BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya tidak dipermasalahkan mengenai media yang digunakan dalam transaksi atau Pasal 1320 tidak mensyaratkan bentuk dan jenis media yang digunakan dalam bertransaksi. Oleh karena itu transaksi perbankan dapat dilakukan secara langsung maupun secara elektronik. Namun suatu perjanjian dapat dikatakan sah bila telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian permasalahan tersebut untuk mengetahui keabsahan transaksi perbankan secara elektronik. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia dan dalam Pasal 6 nya dinyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan, 142
143 dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Dengan demikian hasil cetak mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) merupakan alat bukti hukum yang sah dalam transaksi perbankan secara elektronik. 2. Pertanggungjawaban bank terhadap nasabah atas pendebitan dana rekening nasabah secara elektronik akibat kesalahan sistem bank adalah mengganti kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Disamping melalui gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka dapat juga gugatan berdasarkan perlindungan konsumen. Pasal 18 ayat 1a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Pencantuman klausula eksonerasi tersebut melanggar Pasal 18 ayat 1a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jenis pertanggungjawaban yang diberikan oleh pihak bank adalah secara professional liability karena jasa yang diberikan oleh bank tidak
144 memberikan keamanan bagi nasabah sehingga menimbulkan kerugian yaitu saldo rekening nasabah menjadi kosong/nol maka bank bertanggung jawab untuk mengembalikan uang Tuan A seperti keadaan semula. 3. Perlindungan hukum terhadap nasabah atas pendebitan dana rekening nasabah secara elektronik akibat kesalahan sistem bank adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hak nasabah sebagai konsumen yang harus dipenuhi oleh kewajiban bank sebagai pelaku usaha. Dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen nasabah sebagai konsumen berhak untuk memperoleh keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam menggunakan produk jasa perbankan yang harus dipenuhi oleh kewajiban bank yaitu mengelola sistem elektronik perbankan dengan baik. Bentuk perlindungan terhadap nasabah juga berupa ganti kerugian yang didasarkan pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan berdasarkan Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) serta bentuk perlindungan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa pelayanan pengaduan, maksud dari adanya pelayanan
145 pengaduan tersebut adalah jika nasabah bank merasa bahwa kepentingannya telah dilanggar atau bahkan dirugikan oleh bank tertentu maka nasabah tersebut dapat melapor pada unit pengaduan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). B. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, otoritas jasa keuangan, pihak perbankan, dan masyarakat pengguna jasa perbankan dimasa yang akan datang, antara lain: 1. Pemerintah harus mengawasi kinerja bank dalam memberikan pelayanannya kepada nasabah pengguna produk jasa perbankan khususnya dalam kaitannya dengan penggunaan sistem elektronik perbankan yang menunjang kegiatan operasional perbankan termasuk penggunaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) selain itu pemerintah juga harus menerbitkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewajiban bank untuk menerapkan prinsipprinsip tata kelola sistem elektronik yang baik dan menerapkan sanksi yang tegas terhadap bank yang tidak melaksanakan hal tersebut sehingga dapat melindungi nasabah pengguna produk jasa perbankan serta untuk memberikan perlindungan terhadap nasabah, pemerintah harus secara rutin mensosialisasikan keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen kepada
146 masyarakat agar masyarakat khususnya pengguna produk jasa perbankan dapat lebih memahami hak-hak dan kewajiban-kewajiban nasabah sebagai konsumen dan pihak bank sebagai pelaku usaha. Demikian pula pemerintah harus mensosialisasikan keberadaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan agar masyarakat dapat memahami bahwa otoritas jasa keuangan menyediakan pelayanan pengaduan bagi nasabah yang dirugikan oleh bank dan otoritas jasa keuangan sebagai pengawas dan Pembina bank-bank yang ada di Indonesia dapat segera menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara bank dengan nasabahnya. 2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar lebih meningkatkan mekanisme pelayanan pengaduan nasabah, membentuk lembaga mediasi perbankan, meningkatkan transparansi informasi produk perbankan dan melakukan edukasi produk jasa perbankan kepada masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seharusnya lebih teliti lagi dalam melakukan tugas dan kewenangannya untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik, adalah langkah preventif dalam mengurangi kerugian yang dialami oleh nasabah yang disebabkan oleh tindakan bank atau lembaga keuangan lainnya yang melawan hukum selain Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nasabah dapat mengajukan pengaduan kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
147 3. Pihak bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola sistem elektronik yang digunakan untuk menunjang kegiatan usahanya agar dapat memberikan keamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi perbankan secara elektronik selain itu bank juga harus dengan segera menanggapi semua pengaduan yang diajukan oleh nasabah yang dirugikan oleh pihak bank karena nasabah memiliki hak untuk didengar keluhannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 butir (4) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Seharusnya bank sebagai pelaku usaha dalam menawarkan produk jasa perbankan tidak mencantumkan klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab bank kepada nasabah karena akan merugikan nasabah sebagai konsumen serta bank harus mencantumkan prosedur-prosedur terkait lamanya pengembalian uang nasabah.