Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia. PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

UNIVERSITAS INDONESIA

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

Pemodelan Sistem Geotermal Daerah Telomoyo dengan Menggunakan Data Magnetotellurik

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotellurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

Noise Elimination Technique in Magnetotelluric Data Using Digital Filter and Time Series Data Selection

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur Dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi

UNIVERSITAS INDONESIA KOREKSI PERGESERAN STATIK DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK PADA DATA SINTETIK DAN DATA RIIL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DATA MAGNETOTELLURIK MULTIDIMENSI UNTUK MENDELINEASI SISTEM GEOTERMAL DAERAH TAWAU, MALAYSIA SKRIPSI

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

Inversi Data Magnetotellurik 1-D Menggunakan Metoda Simulated Annealing

PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI

Identifikasi Sistem Geothermal Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan algoritma rekursif

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal

BAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

3-D Inversion of Magnetotelluric Data in Kepahiang Geothermal System, Bengkulu

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN)

PENDEKATAN INVERSI 1D UNTUK MENGURANGI EFEK GALVANIC PADA MODEL 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PANASBUMI DANAU RANAU. Muhammad Gunadi Arif Wibowo

ANALISIS NILAI TAHANAN JENIS BERDASARKAN PEMODELAN 2D MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANAS BUMI

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

PEMODELAN TOMOGRAFI CROSS-HOLE METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS (Bentuk Anomali Silindris)

Modeling of Geothermal Reservoir in Lawu field Using 2-D Inversion of Magnetotelluric Data

Metode Geofisika untuk Eksplorasi Panasbumi

Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal

Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014

PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU

GEOFISIKA GEOFISIKA

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

PEMROSESAN DATA MAGNETOTELLURIK DENGAN MEMPERHITUNGKAN CROSSPOWER

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1, Ahmad Zarkasyi 3, Asep Sugiyanto 3, and Edi Suhanto 3

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

Inversi 3-Dimensi Data Magnetotellurik Dengan Memperhitungkan Initial Model Untuk Mendelineasi Sistem Panasbumi

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

PENGEMBANGAN KURVA t-z PADA TANAH PASIRAN BERDASARKAN HASIL UJI GESER LANGSUNG DENGAN APLIKASI PADA PONDASI BOR BER-INSTRUMEN. Tesis.

UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN SISTEM GEOTHERMAL DAERAH X MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIC SKRIPSI HARRY AL ANSHORY

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

ESTIMASI FAKTOR KUALITAS SEISMIK SEBAGAI INDIKATOR ZONA GAS

PENGGUNAAN METODE ANALISIS SINYAL DALAM INTERPRETASI DATA MAGNET DI PERAIRAN SELAT SUNDA UNTUK MENENTUKAN ARAH DAN POSISI PIPA BAWAH LAUT

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

PENGGAMBARAN PSEUDOSECTION BAWAH PERMUKAAN DARI SUATU PROSES EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN PROGRAM RES2DINV

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

ANALISA HAZARD GEMPA DENGAN GEOMETRI SUMBER GEMPA TIGA DIMENSI UNTUK PULAU IRIAN TESIS MAGISTER. Oleh : Arvila Delitriana

PEMODELAN 3D DATA GAYA BERAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI SUMBER PANAS DAERAH PANAS BUMI SIPOHOLON, SUMATERA UTARA

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains MAULANA SOFYAN

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

METODE MT, CSAMT, DAN TDEM TERINTEGRASI UNTUK MENDESAIN MODEL KONSEPTUAL PANAS BUMI LAPANGAN WAYANG WINDU JAWA BARAT

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI

RASIO MODEL Vs30 BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DAN USGS DI KECAMATAN JETIS KABUPATEN BANTUL

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

BAB III METODE PENELITIAN

PRE-STACK TIME MIGRATION (PSTM) BERBASIS SEISMIC UNIX PADA DATA SEISMIK 2D CEKUNGAN BRYANT CANYON LEPAS PANTAI TELUK LOUISIANA TEXAS

BAB II Perkembangan Geolistrik

Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas. 2D Magnetotelluric Modelling using Boundary Element Method

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP KESTABILAN JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

Transkripsi:

Study of Static Shift Correction for Magnetotelluric (MT) Data using Averaging and CoKriging Methods upon 3-Dimensional Forward Model of Geothermal Field Diajeng Liati 1, Agus Sulistyo 2, Wambra Aswo Nuqramadha 2, Yunus Daud 1,3 1 Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia 2 PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia 3 Master Program in Geothermal Exploration, Graduate Program of Physical Science, The University of Indonesia email: diajengliati@gmail.com Keywords: Magnetotelluric, forward modeling, static shift correction, averaging method, CoKriging method, 3-D inversion. ABSTRACT Magnetotelluric (MT) data obtained from acquisition process in geothermal fields is often affected by static shift effect. Static shift effect occurs usually because of three main factors, that are near surface inhomogenity, topography and vertical contact with significant resistivity difference. Static shift will give big influence for inversion result due to the changes of apparent resistivity value. The obtained apparent resistivity will statically shift to a higher or lower value, depends on the static shift factors and the field resistivity condition. Static shift correction is usually conducted by using TDEM data that is costly and time consuming. Therefore, some more economics and faster methods were developed to do static shift correction, in which two of them are Averaging and Co-Kriging methods. 3-D syntetic modeling were conducted to estimating the effects of each static shift factor in 3-D model. In this study, static shift correction was commited by using Averaging and Co-Kriging methods to examine which method that gives better result for 3-D model. Finally, 3- D inversion process was applied to observe the result of static shift correction in 3-D inversion model. PENDAHULUAN Magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan sumber alami (natural source) yang dapat memetakan sistem geotermal berdasarkan nilai resitivitas batuan bawah permukaan. Data yang diperoleh dari akuisisi-data di lapangan kemudian diolah dengan preprosesing, koreksi static shift, dan modeling (inversi) baik dalam 1D, 2D maupun 3D. Pada kasus inversi daerah geotermal Mt. Glass, California (Cumming and Mackie, 2010) di jelaskan keunggulan dan kekurangan masing-masing inversi 1D, 2D dan 3D. Pemodelan 1D dapat dilakukan untuk menggambarkan penyebaran resistivitas bawah permukaan namun dengan batas tepi yang kurang baik. Pemodelan 2D dapat mengasilkan model yang memiliki batas tepi yang lebih baik dari pada pemodelan 1D, namun inversi 2D sangat terpengaruh oleh variasi struktur dan lapisan bawah permukaan yang kompleks yang dapat menyebabkan hasil inversi 2D tidak menggambarkan sistem bawah permukaan geotermal sebenarnya. Inversi 3D mampu menggambarkan sistem bawah permukaan lebih baik dari inversi 1D dan 2D karena mampu mengatasi dimensional distortion, variasi struktur dan lapisan bawah permukaan yang kompleks. Static shift ini sangat penting dalam pemodelan data MT karena nilai resistivitas yang terukur dilapangan yang terkena static shift akan bergeser menjadi lebih kecil atau lebih besar sehingga hasil dari pemodelan saat inversi akan sangat berpengaruh. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi static shift dengan menggunakan metode peratarataan dan geostatic co-kriging, terutama untuk data real MT yang tidak dilakukan pengukuran TDEM dilapangan. Sebelumnya telah dilakukan pemodelan forward 2D (Sulistyo, 2011) untuk melihat efek statik yang terjadi pada kurva MT namun hanya dapat melihat secara 2 dimensi dan menghasilkan inversi 2D. Untuk melihat pengaruh shifting pada data MT akibat ketiga faktor tersebut pada sistem 3 dimensi perlu dilakukan pemodelan forward 3D, yang mana secara umum pemodelan dengan inversi 2D dan 3D mampu menggambarkan resistivitas bawah permukaan dari model sintetik 3D dengan cukup baik (Iskandar, 2013). Oleh karena itu, pada penelitian kali ini diharapkan hasilnya dapat merekomendasikan pilihan terbaik pada koreksi data MT yang mengalami statik pada model 3D serta dapat memberikan perkiraan model resistivitas bawah permukaan sehingga dapat membantu dalam interpretasi menjadi lebih akurat. MODEL SINTETIK Model sintetik 3D yang dibuat merupakan model dengan efek near surface inhomogenity yang akan menghasilkan data berupa kurva MT yang mengalami pergeseran statik yang kemudian dilakukan kalkulasi forward. Hasil kalkulasi forward model sintetik kemudian nantinya akan dikoreksi statik terlebih dahulu menggunakan software StaticShifter-X untuk kemudian di inversi secara 3D menggunakan software MT3DInv-X. Pada penelitian ini luas area interest yang di buat adalah 3600 m2 dengan jarak antar kolom sel 400m. Jumlah stasiun yang digunakan adalah 36 stasiun dengan jarak antar stasiun 1200m (Gambar 1).

Gambar 1. Grid stasiun pengukuran (kiri) dan benda anomali bawah permukaan 2 ohm.m (kanan)pada sumbu xy (atas) dan sumbu zx (bawah) Model sintetik yang pertama adalah model sintetik yang akan membahas pengaruh heterogenitas permukaan terhadap kurva apparent resisitivity vs frekuensi pada data MT. Akan dibahas pengaruh heterogenitas resistif dan konduktif terhadap suatu benda anomali konduktif dibawah permukaan. Benda anomali konduktif yang dipakai berada pada kedalaman 600-3700m dari permukaan dengan nilai resistivitas sebesar 2 ohm.m (Gambar 1). Model Heterogenitas permukaan yang dibuat merupakan variasi dari resistivitas permukaan terhadap resistivitas umum permukaan (diasumsikan resistivitas permukaan adalah 100 ohm.m). model 1 merupakan model heterogenitas permukaan dengan resistivitas rendah yaitu 5 ohm.m. model 2 merupakan model heterogenitas permukaan dengan resistivitas sedang yaitu 50ohm.m. model 3 merupakan model heterogenitas permukaan dengan resistivitas tinggi yaitu 500 ohm.m (Gambar 2). EFEK STATIK DAN KOREKSINYA Pada model Near surface inhomogenity masing-masing model menghasilkan 8 kurva apparent resistivity vs frekuensi yang mengalami pergeseran statik yaitu titik stasiun yang ditunjukkan oleh kotak putih. Secara keseluruhan kurva yang mengalami pergeseran statik merupakan kurva dari stasiun yang terletak dekat dengan benda heterogen, yaitu di sebelah timur (MT20, MT21, MT22), barat (MT8, MT9, MT10), selatan (MT13) dan utara heterogenitas (MT17). Namun ada perbedaan yang di tunjukan oleh ketiga model yaitu pada besarnya pergeseran statik yang terjadi yaitu pada lebarnya shifting yang terjadi. Model 1 dan model 3 mengalami pergeseran statik cukup lebar dibandingkan dengan model 2 (Gambar 3). Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar anomali yang terdapat pada heterogenitas akan menyebabkan semakin besar shifting yang terjadi. Gambar 2. Model heterogenitas permukaan model 1 (kiri: 5 ohm.m), model 2 (tengah: 50ohm.m), dan model 3 (kanan: 500 ohm.m)

Gambar 3. Pengaruh nilai resistivitas permukaan terhadap kurva MT21 pada model 1 (kiri), model 2 (tengah), model 3 (kanan) Gambar 4. Hasil koreksi Kurva MT21 pada model 1. Kurva MT21 tanpa koreksi (kiri), terkoreksi dengan metode Geostatik CoKriging (tengah), terkoreksi dengan metode Perata-rataan (kanan) HASIL KOREKSI STATIK Koreksi statik yang dilakukan pada kurva MT yang mengalami pergeseran statik pada data sintetik adalah dengan menggunakan metode Geostatik CoKriging dan Metode Perata-rataan (Averaging). Algoritma Geostatik CoKriging atau dikenal dengan Complex Kriging untuk koreksi pergeseran statik di perkenalkan oleh Tournerie et al. (2007). Metode ini menggunakan alisis geostatistik dari data apparent resistivity dan phase untuk periode tertentu. Sedangkan metode Perata-rataan (Averaging) secara spasial diperkenalkan oleh Berdichevsky et al. (1980) pada daerah baikal (Tournerie et al., 2007). Dengan asumsi resistivitas permukaan lapisan adalah homogen, hasil koreksi statik yang dilakukan secara umum menunjukan hasil yang sama, baik menggunakan metode Geostatik CoKriging maupun Metode Peratarataan (Averaging) (Gambar 4). Namun pada beberapa kurva MT, koreksi statik menggunakan metode Geostatik CoKriging tidak menunjukan resistivitas yang sama pada kurva TE dan TM atau masih terdapat sedikit shifting pada kurvanya. Perbedaan hasil koreksi yang terjadi antara kedua metode diakibatkan oleh prinsip kedua metode yang sedikit berbeda. Keduanya sama-sama memakai prinsip peratarataan statistik dalam proses koreksinya, namun metode CoKriging mengikutsertakan seluruh data yang ada baik yang mengalami pergeseran statik maupun yang tidak, sedangkan metode Averaging menggunakan data yang tidak mengalami pergeseran statik saja dalam proses perata-rataan nya. Sehingga menghasilkan kurva yang lebih sesuai dengan model sintetik yang digunakan. Selain itu jika koreksi static yang dilakukan menggunakan metode averaging, maka titik sounding MT untuk pengoreksi dapat dipilih berdasarkan data geologi permukaan. HASIL INVERSI Proses inversi 3D yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan algoritma inversi Data Space Occam yang kenalkan oleh Siripunvaraporn (2005). Hasil inversi pada masing-masing model ditunjukan dengan 2 line pada model 1 (Gambar 5), model 2 (Gambar 6) dan model 3 (Gambar 7) yang membandingkan hasil inversi antara kurva MT yang tidak dilakukan statik dengan kurva MT yang dilakukan statik. Hasil inversi yang digunakan merupakan hasiliterasi terbaik yang dibandingkan dengan model sintetik yang telah dibuat. Perhatian utama hasil inversi pada model near surface inhomogenity adalah benda anomali yang ada dibawah permukaan. Hasil inversi 3D pada model 1 (Gambar 5) terlihat bahwa hasil inversi dengan menggunakan data MT yang tidak dilakukan koreksi statik mengalami distorsi dibandingkan dengan hasil inversi dengan mengan menggunakan data MT yang dilakukan koreksi statik. Hasil inversi 3D pada model 2 (Gambar 6) dan model 3 (Gambar 7) juga mengalami hal yang sama dengan hasil inversi model 1. Akibat perubahan nilai resistivitas yang disebabkan oleh pergeseran statik, secara umum hasil inversi menunjukan pengaruh yang cukup besar pada hasil inversi.

Model 1 (a) (b) Gambar 5. Hasil inversi model 1 yang tidak dikoreksi statik (kiri) dan yang dikoreksi statik. (a) line 1 dan (b) line 2 Model 2 (a) (b) Gambar 6. Hasil inversi model 2 yang tidak dikoreksi statik (kiri) dan yang dikoreksi statik. (a) line 1 dan (b) line 2

Model 3 (a) (b) Gambar 7. Hasil inversi model 3 yang tidak dikoreksi statik (kiri) dan yang dikoreksi statik. (a) line 1 dan (b) line 2 KESIMPULAN Pemodelan sintetik 3 Dimensi dengan memasukan faktor heterogenitas permukaan dapat menghasilkan kurva apparent resistivity vs frekuensi yang mengalami pergeseran statik. Pergeseran statik yang terjadi pada kurva MT bergantung pada selisih dari nilai resistivitas, perbedaan ketinggian dan jarak terhadap stasiun pengukuran. Semakin besar selisih nilai resistivitas maka semakin besar pergeseran statik yang terjadi. Semakin besar perbedaan ketinggian maka semakin besar pula pergeseran statik yang terjadi. Semakin jauh letak stasiun pengukuran terhadap penyebab pergeseran statik maka semakin kecil pergeseran statik yang terjadi. Hasil koreksi metode Averaging dan CoKriging menunjukan hasil yang cukup sama pada model 3 Dimensi dengan faktor pergeseran statik Heterogenitas permukaan. Secara umum koreksi pergeseran statik berpengaruh cukup besar pada model hasil inversi 3 Dimensi yang dilakukan pada penelitian ini, UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada PT NewQuest Geotechnology atas dukungan penggunaan piranti lunak MT3DInv-X dan StaticShifter-X yang sangat membantu dalam penelitian ini. REFERENSI Cumming, W., and Mackie, R. 2010. Resistivity Imaging of Geothermal Resources Using 1D, 2D and 3D MT Inversion and TDEM static Shift Correction Illustrated by a Glass Mountain Case History. Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April 2010. Hendro A. L. dan Grandis, H. 1996. Koreksi Efek Statik Pada Data Magnetotelurik Menggunakan Data Elektromagnetik Transien. Jakarta: Proceedings Himpunan Ahli Geofisika. Iskandar, Chevy. 2013. Pemodelan dan Inversi 3- Dimensi Data Magnetotellurik Untuk Mendelineasi Sistem Geotermal. Depok: Universitas Indonesia. Jiracek, George R.1990. Near Surface an Topographic Distortions in Electromagnetic Induction..Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Lestari, Anugrah Indah. 2014. Pemodelan Forward dan Inversi Multidimensi Data Magnetotelurik untuk Memetakan Sistem Panas Bumi. Depok: Universitas Indonesia. Miensopust, Marion P. 2010. Thesis: Interpretation of The 2D ZIM Profile and 3D Forward Modeling and Inversion. Dublin, Ireland. Sasaki, Yutaka. 2004. Three-dimensional inversion of static-shifted magnetotelluric data. Earth Planets Space, 56, 239-248, 2004. Sulistyo, Agus. 2011. Koreksi Pergeseran Statik Data Magnetotellurik (MT) Menggunakan Metode Geostatik, Perata-rataan, dan Time Domain Elektromagnetik. 2011. Depok: Universitas Indonesia.

Tournerie, B., Chouteau, M., and Marcotte, D. 2007. Magnetotelluric Static Shift: Estimation and Removal Using the Cokriging Method. Geophysics vol. 72 no. 1.