BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS BENDUNGAN SELOREJO AKIBAT RAPID DRAWDOWN BERDASARKAN HASIL SURVEY ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY (ERT)

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

BAB 3 METODE PENELITIAN

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

BAB III KOMPILASI DATA

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Dosen pembimbing : Disusun Oleh : Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro,M.Eng. Aburizal Fathoni Trihanyndio Rendy Satrya, ST.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

ANALISIS TINGGI MUKA AIR PADA PERKUATAN TANAH DAS NIMANGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAH PASIR (Studi kasus: Pasir Sungai Palu)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

C I N I A. Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

REFARAT MAKALAH ILMIAH OLEH TOBER MARDAIN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH. Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI III-1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa kondisi yang perlu diketahui sebelum merencanakan penanggulangan kelongsoran tebing sungai antara lain :. Kondisi Topografi 2. Kondisi Morfologi 3. Kondisi Tata Guna Lahan 4. Kondisi Hidrologi 5. Kondisi Geoteknik Beberapa kondisi tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui penyebab kelongsoran dan jenis penanganan yang tepat. 2.2. Kondisi Topografi Sungai Rambut yang membatasi kabupaten Pemalang dan Tegal, mempunyai kondisi DAS yang cukup bervariatif, mulai wilayah yang kurang baik sampai baik. Bentuk DAS Rambut pipih memanjang, dengan anakanak sungai yang relatif banyak tetapi pendek. Dengan melihat DAS Rambut yang berada di perbatasan antara kabupaten Pemalang dan Tegal, maka pengelolaan DAS Rambut juga menjadi perhatian dari dua kabupaten tersebut. Kemiringan lahan di Daerah Pengairan Sungai Rambut dapat dilihat pada Tabel 2. sedangkan Gambar Peta Topografi dapat dilihat pada Lampiran Gambar 2.. Tabel 2. Kemiringan Lahan DAS Rambut No. 2 3 4 5 Kemiringan (%) 8 9 5 6 25 26 45 > 45 Kelas I II III IV V Luas (km 2 ) 8,99 35.5 4,94 7,9,22 II (%) Keterangan 49,36 2, 24,65 4,76,3 Jumlah 66., (Sumber : RTRW Pemalang dan Tegal) Datar Landai Agak Curam Curam Sangat curam

Kerapatan sungai atau perbandingan alur sungai dengan luas DPS Sungai Rambut cukup seimbang, dimana alur sungainya tidak terlalu kecil untuk ukuran DPS nya. Hasil pengukuran peta topografi didapat bahwa nilai perbandingan kerapatan sungai DAS Rambut,84. 2.3. Kondisi Morfologi Secara morfologis segmen alur sungai dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian hulu (up stream), tengah (middle stream) dan hilir (down stream). Secara rinci deskripsi masingmasing segmen tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini. 2.3.. Bagian Hulu (up stream) Pada pangsa bagian hulu sungai membentuk alur relatif lurus dengan bentuk penampang peralihan V ke bentuk U dengan lebar sekitar 5 2 meter dan kemiringan lereng (side slope) cukup terjal serta stabilitasnya cukup baik, bila penutupan lahannya baik. Adapun kemiringan sungai berkisar kurang lebih,3, sehingga kecepatan alirannya relatif besar bila dibandingkan dengan bagian hilirnya. 2.3.2. Bagian Tengah (middle stream) Pangsa pada bagian ini merupakan peralihan dan bagian hulu dan hilir. Kemiringan DAS Rambut pada bagian ini relatif lebih landai dibandingkan dengan daerah hulunya. Sehingga kecepatan alirannya juga relatif kecil juga. Bagian ini juga merupakan daerah keseimbangan antara proses degradasi dan agradasi yang lebih dikenal dengan proses bed alteration. Akibat dari itu semua alur sungai membentuk belokanbelokan yang cukup tajam. Profil penampang sungai sudah mendekati bentuk U dengan kemiringan tebing masih cukup terjal, yaitu berkisar antara 45 75 serta lebar penampang berkisar 2 4 meter. 2.3.3. Bagian Hilir (down stream) Bagian ini merupakan bagian akhir dan alur sungai, dimana aliran Sungai bermuara di Laut Jawa. Dalam proses pengaliran pada bagian ini dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga kecepatan alirannya sangat tergantung pada proses alami tersebut. Disamping itu kecepatan aliran pada segmen hilir ini II 2

sangat dipengaruhi oleh kemiringan yang sangat landai karena akibat ketidak seimbangan antara proses degradasi agradasi serta meanderingmeandering yang sangat tajam. Pola aliran berbelokbelok (sinusoidal meandering), bahkan cenderung pula membentuk pola alur berjalin. Lokasi pengamatan termasuk segmen bagian hilir (down stream) dengan kondisi tebing kanan pada alur Sungai Rambut memiliki karakteristik yang berbeda dengan tebing kiri alur sungai. Ketinggian tebing kiri 6,7 meter sedangkan ditebing kanan ketinggian tebing sekitar 6 meter dengan kemiringan tebing kanan relatif landai dibandingkan tebing kiri. 2.4. Kondisi Tata Guna Lahan Tataguna lahan DAS Rambut pada bagian hulu dan tengah sebagian besar berupa perkebunan dan sawah tadah hujan, dan dihilir berupa sawah irigasi teknis. Tata guna lahan DAS Rambut disajikan pada Tabel 2.2.sedangkan gambar Peta Tata Guna Lahan dapat dilihat pada Lampiran Gambar 2.2. Tabel 2.2 Tata Guna Lahan DAS Rambut Jenis Penggunaan Lahan Luas (km 2 ) ( % ) Hutan Semak Belukar Perkebunan Tegalan Sawah Tadah Hujan Sawah Irigasi Permukiman Tambak 4,67,3 87,67,43 28,76 9,89 3,8,45 2,8,62 52,79 6,28 7,32,98 7,94,27 J u m l a h 66,, (Sumber : Peta Rupabumi Bakorsurtanal) Perkembangan penggunaan lahan di DAS Rambut dari waktu ke waktu mengalami perubahan, hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas manusia, antara lain adanya kegiatan eksploitasi hutan, kegiatan perladangan berpindah oleh petani tradisional, pertumbuhan industri dan pertambangan, serta pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga dalam waktu yang relatif singkat kegiatankegiatan tersebut merubah penggunaan lahan dari tahun ke tahun. Hal ini perlu dicermati dalam analisa hidrologi selanjutnya. II 3

2.5. Kondisi Hidrologi Bentuk yang lebih sesuai dengan karakteristik DAS Rambut adalah bentuk bentuk memanjang (bulu burung). Hal ini disebabkan antara lain karena bentuk sungai utama memanjang dengan anakanak sungai langsung masuk ke sungai utama. Jadi terkesan bentuk jaringannya berbentuk bulu burung. Bentuk semacam ini biasanya akan menyebabkan debit aliran banjir puncak relatif kecil, karena perjalanan banjir dari anakanak sungai berbedabeda waktunya. Adapun pada pangsa bagian tengah bentuk pola jaringan sungai pada DAS Rambut memperlihatkan aliran yang seolaholah terpusat pada suatu titik, sehingga menggambarkan adanya bentuk radial atau kipas. Sebagai akibat dari bentuk tersebut, maka waktu kedatangan banjir dan segala penjuru anak sungai (S. Logeni, S. Ajer, S. Pujang, dan S.Tajem) akan tiba dalam waktu yang hampir bersamaan, sehingga apabila terjadi hujan yang sifatnya merata di seluruh DAS Rambut, maka banjir besar tidak bisa dielakkan akan terjadi pada segmen tengah dan hilir. Pada DAS Rambut hanya terdapat dua stasiun hujan, yaitu Stasiun Cipero dan Stasiun Warurejo. Kedua stasiun ini terletak di bagian hilir DAS Rambut, sehingga belum bisa menggambarakan kondisi hujan pada bagian hulu dan tengah DAS Rambut, untuk itu digunakan stasiun hujan dari DAS lain yang letaknya berdekatan dengan DAS Rambut, agar bisa menggambarkan secara keseluruhan hujan di DAS Rambut dari hulu sampai hilir. Stasiun hujan terpilih untuk analisa hidrologi di DAS Rambut adalah stasiun hujan Warureja, Cipero, Warungpring, Moga, dan Kemaron. Hujan maksimum harian masingmasing stasiun hujan (dalam mm) dapat dilihat pada Tabel 2.3 s/d Tabel 2.7, gambar letak stasiun hujan terpilih pada Lampiran Gambar 2.3. Tabel 2.3 Hujan Maksimum Stasiun Warureja (/2) 2 3 4 5 6 7 8 993 (3/) 994 (23/3) 995 (3/2) 996 (27/2) 997 (26/) 998 (2/2) 999 (8/) 2 (6/2) 59 68 234 76 99 5 8 63 39 67 92 6 26 88 47 76 5 28 25 4 5 23 4 42 32 7 2 8 97 9 22 II 4

(2/2) 9 2 (22/) 6 22 (9/2) 86 23 (5/2) 24 2 24 (25/) 67 3 25 (2/4) 4 4 26 (/) 5 27 (3/) 4 74 5 69 43 35 5 6 28 82 8 37 69 72 78 9 6 Tabel 2.4 Hujan Maksimum Stasiun Cipero 993 (3/) 59 2 994 (9/) 46 3 995 (/2) 4 4 996 (6/3) 6 5 997 (2/5) 7 6 998 (2/5) 42 7 999 (2/2) / 8 2 (24/2) 6 9 2 (3/) 22 (2/3) 9 23 (5/2) 24 2 24 (28/4) 3 25 (7/) 63 4 26 (7/3) 2 5 27 (26/) 26 8 2 36 27 54 6 92 3 2 4 69 7 3 48 5 6 2 54 43 4 5 2 25 4 45 4 32 2 24 2 4 34 33 Tabel 2.5 Hujan Maksimum Stasiun Warungpring 993 (28/) 2 2 994 (7/3) 8 3 995 (25/2) 4 4 996 (4/3) 24 5 997 (6/3) 6 998 (/) 7 999 (3/) 6 8 2 (/) 9 2 (/) 22 (/2) 28 23 (9/2) 28 2 24 (/) 3 25 (/) 4 26 (29/) 5 27 (26/2) 2 79 6 3 2 2 9 55 42 38 5 47 2 35 397 2 5 95 53 42 82 38 2 35 8 5 2 32 38 2 37 2 3 73 72 32 6 23 6 76 22 9 8 7 3 52 3 II 5

Tabel 2.6 Hujan Maksimum Stasiun Moga 993 (3/) 59 8 6 25 32 2 994 (23/2) 36 53 79 67 22 3 995 (/2) 2 3 25 39 4 996 (4/) 33 6 32 3 97 5 997 (9/) 3 3 232 72 6 998 (26/) 6 3 73 255 7 999 (7/5) 77 33 5 223 3 8 2 (9/2) 29 36 9 2 (6/) 7 97 2 52 22 (5/2) 3 69 25 2 46 23 (6/3) 4 8 65 2 24 (5/3) 2 3 29 9 3 25 (5/3) 22 4 29 4 26 (25/) 4 8 43 5 27 (9/2) 43 7 9 2 2 Tabel 2.7 Hujan Maksimum Stasiun Kemaron 993 (3/) 59 8 6 25 32 2 994 (4/4) 46 3 4 3 995 (2/2) 36 4 53 4 36 4 996 (/3) 4 6 35 5 997 (5/) 2 39 2 3 6 998 (27/2) 34 6 6 82 78 7 999 (2/2) 57 26 5 46 8 2 (4/3) 82 7 8 9 2 (2/) 4 7 22 (3/3) 7 5 6 84 23 (23/2) 27 3 9 92 2 24 (25/) 67 82 78 3 25 (9/) 4 8 4 26 (27/2) 5 25 66 5 27 (2/2) 7 7 86 8 6 2.6. Kondisi Geoteknik Analisis data tanah memberikan penjelasan hasil pengujian tanah pada tebing sungai di Dukuh Turi, Desa Banjaragung Kecamatan Warurejo Kabupaten Tegal. Pengujian yang dilakukan meliputi penyelidikan tanah dan pengujian laboratorium. Pengambilan contoh tanah dengan pengeboran sebanyak 2 titik. Contoh tanah kemudian diteliti di laboratorium. Penelitian yang dilakukan II 6

bertujuan untuk mendapatkan data berupa profil tanah, Soil Test, Grain Size, Direct Shear Test, Consolidation Test. 2.6.. Data Profil Tanah Berdasarkan hasil pengamatan terhadap contoh tanah diperoleh profil tanah seperti pada Tabel 2.8 dan Tabel 2.9. kedua tabel menunjukan hasil pengamatan pada 2 titik berbeda. Tabel 2.8 Hasil Pengeboran Pada BM Kedalaman Tebal Material deskripsi ±,m s/d 2, m 2, m pasir kelempungan coklat, sangat lepas 2, m s/d 3, m, m pasir kelempungan abuabu, sangat lepas 3, m s/d 4, m, m pasir kelempungan abuabu kecoklatan, sangat lepas 4, m s/d 6,3 m 2,2 m gambut coklat kehitaman, sangat lunak 6,3 m s/d, m 3,7 m lempung abuabu, teguh Tabel 2.9 Hasil Pengeboran Pada BM2 Kedalaman Tebal Material deskripsi ±,m s/d 4, m 4, m pasir kelempungan coklat, lepas 4, m s/d, m 6, m Lempung kepasiran abuabu kecoklatan, sangat lunak 2.6.2. Data Pengujian SifatSifat Tanah Pengujian sifat sifat tanah (Soil Test) bertujuan mengetahui sifat sifat yang terkandung dalam contoh tanah yang sebelumnya diambil dari lapangan dengan cara pengeboran. Sifat sifat tanah yang hendak diuji adalah :. Kadar air / water content (w) 2. Berat jenis butiran tanah / spesific grafity of soil (Gs) 3. Berat jenis basah (γ) dan berat jenis kering (γ d ) 4. Porositas / porosity (n) 5. Angka pori / void ratio (e) II 7

Adapun hasil penyelidikan pada tebing Sungai Rambut dapat dilihat pada Tabel 2. dan Tabel 2.. Tabel 2. Hasil Pengujian Sifat Tanah Pada BM Kedalaman (m) Kadar Air (w) % Berat jenis butiran tanah (Gs) Berat jenis basah (γ) gr/cm 3 berat jenis kering (γ d ) gr/cm 3 Porositas (n) % Angka Pori (e),52, 33,4 2,7773,662,446 47,94,929 7,58, 34,4 2,5852,66,436 44,45,82 Tabel 2. Hasil Pengujian Sifat Tanah Pada BM2 Kedalaman (m) Kadar Air (w) % Berat jenis butiran tanah (Gs) Berat jenis basah (γ) gr/cm 3 berat jenis kering (γ d ) gr/cm 3 Porositas (n) % Angka Pori (e),52, 33,95 2,7774,657,437 48,26,9327 7,58, 34,56 2,5897,673,443 44,28,7947 2.6.3. Data Pengujian Kuat Geser Tanah Pengujian kuat geser tanah (Direct Shear Test) bertujuan untuk mengetahui nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). Kedua parameter ini diperlukan dalam analisis stabilitas lereng. Adapun hasil pengujian yang dilakukan terhadap contoh tanah pada tebing Sungai Rambut dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3. Tabel 2.2 Hasil Pengujian Kuat Geser Tanah Pada BM Kedalaman (m) c (kg/cm 2 ) φ ( ),52,,88,62 7,58,,8 2,2 Tabel 2.3 Hasil Pengujian Kuat Geser Tanah Pada BM2 Kedalaman (m) c (kg/cm 2 ) φ ( ),52,,24 4,29 7,58,,3 5, II 8

2.6.4. Data Pengujian Ukuran Butiran Pengujian ukuran butiran (Grain Size) bertujuan untuk mengetahui besar butiran tanah. Dari uji inilah jenisjenis tanah di suatu lokasi dapat diklasifikasikan sebagai gravel, sand, silt atau clay. Ukuran butiran tanah diperlukan dalam analisis stabilitas alur sungai terhadap aliran air. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. dan Gambar 2.5. Keterangan : :,5 2, : 7,5 8, Gambar 2.4 Grafik Gradasi Butiran Tanah Pada BM Keterangan : :,5 2, : 7,5 8, Gambar 2.5 Hasil Pengujian Kuat Geser Tanah Pada BM2 II 9