BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer sampai saat ini. Berdasarkan data dari Riskesdas (Pusdatin Kemenkes RI 2013), hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi atau Tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Terdapat kategori tekanan darah baru yaitu pre-hypertension, di mana tekanan darah sistolik berada pada 120-139 mmhg dan 80-89 mmhg untuk tekanan darah diastolik. Orang dengan pre-hipertensi akan cenderung lebih cepat terkena hipertensi dari pada orang yang memiliki tekanan darah normal. Pada tahun 1999-2000, lebih dari 88% orang dengan pre-hipertensi mempunyai sedikitnya 1 faktor resiko kardiovaskular (Greenlund, et al, 2004). Jika peningkatan tekanan darah berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan persisten, tidak terdeteksi secara dini dan tidak mendapatkan pengobatan yang memadai, maka dapat 1
2 menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke). Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, menunjukkan bahwa pada tahun 2013 prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Angka nasional menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner umur 15 tahun, provinsi NTT mempunyai prevalensi hipertensi yang tertinggi yaitu 4,4% dan Provinsi Riau mempunyai prevalensi terendah yaitu 0,3%. Prevalensi Hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah di Provinsi Bali mengalami penurunan sekitar 10% dari tahun 2007 sampai tahun 2013. Prevalensi berdasarkan unit analisis individu secara nasional 0,2% penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal kronis. Untuk komplikasi lain yang ditimbulkan hipertensi, terdapat 12,1% dari jumlah penduduk Indonesia yang menderita stroke (Pusdatin, Kemenkes RI 2013). Hipertensi merupakan silent killer di mana gejala dapat bervariasi pada masing-msing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejala itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan. Penatalaksanaan hipertensi yang diajukan oleh Riskesdas, Kemenkes RI ialah dengan menggunakan obatobatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman
3 beralkohol. Olahraga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, joging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu, cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress (Pusdatin, Kemenkes RI 2013). Salah satu misi dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yaitu Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, pelayanan fisioterapi mengambil peranan penting dalam pemberdayaan masyarakat di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2014). Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditunjukan pada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi (PERMENKES NO. 80 TAHUN 2013). Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006). Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf simpatis dan meningkatkan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan
4 aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary dan Madanmohan, 2004). Deep breathing merupakan teknik bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Latihan napas dalam atau deep breathing exercise bertujuan untuk meningkatkan compliance paru untuk meningkatkan fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi (Smeltzer, et al, 2008). Penelitian yang dilakukan dilansir oleh Journal of Education and Practice di Kairo, Mesir terhadap 120 pasien lansia menunjukkan bahwa slow deep breathing exercise selama 10 menit dalam 4 kali sehari selama seminggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi esensial atau primer (Mohamed, et al, 2013). Penelitian yang di publikasikan oleh Nas Publishers tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan yaitu 24/16 mmhg untuk tekanan darah sistolik dan diastolik terhadap kelompok hipertensi pada wanita setelah diberikan latihan deep breathing exercise 2-3 kali sehari selama 2 minggu dengan durasi 10 menit setiap latihan (Pinto Adriana, 2013). Melalui ke dua penelitian tersebut di atas, peneliti ingin membandingkan ke efektifan dari ke dua jenis latihan pernapasan yang
5 dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik pada pre-hipertensi primer. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil ialah: 1. Apakah slow deep breathing exercise dapat menurunkan tekanan darah pre-hipertensi primer? 2. Apakah deep breathing exercise dapat menurunkan tekanan darah prehipertensi primer? 3. Apakah ada perbedaan efektivitas antara intervensi slow deep breathing exercise dengan deep breathing exercise dalam menurunkan tekanan darah pre-hipertensi primer? 1.3 Tujuan Penelitian Berikut tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini : 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran umum slow deep breathing exercise dengan deep breathing exercise terhadap penurunan tekanan darah pada pre-hipertensi primer.
6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk membuktikan efektivitas slow deep breathing exercise dalam menurunkan tekanan darah pre-hipertensi primer. 2. Untuk membuktikan efektivitas deep breathing exercise dalam menurunkan tekanan darah pre-hipertensi primer. 3. Untuk membuktikan perbedaan efektivitas antara slow deep breathing exercise dengan deep breathing exercise terhadap penurunan tekanan darah pada pre-hipertensi primer 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Praktis Untuk menambah wawasan dan pertimbangan bagi para fisioterapis dalam memberikan latihan pernapasan untuk menurunkan tekanan darah. 1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui intervensi fisioterapi dengan membandingkan slow deep breathing exercise dengan deep breathing exercise terhadap penurunan tekanan darah pada pre-hipertensi primer. 2. Digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.