Sri Sutarwati 1), Surhanudin 2) Program Studi D3 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

JURNAL ILMIAH. TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi INTISARI...

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rahimudin STTKD Yogyakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

PERBEDAAN JUMLAH BAGASI TERTUKAR DENGAN BAGASI RUSAK DI UNIT LOST AND FOUND PT GAPURA ANGKASA BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

Kata Kunci: penanganan bagasi, kepuasan penumpang eksekutif, maskapai Garuda Indonesia, regresi linear sederhana

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat dengan banyaknya permintaan penumpang untuk melakukan. suatu perjalanan dengan tujuan bisnis maupun berlibur.

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat dan bervariasi. Hal tersebut nyata dirasakan. dalam dunia penerbangan, baik penerbangan domestik maupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN DOMESTIK PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nur Makkie Perdana Kusuma 1), Annisa Nurul Sucianingsih Palisoa 2) Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. urutan ke-12 di dunia pada tahun 2014 menurut Airport Council International

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

ANALISIS DESKRIPSI MENGENAI KENDALA PELAYANAN DI BOARDING GATE PT. GAPURA ANGKASA BANDARA AHMAD YANI SEMARANG. Indro Lukito STTKD Yogyakarta ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

Landasan Teori. Service Excellent

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

2015, No Republik Indonesia Nomor 4956); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

Septiyani Putri Astutik 1) STTKD Yogyakarta. Abstrak

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1 BAB I PENDAHULUAN. memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

BAB I PENDAHULUAN. rapi sehingga dapat menunjang kegiatan pariwisawa. Industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. 2

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB, PERUSAHAAN PENERBANGAN, DAN BAGASI. udara untuk mempertanggung jawabkan dan mengganti kerugian kerugian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia dengan jumlah penduduk yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENANGANAN PENUMPANG WCHR (WHEEL CHAIR) DI PT. GAPURA ANGKASA BANDARA SOEKARNO-HATTA CENGKARENG JAKARTA. Vidyana Mandrawaty STTKD Yogyakarta

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN KARGO UDARA DOMESTIK. Oleh : Donald Supit 1

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG DI BAGASI PESAWAT UDARA

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

PERENCANAAN SISTEM PENANGANAN BAGASI PADA TERMINAL 1B DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

mobilitas penduduk, dan pembangunan secara luas 2.

Dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan (sesuai dengan Bagian / Section yang diklaim )

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti,

Tika Furri N.A.S 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan. Abstrak

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN PENGANGKUTAN UDARADI INDONESIA DALAM MENUNJANG PENGIMPLEMENTASIAN WAWASAN NUSANTARA. Sri Sutarwati STTKD Yogyakarta

A. Latar Belakang Masalah

PELAYANAN DAN PENANGANAN PENUMPANG KHUSUS DI RUANG TUNGGU (BOARDING GATE) PT. GAPURA ANGKASA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA CENGKARENG

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. global yang memiliki peran penting dalam pembangunan di berbagai sektor.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tantangan dalam bisnis layanan jasa operasional penerbangan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi sangatlah lengkap, mulai dari transportasi darat, laut hingga

BAB I PENDAHULUAN. transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

USU Law Journal, Vol.4.No.2(Maret 2016)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal

BAB II TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG KONSUMEN DI BAGASI PESAWAT UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT PEMAHAMAN PENUMPANG LCC (LOW COST CARRIER) TERHADAP PENGEMBALIAN UANG (REFUND) DI BANDARA INTERNASIONAL ADI SOETJIPTO YOGYAKARTA

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

ORDONANSI PENGANGKUTAN UDARA (Luchtvervoer-ordonnantie).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

ISSN : 2252-7451 IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA MENGENAI BAGASI HILANG PADA MASKAPAI GARUDA INDONESIA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL ADISUMARMO SOLO Sri Sutarwati 1), Surhanudin 2) 1) Program Studi D3 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta 2) Program Studi D3 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan Yogyakarta Abstrak Pelayanan dalam penerbangan pada umumnya meliputi pelayanan penumpang dan bagasi. Penanganan bagasi merupakan salah satu wujud dari pelayanan yang dilakukan perusahaan penerbangan yang harus ditangani secara baik dengan memperhatikan keamanan, ketepatan, ketelitian, kecepatan dan penanganan keluhan serta pemberian kompensasi apabila ada penumpang yang kehilangan atau mengalami kerusakan bagasi.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mengajukan klaim jika terjadi kehilangan bagasi penumpang dan implementasi pemberian ganti rugi bagasi hilang sesuai PM No 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Pada Maskapai Garuda Indonesia di Bandara Adisumarmo Solo. Responden dalam penelitian ini adalah Petugas Unit Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandar Udara Adisumarmo Solo dan penumpang yang pernah mengalami kehilangan dan kerusakan bagasi pada Maskapai Garuda Indonesia.Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Wawancara dilakukan secara terstruktur kepada Petugas Unit Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandara Adisumarmo Solo dan responden yang pernah mengalami kehilangan bagasi. Disamping itu juga melihat dokumen untuk mencatat data penumpang yang pernah mendapatkan ganti rugi serta besarnya ganti rugi karena kehilangan atau kerusakan bagasi.untuk menganalisis data digunakan metode deskriptif kualitatif dengan metode berpikir deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa klaim atas kehilangan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang ke bagian Lost and Found Baggage dengan mengisi beberapa data: Property Irregularity Report (Surat keterangan tentang kehilangan bagasi), Formulir Klaim, Foto copy KTP atau identitas lainnya yang sah, Tiket atau Boarding Pass, pas masuk pesawat udara dan tiket bagasi,dan Fotocopy buku rekening. PM No 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut khususnya mengenai bagasi hilang ternyata belum diterapkan sepenuhnya. Besaran ganti rugi yang tercantum dalam tiket penumpang Maskapai Garuda Indonesia sebesar Rp 100.000,- untuk bagasi hilang ternyata lebih rendah dari Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang. Klausula yang tercantum dalam beberapa tiket penerbangan Maskapai Garuda tersebut sifatnya merugikan penumpang. Penerapan pemberian ganti rugi kepada penumpang Maskapai Garuda Indonesia masih mengacu pada Ordonansi Pengangkutan Udara (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 100) yang menyatakan bahwa ganti kerugian untuk bagasi yang hilang atau rusak dibatasi hingga jumlah maksimum yang ditetapkan oleh pengangkut. Kata Kunci: Implementasi, PM No 77 Tahun 2011, Garuda Indonesia, Deskriptif Kualitatif Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 1

Pendahuluan Moda transportasi udara dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya maskapai-maskapai penerbangan baru sehingga semakin memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih. Cukup banyak perusahaan-perusahaan penerbangan yang beroperasi di Indonesia, antara lain, Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya, Lion Air, Air Asia dan sebagainya. Maskapai Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai terbesar di Indonesia yang terkenal memberikan pelayanan prima atau full sevice. Pada dunia penerbangan masalah pelayanan merupakan faktor yang sangat penting, artinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar konsumen tidak merasa dikecewakan. Pelayanan yang kurang baik dapat berdampak pada menurunnya jumlah penumpang sehingga dapat berpengaruh pada pendapatan dan kelangsungan perusahaan. Pelayanan dalam penerbangan pada umumnya meliputi pelayanan penumpang dan pelayanan bagasi. Penanganan bagasi merupakan salah satu wujud dari pelayanan yang dilakukan perusahaan penerbangan yang harus ditangani secara baik dengan memperhatikan keamanan, ketepatan, ketelitian, kecepatan dan penanganan keluhan serta pemberian kompensasi apabila ada penumpang yang kehilangan atau mengalami kerusakan bagasi. Beberapa masalah yang sering ditemui dalam sistem pengangkutan udara adalah kerugian yang dialami penumpang, salah satunya kehilangan atau kerusakan bagasi. Seringkali penumpang tidak dapat menemukan bagasinya pada saat tiba di bandara yang dituju. Kehilangan atau kerusakan bagasi sering tidak ditanggapi secara serius dan terkesan lambat penanganannya, bahkan banyak kasus kehilangan bagasi sampai berlarut-larut dan menempuh jalur hukum dan tidak menemukan titik temu antara penumpang yang kehilangan bagasi dengan pihak maskapai penerbangan. Berdasarkan informasi di media sosial banyak sekali terjadi komplain mengenai ganti rugi yang diberikan oleh maskapai terhadap penumpang yang mengalami kehilangan bagasi, khususnya pada Maskapai Lion Air. Peraturan yang mengatur mengenai angkutan udara internasional terdapat dalam Konvensi Warsawa 1929. Sedangkan pengaturan pengangkutan udara nasional diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Selanjutnya secara khusus Pemerintah telah membuat Peraturan tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara yang diatur di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011. Dengan demikan pemberian ganti rugi yang berkaitan dengan bagasi hilang harus berpedoman pada peraturan angkutan udara internasional, undang-undang penerbangan dan peraturan Menteri Perhubungan tersebut. Di dalam prakteknya pemberian ganti kerugian mengenai kehilangan barang, hilang atau rusaknya bagasi sulit terlaksana, banyak konsumen dalam hal ini penumpang yang merasa sangat dirugikan karena hal tersebut [1]. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, makapermasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah cara penumpang mengajukan klaim jika terjadi kehilangan bagasi? (2) Bagaimanaimplementasi pemberian ganti rugi bagasi hilang sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Pada Maskapai Garuda Indonesia? Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbanganbagi perusahaan atau Maskapai Garuda Indonesia dalam pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan khususnya yang berkaitan dengan Ganti Rugi Bagasi Hilang atau Rusak Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Bagi pembaca dapat mengetahui ketentuan hukum yang Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 2

mengatur tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap penumpang jika terjadi kehilangan atau kerusakan bagasi serta implementasinya. Tinjauan Pustaka Berdasarkan informasi di media sosial, hampir setiap hari terjadi kehilangan atau kerusakan bagasi hampir di semua maskapai penerbangan. Penumpang yang mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi harus memperoleh kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan tanggung jawab pihak pengangkut. Penumpang Penumpang adalah setiap orang yang diangkut ataupun yang harus diangkut di dalam pesawat udara ataupun alat pengangkutan lainnya, berdasarkan persetujuan dari perusahaan ataupun badan yang menyelenggarakan angkutan tersebut [2]. Menurut Felix [3], penumpang adalah orang yang menggunakan alat transportasi pesawat udara sebagai alat transportasinya untuk menuju ke tempat tujuan yang disertai dengan dokumen perjalanan seperti tiket, passport,visa dan KTP. Bagasi Bagasi adalah barang yang dibawa oleh penumpang di dalam penerbangan atau merupakan prioritas awal keberangkatan setelah penumpang, dimana barang-barang yang diangkut merupakan barangbarang kepunyaan penumpang pesawat itu sendiri yang isinya dapat berupa barang keperluan sehari-hari yang diperlukan penumpang selama perjalanan. Secara luas arti bagasi penumpang adalah barang bawaan yang berupa barang pribadi (personal effect) yang sudah melalui prosedur pihak perusahaan penerbangan dan diperbolehkan untuk di bawa baik melalui bagasi maupun yang di bawa ke kabin pesawat sesuai dengan tujuan penumpang tersebut. Bagasi dibedakan menjadi dua yaitu bagasi tercatat dan bagasi kabin. Menurut pasal 1 Undangundang Penerbangan yang dimaksud bagasi tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. Sedangkan bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri. Berdasarkan klasifikasi di atas, maka bagasi dibedakan menjadi: 1. Checked baggage adalah bagasi yang terdaftar dan diangkut di dalam pesawat yang biasa disebut bagasi dan diletakkan pada baggage compartment. Bagasi penumpang akan mendapatkan label (claim tag) tandanya bagasi ini telah terdaftar. Claim tag adalah bukti kepemilikan bagasi, dan apabila penumpang mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi maka claim tag ini akan diserahkan ke bagian lost and found yang akan bekerja melacak bagasi tersebut karena itu merupakan tanggung jawab perusahaan. 2. Unchecked baggage adalah bagasi yang tidak tercatat. Bagasi tidak tercatat atau bagasi kabin biasanya dibawa sendiri oleh penumpang berdasar prosedur yang berlaku.unchecked bagage harus diletakkan di dalam rak khusus barang yang tersedia, biasanya di bagian atas yang disebut cabin compartment. Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 3

Unit Lost and Found Divisi Lost and Found adalah bagian yang menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan bagasi penumpang mulai dari kedatangan, keterlambatan kedatangan, penemuan kehilangan, kerusakan bagasi, dan susut berat bagasinya. Permasalahan yang sering terjadi pada divisi Lost and Found dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Missing baggage atau bagasi hilang dengan kode AHL (advice if handling) atau BAH (baggage advice handling) 2. Damage baggage atau bagasi rusak dengan code DPR (Damage) 3. Delayed baggage atau keterlambatan bagasi Di dalam divisi Lost and Found terdapat bagian-bagian atau staff yang bekerja menangani bagasi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Lost and Found Baggage Monitoring Bagian ini bertugas mengawasi bagasi yang akan diambil oleh penumpang di conveyort belt kedatangan. 2. Lost and Found Conveyort Belt Bagian ini bertugas mengawasi dan mengecek secara tuntas penumpang pada saat mengambil bagasi di conveyort belt untuk mencegah tertukarnya bagasi antar penumpang. 3. Lost and Found Storage Bagian yang bertugas melanjutkan tugas dari Lost and Found Coveyort Belt untuk mencatat secara manual maupun system Rush Tag, bagasi tertinggal dan mengatur keluar masuknya bagasi yang diambil penumpang. 4. Lost and Found Counter Bagian ini bertugas menangani penumpang yang memilki masalah dengan bagasi seperti bagasi rusak, bagasi hilang, bagasi tertinggal, pemberian dispensasi bagi penyampaian bagasi yang tertinggal bagi penumpang yang telah mengalami kendala-kendala penanganan bagasi. 5. Lost and Found komunikasi Bagian yang bertugas melanjutkan tugas dari Lost and Found Counter untuk menangani bagasi yang telah dilaporkan kepada petugas Lost and FoundCounter yaitu: a. Melaksanakan baggage tracking dengan cara mengirim berita dengan telex ke station yang diperkirakan sebagai tempat bagasi yang bersangkutan berada atau tertinggal dari keberangkatan dan tempat tujuan kedua dari rute tersebut. b. Memberi informasi dan penyampaian barang kepada penumpang tentang keberadaan bagasi apabila bagasi tersebut telah ditemukan dan deketahui keberadaannya serta menyampaikan bagasi tersebut dalam kesempatan pertama. Kehilangan Bagasi Bagasi Hilang Kehilangan bagasi merupakan penyimpangan yang terjadi di berbagai perusahaan penerbangan termasuk di Maskapai Garuda Indonesia. Penyebab kehilangan bagasi ada beberapa faktor, antara lain: 1. Adanya kesalahan pemasangan label 2. Penumpang yang batal berangkat sedangkan bagasi belum dikembalikan 3. Bagasi tidak diambil oleh pemilikinya 4. Bagasi tertukar antar penumpang 5. Bagasi yang ditemukan dalam kondisi tanpa label Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 4

6. Bagasi over carried Adapun tindakan-tindakan atau proses yang dilakukan petugas Lost and Found apabila menemui kasus kehilangan bagasi sesuai dengan Standard Operational Unit Lost and Found adalah: 1. Meminta maaf kepada penumpang atas kehilangan bagasi tersebut serta memproses secepatnya agar bagasi tersebut dapat ditemukan. 2. Mulai melakukan pencarian bagasi di sekitar baggage hall, baggage storing area, baggage convenying device, melaksanakan baggage tracing ke stasiun awal dan stasiun tujuan ke dua, selanjutnya dapat memproses prosedur ganti rugi antara lain dengan meminta claim tag dan passenger ticket. 3. Membuat property irregularity report yang harus ditandatangani oleh penumpang yang bersangkutan apabila bagasi tersebut tidak juga ditemukan, mengisi dengan lengkap data alamat, nomor telepon penumpang sebagai local contact, dan menyimpan original PIR (Property Irregularity Report) dan baggage claim tag milik penumpang tersebut. 4. Mengirim tracing telex/ message ke stasiun awal/asal dan enroute stasiun. 5. Memonitor bagasi yang hilang dan mengubungi penumpang melalui telepon untuk menginformasikannya. 6. Memberitahukan kepada penumpang apabila bagasinya telah ditemukan melalui telepon dan message serta menyampaikan bagasi tersebut kepada penumpang yang bersangkutan pada kesempatan pertama. 7. Memberikan ganti rugi apabila barang tersebut tidak ditemukan sesuai dengan standar operasi dan negosiasi yang berlaku. Peraturan Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Mengenai Bagasi Hilang Menurut Peter Salim [4] pengertian tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu dalam arti accountability, responsibility, dan liability. Tanggung jawab dalam arti accountability biasanya berkaitan dengan keuangan atau pembukuan.sedangkan tanggung jawab dalam arti responsibility dapat diartikan ikut memikul beban akibat suatu perbuatan. Selanjutnya tanggung jawab (liability) dapat diartikan sebagai kewajiban untuk membayar uang atau melaksanakan jasa lain, kewajiban yang pada akhirnya harus dilaksanakan (Henry Campbell Black dalam Donalt Supit [5]). Salah satu kewajiban perusahaan penerbangan atau maskapai adalah kewajiban untuk memberikan ganti rugi (liability) terhadap penumpang yang mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi sehingga pengertian tanggung jawab disini diartikan maskapai penerbangan wajib membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan apabila ingkar janji, maskapai dapat digugat di pengadilan [5]. Pada dunia penerbangan internasional di atur juga tentang ketentuan tanggungjawab maskapai penerbangan.convention for Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air yang dikenal dengan Konvensi Warsawa 1929 dan pada Tahun 1955 konvensi ini telah ditambah dengan Protocol The Hangue, namun masih banyak kekurangan dalam konvensi ini seperti jumlah penggantian nilai yang terlalu kecil dan merugikan penumpang [9]. Pasal 25 Ordonansi Pengangkutan Udara Staatsblaad 1939 Nomor 100 menyebutkan: Pengangkutan udara bertanggung jawab atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari kehancuran, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang, bila kejadian itu terjadi selama pengangkutan udara sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam pengangkutan udara nasional maupun internasional. Berkenaan dengan ketentuan yang diatur dalam ordonansi tersebut, Abdulkadir [6] mengemukakan, apabila pengangkut udara dapat membuktikan bahwa pengangkut dan semua orang Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 5

yang dipekerjakan olehnya sehubungan dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian atau bahwa tak mungkin bagi pengangkut untuk mengambil tindakan-tindakan tersebut maka pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian. Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga ditentukan bahwa bagasi tercatat yang diangkut berdasarkan perjanjian ini hanya akan diserahkan kepada penumpang jika carik bagasinya dikembalikan kepada pengangkut. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul pada penumpang dan bagasi dengan mengingat syarat-syarat dan batas yang ditentukan oleh Ordonansi Pengangkutan Udara (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 100) dan syarat-syarat umum pengangkutan dari pengangkut. Jika penumpang pada saat penerimaan bagasi tidak mengajukan protes, dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik. Semua tuntutan ganti kerugian harus dapat dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. Ganti kerugian untuk bagasi yang hilang atau rusak dibatasi hingga jumlah maksimum yang ditetapkan oleh pengangkut [7]. DalamUndang-UndangNomor 1 Tahun 2009 disebutkan, Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakan (Pasal 143).Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut (Pasal 144). Peraturan pelaksanaan tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara khusunya mengenai ganti rugi terhadap bagasi hilang, musnah atau rusak lebih lanjut di atur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sebagai berikut: Pasal 4 (1) Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. (2) Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkrracht) dinyatakan bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar kerugian nyata penumpang. Pasal 5 (1) Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut: a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang; dan b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya, bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat. (2) Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan. (3) Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp 200.000, 00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender. Pasal 6 (1) Pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang disimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 6

saat pelaporan keberangkatan (check-in), penumpang telah menyatakan dan menunjukkan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya. (2) Dalam hal pengangkut menyetujui barang berharga atau barang yang berharga di dalam bagasi tercatat diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang tersebut. Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dan ditujukan kepada peraturan-peraturan tertulis dan penerapan dari peraturan perundang-undangan atau norma-norma hukum positif yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Subyek dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada penumpang yang pernah mengalami kehilangan bagasi dan Petugas Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandar Udara Internasional AdisumarmoSolo. Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Januari sampai dengan April 2014. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah penumpang Maskapai Garuda Indonesia yang pernah mendapat ganti rugi karena kehilangan atau kerusakan bagasi. Penelitian ini menggunakan sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive/Judmental Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan/penelitian subyektif dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi [8]. Teknik ini dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar jumlahnya dan jauh letaknya.sampel dalam penelitian ini adalah penumpang yang pernah mendapatkan ganti rugi karena mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi di Bandara Adisumarmo Solo. Hal ini dilakukan untuk mencocokkan penerapan dan pelaksanaan ganti rugi antara yang tercatat di unit Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia dengan kenyataan di lapangan. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data skunder. 1. Data Primer Data primer diperoleh dengan mengadakan wawancara kepada Petugas Bagian Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandar Udara Internasional Adisumarmo Solo mengenai cara mengajukan klaim jika terjadi kehilangan bagasi dan pemberian ganti rugi bagasi hilang bagi penumpang Garuda Indonesia yang pernah mendapat ganti rugi dari Maskapai Garuda Indonesia karena kehilangan bagasi. 2. Data Sekunder Data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, dan dokumen penumpang yang pernah mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi. Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 7

a. Bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan, yaitu Ordonansi Pengangkutan Udara Staatsblaad 1939 Nomor 100, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel). b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa tulisan-tulisan dari para pakar yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti atau yang berkaitan dengan bahan hukum primer, meliputi buku, jurnal dan hasil penelitian. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, artikel-artikel koran atau surat kabar, majalah dan internet. d. Studi dokumen, dilakukan dengan mencari data tentang penumpang yang pernah mendapat ganti rugi karena mengalami kehilangan atau kerusakan bagasi di unit Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandar udara Adisumarmo Solo. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.wawancara dilakukan secara terstruktur kepada Petugas Unit Lost and Found Maskapai Garuda Indonesia di Bandara Adisumarmo Solo. Disamping itu juga melihat dokumen untuk mencatat data penumpang yang pernah mendapatkan ganti rugi serta besarnya ganti rugi karena kehilangan atau kerusakan bagasi. Untuk mencocokkan data juga dilakukan wawancara kepada penumpang Maskapai Garuda Indonesia yang pernah mendapat ganti rugi karena mengalami kehilangan bagasi di maskapai tersebut. Metode Analisis Data Untuk menganalisis data digunakan metode deskriptif kualitatif dengan metode berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Cara Mengajukan Klaim Jika Terjadi Kehilangan Bagasi Jenis bagasi dalam pengangkutan udara dibedakan menjadi dua, yaitu bagasi kabin dan bagasi tercatat. Dalam prakteknya bagasi tercatat yang sering mengalami kerusakan atau kehilangan. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Udara yang dimaksud dengan bagasi tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. Secara umum, prosedur penumpang bagasi tercatat menitipkan bagasi terhadap pengangkut diawali dengan dilakukannya proses Check in dan pemberian label (Baggage Claim Tag) bagasi tercatat untuk dititipkan kepihak maskapai. Apabila bagasi tercatat hilang di bandara tujuan, penumpang akan di arahkan oleh petugas bandara melapor di bagian Lost and Found Baggage. Pada Pasal 174 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Udara, klaim atas kehilangan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang dengan mengisi beberapa data sebagai berikut: 1. Property Irregularity Report (Surat keterangan tentang kehilangan bagasi). 2. Formulir Klaim 3. Foto copy KTP atau identitas lainnya yang sah Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 8

4. Tiket atau Boarding Pass, pas masuk pesawat udara dan tiket bagasi 5. Foto copy buku rekening yang mencantumkan nomor rekening tertanggung. Pasal 174 ayat (3) Undang-Undang No 1 Tahun 2009 menyebutkan, bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah 14 (empatbelas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan dimana penumpang menunggu selama 14 hari sampai bagasi dinyatakan hilang atau ditemukan oleh pihak maskapai. Implementasi Pemberian Ganti Rugi Bagasi Hilang Sesuai Dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Pada Maskapai Garuda Indonesia Pasal 25 Ordonansi Pengangkutan Udara Staatsblaad 1939 Nomor 100 menyebutkan: Pengangkutan udara bertanggung jawab atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari kehancuran, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang, bila kejadian itu terjadi selama pengangkutan udara sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam pengangkutan udara nasional maupun internasional. Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga ditentukan bahwa bagasi tercatat yang diangkut berdasarkan perjanjian ini hanya akan diserahkan kepada penumpang jika carik bagasinya dikembalikan kepada pengangkut. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul pada penumpang dan bagasi dengan mengingat syarat-syarat dan batas yang ditentukan oleh Ordonansi Pengangkutan Udara (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 100) dan syarat-syarat umum pengangkutan dari pengangkut. Jika penumpang pada saat penerimaan bagasi tidak mengajukan protes, dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik. Semua tuntutan ganti kerugian harus dapat dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. Ganti kerugian untuk bagasi yang hilang atau rusak dibatasi hingga jumlah maksimum yang ditetapkan oleh pengangkut [7]. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa besaran ganti rugi yang diberikan oleh pihak Maskapi Garuda Indonesia terhadap penumpang yang mengalami kehilangan bagasi ternyata sama dengan yang tercantum di dalam Tiket Pesawat yaitu paling tinggi Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) per kilogram. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penerapan pemberian ganti rugi kepada penumpang Maskapai Garuda Indonesia masih menggunakan aturan lama seperti yang tercantum dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (Staadsblad Tahun 1939 Nomor 100) yang menyebutkan bahwa ganti rugi untuk bagasi yang hilang atau rusak dibatasi hingga jumlah maksimum yang ditetapkan oleh pengangkut, Dalam prakteknya Ganti rugi terhadap penumpang yang kehilangan bagasi sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) paling banyak Rp 2.000.000,- per penumpag berlaku untuk penerbangan domestik sedangkan untuk penerbangan internasional seperti penerbangan haji, Maskapai Garuda Indonesia memberikan ganti rugi kepada penumpang sebesar Rp 200.000,- per kilogram dan paling banyak Rp 4.000.000,00 per penumpang. Pada kenyataannya besaran ganti rugi yang tercantum dalam tiket penumpang pada perusahaan penerbangan untuk bagasi hilang ternyata lebih rendah dari Peraturan Menteri Perhubungan No77 Tahun 2011. Pada tiket Garuda Indonesia Airways ditentukan bahwa ganti rugi penumpang yang kehilangan bagasi setinggi-tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) perkilogram. Klausula yang tercantum dalam tiket penerbangan domestik tersebut sifatnya merugikan penumpang. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 186 Undang-Undang Penerbangan yang menyebutkan bahwa pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang ini. Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 9

Selanjutnya Pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 PM No. 77 Tahun 2011 menentukan: (2)Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan. (3) Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp 200.000, 00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender. Berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan bahwa penumpang yang mengalami kehilangan bagasi dan setelah 14 hari tidak ditemukan, mereka mendapatkan uang tunggu sebesar Rp 200.000, 00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa klaim atas kehilangan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang ke bagian Lost and Found Baggage dengan mengisi beberapa data sebagai berikut: 1. Property Irregularity Report (Surat keterangan tentang kehilangan bagasi). 2. Formulir Klaim 3. Foto copy KTP atau identitas lainnya yang sah 4. Tiket atau Boarding Pass, pas masuk pesawat udara dan tiket bagasi 5. Fotocopy buku rekening yang mencantumkan nomor rekening tertanggung. Besaran ganti rugi yang tercantum dalam tiket penumpang Maskapai Garuda Indonesia sebesar Rp 100.000,- untuk bagasi hilang ternyata lebih rendah dari Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang. Klausula yang tercantum dalam beberapa tiket penerbangan Maskapai Garuda tersebut sifatnya merugikan penumpang. Penerapan pemberian ganti rugi kepada penumpang Maskapai Garuda Indonesia masih mengacu pada Ordonansi Pengangkutan Udara (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 100) yang menyatakan bahwa ganti kerugian untuk bagasi yang hilang atau rusak dibatasi hingga jumlah maksimum yang ditetapkan oleh pengangkut. Daftar Pustaka [1] R. Adi Prabowo, Tanggung JawabMaskapai Penerbangan Dalam Memberi Ganti Kerugian Terhadap Hilangnya Bagasi Penumpang Dalam Perjanjian PengangkutanUdara Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun2011 TentangTanggung Jawab Angkutan Udara Dihubungkan Dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Jurnal Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung, 2013. [2] R.S. Damardjati, Istilah-istilah Dunia Pariwisata, Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1995. [3] Felix Hadi Mulyanto, Ground Handling (Tata Operasi Darat). Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1999. [4] Peter Salim,Contemporary English-Indonesian Dictionary, Edisi Pertama. Jakarta: Modern English Press, 1985. [5] Donalt Supit, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Kargo Udara Domestik, Tesis. Magister Ilmu Hukum. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2013. [6] Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. [7] Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013. [8] Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. [9] Diederiks-Verschoor, Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa. Jakarta: Sinar Grafika [10] Undang-Undang R.I Nomor 1Tahun 2009 Tentang Penerbangan [11] Peraturan Menteri Perhubungan Nomor77 Tahun 2011 Jurnal Manajemen Dirgantara Vol. 8 Desember 2015 10