatannya, mayoritas masyarakatnya miskin, sarana prasarana sosial ekonomi yang terbatas, serta kurang berperannya organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam. Sumber daya alam berupa hutan, tanah dan air di wilayah Kabupaten Ponorogo, merupakan salah satu aset Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang sangat potensial menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila dikelola dengan mempertimbangkan kaidah - kaidah konservasi. 2

Upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada lahan kritis bukanlah pekerjaan yang sederhana dan mudah, sehingga diperlukan kemauan dan kemampuan dari berbagai pihak, terlebih masyarakat luas. Rehabilitasi lahan kritis melalui penghijauan menggunakan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas sebagai satuan wilayah pengelolaannya, diarahkan untuk mampu mengurangi laju kerusakan lahan kritis di luar kawasan hutan. Mengingat pentingnya pengelolaan hutan bagi rakyat dan bagi negara agar tidak menjadi sebuah bencana di masa depan tetapi dapat dimanfaatkan potensinya untuk kesejahteraan rakyat semaksimal mungkin dengan seminimum mungkin dampak kerusakan yang ditimbulkannya, serta sebesarbesarnya kemanfaatan bagi pemeliharaan hutan yang baik dan bijaksana maka perlu dibangun sebuah sistem informasi kehutanan yang dapat mewartakan seluruh potensi hutan, kondisi hutan dan manfaat serta layanan yang dapat digunakan oleh masyarakat luas khususnya masyarakat Ponorogo. Karena itu, penelitian skripsi ini berusaha membangun sebuah sistem informasi kehutanan yang diharapkan dapat bermanfaat dan juga sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian skripsi diberi judul MEMBANGUN SISTEM INFORMASI KEHUTANAN DAN ANALISIS GRAFIK BERBASIS WEB DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGAMAN PHP DAN BASISDATA MYSQL. B. Rumusan Masalah Berdasarkan tinjauan latar belakang diatas, dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah sebagai berikut : 3

Bagaimana membangun sistem informasi kehutanan yang dapat menyajikan informasi kondisi dan potensi hutan serta analisisnya dalam bentuk grafik untuk wilayah hutan kabupaten ponorogo? C. Batasan Masalah Beberapa batasan dibuat untuk membatasi domain penelitian dan perancangan sistem dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Sistem dibangun dalam bentuk client-server. 2. Metode pengembangan perangkat lunak yang dipilih adalah metode waterfall. 3. Arsitektur yang digunakan dalam membangun sistem adalah arsitektur MVC (model, view, controller). 4. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membangun sistem di sisi server adalah PHP. 5. Server web yang digunakan adalah server web apache yang terintegrasi XAMPP. 6. Server basisdata yang digunakan adalah server MYSQL. D. Tujuan Perancangan Tujuan perancangan sistem informasi kehutanan ini adalah untuk membuat sebuah sistem informasi yang menyajikan data kondisi dan potensi hutan di wilayah ponorogo beserta analisis grafiknya serta menyajikan layanan-layanan administrasi kehutanan bagi masyarakat. E. Manfaat Perancangan Perancangan sistem ini diharapkan memberi manfaat bagi kalangan akademisi dan mahasiswa untuk dijadikan sebagai referensi tambahan dalam 4

mengembangkan sistem informasi kehutanan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat ponorogo secara umum. F. Metode Perancangan Sesuai dengan batasan pengembangan bahwa pengembangan dilakukan dengan memanfaatkan metode pengembangan perangkat lunak waterfall maka metode pengembangan secara keseluruhan adalah berintikan metode. Langkah-langkah itu dibuat sebagai berikut : 1. Studi Pustaka Studi pustaka dimaksudkan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan wilayah hutan ponorogo sebagai bahan untuk memahami konsep sistem informasi kehutanan dan memahami proses bisnis yang berjalan di dalamnya guna usaha perumusan pengembangan sistem. 2. Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan adalah analisis yang berusaha untuk mengumpulkan semua kebutuhan yang diperlukan agar sebuah sistem terbangun dengan minimal, yaitu minimal dapat berjalan dengan baik sebagaimana tujuan pengembangan yaitu membangun sebuah sistem informasi kehutanan. 3. Perancangan Sistem Perancangan sistem adalah tahapan dimana semua rancangan pengembangan atau skema-skema pengembangan dibangun yaitu minimal terdapat sebuah rancangan basis data, rancangan diagram aliran data dan rancangan antarmuka. 4. Implementasi Sistem 5

Implementasi adalah penerapan seluruh rancangan pengembangan dengan mengurai satu persatu rancangan menjadi naskah-naskah kode yang siap jalan sehingga sebuah sistem informasi yang berjalan dengan baik. 5. Pengujian Sistem Pengujian sistem dilakukan dengan menjalankan sistem dan menguji coba setiap komponen yang ada dalam sistem, apakah telah sesuai dengan spesifikasi kebutuhan dan apakah komponen itu berjalan dengan baik. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam bab per bab disusun sebagai berikut : BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan penjelasan latar belakang yang menceritakan tentang kondisi hutan di wilayah ponorogo dan kaitannya dengan teknologi informasi serta jalan terbentuknya rumusan dasar masalah untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai bagian terintegrasi dari solusi dalam mengelola hutan. BAB 2 : LANDASAN TEORI Landasan teori pada bab ini dimaksudkan untuk menampilkan beberapa pendapat dari berbagai orang tentang sistem informasi kehutanan dan juga tentang teori berbagai perangkat yang digunakan untuk membangun sistem. BAB 3 : METODE PERANCANGAN Metode perancangan pada bab ini menjelaskan secara garis besar metode perancangan yang digunakan sekaligus juga menguraikan 6

secara rinci bagaimana metode itu digunakan untuk membangun sistem. BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini adalah implementasi bab sebelumnya dimana semua naskah rancangan diterjemahkan menjadi sekumpulan naskah kode yang membangun dan menjalankan sistem. BAB 5 : PENUTUP Bab penutup adalah bab tentang berbagai kesimpulan yang dapat ditarik dari jalannya pengembangan sistem serta berbagai saran yang dapat diberikan guna mendukung sistem di masa depan. 7