KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF JOHAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Glycine max Varietas Edamame

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Hama penting tanaman kacang hijau.

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

Pengorok Daun Manggis

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian m dpl dan dapat hidup baik

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) ADHIKA PRASETYA NUGRAHA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

REKOMENDASI UMUM PENGENDALIAN HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO 1) Oleh: Ir. Syahnen, MS 2) dan Muklasin, SP 3)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

Lalat Bibit Kacang Ophiomya phaseoli Diptera: Agromyzidae

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

KEANEKARAGAMAN HAYATI SERANGGA PREDATOR KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn) DAN KUTU DAUN (Aphid spp.) PADA TANAMAN KEDELAI TESIS

Transkripsi:

KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF JOHAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRAK JOHAN. Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA. Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat penting. Kebutuhan akan sayuran semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi sayuran. Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan usaha budidaya sayuran khususnya kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca testulalis) dan kutu daun (Aphis craccivora). Salah satu metode pengendalian hama yang umum digunakan oleh petani adalah perlakuan dengan insektisida, walaupun insektisida dapat menimbulkan berbagai efek samping baik terhadap hama, musuh alami, maupun lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan hama dan musuh alami, keragaman artropoda permukaan tanah dan pengaruh aplikasi insektisida pada tanaman kacang panjang fase generatif. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu aplikasi insektisida Dangke 40 WP berbahan aktif metomil 40% sesuai dosis anjuran dan tanpa insektisida. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perkembangan hama utama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan polong tanaman kacang panjang, serta keragaman artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang. Pengamatan dilakukan pada lima petak yang disemprot insektisida dan lima petak tanpa insektisida (kontrol). Hama utama yang dominan pada pertanaman kacang panjang pada fase generatif adalah A. craccivora, M. testulalis, Thrips sp. dan Empoasca sp. Musuh alami yang dominan adalah kumbang Coccinellidae dan Paederus sp. Aplikasi insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan populasi Thrips sp. dan Empoasca sp.,tapi tidak menurunkan populasi dari musuh alami. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga cukup tinggi yaitu mencapai 34,40% dan pada polong 38,05%. Aplikasi insektisida berpengaruh terhadap serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang. Artropoda permukaan tanah pada pertanaman kacang panjang fase generatif didominasi oleh Collembola, Formicidae, Araneae dan Carabidae. Perlakuan insektisida hanya berpengaruh terhadap kelimpahan Carabidae, Araneae dan Formicidae sedangkan untuk Collembola tidak berpengaruh. Kata kunci: kacang panjang, hama utama, musuh alami, artropoda permukaan tanah, metomil 40%

ii KELIMPAHAN HAMA DAN MUSUH ALAMI SERTA PENGARUH PERLAKUAN INSEKTISIDA PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) FASE GENERATIF JOHAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

iii Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisda pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif : Johan : A34070034 Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si NIP. 19611210 198703 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP. 19640204 199002 1 002 Tanggal Lulus:

iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 28 Februari 1990, merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yusrizal dan Eridawati. Penulis menamatkan sekolah menengah umum di SMU Negri 1 Pariangan Sumatera Barat pada tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

v PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Fase Generatif merupakan tugas akhir program sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Mei 2011. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. I Wayan Winasa, Msi. selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. 2. Dr. Ir. Suryo Wiyono M.Sc.Agr. sebagai penguji tamu yang telah memberikan saran, motivasi dan bantuan kepada penulis. 3. Pak Slamet, Pak Wawan dan Pak Boni yang telah banyak membantu dalam penyediaan bahan dan alat selama penulis melakukan penelitian. 4. Rekan-rekan penelitian yang bekerja di Laboratorium Ekologi Serangga yang telah banyak membantu. 5. Teman-teman Basil dan PTN 44 yang selalu memberikan bantuan dan semangat serta saran yang sangat bermanfaat selama ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan doanya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan studi dan penelitian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang memerlukan. Bogor, November 2011 Johan

vi DAFTAR ISI Nomor Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)... 4 Hama Utama Tanaman Kacang Panjang... 5 Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae)... 5 Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae)... 6 Empoasca sp. (Hemiptera: Cicadellidae)... 7 Riptortus linearis Fab. (Hemiptera: Alydidae)... 7 Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang... 8 Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae)... 8 Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae)... 8 Kumbang Paederus sp. (Coleoptera: Staphylinidae)... 9 Laba-laba (Araneae)... 10 Artropoda Permukaan Tanah... 10 Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami... 11 BAHAN DAN METODE... 12 Tempat dan Waktu... 12 Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang... 12 Aplikasi Insektisida... 12 Pengamatan Hama dan Musuh Alami... 12 Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis... 13 Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah... 14 Rancangan Percobaan... 14 Analisis Data... 14

vii HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami... 15 Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah... 21 Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh Alami pada Kacang Panjang... 23 Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Intensitas Serangan M. testulalis pada Kacang Panjang... 27 Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah... 29 KESIMPULAN DAN SARAN... 31 Kesimpulan... 31 Saran... 31 DAFTAR PUSTAKA... 32

viii DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida.... 16 2. Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisda 22 3. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan hama utama pada kacang panjang fase generatif... 25 4. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan musuh alami pada kacang panjang fase generatif... 26 5. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang... 28 6. Pengaruh perlakuan insektisida terhadap kelimpahan artropoda permukaan tanah... 30

ix DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida 19 2. Kelimpahan musuh alami pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida... 19

PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran adalah salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena merupakan produk pertanian yang senantiasa dikonsumsi setiap saat. Kecendrungan produksi tanaman sayuran dari tahun ketahun terus meningkat dan jarang mengalami penurunan yang berarti. Bahkan akhir-akhir ini ada kecendrungan di masyarakat untuk mengurangi makanan yang berlemak tinggi, terurama dari bahan hewani dan beralih ke bahan nabati yang disebut vegetarian (hanya mengkonsumsi bahan makanan nabati). Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah untuk dikembangkan sebagai usahatani karena tidak membutuhkan modal yang besar, pangsa pasarnya juga cukup tinggi (Haryanto et al. 1999). Selain itu, kacang panjang termasuk sayuran buah yang sudah sangat populer. Buah atau polong muda bermanfaat antara lain sebagai bahan makanan dan untuk pengobatan (terapi) yaitu pengobatan kanker payudara, anemia, antioksidan, antibakteri dan antivirus (Cahyono 2006). Berdasarkan data BPS (2010), produksi kacang panjang selama lima tahun terakhir cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Tercatat tingkat produksi tanaman kacang panjang dari tahun 2006 sampai 2010 berturut-turut adalah 461,239 ton/tahun, 488,500 ton/tahun, 455,524 ton/tahun, 483,793 ton/tahun dan 488,174 ton/tahun. Hal ini menandakan bahwa petani yang berminat untuk menanam kacang panjang semakin banyak dan target untuk memenuhi permintaan konsumen akan sayuran kacang panjang yang terus meningkat setiap tahun dapat terpenuhi. Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam mengembangkan budidaya kacang panjang adalah masalah hama, terutama hama penggerek polong (Maruca testulalis), tungau merah (Tetranychus bimaculatus) dan kutu daun (Aphis craccivora) (Siregar 1996). Tingkat serangan hama tersebut di atas semakin tinggi pada saat musim kemarau bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Selain itu, berbagai hama penting pada tanaman kacang panjang seperti Riptortus

2 linearis dan Empoasca sp. juga dapat menurunkan tingkat produksi. Di samping hama, juga ditemukan musuh alami yaitu serangga yang dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati di antaranya adalah serangga predator seperti kumbang Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang Paederus sp. dan beberapa spesies labalaba. Pada kondisi tertentu, musuh alami tidak dapat menekan populasi hama sehingga perlu dikendalikan dengan insektisida. Alasan petani memilih insektisida sintetik untuk mengendalikan hama pada tanaman kacang panjang karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan mudah didapat. Insektisida merupakan produk yang mudah diterapkan, tersedia dengan mudah di tingkat petani, dapat disesuaikan dengan situasi dan secara ekonomis sangat menguntungkan dari pada pengendalian lainnya (Dadang 2007). Salah satu bahan aktif insektisida yang diizinkan untuk digunakan pada tanaman kacang panjang adalah metomil yang efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama dan mempunyai cara kerja ganda yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (Kompes 2006). Namun, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan matinya serangga atau hewan bukan sasaran, resurgensi atau peningkatan populasi serangga hama dan munculnya hama sekunder (Untung 1993). Dengan demikian penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama, selain efektif terhadap hama sasaran juga perlu dilihat dampaknya terhadap musuh alami termasuk artropoda permukaan tanah. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perkembangan hama utama dan musuh alami pada tanaman kacang panjang fase generatif 2. Mengetahui pengaruh perlakuan insektisida terhadap hama utama dan musuh alami serta artropoda permukaan tanah pada tanaman kacang panjang fase generatif

3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi untuk strategi pengendalian hama serta pengaruh perlakuan insektisida pada tanaman kacang panjang fase generatif.

4 TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan. Kacang panjang merupakan anggota famili Fabaceae yang termasuk ke dalam golongan sayuran. Selain rasanya enak, sayuran ini juga mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber protein yang baik, vitamin A, thiamin, riboflavin, besi, fosfor, kalium, vitamin C, folat, magnesium dan mangan (Haryanto et al. 1999). Kacang panjang merupakan tanaman semusim (annual) yang bersifat membelit (merambat) dan setengah membelit. Daunnya merupakan daun majemuk yang tersusun tiga helaian dan melekat pada tangkai daun yang agak panjang serta berwarna hijau sampai hijau tua. Bunga berbentuk seperti kupukupu (papiliona cues), terletak pada ujung tangkai yang panjang dan warna bunga bervariasi putih, kuning, atau biru. Bunganya tergolong bunga sempurna, yakni dalam satu bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan (benang sari). Buahnya berbentuk bulat panjang dan ramping dan biasanya disebut polong dengan panjang bervariasi antara 30-100 cm. Warna polong juga bervariasi yaitu hijau keputih-putihan, hijau, dan hijau muda namun setelah tua menjadi putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan. Bijinya berbentuk bulat panjang agak pipih, tetapi terkadang sedikit melengkung (Cahyono 2006). Tanaman kacang panjang dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai menengah hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Pada ketinggian di atas 700 m dpl pertumbuhan kacang panjang biasanya terhambat. Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah 25-35 0 C pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 0 C (Prosea 1996). Komposisi gizi setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat dimakan adalah 89 g air, 3 g protein, 0,5 g lemak, 5,2 g karbohidrat, 1,3 g serat, 0,6 g hidrat

5 arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1,3 mg zat besi, 167 IU vitamin A, 0,07 g vitamin B 1, 28 g vitamin C dan menghasilkan 125 kalori (Prosea 1996). Hama Utama Tanaman Kacang Panjang Secara umum diketahui bahwa serangga hama yang biasa menyerang tanaman kacang panjang adalah lalat kacang (Agromyza phaseoli), ulat tanah (Agrotis ipsilon), ulat bunga/penggerek polong (Maruca testulalis), kutu daun (Aphis craccivora), kepik polong (Riptortus linearis) dan wereng Empoasca sp. (Syahrawati & Busniah 2009). Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae) M. testulalis tergolong ke dalam ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Serangga ini juga dikenal dengan sebutan mung moth atau pod borer. Serangga ini merupakan hama penting pada tanaman kacang-kacangan, dan hingga kini telah menyebar ke beberapa negara di Afrika, India Barat, Fiji, Australia dan Amerika Latin. Persebaran yang luas disebabkan oleh kisaran inang yang luas (Taylor 1987). M. testulalis adalah salah satu hama penting pada tanaman kacang panjang yang menyerang bagian bunga dan polong. Telur diletakkan pada bagian bunga, daun dan polong secara berkelompok. Satu kelompok telur terdiri dari 2-4 butir telur dengan bentuk lonjong agak pipih serta berwarna putih kekuningan agak bening. Stadium telur berlangsung 2-3 hari. Larva berwarna putih kekuningan dengan panjang mencapai 18 mm. Kepalanya berwarna coklat hingga hitam dan setiap segmen terdiri dari bintik-bintik gelap di sepanjang tubuhnya yang terletak pada bagian punggungnya. Stadium larva berlangsung selama 10-15 hari. Pupa terbentuk di dalam tanah atau di dalam polong. Tubuh pupa berwarna coklat dengan panjang kira kira 13,5 mm dan stadium pupa berlangsung 7-10 hari (Kalshoven 1981). Gejala serangan hama ini tampak pada bunga dan bakal polong yang rusak dan kemudian gugur. Satu ekor larva selama hidupnya dapat merusak 4-6 bunga per tanaman. Gerekan pada polong menyebabkan biji pada polong menjadi rusak,

6 kulit polong berlubang dan dari lubang tersebut keluar serbuk gerek yang basah bercampur kotoran larva yang berwarna coklat (Harahap 1994). Kutu daun Aphis craccivora Koch. (Hemiptera: Aphididae) Aphididae berasal dari bahasa Yunani yang berarti menghisap cairan. Serangga ini menghisap cairan dari tumbuhan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkannya. Kutu daun dewasa ada yang bersayap dan tidak bersayap, imago bersayap muncul apabila kepadatan populasi tinggi, dan di daerah tropis berkembang biak secara partenogenesis dan vivipar. Embrio dapat terbentuk tanpa melalui proses pembuahan dan telah berkembang di dalam tubuh induknya sehingga imago kutu daun tampak seperti melahirkan nimfa (Kalshoven 1981). Kutu daun A. craccivora menyerang tanaman kacang panjang mulai awal pertumbuhan sampai masa pertumbuhan bunga dan polong. Serangan A. craccivora menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian tanaman yang masih muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang masih muda (Darsono 1991). Daun yang terserang menjadi berkerut dan keriting serta pertumbuhannya terhambat. Pada bagian tanaman di sekitar aktivitas kutu daun tersebut terlihat adanya cendawan hitam (Capnodium sp.). yang tumbuh pada sekresi atau kotoran kutu daun berupa embun madu. Selain sebagai hama pada tanaman, A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara non persisten (Blackman & Eastop 2000). Laju pertumbuhan kutu daun dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian, faktor lingkungan, kepadatan populasi dan perbandingan antara serangga yang tidak produktif dengan yang masih produktif. Tingkat kelahiran dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya kualitas dan kauntitas makanan. Tingkat kematian di pengaruhi oleh musuh alami dan faktor iklim. Populasi kutu daun biasanya meningkat pada musim kemarau dan berkurang pada musum hujan. Tingkat kepadatan populasi yang tinggi disertai dengan menurunnya tingkat kualitas makanan akan merangsang terbentuknya populasi bersayap yang berfungsi untuk migrasi sehingga dapat menurunkan kepadatan populasi (Dixon 1985).

7 Empoasca sp. (Hemiptera : Cicadellidae) Serangga hama ini dikenal dengan wereng empoasca, termasuk ordo Hemiptera, famili Cicadellidae dan mempunyai daerah penyebaran yang cukup luas di antaranya adalah Indonesia. Telur diletakkan dekat tulang daun. Stadium telur berlangsung selama 9 hari. Serangga dewasa berwarna hijau kekuningan dengan bintik coklat pada kedua sayapnya. Wereng empoasca menyerang daun muda dan daun kacang-kacangan yang belum membuka (Kalshoven 1981). Seperti halnya kutu daun, Empoasca sp. juga menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman (daun). Bekas luka yang ditimbulkan berupa bercak-bercak putih yang mengelompok pada permukaan daun. Serangan berat mengakibatkan daun menguning, mengeriting, dan mati mirip dengan kerusakan yang diakibatkan oleh kutu daun. Relung dan perilaku makan serta kebutuhan akan pakan yang sama menjadikan Empoasca sp. dan kutu daun bersaing ketat untuk mempertahankan hidup masing-masing (Tenrirawe & Talanca 2008). Riptortus linearis Fabr. (Hemiptera: Alydidae) R. linearis tergolong dalam famili Alydidae, ordo Hemiptera. Imagonya berbadan panjang lurus, berwarna kuning coklat. Bentuknya mirip sekali dengan walang sangit (Leptocorisa oratorius F.), tetapi mudah dikenal dengan adanya garis putih kekuningan yang terdapat di sepanjang sisi badannya. Pada femur tungkai belakang dijumpai duri-duri, dan bagian posterior dari protoraks dilengkapi dengan duri-duri halus (Kalshoven 1981). Imago dan nimfa sama-sama merusak polong dengan cara menusuk mengisap biji pada polong muda maupun polong tua. Serangan pada polong muda mengakibatkan biji menjadi kempis dan kering dan pada polong yang bijinya belum mengeras mengakibatkan biji menjadi hitam dan tidak berisi. Serangan pada polong tua mengakibatkan biji keriput dan terlihat adanya bintik atau bercak hitam pada biji atau pada kulit polong bagian dalam yang merupakan bekas tusukan serangga.

8 Musuh Alami pada Tanaman Kacang Panjang Di antara beberapa cara pengendalian hama tumbuhan yang ada, pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami merupakan cara pengendalian yang paling aman. Musuh alami yang terdapat pada tanaman kacang panjang adalah kumbang Coccinellidae, lalat Syrphidae, kumbang Paederus sp., laba-laba (Araneae) dan Formicidae (Syahrawati & Busniah 2009). Kumbang Coccinellidae (Coloeptera: Coccinellidae) Kumbang famili Coccinellidae banyak ditemukan di tanaman sayuran yang merupakan habitatnya. Perbedaan karakteristik dari distribusi kumbang koksi dipengaruhi oleh topografi, posisi geografi wilayah dan kekayaan floranya. Kumbang koksi dewasa aktif pada pagi dan sore hari sedangkan siang hari biasanya tersembunyi. Subfamili Coccinellinae berperan sebagai predator yang biasa ditemukan pada tanaman yang terdapat kutu daun. Seekor kumbang Coccinellinae dapat memangsa 1.000 ekor kutu daun sepanjang hidupnya (Joento 2009). Coccinellidae predator sangat efektif dalam mengendalikan kutu daun (A. craccivora) dan mempunyai spektrum mangsa yang luas karena dapat memangsa berbagai jenis serangga antara lain dari famili Aphididae, Coccidae, Diaspidae dan Aleyrodidae. Larva kumbang Coccinellidae predator juga bersifat sebagai predator dengan mangsa yang sama dengan imagonya. Lama stadium larva biasanya singkat dan aktivitas makannya tinggi. Pupa biasanya menempel pada bagian tanaman seperti batang, ranting atau daun dan terkadang masih tertutup kulit larva instar terakhir. Lama hidup kumbang dan jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh seekor kumbang dipengaruhi oleh makanan yang tersedia (Dixon 2000). Lalat Syrphidae (Diptera: Syrphidae) Serangga ini biasanya disebut hover fly karena kemampuannya melakukan hovering. Syrphidae termasuk famili yang besar. Tercatat terdapat 870 spesies di Amerika Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies di Eropa daratan dan mungkin lebih banyak lagi di Asia termasuk Indonesia. Anggota

9 Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam peran seperti sebagai saprofag, mikofag, herbivor, dan predator. Subfamili yang anggotanya sebagian besar menjadi predator terutama kutu daun adalah Subfamili Syrphinae (Kalshoven 1981). Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di agroekosistem adalah Episyrphus balteatus, Syrphus corrolae dan Ischidion scutellaris. Larva syrphidae bertindak sebagai predator dan dewasa hidup mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama hidupnya mampu menghasilkan sampai 1900 butir telur, dan tiap harinya betina mampu meletakkan sampai 100 butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat koloni kutu daun yang berguna sebagai sumber makanan saat telur menetas menjadi larva. Larva Syrphidae tidak memiliki mata dan tidak bertungkai (Hindayana 2001). Kumbang Paederus sp. (Coleoptera: Staphylinidae) Paederus sp. merupakan salah satu predator polifag yang memangsa antara lain wereng batang coklat, wereng punggung putih, wereng zigzag, dan wereng hijau. Kumbang ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili Staphylinoidea, famili Staphylinidae dan genus Paederus. Pergiliran tanaman dengan kedelai atau jagung setelah padi dapat membantu mempertahankan populasi predator tersebut (Kalshoven 1981). Kumbang Paederus sp. dewasa berukuran panjang berkisar antara 6,0-8,0 mm. Tubuhnya berwarna hitam atau biru kecoklatan dan merah kecoklatan. Predator ini banyak ditemukan pada pertanaman padi terutama pada pertanaman padi yang sudah tua. Disamping itu, juga ditemukan pada pertanaman palawija seperti pertanaman kedelai, kacang-kacangan ataupun jagung. Kumbang dewasa dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah kulitkulit pohon. Siklus hidupnnya berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago berkisar antara 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari dari pada siang hari. Serangga fitofag yang sudah diketahui sebagai mangsa Paederus sp. adalah larva H. armigera, telur E. zinckenella, larva S. litura (Taulu 2001). Selain itu, Paederus sp. juga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan mangsa Collembola dan A. glycines (Suastika 2005).

10 Laba-laba (Araneae) Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadangkadang kanibal dengan mangsa utamanya adalah serangga. Kebanyakan laba-laba merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang menunggu mangsa lewat di dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan, atau lubang di tanah. Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan tubuhnya di atas tanah, batu atau pepagan pohon, sehingga tidak perlu bersembunyi. Shepard et al. (1987) menyebut delapan spesies laba-laba predator yang umum ditemukan di ekosistem persawahan. Mereka tergolong dalam genus Pardosa (Lycosidae) (1 spesies), Oxypes (Oxyopidae) (2 spesies), Phidipus (Salticidae) (1 spesies), Atypena (Linyphiidae) (1 spesies), Argiope (Araneidae) (2 spesies), dan Tetragnatha (Tetragnathidae) (1 spesies). Laba-laba merupakan predator polifag sehingga berperan penting dalam mengontrol populasi serangga. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari seluruh kelompok predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekitar 16-35% adalah laba-laba. Laba-laba Oxyopes javanus mampu mengendalikan serangan kepik polong dan Lycosa psudoannulata merupakan pemangsa wereng yang efektif (Riechert & Lockley 1984). Artropoda Permukaan Tanah Berdasarkan tingkat trofiknya, artropoda dalam pertanian dibagi menjadi 3 yaitu artropoda herbivora, artropoda karnivora dan artropoda omnivora. Di ekosistem persawahan, artropoda predator (serangga dan laba-laba) merupakan musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama. Hal ini disebabkan predator tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi di ekosistem efemeral tersebut. Menurut Herlinda et al. (2008), artropoda yang aktif pada permukaan tanah yang kelimpahannya tertinggi ialah famili Carabidae, Formicidae, Collembola dan Lycosidae. Berbagai cara atau praktek pengelolaan agroekosistem dapat mempengaruhi keanekaragaman artropoda dalam agroekosistem tersebut. Peningkatan keanekaragaman spesies tanaman menyebabkan peningkatan keanekaragaman artropoda di dalamnya. Dalam budidaya polikultur misalnya

11 tumpang sari tanaman terjadi peningkatan keanekaragaman spesies tanaman, perubahan jarak antar tanaman, kerapatan populasi tanaman dan kualitas tanaman yang pada akhirnya perubahan tersebut akan mempengaruhi kerapatan populasi hama dan organisme lain. Sebagai akibat perubahan tersebut, kelimpahan artropoda tanah juga akan menjadi bertambah (Arriaga & Altieri 1990). Penggunaan Insektisida dan Dampaknya terhadap Hama dan Musuh Alami Meskipun secara konsepsional penggunaan pestisida diposisikan sebagai alternatif pengendalian terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), namun kenyataannya di lapangan penggunaan insektisida sering merupakan pilihan utama dan paling umum dilakukan petani. Bahkan dinyatakan hampir 85% pestisida yang beredar di dunia ini digunakan untuk bidang pertanian. Komoditi sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang paling banyak menggunakan pestisida yaitu sekitar 26%, serealia 15%, padi 10%, jagung 12%, kedelai 9,4%, kapas 8,6% dan sisanya untuk komoditi pertanian lainnya (Dadang 2007). Menurut Sudarmo (1990), kemungkinan yang timbul akibat dari penggunaan pestisida sintetik adalah keracunan terhadap pemakai dan pekerja, keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan, keracunan terhadap ikan, keracunan terhadap satwa liar, keracunan terhadap tanaman, kematian musuh alami, kenaikan populasi organisme pengganggu, resistensi organisme pengganggu dan meninggalkan residu. Menurut Dadang (2007), aplikasi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman (fitotoksisitas) sehingga perlu keakuratan dalam penentuan dosis/konsentrasi dan jumlah aplikasi yang diperlukan.

12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan pada lahan tanaman kacang panjang di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Mei 2011. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kacang Panjang Varietas kacang panjang yang ditanam adalah New Jaliteng. Pengolahan tanah dan pembuatan guludan dilakukan sebelum benih ditanam. Setelah dibuat guludan lalu diberi pupuk kandang dengan dosis 2500 kg/ha dan pupuk Urea dengan dosis 200 kg/ha untuk 2 kali aplikasi. Jarak tanam dalam guludan 40 cm dan antar guludan 100 cm. Tiap lubang tanam diisi satu sampai dua benih kacang panjang. Lahan tanaman kacang panjang yang diamati terdiri dari 10 petak, 5 petak disemprot dengan insektisida dan 5 petak tidak disemprot. Setiap petak memiliki luas ± 42 m 2 yang terdiri dari 6-8 guludan. Jumlah tanaman dalam setiap guludan 15 tanaman. Pemasangan ajir dilakukan setelah tanaman berumur ± 2 minggu. Setiap rumpun tanaman diberi ajir, kemudian ujung empat ajir yang berdekatan diikat. Pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) diberikan pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha dengan cara ditebar di sekitar pangkal batang tanaman. Aplikasi Insektisida Penyemprotan insektisida dilakukan setelah tanaman berumur 6 MST, yaitu setelah mulai muncul bunga. Jenis insektisida yang digunakan Dangke 40 WP dengan bahan aktif metomil 40%. Penyemprotan dilakukan setiap minggu sekali sampai 5 kali aplikasi dengan konsentrasi formulasi sesuai anjuran 4 g/l air.

13 Pengamatan Hama dan Musuh Alami Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan mulai umur tanaman kacang panjang 6 MST. Pengamatan dilakukan pada 3 rumpun tanaman (setiap rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Tanaman contoh ditentukan secara diagonal dan menyebar di dalam petak perlakuan. Pengamatan terhadap kelimpahan hama utama dan musuh alami dilakukan 3 hari setelah aplikasi insektisida. Pengamatan kutu daun A. craccivora dilakukan pada 4 pucuk per rumpun tanaman contoh yaitu pada pucuk yang terletak di bagian atas, tengah dan bawah dari rumpun tanaman. Pengamatan hama Thrips sp. dilakukan pada bunga, setiap rumpun tanaman contoh diamati 4 tangkai bunga. Pengamatan terhadap hama Empoasca sp. dilakukan pada permukaan bawah daun. Dari setiap rumpun contoh diamati 4 tangkai daun (setiap tangkai daun terdiri dari 3 anak daun). Daun-daun yang diamati menyebar di dalam rumpun tanaman contoh. Untuk pengamatan belalang Oxya sp., R. linearis dan musuh alami dilakukan pada seluruh bagian rumpun tanaman contoh. Pengamatan dilakukan selama lima minggu. Pengamatan Tingkat Serangan Maruca testulalis Pengamatan terhadap tingkat serangan M. testulalis pada tanaman, dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga dan polong secara keseluruhan dari unit tanaman contoh serta menghitung jumlah bunga dan polong yang terserang oleh M. testulalis. Pengamatan tingkat intensitas serangan dilakukan pada 3 rumpun tanaman (setiap rumpun terdiri dari 4 lubang tanam). Pengamatan dilakukan selama lima minggu. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Intensitas serangan pada bunga = Jumlah bunga terserang Jumlah bunga total X 100% Intensitas serangan pada polong = Jumlah polong terserang Jumlah polong total X 100%

14 Pengamatan Artropoda Permukaan Tanah Pemasangan perangkap jebakan (pitfall traps) dilakukan 2 hari setelah aplikasi insektisida. Jumlah perangkap yang dipasang untuk setiap petak perlakuan adalah 3 buah. Pemasangan perangkap dilakukan di atas guludan, yaitu guludan ke-2, 4 dan 6. Perangkap dibuat dari gelas plastik bekas air mineral volume 240 ml yang dipasang dengan cara dibenamkan di tanah dengan permukaan gelas dibuat rata dengan tanah di sekitarnya. Ke dalam gelas dimasukkan formalin 2% sekitar 50 ml. Perangkap diberi pelindung atau atap yang dibuat dari seng agar terhindar dari tetesan air hujan. Perangkap dipasang selama 24 jam, setelah itu diambil, dibungkus kantung plastik dan diberi label. Pengamatan dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop. Artropoda yang tertangkap dihitung dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai tingkat famili, genus atau spesies dengan bantuan buku (Borror et al. 1992; Kalshoven 1981). Hasil tangkapan dikoleksi di dalam botol film yang diberi alkohol 70% dan pada tiap botol diberi label. Rancangan Percobaan Penelitian terdiri dari dua perlakuan, yaitu petak yang disemprot dengan insektisida dan tanpa insektisida. Parameter yang diamati adalah tingkat populasi hama utama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang, dan kelimpahan artropoda permukaan tanah. Analisis Data Data populasi hama dan musuh alami, tingkat serangan M. testulalis serta kelimpahan artropoda permukaan tanah dianalisis dengan Microsoft Office Excel 2007 dan uji t-student (α = 0.05) dengan bantuan program Minitab 14.

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Hama dan Musuh Alami Hama-hama yang ditemukan pada tanaman kacang panjang fase generatif adalah M. testulalis, A. craccivora, Oxya sp., Empoasca sp., Thrips sp. dan R. linearis (Tabel 1). Beberapa hama yang mendominasi pada fase ini adalah A. craccivora, Empoasca sp. dan Thrips sp. Hama lainnya seperti Oxya sp. dan R. linearis populasinya tidak terlalu tinggi. Kutu daun A. craccivora populasinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia tanaman. Diketahui bahwa A. craccivora menyerang bagian tanaman yang masih muda seperti tunas, pucuk dan polong kacang panjang. Tingginya populasi A. craccivora pada pucuk tanaman menyebabkan berbagai gejala kerusakan pada bagian yang terserang yaitu pertumbuhan pucuk menjadi terhambat sehingga tanaman kacang panjang menjadi kerdil. Selain itu A. craccivora juga dikenal sebagai vektor virus pada tanaman kacang panjang sehingga dapat memperparah kerusakan yang ditimbulkan. Beberapa penyakit mosaik pada tanaman kacang panjang yang ditularkan A. craccivora adalah Bean Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV) dan Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005). Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini cukup tinggi karena selain menghisap cairan tanaman inang, hama ini juga mengeluarkan embun madu yang dapat menjadi media tumbuh cendawan jelaga dan menutupi permukaan daun sehingga proses fotosintesis menjadi terhambat. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangga ini sebagai hama adalah 16%, sedangkan sebagai vektor kerugian yang ditimbulkan adalah 44% (Inani 2006). Berbagai faktor mempengaruhi populasi A. craccivora di antaranya adalah curah hujan. Akibat dari siraman air hujan diduga sebagian dari kutu daun yang jatuh ke tanah tidak dapat kembali lagi ke pertanaman sedangkan sebagian hanya dapat kembali hanya sampai batang bawah atau menempel pada ajir tanaman. Menurut Steyenoff (2001), serangga berukuran kecil seperti kutu daun yang biasanya hidup di bagian pucuk tanaman sangat rentan terhadap tetesan air hujan.

Tabel 1 Populasi rata-rata hama utama per unit contoh pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida Hama Utama Rataan populasi hama pada umur tanaman (MST)*±SD** 6 7 8 9 10 Aphis craccivora 22,53 ± 12,88 24,93 ± 3,69 25,93 ± 2,40 27,87 ± 12,29 9,13 ± 12,82 Oxya sp. 0,53 ± 0.47 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,27 ± 0,46 0,27 ± 0,46 Empoasca sp. 13,73 ± 2,71 12,93 ± 2,05 9,13 ± 2,59 13,13 ± 2,23 8,27 ± 1,16 Thrips sp. 10,27 ± 1,79 13,00 ± 1,41 11,47 ± 1,30 10,73 ± 1,98 13,27 ± 0,88 Riptortus linearis 2,73 ± 0,64 0,13 ± 0,35 0,20 ± 0,41 0,33 ± 0,49 0,20 ± 0,41 * MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi 16

17 Populasi hama Empoasca sp. juga cukup tinggi pada pertanaman kacang panjang dan telah menimbulkan gejala kerusakan terutama pada bagian daun. Kerusakan yang ditimbulkan oleh Empoasca sp. pada daun kacang panjang yaitu timbulnya gejala klorosis pada daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis pada tanaman dan akhirnya menyebabkan daun berubah warna menjadi kuning. Menurut Nielson et al. (1990) kerusakan pada daun oleh hama Empoasca sp. disebabkan oleh terganggunya sistem translokasi hasil fotosintesis yang menyebabkan terakumulasinya karbohidrat pada tempat makan, sehingga timbul kerusakan pada bagian tanaman yang terserang. Selain itu, kerusakan oleh Empoasca sp. juga disebabkan oleh: 1) racun yang terkandung di dalam saliva diinjeksikan ke tanaman pada saat makan 2) terjadinya penyumbatan floem secara mekanik karena rusaknya sel-sel atau penumpukan saliva, dan 3) senyawa tertentu di dalam saliva yang merangsang terjadinya hipertrofi pada sel-sel floem yang menyebabkan penyumbatan (Backus & Hunter 1989). Tingkat populasi belalang Oxya sp. pada pertanaman kacang panjang fase generatif sangat rendah. Hama ini menyerang bagian daun dari tanaman kacang panjang. Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah berupa gejala gerigitan pada daun sehingga daun menjadi robek. Rendahnya populasi hama ini pada pertanaman kacang panjang, maka kerusakan yang ditimbulkan tidak berdampak buruk serta tidak mengganggu proses pertumbuhan tanaman. Populasi hama Thrips sp. pada tanaman kacang panjang cukup tinggi. Hama Thrips sp. menyerang bagian bunga dan polong yang masih muda. Serangan mulai terjadi pada fase bunga dan ketika buah masih sangat muda, meninggalkan bekas luka berwarna coklat keabu-abuan disertai dengan garis nekrotis di sekeliling luka, tampak di permukaan kulit buah di sekeliling tangkai atau melingkar pada sekeliling kulit buah. Kelembaban yang relatif rendah dan suhu relatif tinggi membuat perkembangbiakan trips dari pupa menjadi imago menjadi lebih cepat. Dibiyantoro (1994) menyatakan bahwa kondisi kadar air pada tanaman akan mempengaruhi kepindahan thrips dalam memilih inangnya, kadar air yang lebih tinggi akan lebih dipilih dari pada jenis tanaman dengan kadar air rendah. Selain itu cekaman akibat kekurangan air akan membuat

18 perkembangan gejala kerusakan akibat serangan thrips menjadi lebih cepat dan gejalanya menjadi semakin berat Serangga R. linearis adalah salah satu hama yang cukup penting pada tanaman hortikultura dan tanaman palawija. Serangan hama ini pada tanaman kacang panjang terjadi pada bagian polong. Serangan hama ini menyebabkan polong menjadi kempis dan terdapat bercak coklat bekas tusukan pada kulit polong kacang panjang. Namun populasinya sangat rendah, maka hama ini tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada polong yang diamati. Menurut Mudjiono et al. (1991), nimfa kepik dewasa menghisap cairan polong dan biji. Serangan pada fase perkembangan biji dan polong menyebabkan polong dan biji menjadi kempis kemudian mengering dan gugur. Serangan pada polong yang bijinya telah berkembang sempurna menyebabkan kualitas biji menurun karena adanya bintik-bintik hitam pada biji dan biji menjadi keriput. Intensitas serangan M. testulalis pada bunga dan polong kacang panjang cukup tinggi. Intensitas serangan tertinggi pada bunga mencapai 34,40% dan pada polong 38,05% (Gambar 1). Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini pada polong kacang panjang adalah polong menjadi berlubang dan pada lubang tersebut keluar kotoran berwarna coklat yang merupakan bekas gerekan oleh hama tersebut. Selain itu, serangan hama ini pada polong juga menyebabkan biji dalam polong menjadi rusak. Serangan pada bunga menyebabkan bunga menjadi berlubang kemudian membusuk. Hama ini merusak bunga dengan cara menggerek bagian kelopak atau mahkota bunga dan masuk ke dalam bunga serta merusak benang sari dan putik atau bakal polong. Larva yang sudah cukup besar menggunakan benang sutera untuk merekat satu bunga dengan bunga lain yang berdekatan bersama kotoran yang berasal dari sisa gerekan kemudian larva tinggal di bagian dalam. Secara umum tingkat kerusakan oleh hama M. testulalis semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini disebabkan oleh polong yang terserang tidak semuanya dipanen oleh petani sehingga menjadi sumber hama dan larva dapat berpindah menyerang polong yang masih sehat.

19 Gambar 1 Intensitas serangan M. testulalis pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida Musuh alami yang ditemukan pada tanaman kacang panjang adalah Paederus sp., larva Syrphidae, kumbang Coccinellidae dan Araneae (laba-laba). Populasi musuh alami yang dominan pada pertanaman kacang panjang fase generatif adalah Paederus sp. dan kumbang Coccinellidae, sedangkan untuk larva Syrphidae dan Araneae populasinya rendah (Gambar 2). Gambar 2 Perkembangan populasi musuh alami pada pertanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida

20 Populasi kumbang Coccinellidae cenderung turun dengan bertambahnya umur tanaman sedangkan populasi A. craccivora cenderung naik dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini menunjukkan peran kumbang Coccinellidae tidak mampu menekan populasi A.craccivora. Kumbang Coccinellidae yang ditemukan di pertanaman kacang panjang sebagian besar dari spesies Coccinella transversalis dan Harmonia sp. Menurut Shepard et al. (1987), larva Harmonia sp. lebih rakus dari pada yang dewasa dengan kemampuan memangsa 5-10 nimfa dan imago kutu daun atau wereng tiap hari. Hasil penelitian Situmorang (2003), menemukan bahwa kumbang Coccinellidae pada tanaman kacang panjang sudah ditemukan sejak tanaman masih muda walaupun belum ditemukan hama yang menjadi mangsanya seperti A. craccivora. Hal ini menunjukkan bahwa kumbang ini bergerak aktif untuk mencari mangsanya. Lalat Syphidae adalah jenis predator lain yang ditemukan pada pertanaman kacang panjang. Larva lalat Syrphidae adalah salah satu predator kutu daun A. craccivora. Sama halnya seperti kumbang Coccinellidae, peran larva Syrphidae sebagai predator A.craccivora juga tidak mampu menekan populasi kutu daun karena populasinya sangat rendah. Larva Syrphidae biasanya ditemukan di dekat koloni kutu daun karena imagonya meletakkan telur di tempattempat yang ada koloni kutu daun, sedangkan larvanya tidak dapat berpindah ke tanaman lain untuk mencari mangsa. Larva Syrphidae yang ditemukan memiliki warna hijau dan tidak bertungkai. Jenis yang ditemukan pada tanaman kacang panjang fase generatif adalah Ischiodon scutellaris (Fabricius). Selain kumbang Coccinellidae dan larva Syrphidae, predator lain yang ditemukan adalah kumbang Paederus sp. yang merupakan salah satu jenis predator yang cukup penting pada beberapa pertanaman. Pada pertanaman kacang panjang kumbang ini merupakan predator dari beberapa jenis hama di antaranya adalah M. testulalis, kutu daun dan Empoasca sp. Penelitian Winasa et al. (2006), menunjukkan kumbang P. fuscipes adalah pemangsa telur Helicoverpa armigera dan Etiella zinckenella, larva H. armigera dan Spodoptera litura di pertanaman kedelai. Kemampuan memangsa oleh sepasang kumbang mencapai 12-14 butir telur atau 12 ekor larva per 24 jam, namun kemampuan memancar dalam pencarian mangsanya relatif lambat.

21 Predator lainnya yang ditemukan pada pertanaman kacang panjang adalah Araneae (laba-laba). Laba-laba termasuk ke dalam predator generalis yaitu predator yang dapat memangsa berbagai macam hama di pertanaman. Menurut Shepard et al. (1987) laba-laba mampu memangsa berbagai jenis serangga termasuk larva Lepidoptera, ngengat, dan wereng. Laba-laba yang ditemukan pada tanaman kacang panjang diduga juga memangsa hama seperti Empoasca sp. (Cicadellidae) yang banyak ditemukan. Kelimpahan populasi laba-laba pada pertanaman kacang panjang sangat rendah dan cenderung menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Laba-laba yang ditemukan pada tanaman kacang panjang termasuk famili Araneidae dimana mereka biasanya bersembunyi di balik daun tanaman sambil menunggu ada mangsa yang lewat. Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah Artropoda permukaan tanah yang terperangkap oleh lubang perangkap (pitfall traps) kebanyakan didominasi oleh Collembola. Artropoda lainnya yang banyak tertangkap adalah serangga dari famili Formicidae, Carabidae, Gryllidae dan Araneae (laba-laba) (Tabel 2). Collembola adalah salah satu artropoda yang tertangkap lubang perangkap yang memiliki kerapatan populasi yang paling tinggi. Semakin tua umur tanaman, populasi Collembola yang tertangkap juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan Collembola adalah artropoda yang hidup pada serasah yang berada di permukaan tanah dan semakin tua umur tanaman serasah yang ada pada permukaan tanah juga semakin banyak. Serasah yang ada pada permukaan tanah berasal dari bagian tanaman seperti daun, batang, dan lainnya baik yang berasal dari tanaman kacang panjang maupun dari tumbuhan lainnya seperti gulma. Kerapatan vegetasi akan menyebabkan jatuhan dan ketebalan serasah lebih tinggi, sehingga menyediakan sumber pakan yang lebih baik bagi artropoda tanah dan dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Sebayang et al. 2000). Suhardjono (2000), menyebutkan sebagian besar Collembola merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh

22 jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar. Tabel 2 Kelimpahan rata-rata artropoda yang tertangkap lubang perangkap pada tanaman kacang panjang fase generatif tanpa aplikasi insektisida Ordo/Famili Kelimpahan artropoda yang tertangkap pada umur tanaman (MST)*± SD** 6 7 8 9 Collembola 27,53±11,96 28,80±5,06 32,73±16,04 35,27±22,94 Gryllidae 0,40±0,83 0,00±0,00 0,67±0,90 0,47±0,83 Araneae 0,60±0,74 0,60±0,99 0,73±0,88 0,67±0,98 Formicidae 3,47±2,80 1,53±0,92 2,73±1,75 2,20±1,57 Carabidae 0,67±0,72 0,80±0,77 0,53±0,74 0,47±0,92 Hemiptera 0,27±0,59 0,40±0,91 0,73±0,96 0,36±0,63 Dermaptera 0,47±1,13 0,00±0,00 0,13±0,52 0,33±0,62 Acrididae 0,40±0,63 1,40±1,64 1,20±1,97 0,73±1,10 Culicidae 0,67±1,29 0,53±0,99 0,53±1,36 0,53±0,99 *MST = Minggu Setelah Tanam **SD = Standar Deviasi Kelimpahan serangga Formicidae yang tertangkap lubang perangkap rendah. Diketahui beberapa jenis Formicidae dapat berperan sebagai predator untuk beberapa jenis hama pada pertanaman, baik yang ada pada tajuk tanaman maupun pada permukaan tanah. Selain sebagai serangga predator semut juga berfungsi sebagai serangga pengurai dan sebagai serangga herbivor (Holldobler & Wilson 1990). Selain itu, semut juga sering dijadikan indikator biologi untuk perubahan lingkungan seperti ekologi, konservasi, biomonitoring dan pengendalian hayati (Agosti et al. 2000). Carabidae adalah artropoda permukaan tanah yang berfungsi sebagai predator. Selain itu, Carabidae juga berfungsi sebagai herbivor (hama tanaman) dan bioindikator manajemen lahan pertanian (Kromp 1990). Kelimpahan

23 populasi Carabidae yang tertangkap lubang perangkap menurun seiring bertambahnya umur tanaman kacang panjang. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa Carabidae yang tertangkap didominasi oleh Chlaenius sp. dan Peropsophus sp. Araneae (laba-laba) merupakan salah satu artropoda permukaan tanah yang mempunyai sifat sebagai predator generalis. Laba-laba yang terperangkap lubang perangkap didominasi oleh Pardosa pseudoannulata dan Myrmarachne sp. Penelitian Marheni (2004), menunjukkan predator Pardosa pseudoannulata mempunyai kemampuan memangsa wereng batang coklat rata-rata 4,05 ekor per hari. Laba-laba ini merupakan pemburu yang sangat aktif bergerak dan menggunakan banyak waktu untuk mencari mangsanya. Pengaruh Perlakuan Insektisida terhadap Kelimpahan Hama dan Musuh Alami Aplikasi insektisida metomil 40% (Dangke 40 WP) pada tanaman kacang panjang, sebagian menunjukkan pengaruh nyata dan sebagian tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan populasi hama utama. Perlakuan insektisida tidak memberikan pengaruh nyata pada kelimpahan populasi hama A. craccivora, Oxya sp. dan R. linearis pada pengamatan umur tanaman 6 sampai 10 MST, namun dalam beberapa kali pengamatan populasi pada petak tanpa perlakuan insektisida tampak relatif lebih tinggi dibandingkan petak dengan perlakuan metomil 40% atau sebaliknya (Tabel 3). Kelimpahan populasi A. craccivora terus meningkat setiap minggunya pasca aplikasi insektisida. Aplikasi insektisida memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan Empoasca sp. yaitu pada saat tanaman berumur 6, 7, 9 dan 10 MST (Tabel 3). Perlakuan insektisida juga memberikan pengaruh nyata pada kelimpahan hama Thrips sp. yaitu pada umur tanaman 7 dan 8 MST (Tabel 3). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian (2004), insektisida dengan bahan aktif metomil dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis hama pada tanaman seperti Spodoptera exigua (bawang merah), Plutella xylostella dan Crocidolomia binotalis (kubis), Helopeltis antonii (teh dan kakao), Agromyza spp., Lamprosema indicata, Etiella zinckenella (kedelai) dan

24 Spodoptera sp. (tembakau). Selain itu, metomil juga telah menyebabkan terjadinya resistensi pada larva S. exigua pada bawang merah (Moekesan & Basuki 2007) dan juga telah menyebabkan terjadinya resistensi pada hama Helicoverpa spp. pada pertanaman tembakau petani di daerah Jember (Amir 2009). Perlakuan insektisida tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan musuh alami pada tanaman kacang panjang. Tidak ada satupun dari musuh alami pada tanaman kacang panjang terkena dampak dari perlakuan insektisida dari umur tanaman 6 MST sampai 10 MST (Tabel 4). Perbedaan kelimpahan populasi musuh alami pada kedua petak perlakuan tidak terlalu berbeda jauh dan kadang-kadang tingkat populasi pada petak perlakuan dengan insektisida lebih tinggi dari pada petak kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan insektisida yang sesuai dosis anjuran pada tanaman kacang panjang tidak memberikan efek yang negatif karena tidak mengganggu atau mengurangi kelimpahan musuh alami yang ada pada tanaman. Menurut Everts et al. (1991) potensi musuh alami dapat terganggu oleh aplikasi insektisida, aplikasi insektisida sebanyak tiga kali selama pertumbuhan tanaman berpengaruh buruk terhadap kelimpahan laba-laba, serangga predator, dan parasitoid. Insektisida juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap musuh alami sebagai akibat berkurangnya ketersediaan mangsa atau inangnya, atau karena memangsa atau memarasit serangga hama yang terkontaminasi insektisida. Selain itu, insektisida pada dosis subletal dapat menurunkan lama hidup, keperidian dan perilaku pencarian inang atau mangsa.