KARAKTERISTIK MEDAN LISTRIK ATMOSFER KOTA PADANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN SAMBARAN PETIR AWAN KE TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibanding daerah lain yang berada jauh dari garis khatulistiwa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK PRELIMINARY BREAKDOWN PETIR DOWNWARD LEADER SEBELUM SAMBARAN NEGATIF PERTAMA

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi pada musim hujan disaat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat

BAB I PENDAHULUAN. Letak Indonesia secara astronomis berada antara 6º LU 11º LS dan 95º BT

KARAKTERISTIK PETIR POSITIF PADA MUSIM DINGIN DI JEPANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Petir merupakan gejala listrik alami dalam atmosfer bumi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan sangat menarik untuk diteliti. Sebuah petir untuk mencapai

LIGHTNING. Gambar 1. Antena storm tracker (LD 250 antenna). Gambar2. Layout lightning/2000 v5.3.1

1 ANALISIS MEDAN LISTRIK YANG DIPRODUKSI OLEH PRELIMINARY BREAKDOWN PADA PETIR NEGATIF AWAN KE BUMI

BAB I PENDAHULUAN. maka akan semakin rendah tekanan dan suhunya. Uap air tersebut akan

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN:

Analisis Perbandingan Shielding Gardu Induk Menggunakan Model Electrogeometric

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

Vol: 3 No. 2 September 2014 ISSN: DETEKSI LOKASI PETIR DENGAN METODA MAGNETIC DIRECTION FINDER

REKONFIGURASI RELAI PROTEKSI SETELAH PENAMBAHAN PEMBANGKIT TERSEBAR PADA JARINGAN DISTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam kejadian petir setiap tahunnya. Hal ini karena kota Padang secara

BMG SELAMAT DATANG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN GEOFISIKA GOWA

APLIKASI ALGORITMA PEMILAHAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PETIR PADA PC DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN C

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR...

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

ANALISIS DISAIN SISTEM PROTEKSI PETIR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN

dengan jarak penjalaran beberapa kilometer. Pelepasan arus listrik diawali dengan

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUKURAN STREAMER AWAL PENANGKAL PETIR KONVENSIONAL DAN NON KONVENSIONAL

Sistem pembumian plat Tahanan tubuh manusia Arus melalui tubuh manusia Arus fibrasi

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

I. PENDAHULUAN. Isolasi merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem tegangan tinggi yang

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

IDENTIFIKASI POLA SAMBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG) TAHUN 2014 DI WILAYAH PROVINSI ACEH

1. BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. Perubahan nilai kandungan elektron di atmosfer sebelum terjadi Gempabumi Yogyakarta 26 Mei 2006 ( I Made Kris Adi Astra, 2009)

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

POTENSI PETIR SEBAGAI SUMBER ENERGI BARU?

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

Frekuensi Sebaran Petir pada Kejadian Hujan Ekstrem di Stasiun Meteorologi Citeko... (Masruri dan Rahmadini)

Heat Energy Harvesting untuk Sumber Listrik DC Skala Kecil

STUDI PENGARUH STRAY CAPACITANCE TERHADAP KINERJA ARRESTER TEGANGAN TINGGI 150 KV DENGAN FINITE ELEMENT METHODS (FEM)

Realisasi dan Pengujian Prototype Alat Proteksi Petir dengan Metoda Pembalik Muatan

Perancangan Kinerja Penangkal Petir Menggunakan Metoda Bola Gelinding Pada Gedung Perpustakaan Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Pengaruh Harmonisa terhadap Pengukuran KWh Meter Tiga Fasa

ESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI RADIAL 20 KV (STUDI KASUS : PENYULANG KI.4-MAWAS GI. KIM)

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

Pengukuran dan Pengolahan Data Komponen Iklim di Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

DISTRIBUSI FASA PULSA-PULSA PD MINYAK SILIKON DENGAN TEGANGAN TINGGI AC

Implementasi Kecerdasan Buatan Untuk Sistem Kendali Lampu Jalan Berbasis Mikrokontroler

PEMANFAATAN KAMERA CCTV SEBAGAI ALAT BANTU TRAFFIC SURVEY BIDANG : TRAFFIC ENGINEERING. Ressi Dyah Adriani NPP

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

1 BAB I PENDAHULUAN. elektronik, komunikasi, maupun mesin. Setiap peralatan tersebut membutuhkan

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

Studi Parametrik Antena Vivaldi Slot dengan Pencatuan Mikrostrip

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Petir di Gedung Rumah Sakit Permata Hijau dengan Metode Konvensional dan Elektrostatis

PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP ULTRA WIDEBAND UNTUK DETEKSI KANKER PAYUDARA

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

Optimasi Posisi Antena pada UAV Alap-Alap BPPT menggunakan Computer Simulation Technology

Deteksi Lokasi Untuk Gangguan Multi Point Pada Jaring Tiang Distribusi 20 KV Dengan Menggunakan Metode Perambatan Gelombang Sinyal Arus Balik

ANALISIS SETTING DAN KOORDINASI RELE JARAK PADA GI 150 KV PANDEAN LAMPER ARAH SRONDOL. Abstrak

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

Pengaruh Pemasangan Pembangkit Terdistribusi (Distributed Generation) Terhadap Magnitude Arus Gangguan pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi setiap orang. Ketergantungan masyarakat terhadap listrik

Vol: 3 No. 2 September 2014 ISSN: SISTEM INFORMASI PETIR (SIP) DENGAN METODE LIGHTNING DISTRIBUTION (LD) DI WILAYAH SUMATERA BARAT

PROTEKSI PETIR PADA TRANSISI SALURAN UDARA DAN BAWAH TANAH TEGANGAN MENENGAH 20 kv

PERANCANGAN RECTENNA (RECTIFIER ANTENNA) SEBAGAI PENGUBAH DAYA ELEKTROMAGNETIK MENJADI OUTPUT DC PADA FREKUENSI WIFI 2,4 GHZ JURNAL SKRIPSI

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

Pemisahan Sinyal Noise Pada Pengolahan Data Medan Magnet Bumi Menggunakan Transformasi Wavelet

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

Analisis Gejala Perubahan Iklim Berbasis Karakteristik Data Radiasi Matahari di Makassar

Analisis Sistem Proteksi Petir Eksternal pada Pabrik 1 PT. Petrokimia Gresik

PROTEKSI PESAWAT TERBANG BOEING TERHADAP SAMBARAN PETIR

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

ISSN Cetak ISSN Online Analisis Perilaku Superkapasitor Susunan Sebagai Pengganti Baterai

PENGATURAN KESEIMBANGAN PENGISIAN DAN PENGOSONGAN BATERAI ASAM TIMBAL

Transkripsi:

Vol: 6, No. 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 KARAKTERISTIK MEDAN LISTRIK ATMOSFER KOTA PADANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN SAMBARAN PETIR AWAN KE TANAH Primas Emeraldi* dan Ariadi Hazmi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Andalas * Corresponding author, e-mail: primasemeraldi@ft.unand.ac.id 1 Abstrak Penggunaan data Electric Field Mill (EFM) dalam sistem peringatan bahaya petir membutuhkan kajian perbandingan data medan listrik atmosfer dengan sistem deteksi petir. Data dari detektor petir dibandingkan dengan data perubahan medan litrik statis selama proses badai petir. Berdasarkan pengukuran medan listrik atmosfer di kota Padang selama periode Januari Agustus 2015 diperoleh data yaitu terdapat sebanyak 219 kali badai petir. Dalam satu hari terjadi satu sampai dua kali badai petir dengan durasi rata rata per badai petir adalah 173,48 menit. Setiap badai petir tidak selalu menghasilkan sambaran petir awan ke tanah. Tidak ada hubungan langsung antara jumlah sambaran petir awan ke tanah dengan lamanya durasi badai petir. Badai petir dengan durasi terlama pada tanggal 12 April 2015 dengan durasi 638 menit menghasilkan 2 kali sambaran petir awan ke tanah. Sedangkan badai petir pada 30 Januari 2015 dengan durasi 114 menit bisa menghasilkan 13 kali sambaran petir awan ke tanah. Kata Kunci : Badai Petir, Medan Listrik Atmosfer, Electric Field Mill Abstract The possibility of using Electric Field Mill data as parameter of lightning warning sistem requires atmospheric electric field data comparisons with lightning detection sistems. Transient electric field from lightning detektor compare with continues atmospheric electric field during thunderstorm.based on atmospheric electric field measurement in Padang during the period of January - August 2015 there were 219 times thunderstorm events. In the event of thunderstorm,there is one or two thunderstorm event per day with average thunderstorm duration 173.48 minute per thunderstorm. There is no relations between the number of cloud to ground lightning strikes with the duration of the thunderstorm. Thunderstorm with 634 minute duration produces 2 cloud to ground lightning strikes while thunderstorm with shorter duration for 114 minute produces 13 cloud to ground lightning strikes. Keywords : Thunderstorm, Atmospheric Electric Field,Electric Field Mill Copyright 2017 JNTE. All rights reserved 1. PENDAHULUAN Badai petir adalah fenomena alam yang rumit dimana pembentukan badai petir menghasilkan suara, cahaya, medan elektromagnetik dan banyak efek lainnya, yang semuanya dapat memberikan informasi yang efektif untuk peringatan dan monitoring badai petir. Salah satu sistem yang digunakan untuk peringatan dan monitoring petir adalah menggunakan detektor petir yang mengamati perubahan transien cepat pada medan elektromagnetik yang dihasilkan saat sambaran petir. Detektor petir seperti ini hanya bisa mengamati kejadian petir pada periode waktu yang singkat [1-2]. Mengukur medan listrik atmosfer adalah cara lain yang bisa menutupi kelemahan sistem peringatan petir sebelumnya yang berdasarkan detektor petir. Pengukuran medan listrik atmosfer akan memberikan informasi proses pembentukan muatan di awan yang mendahului kejadian sambaran petir. Kuat medan listrik statis atmosfer meningkat di dan dekat lokasi pembentukan badai petir. Jika kenaikan nilai medan listrik ini terdeteksi dapat digunakan untuk sistem peringatan petir [3-5]. Medan listrik atmosfer umumnya dipantau menggunakan sensor untuk mengetahui besarnya medan listrik atmosfer antara awan dan tanah. Detektor medan listrik atmosfer didasarkan pada efek medan listrik yang dihasilkan dari proses pembentukan petir. Detektor rmedan listrik atmosfer memanfaatkan efek listrik yang dihasilkan selama periode badai petir dimana medan listrik di bawah awan akan berubah selama muatan listrik muncul di awan, Received date 2017-01-22, Revised date 2017-02-26, Accepted date 2017-02-28 DOI : 10.20449/jnte.v6i1.385

Vol 6, No 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 maka detektor medan listrik akan mendeteksi perubahan muatan, sehingga kita dapat mengetahui akumulasi muatan listrik dalam awan petir, dan memberikan probabilitas bahwa akan ada badai di dekatnya. Pengamatan medan listrik rutin membantu untuk mengetahui situasi pembentukan badai petir lokal secara real time. Salah satu alat ukur medan listrik atmosfer adalah Electric Field Mill (EFM) [6,7]. Penggunaan data EFM dalam sistem peringatan petir membutuhkan kajian perbandingan data EFM dengan sistem deteksi petir lainnya [8-11]. Pada makalah ini dibahas dan dianalisis data medan listrik atmosfer di kota Padang selama periode waktu Januari sampai Agustus 2015. Kemudian data dari detektor petir berupa perubahan transient medan listrik akibat sambaran petir dibandingkan dengan data perubahan medan litrik statis selama proses badai petir. kedepan untuk mengatasi masalah peramalan petir [6,7]. Sistem peringatan petir berdasarkan data sistem penentuan lokasi petir adalah sistem yang dapat memberikan perkiraan data lokasi petir yang relatif akurat namun membutuhkan biaya pemasangan dan perawatan yang mahal karena melibatkan banyak sensor. Sedangkan pengukuran medan listrik atmosfer memerlukan biaya yang relatif murah hanya dengan peralatan EFM dan mampu mendeteksi perubahan muatan pada pembentukan badai petir sehingga bisa mendeteksi kemungkinan sambaran petir awan ketanah pada area cakupan deteksi dari EFM seperti yang ditunjukan pada Gambar 1. 2. TINJAUAN PUSTAKA Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan elektrostatis berasal dari badai petir. Pelepasan muatan ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik lainnya. Ada dua kemungkinan pelepasan muatan pada petir yaitu kilat (lightnig flash) berupa pelepasan muatan diantara awan-awan ataupun antara pusat-pusat muatan di dalam awan tersebut dan sambaran petir (lightning strike) berupa pelepasan muatan antara awan bermuatan dengan tanah. Pelepasan muatan antara awan ke awan dan di dalam awan lebih banyak terjadi dari pada pelepasan muatan dari awan ke tanah. Namun petir awan ke tanah merupakan petir yang paling banyak menimbulkan kerusakan di permukaan bumi [12]. Proses kejadian petir melibatkan pemisahan muatan listrik di atmosfer yang meluahkan banyak energi dan dapat memberikan resiko bahaya pada objek di bumi saat terjadi sambaran petir ketanah. Dengan memantau medan listrik atmosfer membantu untuk memberikan pencegahan terhadap resiko bahaya petir. Pengukuran medan listrik atmosfer terus menerus dapat memberikan informasi yang efektif untuk perkiraan petir dan besarnya nilai perubahan medan listrik atmosfer digunakan sebagai patokan terjadinya petir. Mengukur medan listrik statis atmosfer mungkin cara lain Gambar 1. Area Cakupan Deteksi Petir Menggunakan EFM [3] 3. METODOLOGI 3.1. Pengukuran Medan Listrik Atmosfer EFM adalah perangkat elektro-mekanik yang mengukur kekuatan medan listrik statis. Satu atau lebih elektroda secara bergantian terkena dan kemudian terlindung dari medan listrik yang akan diukur. Arus listrik yang mengalir ke dan dari elektroda sebanding dengan kekuatan medan listrik. EFM yang digunakan adalah BOLTEK EFM-100 yang di pasang pada Gedung Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas Kota Padang. Diagram koneksi EFM- 100 ditunjukan pada Gambar 2. Dengan menggunakan EFM dapat diukur medan listrik yang terbentuk setiap harinya dimana alat ini merekam penuh gelombang medan listrik yang terbentuk di atmosfer secara kontinu. Berdasarkan gelombang medan listrik tersebut dapat diamati perubahan muatan di awan selama proses badai petir yang terjadi. Yang dimaksud badai petir adalah cuaca buruk yang disertai angin dan awan-awan comulunimbus yang dapat menyebabkan petir. Jurnal Nasional Teknik Elektro 13

Vol: 6, No. 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 melalui picoscope. Pemasangan detektor petir berada pada lokasi yang sama dengan EFM. Diagram koneksi detektor petir ditunjukan pada Gambar 4. Antenna Plat CPU Integrator Amplifier Kabel Koaksial Picoscope Gambar 2. Diagram koneksi EFM-100 Berdasarkan data EFM dapat diamati perubahan medan listrik atmosfer secara terus menerus. Pada kondisi cuaca cerah medan listrik atmosfer rata-rata berkisar antara 100 V/m hingga 200 V/m. Saat terjadi badai petir maka nilai medan listrik atmosfer akan meningkat dan berfluktuasi sesuai dengan muatan yang ada pada awan. Nilai medan listrik yang berfluktuasi melebihi 5 kv/m diasumsikan sebagai kejadian badai petir. Bentuk gelombang medan listrik atmosfer saat kejadian badai petir dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukan perubahan medan listrik atmosfer di kota Padang pada tanggal 23 Januari 2015. Pada Gambar 3 tampak bahwa badai petir terjadi dua kali, yaitu pada jam 13.41-15.02 WIB dan 18.19-19.26 WIB. Gambar 3. Medan listrik atmosfer di kota Padang pada 23 Januari 2015 3.2. Detektor Petir Detektor petir yang digunakan adalah antenna plat yang terhubung dengan integrator yang mempunyai time delay 10 ms dan gelombang medan listrik keluarannya diamati Gambar 4. Diagram Koneksi Detektor Petir Data pengukuran medan listrik atmosfer dari EFM dibandingkan dengan data sambaran petir dari detektor petir. Waktu kejadian sambaran petir awan ke tanah yang dideteksi menggunakan detektor petir divalidasi dengan data pengukuran medan listrik atmosfer pada waktu yang sama. Jumlah sambaran petir awan ke tanah yang terjadi pada setiap badai petir dihitung. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data EFM selama periode Januari sampai Agustus 2015 terdapat 219 kali kejadian badai petir. Dalam sehari terjadi 1 sampai 2 kali badai petir. Setiap kejadian badai petir dilakukan pengukuran durasi dari badai petir tersebut. Durasi badai petir dapat merepresentasikan banyaknya muatan yang terbentuk pada awan yang akan menghasilkan sambaran petir. Durasi badai petir terpanjang diperoleh pada tanggal 12 April 2015 dengan durasi badai petir selama 638 menit yaitu dari jam 12.05 22.43 WIB yang mana bentuk gelombang medan listrik atmosfernya ditunjukan pada Gambar 5. Sedangkan durasi badai petir terpendek diperoleh pada tanggal 25 Mei 2015 dengan durasi badai petir selama 45 menit yaitu dari jam 00.12 00.57 WIB dengan bentuk gelombang medan listrik atmosfer ditunjukan pada Gambar 6. Durasi rata rata dari badai petir yang terjadi selama periode Januari sampai Agustus 2015 yaitu 173,48 menit per badai petir. Perbandingan rata-rata durasi badai petir perbulan ditunjukan pada Gambar 7. 14 Jurnal Nasional Teknik Elektro

Vol 6, No 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 Gambar 5. Medan listrik atmosfer di kota Padang pada 12 April 2015 Berdasarkan perbandingan data sambaran petir dari detektor petir dengan data EFM diperoleh bahwa tidak ada hubungan linier jumlah sambaran petir dari awan ke tanah yang terjadi terhadap durasi dari badai petir. Durasi badai petir terlama pada 12 April 2015 yaitu dari jam 12.05 22.43 WIB menghasilkan jumlah petir awan ke tanah sebanyak 2 kali sambaran yaitu pada jam 13.03.23 WIB dan 13.09.42 WIB. Bentuk gelombang medan listrik atmosfer pada saat sambaran petir tersebut serta bentuk gelombang medan listrik dari detektor petir pada saat yang sama ditunjukan pada Gambar 8. (a) Gambar 6. Medan listrik amosfer di kota Padang pada 25 Mei 2015 (b) Gambar 7. Grafik durasi rata-rata badai petir selama Januari Agustus 2015 Setiap badai petir tidak selalu menghasilkan sambaran petir awan ke tanah. Untuk memungkinankan penggunaan data pengukuran medan listrik atmosfer saat badai petir sebagai acuan peringatan petir maka dilakukan analisis terhadap data medan listrik atmosfer ini dengan membandingkannya dengan data pada detektor petir pada waktu yang sama. Dikarenakan EFM mempunyai batasan jangkauan deteksi medan listrik atmosfer yaitu pada radius 20 km maka data detektor petir yang digunakan sebagai pembanding adalah data petir dekat. (c) Gambar 8. (a) Medan listrik atmosfer pada 12 April 2015 beserta sambaran petir yang terjadi, (b) Gelombang medan listrik sambaran balik awan ke tanah pada 13.03.23 WIB, (c) Gelombang medan listrik sambaran balik awan ke tanah pada 13.09.42 WIB Jurnal Nasional Teknik Elektro 15

Vol: 6, No. 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 Gambar 8.a merupakan bentuk gelombang medan listrik atmosfer yang telah diperbesar saat terjadinya sambaran petir awan ke tanah pada 12 April 2015. Waktu kejadian sambaran petir yang dideteksi detektor petir ditunjukan dengan garis tegak pada sumbu waktu gambar 8.a sedangkan kejadian sambaran petir pada gelombang medan listrik atmosfer ditunjukan dengan indek RS1 dan RS2. Bentuk gelombang medan listrik transient pada saat sambaran balik awan ke tanah yang di deteksi oleh detektor petir melalui antena plat ditunjukan pada gambar 8.b dan gambar 8.c dimana berdasarkan bentuk gelombang tersebut menunjukan bentuk gelombang sambaran petir awan ke tanah yang berjarak dekat. Badai petir pada 30 Januari 2015 dengan durasi 114 menit pada jam 11.16 13.10 WIB menghasilkan jumlah sambaran petir awan ke tanah yang lebih banyak yaitu 13 kali sambaran. Gambar 9 menunjukan bentuk gelombang medan listrik atmosfer saat badai petir tanggal 30 Januari 2015 saat terjadi sambaran petir yang telah diperbesar dimana saat sambaran petir awan ke tanah ditunjukan dengan indek RS1 sampai RS13. Walaupun durasi petir berlangsung selama 114 menit namum 13 kali sambaran petir yang terjadi berlangsung hanya dalam rentang waktu 43 menit yaitu pada 12.04 12.47 WIB. petir menghasilkan sambaran petir awan ke tanah. Berdasarkan data badai petir 12 April 2015 diperoleh waktu yang dibutuhkan dari awal mulai badai petir sampai terjadinya sambaran balik petir awan ke tanah yang pertama adalah 58 menit. Sedangkan pada badai petir 30 Januari 2015 membutuhkan waktu 48 menit dari awal badai petir sampai terjadi sambaran sampai terjadinya sambaran balik petir awan ke tanah yang pertama. 5. KESIMPULAN Pengukuran medan listrik atmosfer di kota Padang selama periode Januari Agustus 2015 menunjukan terjadi sebanyak 219 kali badai petir. Dalam satu hari terjadi satu sampai dua kali badai petir dengan durasi rata rata badai petir adalah 173,48 menit per badai petir. Setiap badai petir tidak selalu menghasilkan sambaran petir awan ke tanah. Badai petir dengan durasi terlama pada tanggal 12 April 2015 dengan durasi 638 menit menghasilkan 2 kali sambaran petir awan ke tanah. Sedangkan badai petir pada 30 Januari 2015 dengan durasi 114 menit bisa menghasilkan 13 kali sambaran petir awan ke tanah. Berdasarkan data ini disimpulkan bahwa tidak ada kaitan langsung antara jumlah sambaran petir awan ke tanah dengan lamanya durasi badai petir. Sambaran awan ke tanah dipengaruhi oleh faktor lain seperti topografi dari tanah. DAFTAR PUSTAKA Gambar 9. Medan listrik atmosfer pada 30 Januari 2015 beserta sambaran petir yang terjadi Perbandingan data sambaran petir dari detektor petir dengan data medan listrik atmosfer dapat memberikan nilai durasi waktu yang dibutuhkan dari awal mulai badai petir sampai terjadinya sambaran balik petir awan ke tanah yang pertama yang dibutuhkan untuk sistem peringat bahaya petir. Namun tidak semua badai [1] Zulka Hendi dan Ariadi Hazmi, Karakteristik Preliminary Breakdown Petir Downward Leader Sebelum Sambaran Negatif Pertama, Jurnal Nasional Teknik Elektro Vol. 3 No.1, 25-30 (2014). [2] Hazmi, Ariadi dkk. 2013. Characteristics of Electric Field Change Proceding Negative First Return Stroke Produced by Preliminary Breakdown. ICITEE 2013. ISSN: 2088-6579: Yogyakarta. [3] Shiqiang Yu, Xiujie Jiang, Cheng Liu, Huawei Zhang, Fushan Luo, The Atmospheric Electric Field Monitoring in Beijing Zhongguancun Zone, Asia-Pacific 16 Jurnal Nasional Teknik Elektro

Vol 6, No 1, Maret 2017 ISSN: 2302-2949 International Symposium on Electromagnetic Compatibility, April 12-16, 2010. [4] S. Bhattacharya, A Agarwal, A.K.Bhattacharya, Initial Response of Electric Field Monitoring Sistem towards Measurement of Atmospheric Electric Field during Normal and Lightning Times, International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 3, Issue 8, August 2013. [5] Ferro, Marco Antonio Da Silva, 2011. Lighting Risk Warning Based On Atmospheric Electric Field Measurements in Brazil, J. Aerosp. Technol. Manag., São José dos Campos, Vol.3, No.3, pp. 301-310, Sep. - Dec., 2011. [6] Flavio de Carvalho Magina, Kleber Pinheiro Naccarato, dkk, Atmospheric Electric Field Mill Deployment in Southeastern of Brazil, XV International Conference on Atmospheric Electricity, 15-20 June 2014. [7] H. Shahroom, Z. Buntat, M.A.B. Sidik, Z. Nawawi, M.I. Jambak, Atmospheric Electric Field Measurement Advances in Southern Peninsular Malaysia, IEEE Conference on Energy Convertion (CENCON) 2015. [8] Z. Hao, Y. Zhongjiang, Y. Tianqi, The Application of Electric Field Data Combined With Other Observed Data in Lightning Warning, International Conference on Multimedia Technology (ICMT), 2010. [9] M. J. Murphy, R. L. Holle, N.W.S. Demetriades, Cloud-to-ground Lightning Warnings Using Electric Field Mill and Lightning Observations, 20 th International Lightning Detection Conference, 21-23 April 2008. [10] A. Chilingarian, Thunderstorm ground enhancements Model and relation to lightning flashes, Journal of Atmospheric and Solar-Terrestrial Physics 107, 68 76, 2014. [11] López, J., Pérez E., Herrera, J., Aranguren, D, Porras, L, Thunderstorm warning alarms methodology using electric field mills and lightning location networks in mountainous regions, International Conference on Lightning Protection (ICLP), Vienna, Austria, 2012. [12] Uman, Martin A, The Art and Science of Lightning Protection, University of Frorida, Cambridge University Press, 2008. Biodata Penulis Primas Emeraldi, Lahir di Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia pada tahun 1986. Menerima gelar sarjana Teknik Elektro dari Universitas Andalas pada tahun 2009 dan gelar Magister Teknik Elektro dan Institut Teknologi Bandung pada tahun 2013. Sejak tahun 2015 menjadi pengajar pada Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas. Bidang penelitian yang diminati adalah plasma dan proteksi petir. Ariadi Hazmi, Lahir di Lahat, Sumatera Selatan, Indonesia pada tahun 1975. Menerima gelar sarjana Teknik Elektro dari Universitas Sriwijaya pada tahun 2009, gelar Magister Teknik Elektro dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 2002 dan gelar Dr. Eng dari Gifu University pada tahun 2008. Sejak tahun 1999 menjadi pengajar pada Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas. Bidang penelitian yang diminati adalah plasma dan proteksi petir. Merupakan anggota dari The Society of Atmospheric Electricity of Japan. Jurnal Nasional Teknik Elektro 17