BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur keseimbangan asambasa

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya polusi lingkungan, tanpa disadari dapat mempengaruhi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan N0.36 Tahun 2009 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga. menyebabkan uremia, yang ditandai dengan GFR kurang dari 60 ml/menit

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Selain itu, ginjal juga berfungsi mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berakhir dengan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. angka ini meningkat menjadi 219 pasien dan tahun 2013 menjadi 418 pasien. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang


BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Hemodialisis (HD) Adalah pengobatan dengan alat yaitu Dialyzer, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

BAB I PENDAHULUAN. darah dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan air secara. saja tetapi juga di negara berkembang. Di Amerika Serikat,

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN DEPRESI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUP. PROF. Dr. R. D.

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya. penyakit tidak menular. Menurut WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. serius di dunia yang insidensinya meningkat setiap tahun. Walaupun penyakit

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN MEKANISME KOPING PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH II YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis, yang artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014). Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di Indonesia, data yang didapatkan tahun 2007 2014 tercatat 28.882 pasien, dimana pasien baru sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di Jawa Tengah terdapat 3.363 pasien, dimana 2.192 pasien baru dan 1.171 pasien aktif. Angka kejadian gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh hipertensi yang meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7% (IRR, 2014). Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana tubuh gagal mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia, yang 1

2 ditandai dengan GFR kurang dari 60 ml/menit per 1,73 m3 selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. (National Kidney Foundation s Kidney Disease and Outcome Quality Initiative, 2002 dalam Pardede,D, 2012). Terapi gagal ginjal kronik salah satunya adalah hemodialisis. Hemodialisis (HD) adalah prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialiser (Supriyadi, Wagiyo & Widowati, 2011). Frekuensi tindakan hemodialisis bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata-rata penderita menjalani 2 kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisis paling sedikit 3-4 jam tiap sekali tindakan terapi. Akibatnya yang dirasakan saat hemodialisis berlangsung yaitu seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual, dan muntah (Yang,et al., 2011). Pasien gagal ginjal, dengan tindakan hemodialisis merupakan hal yang sangat penting karena hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal. Dua pertiga dari pasien yang menjalani terapi dialisis tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sebelum dia menjalani hemodialisa. Pasien sering mengalami masalah seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan mengarah pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya (Fatayi, 2008).

3 Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang ditandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari rangkaian tingkah laku (Cahyaningsih, 2009). Kecemasan merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh pasien yang menjalani hemodialisis. Rasa cemas yang dialami pasien bisa timbul karena masa penderitaan yang sangat panjang. Selain itu, pasien hemodialisis juga sering berpikir negatif terhadap proses hemodialisis yang dilakukannya dalam waktu yang lama. Situasi ini dapat menimbulkan perubahan terhadap pasien, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis (Kandou, 2015). Kecemasan yang tidak teratasi dapat menyebabkan individu mengalami depresi. Depresi merupakan masalah psikologis yang paling sering dihadapi oleh pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Depresi merupakan penyakit yang melibatkan tubuh, suasana hati, dan pikiran (Shanty, 2011). Depresi yang paling sering muncul pada pasien-pasien dialisis adalah anhedonia (kehilangan minat), perasaan sedih, tidak berguna, merasa bersalah, putus asa, gangguan tidur, diikuti dengan nafsu makan menurun, dan seksualitas menurun (Suryaningsih, 2010). Kecemasan dan depresi merupakan kondisi gangguan psikologis yang sering terjadi pada pasien penyakit ginjal kronis dan sangat sering terkait dengan angka kematian yang tinggi, angka kesakitan dan hospitalisasi yang tinggi (Kojima, 2012). Penelitian Vasilopoulou (2015) menyebutkan bahwa pada pasien yang menjalani hemodialisis 47,8% memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan 38,2% memiliki tingkat depresi tinggi. Lee (2013) menyebutkan prevalensi depresi (47,1%) pasien dan kecemasan (27,6%) pasien, tidak berbeda di tahap

4 gagal ginjal kronik. Depresi berkorelasi positif dengan usia, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, indeks komorbiditas, tingkat hemoglobin, konsentrasi albumin dan skor kecemasan, dan berkorelasi negatif dengan semua nilai domain WHOQOL-BREF. Kecemasan berkorelasi secara signifikan dengan QOL, tetapi tidak dengan faktor sosial ekonomi. Dalam analisis regresi, kadar hemoglobin, kecemasan dan kualitas hidup merupakan faktor independen yang terkait dengan depresi. Anees M (2011) pada penelitiannya menunjukkan dari 89 pasien yang terdaftar terdapat58,4% adalah pasien laki-laki dan 86,5% adalah pasien yang sudah menikah. Penyebab utama gagal ginjal yaitu diabetes, hipertensi dan glomerulonephrotis kronis. Untuk durasi dialisis kisaran 03-49 bulan dengan rata-rata ± 19,64-11,7 bulan. Keparahan depresi dikategorikan ringan, sedang dan berat pada dasar skor BDI. Sebagian besar pasien (56,1%) yang termasuk dalam kategori depresi parah dan dalam prevalensi depresi tidak ada perbedaan gender. Penelitian Ratnawati (2011) melakukan penelitian di Ruang hemodialisa BLUD RSU DR. M.M Dunda dari 15 responden 40% pasien mengalami kecemasan ringan, 26,7% pasien mengalami kecemasan sedang, 20% pasien mengalami kecemasan berat, dan 13,3% mengalami kecemasan panik. Penelitian Amalia (2013) di Ruang hemodialisis RSUP DR. M. Djamil Padang menunjukkan bahwa dari 16 responden 56,25% pasien tidak mengalami depresi, 37,50% pasien mengalami depresi ringan, 6,25% pasien mengalami depresi sedang.

5 Hasil studi pendahuluan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 7 November 2016 di ruang hemodialisa terdapat 150 pasien dalam satu tahun, 65 pasien termasuk pasien gagal ginjal kronik baru, yang terdiri dari 33 pasien perempuan dan 32 pasien laki-laki dengan pemasangan AV Shunt. Pasien dengan pemasangan AV Shunt yang berada di tangan kiri terdapat 42 pasien sedangkan pada tangan kanan terdapat 13 pasien. Dalam satu bulan ada 64 pasien laki-laki dan 40 pasien perempuan yang menjalani hemodialisis dengan pemasangan Av shunt, sedangkan 18 pasien laki-laki dan 20 pasien perempuan menjalani hemodialisis dengan pemasangan femoralis. Setiap hari ada 46 pasien yang melakukan terapi hemodialisis yang terbagi shift pagi dan siang. Pasien menjalani hemodialisis selama 2 kali dalam seminggu dengan waktu kurang lebih 4 sampai 5 jam. Rentang usia pasien yang menjalani hemodialisis adalah 18 tahun sampai 75 tahun. Peneliti sempat mengobservasi dan mewawancarai pasien laki-laki maupun perempuan yang sedang menjalani hemodialisis. Hasil observasi peneliti pada shift pagi hari kamis ada 9 pasien perempuan yang sedang menjalani hemodialisis dengan pemasangan AV Shunt pada tangan kiri dan 1 pasien dengan pemasangan AV Shunt pada tangan kanan, sedangkan pasien laki-laki ada 10 pasien yang menjalani hemodialisis dengan pemasangan AV Shunt pada tangan kiri dan 1 pasien pada tangan kanan. Hasil wawancara 5 orang pasien hemodialisis, semua pasien mengatakan bahwa pasien menjalani hemodialisis disebabkan oleh faktor utama adalah hipertensi. 3 orang pasien mengatakan mereka sering merasakan takut, stres, dan perasaan yang tidak nyaman seperti

6 nyeri, pusing, mual dan sering merasakan keluhan seperti cepat merasa lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien mengatakan, tingkat kecemasan meningkat di ruang hemodialisa terjadi selama tindakan hemodialisis pertama, pasien mengatakan takut dan cemas akan tindakan yang akan dilakukan karena melihat begitu banyak mesin yang mengeluarkan bunyi serta banyaknya selang dan kabel yang dihubungkan antara mesin dan tubuhnya, pasien tersebut termasuk dalam tingkat kecemasan sedang. 1 orang pasien mengatakan takut dan cemas berat hingga depresi karena akan tindakan hemodialisis yang dapat memperburuk kondisinya, termasuk dalam kecemasan berat dan depresi sedang. Satu orang pasien mengatakan tidak takut dan tidak cemas dengan tindakan hemodialisis karena sudah menjalani tindakan hemodialisis lebih dari lima kali. Penelitian sebelumnya di ruang hemodialisa RSUD dr. Margono Soekarjo Purwokerto banyak meneliti tentang hubungan dan pengaruh terapi-terapi dengan tingkat kecemasan atau tingkat depresinya saja. Adapun perbedaan disini penulis akan meneliti tentang kedua hal tersebut yaitu tentang perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pasien yang menjalani hemodialisis khususnya terhadap pemasangan alat hemodialisis pasien yaitu akses AV Shunt pada tangan kanan/kiri. AV Shunt merupakan penyambungan pembuluh darah vena dan arteri dengan tujuan untuk memperbesar aliran darah vena supaya dapat digunakan untuk keperluan hemodialisis. Untuk akses lebih sering digunakan pada lengan yang non dominan, bila lebih sering pakai tangan kanan, berarti shunt dibuat

7 ditangan kiri, dan sebaliknya. Karena banyak dari pasien hemodialisis yang melakukan sesuatu dominan dengan tangan kanan, maka shunt banyak dibuat ditangan kiri. Sesuai dengan kebiasaan masyarakat khususnya di Indonesia yang sebagian besar segala sesuatu mudah dilakukan dengan dominan menggunakan tangan kanan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. B. Rumusan Masalah Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, yang dapat menimbulkan dampak pada psikologis pasien seperti tingkat kecemasan dan depresi, begitu juga pada pemasangan alat AV Shunt. Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

8 2. Tujuan khusus Pada penelitian ini memiliki tujuan khusus untuk mengetahui : a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto b. Mengetahui tingkat kecemasan pada pasien hemodialisis dengan pemasangan AV Shunt di tangan kanan dan kiri pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto c. Mengetahui tingkat kejadian depresi pada pasien hemodialisis dengan pemasangan AV Shunt di tangan kanan dan kiri pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto d. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dengan depresi pada pasien hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah tentang perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi keluarga dan pasien Penelitian ini diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada responden yang menjalani terapi hemodialisa dan

9 dapat meminimalkan rasa cemas dan depresi pasien terhadap tindakan hemodialisis yang dijalani b. Bagi rumah sakit Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalamrangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terutama untuk mengatasi kecemasan dan depresi pada pasien hemodialisa c. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan tingkat kecemasan dan depresi pasien hemodialisis. Untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang psikologis pasien dengan pemasangan akses vaskuler femoralis pada pasien hemodialisis E. Penelitian Terkait 1. Penelitian Ratnawati (2011) dengan judul tingkat kecemasan pasien dengan tindakan hemodialisa di BLUD RSU DR. M.M Dunda Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Dalam melakukan pengumpulan data peneliti menggunakan data kuesioner dan lembar observasi, dari 15 responden didapatkan hasil kecemasan tingkat ringan 6 responden (40%), sedang 4 responden (26,7%), berat 3 responden (20%), dan panik 2 responden (13,3%). Persamaan penelitian Ratnawati dengan penelitian ini adalah samasama meneliti tentang tingkat kecemasan pasien dengan tindakan

10 hemodialisa, sedangkan perbedaan penelitian Ratnawati dengan penelitian ini adalah hanya pada waktu dan lokasi penelitian. 2. Peneliti Amalia (2013) dengan judul gambaran tingkat depresi pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9 responden (56,25%) tidak mengalami depresi, depresi ringan 6 responden (37,50%) dan depresi sedang 1 responden (6,25%). Persamaan penelitian Fitri Amalia dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh tindakan hemodialisa terhadap tingkat depresi pasien, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah pada penelitian Fitri Amalia hanya pada waktu dan lokasi penelitian. 3. Pada penelitian Lee (2013) dengan judul Association of depression and anxiety with reduced quality of life in patients with predialysis chronic kidney disease. Hasil prevalensi depresi (47,1%) dan kecemasan (27,6%) tidak berbeda di tahap gagal ginjal kronik. Depresi berkorelasi positif dengan usia, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, indeks komorbiditas, tingkat hemoglobin, konsentrasi albumin dan skor kecemasan, dan berkorelasi negatif dengan semua nilai domain WHOQOL-BREF. Kecemasan berkorelasi secara signifikan dengan QOL, tetapi tidak dengan faktor sosial ekonomi. Dalam analisis regresi, kadar hemoglobin, kecemasan dan kualitas hidup merupakan faktor independen yang terkait dengan depresi. Dalam analisis regresi linear, depresi dan kecemasan secara independen berkorelasi dengan kualitas

11 hidup, setelah disesuaikan dengan usia, penggunaan alkohol, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, tingkat hemoglobin dan konsentrasi albumin. 4. Pada penelitian Vasilopoulou (2015) dengan judul The Impact of Anxiety and Depressi on on the Quality of Life of Hemodialysis Patients. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 47,8% memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan 38,2% memiliki tingkat depresi tinggi. Total skor rata-rata kualitas hidup ditemukan 17,14. Hal ini juga menunjukkan bahwa total skor kualitas hidup disajikan hubungan statistik yang signifikan dengan status keluarga (p = 0,007), tingkat pendidikan (p <0,001), jumlah anak (p = 0,001), 'kepatuhan dokter pasien pesanan (p = 0,003) dan mengusulkan diet (p = 0,002) dan hubungan pasien dengan profesional kesehatan dan pasien lainnya (p <0,001). Regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara keseluruhan kualitas skor kehidupan secara statistik berhubungan dengan tingkat depresi setelah disesuaikan untuk faktor pembaur. Lebih khusus, ditemukan bahwa total skor kualitas hidup adalah 2,5 dan 4,4 poin lebih rendah untuk pasien dengan tingkat sedang dan tinggi depresi, masing-masing, dibandingkan dengan pasien dengan rendahnya tingkat depresi (p <0,001). 5. Pada penelitiananees M (2011) dengan judul Depression in Hemodialysis Patients. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 89 pasien yang terdaftar terdapat 58,4% adalah pasien laki-laki dan 86,5% adalah pasien yang sudah menikah. Penyebab utama gagal ginjal

12 yaitu diabetes, hipertensi dan glomerulonephrotis kronis. Untuk durasi dialisis kisaran 03-49 bulan dengan rata-rata ± 19,64-11,7 bulan. Keparahan depresi dikategorikan ringan, sedang dan berat pada dasar skor BDI. Sebagian besar pasien (56,1%) yang termasuk dalam kategori depresi parah dan dalam prevalensi depresi tidak ada perbedaan gender.