Sari dan Suharsono.- Pengaruh Kerapatan Konidia Beauveria pada Kutu Kebul

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

Pengaruh Kombinasi Jenis Cendawan Entomopatogen dan Frekuensi Aplikasi terhadap Mortalitas Kutu Kebul (Bemisia tabaci)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

KELIMPAHAN POPULASI KUTU KEBUL PADA GENOTIPE KEDELAI

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (595) :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

ISSN:

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB III METODE PENELITIAN

Hama penghisap daun Aphis craccivora

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (553) :

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

KEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

Penggunaan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii untuk Menanggulangi Hama Penggerek Polong Kedelai Etiella zinckenella secara in Vitro

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

ANALISIS INFEKSI Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV) TERHADAP TANAMAN KEDELAI Glycine max DENGAN MENGGUNAKAN UJI ELISA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan

The Effect of Lecanicillium lecanii on Armyworms (Spodoptera litura) Mortality by In Vitro Assays

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jl Veteran, Malang Kendalpayak Km 8, Kabupaten Malang

EFIKASI Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, DAN Beauveria bassiana UNTUK PENGENDALIAN HAMA KEPIK HIJAU

Suprayogi, Marheni*, Syahrial Oemry

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

Yusran Baddu, Retno Dyah Puspitarini, Aminuddin Afandhi

VIRULENSI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN LECANICILLIUM LECANII TERHADAP KUTU KEBUL DAN KEMAMPUANNYA SEBAGAI VEKTOR VIRUS CMMV PADA TANAMAN KEDELAI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

TINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

Uly C. Sitompul 1 * dan Lazuardi 2

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

Bab III METODE PENELITIAN. eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

EVALUASI PENDAHULUAN KEPEKAAN GALUR-GALUR KACANG TANAH TERHADAP KUTU KEBUL

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) DAN MUSUH ALAMINYA PADA TANAMAN CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Patogenitas Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. terhadap Hama Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera: Noctuidae)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Penyiapan Tanaman Media Uji

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

Transkripsi:

PENGARUH KERAPATAN KONIDIA Beauveria bassiana TERHADAP KEMATIAN IMAGO, NIMFA, DAN TELUR KUTU KEBUL Bemisia tabaci Gennadius. Kurnia Paramita Sari dan Suharsono Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian ABSTRACT Beauveria bassiana conidia density could effect the mortality of Bemisia tabaci s adults, nymphs, and eggs. Bemisia tabaci Gennadius is one of the most important pest on soybean. It sucks plant fluids and is a vector virus of CPMMV. The application of entomopathogenous fungi such as Beauveria bassiana hopefully can reduce B. tabaci population. The purpose of this research is to identify the density of B. bassiana conidia which effective to control B. tabaci and to obtain information related to stadia of B.tabaci which is most susceptible to B. bassiana. The research was conducted in randomized completely design which had 5 treatmens, i.e: P1: control (sprayed with water), P2: 105 of conidia density B. bassiana, P3: 106 of conidia density B. bassiana, P4: 107 of conidia density B. bassiana, and P5: 108 of conidia density B. bassiana, and every treatment was replicated for 5 times. The results showed that every treatment to conidia s density could reduce the B. tabaci population and had caused its mortality up to 100%. On the other hand, the control treatment showed only 4% B. tabaci died. The application of B. bassiana could help to inhibit the nymph to become an adult. The most susceptible stage on B.tabaci to B.bassiana is on adult stage. Key words: Bemisia tabaci, Beauveria bassiana.. PENDAHULUAN Kutu kebul (Bemisia tabaci Gennadius) merupakan hama penting pada tanaman kedelai. Kerusakan yang ditimbulkan oleh B. tabaci terdiri dari kerusakan langsung, kerusakan tidak langsung, dan sebagai vektor virus. Kerusakan langsung yang ditimbulkannya terdapat bercak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun, serta dapat menyebabkan terjadinya klorosis karena B. tabaci mengisap cairan tanaman (Mau dan Keesing, 2007). Kerusakan tidak langsung berupa timbulnya embun jelaga yang dapat menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal, dan juga sebagai vektor virus cowpea mild mottle virus (CPMMV) yang dapat menyebabkan kehilangan hasil 80 100 % (Hadianiarrahmi, 2008). Telur B. tabaci bentuknya lonjong, warna putih bening ketika baru diletakkan, kemudian berubah menjadi kecoklatan menjelang menetas. Telur berdiameter 0,25 mm, dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor kutu betina berkisar 28-300 butir tergantung pada tanaman inang dan suhu lingkungan (Indrayani, 2002). Nimfa yang baru menetas berwarna putih bening bentuk agak bulat, panjang 0,3-0,7 mm. Nimfa instar pertama ini aktif bergerak untuk mendapatkan bagian daun yang cocok sebagai sumber nutrisi selama menyelesaikan stadia nimfa. Apabila nimfa menemukan tempat berteduh biasanya stadia tersebut tidak berpindah-pindah lagi hingga menjadi imago (Hadianiarrahmi, 2008). Pada awalnya B. tabaci mudah dikendalikan dengan insektisida kimia, namun serangga ini sangat mudah menjadi tahan terhadap insektisida kimia (Mau dan Keesing, 2007). Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan pergiliran tanaman, tanaman perangkap, bahan nabati, minyak, perangkap kuning, musuh alami, dan insektisida kimia (Baliadi dan Tengkano, 2005; Baliadi et al., 2007). Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang dapat menginfeksi serangga hama. Bemicia bassiana banyak ditemukan pada larva Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera pada pertanaman kedelai, Plutella xylostella pada tanaman kubis (Hardaningsih, 2001). Beauveria sp. mempunyai kisaran inang cukup luas serta patogenisitasnya terhadap inang tinggi (Deciyanto dan Indrayani, 2009). Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani 247

Hasil penelitian Prayogo (2005) menunjukkan bahwa B. bassiana berpotensi untuk mengendalikan S. litura hingga mortalitasnya mencapai 80 %. Sampai saat ini belum pernah dilakukan pengendalian B. tabaci menggunakan agensia cendawan entomopatogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kerapatan konidia B. bassiana yang efektif untuk mengendalikan B. tabaci serta mempelajari stadia B. tabaci yang rentan terhadap B. bassiana. METODOLOGI Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) di Malang. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah aplikasi tingkat kerapatan konidia yaitu 10 8, 10 7, 10 6, 10 5 dan air sebagai kontrol. Pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Menanam kedelai varietas Grobogan sebagai pakan B. tabaci, yaitu 2 minggu sebelum penelitian dilaksanakan, kemudian disungkup menggunakan kain tile serta diletakkan di dalam rumah kaca. 2. Rearing B. tabaci Bemisia tabaci didapatkan dari lapangan, kemudian diinvestasikan pada kedelai yang telah ditanam dan disungkup menggunakan kain tile. 3. Perbanyakan cendawan B. bassiana Cendawan B. bassiana yang digunakan adalah koleksi Laboratorium Entomologi Balitkabi. Beauveria bassiana ditumbuhkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) di dalam cawan petri kemudian diinkubasi selama 21 hari setelah inokulasi. Setiap cawan Petri yang berisi biakan cendawan ditambah dengan air 10 ml kemudian koloni dikerok menggunakan kuas halus. Selanjutnya suspensi konidia dikocok dan ditambah Tween 80 sebanyak 2 ml/l yang berfungsi sebagai perata konidia yang bersifat hidropobik. Untuk memperoleh kerapatan konidia sebagai perlakuan maka suspensi konidia dihitung menggunakan haemocytometer. Cara memperoleh suspensi dengan kerapatan 10 10 adalah dengan mengambil 1 ml larutan dari 10 ml dicampur dengan air steril 9 ml yang diletakkan dalam tabung reaksi. Suspensi B. bassiana 10 10 ml diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berisi 9 ml air, sehingga kerapatannya menjadi 10 9. Suspensi 10 9 diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berisi 9 ml air steril. Suspensi 10 7 didapatkan dari 1 ml suspensi 10 8 ditambah dengan 9 ml air reaksi. Suspensi 10 6 didapatkan dari 1 ml suspensi 10 7 ditambah dengan 9 ml air reaksi. Suspensi 10 5 didapatkan dari 1 ml suspensi 10 6 ditambah dengan 9 ml air reaksi. Penelitian terdiri dari dua tahapan (I) Efikasi berbagai kerapatan konidia B. bassiana terhadap imago B. tabaci Kelompok imago B. tabaci yang dikumpulkan dari Rumah Kasa pada tanaman kedelai kemudian dipelihara di dalam milar plastik dengan ukuran tinggi 25 cm dan diameter 10 cm. Di dalam milar diisi tanaman kedelai yang bagian pangkalnya dibalut dengan kapas basah dengan tujuan agar organ tanaman tersebut dalam kondisi tetap segar sebagai tempat/sumber makanan bagi serangga uji. Tanaman kedelai sebagai media/sumber pakan serangga uji diganti setiap hari. Pada masing-masing tanaman kedelai di dalam setiap milar diinfestasi imago B. tabaci 100 ekor per perlakuan per ulangan. Selanjutnya, kelompok imago B. tabaci disemprot dengan suspensi konidia B. bassiana dengan kerapatan 10 8, 10 7, 10 6, 10 5 konidia/ml. Pada perlakuan kontrol tanaman kedelai disemprot menggunakan air. Aplikasi suspensi konidia cendawan dilakukan dengan cara disemprot pada seluruh permukaan tubuh serangga uji dengan dosis 10ml/l. Efikasi cendawan dinilai dari jumlah mortalitas serangga uji yang diamati mulai 1 hari setelah aplikasi (HSA) sampai 5 HSA. (II) Uji kerentanan berbagai stadia B. tabaci terhadap infeksi B. bassiana Stadia B. tabaci yang diuji adalah 248 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani

imago, nimfa dan stadia telur. Masingmasing stadia serangga yang diuji diinfestasikan pada daun tanaman kedelai, khususnya bagian tanaman kedelai yang digunakan sebagai sumber makanan. Imago B. tabaci dimasukkan ke dalam milar plastik yang berdiameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Imago yang digunakan sebanyak 100 ekor. Pada bagian pangkal tanaman kedelai dibalut kapas yang dibasahi dengan air dengan tujuan organ tanaman khususnya daun tidak mudah kering. Nimfa dan telur B. tabaci diletakkan pada daun kedelai segar, kemudian ditempatkan di dalam cawan Petri yang berdiameter 20 cm. Cawan Petri yang digunakan beralaskan tisu makan. Nimfa dan telur yang digunakan sebanyak 10. mempengaruhi persentase tingkat kematian B. tabaci. Tabel 1. Mortalitas B. tabaci setelah diaplikasi cendawan B. bassiana dengan berbagai kerapatan konidia Perlakuan Rata-rata mortalitas B. tabaci pada hari ke (n) setelah aplikasi H1 (%) H2 (%) H3 (%) H4 (%) Kontrol 3 b 4 b 4 b 4 b 10 5 48 a 84 a 93 a 99 a 10 6 48 a 86 a 94 a 98 a 10 7 54 a 88 a 94 a 98 a 10 8 62 a 90 a 99 a 100 a Imago, nimfa, dan telur kemudian diaplikasi menggunakan suspensi B. bassiana dengan kerapatan 10 7 dengan dosis 10 ml/l. Variabel yang diamatai adalah (1) jumlah nimfa yang berubah menjadi imago, (2) jumlah telur yang berubah menjadi nimfa, dan (3) mortalitas imago B. tabaci. HASIL DAN PEMBAHASAN Efikasi cendawan B. bassiana dinilai dari jumlah/persentase mortalitas B. tabaci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan konidia B. bassiana, semakin banyak jumlah serangga yang mati (Tabel 1). Kematian B. tabaci tidak hanya ditemukan pada serangga uji yang disemprot dengan kerapatan konidia terendah, namun pada kontrol (tanpa aplikasi) juga ditemukan. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan, kondisi dalam tubuh serangga tersebut dan juga kompetisi B. tabaci dalam merebutkan makanan, tempat, dan udara. Kematian B. tabaci pada perlakuan disebabkan oleh masuknya miselium B. bassiana ke dalam tubuh B. tabaci, sehingga B. tabaci berwarna putih karena diselimuti miselium B. bassiana (Gambar 1). Hal itu juga didukung oleh keefektifan B. bassiana dalam mengendalikan S. litura mencapai 80 % (Prayogo, 2005). Keefektifan suatu jenis agensia hayati biasanya ditentukan oleh tingkat mortalitas serangga uji (Prayogo, 2005). Perbedaan kerapatan konidia B. bassiana dalam menginfeksi B. tabaci tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa kerapatan konidia tidak Gambar 1. Kutu kebul yang diselimuti oleh miselium B. bassiana Tingkat keberhasilan cendawan entomopatogen dalam menginfeksi serangga tidak dipengaruhi kerapatan konidianya, tetapi dipengaruhi oleh berhasil tidaknya cendawan entomopatogen tersebut menembus kutikula dari serangga. Proses infeksi cendawan B. bassiana melalui kutikula atau saluran pencernaan serangga. Menurut Talanca (2005) sebelum konidia B. bassiana mencapai organ vital, terlebih dahulu berkecambah membentuk tabung kecambah dan hifa di permukaan kulit. Hifa ini secara bersamasama membentuk myselium, kemudian penetrasi ke dalam tubuh serangga. Di dalam tubuh serangga B. bassiana memperbanyak diri dan memproduksi toksin beauverisin. Toksin inilah yang merusak struktur membran sel, sehingga serangga mati, selain itu semua organ jaringan di dalam tubuh serangga habis digunakan oleh cendawan (Prayogo et al., 2002). Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani 249

sembilan. Aplikasi B. bassiana pada telur B. tabaci tidak dapat menghambat penetasan telur, karena efikasi cendawan B. bassiana yang rendah dan waktu penetasan telur yang pendek sehingga kinerja cendawan lambat. Gambar 2. Jumlah nimfa B. tabaci yang berubah menjadi imago setelah diaplikasi B. bassiana. Gambar 2. terlihat bahwa pada perlakuan aplikasi B. bassiana sampai delapan HSA, terdapat nimfa yang belum berubah menjadi imago. Dari grafik tersebut terlihat bahwa perlakuan dengan aplikasi B. bassiana dapat menghambat perkembangan nimfa menjadi imago, delapan hari lebih lama daripada perlakuan kontrol. Nimfa pada perlakuan kontrol dari hari pertama pengamatan mulai mengalami perubahan menjadi imago, dan pada hari ketiga pengamatan semua nimfa pada perlakuan kontrol berubah menjadi imago. Gambar 4. Pengaruh aplikasi B. bassiana terhadap mortalitas imago B. tabaci Bemicia bassiana untuk menginfeksi B. tabaci membutuhkan waktu selama empat hari. Pada 1 HSA terlihat kematian B. tabaci sebesar 52 %. Pada 2 HSA kematian B. tabaci sebesar 89 % dan pada 3 HSA sebesar 92 % serta mencapai 99 % pada 4 HSA. Konidia B. bassiana masuk dalam kutikula B. tabaci dan akan berkecambah serta tumbuh dalam tubuh B. tabaci (Groden, 1999). Pada perlakuan kontrol, kematian B. tabaci pada 1-4 HSA < 10 %. B. bassiana dalam menginfeksi B. tabaci melalui proses infeksi fase parasit. Fase parasit yaitu konidia masuk ke dalam tubuh serangga melalui kutikula kemudian konidia berkecambah dan masuk ke homosoel, yang selanjutnya berproduksi dan membentuk hifa sehingga menyebabkan serangga mati (Mau dan Keesing, 2007). Gambar 3. Telur B. tabaci yang mengalami perubahan menjadi nimfa setelah aplikasi B. bassiana. Gambar 3 terlihat bahwa penetasan telur menjadi nimfa instar 1 pada perlakuan dengan B. bassiana mulai terjadi pada tiga HSA, pada perlakuan kontrol terjadi mulai dari pertama HSA. Penetasan telur menjadi nimfa instar satu pada perlakuan dengan B. bassiana berakhir pada hari ke enam, sedangkan pada perlakuan kontrol berakhir pada hari ke Pengendalian B. tabaci dengan menggunakan B. bassiana lebih efektif dilakukan pada stadia imago, karena konidia B. bassiana cepat menginfeksi imago melalui kutikula apabila dibandingkan dengan telur maupun nimfa. KESIMPULAN DAN SARAN Perbedaan kerapatan konidia B. bassiana tidak mempengaruhi tingkat persentase mortalitas B. tabaci. Pada kerapatan konidia 10 5 10 8 mortalitas B. tabaci dapat mencapai 95 %-100 % dalam waktu 5 hari. 250 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani

Imago B. tabaci merupakan stadia yang sangat rentan terhadap infeksi cendawan B. bassiana. Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk aplikasi B. bassiana dalam mengendalikan B. tabaci di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Baliadi, Y. dan W. Tengkano. 2005. Evaluasi keefektifan dan efisiensi berbagai teknologi pengendalian vektor virus, Bemisia tabaci dan Aphis glycines di lahan kering masam Propinsi Lampung. Laporan Penelitian Balitkabi Tahun 2004/2005. 11 hlm. Baliadi, Y., W. Tengkano, dan Purwantoro. 2007. Pengendalian vektor virus, Aphis glycines Mats. dan Bemisia tabaci Genn. dengan insektisida kimia. Inovasi Teknologi Kacang-Kacangan dan Umbi- Umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Puslitbangtan, p: 425-434. Deciyanto, S. dan I. G. A. A. Indrayani. 2009. Jamur entomopatogen Beauveria bassiana: potensi dan prospeknya dalam pengendalian hama tungau. Perspektif 8 (2): 65-73. Groden, E. 1999. Integrated Pest Management. Dept. Of Biological Sciences University of Maize, p: 313-315. Hadianiarrahmi. 2008. Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). http://ditlin.hortikultura.go.id/opt/tomat/kt_k ebul.htm. 5 Juni 2010. Hardaningsih, S. 2001. Identifikasi ras jamur entomofaga. Lap. Teknis Balitkabi tahun 2000. Buku II (2): 53-59. Indrayani, I.G.A.A. 2002. Studi pustaka bioekologi dan teknik pengendalian hama lalat putih, Bemisia spp. (Homoptera: Aleyrodidae). http://www.winpdf.com. Acessed 02 Desember 2010. Mau, R. F. L. dan Keesing J.M.L. 2007. Bemisia tabaci (Gennadius). Department of Entomology. Honolulu. Hawai. J.M. Diez (eds). http://www.extento.hawaii.edu/kbase/type/ b tabaci.htm. Acessed 02 Desember 2010. Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Suharsono, 2002. Jamur entomopatogen pada Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera. Seminar Hasil Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang, 25-26 Juni 2002. 16 hlm. Prayogo, Y. 2005. Potensi, kendala, dan upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogen untuk mengendalikan hama tanaman pangan. Buletin Palawija, p: 53-65. Talanca, A. H. 2005. Bioekologi cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Balai Penelitian Tanaman Serealia, Makasar 29-30 September, p:482-487. Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani 251