UJI DAYA HASIL GALUR GALUR MUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM, LAMPUNG KHUSNUL KHOTIMAH A

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.

METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SALINITAS PADA STADIA PERKECAMBAHAN RATIH DWI HAYUNINGTYAS A

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Sub-famili : Papilionoidae. Sub-genus : Soja

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

Potensi Hasil Galur Galur Harapan Kedelai Hitam (Glycine max ( L.) Merr.) di Kabupaten Bogor

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN METODE PENELITIAN

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

UJI DAYA HASIL GALUR GALUR MUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM, LAMPUNG i KHUSNUL KHOTIMAH A24080073 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

ii RINGKASAN KHUSNUL KHOTIMAH. Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur- Galur Mutan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma di Tanah Masam, Lampung. (Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS) Kedelai merupakan pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan nasional. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi dalam negeri pada tahun 2012 baru mampu memenuhi 783,158 ton atau 34.05 % dari total kebutuhan sedangkan kekurangannya dipenuhi dari impor. Rendahnya produksi kedelai di dalam negeri antara lain disebabkan luas lahan kedelai menurun sebagai akibat dari alih fungsi lahan produktif ke non pertanian. Menurut data statistik luas tanam kedelai menurun 1.6 juta ha pada tahun 1992 menjadi 621,636 ha pada tahun 2011. Tersedia lahan seluas 17.1 juta ha yang tersebar di luar pulau Jawa yang berpotensi untuk mengembangkan pertanaman kedelai. Permasalahannya adalah sebagian lahan kering ini didominasi oleh lahan masam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan varietas berdaya hasil tinggi serta adaptif di tanah masam. Sejak tahun 2009 para pemulia IPB telah memulai penelitian guna merakit varietas unggul kedelai yang berdaya hasil tinggi dan adaptif di tanah masam menggunakan induksi mutasi melalui radiasi sinar Gamma. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya dan merupakan bagian dari pengujian daya hasil pendahuluan. Galur-galur yang digunakan adalah galur mutan M8 yang sebelumnya diseleksi sampai M5 berdasarkan indeks sensivitas kekeringan (ISK) selanjutnya M6 sampai M7 dilakukan penanaman di lahan optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi galur-galur mutan hasil iradiasi sinar Gamma yang adaptif di tanah masam dan berdaya hasil tinggi serta untuk mendapatkan informasi keragaan agronomi galur-galur mutan M8. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Kelompok Teracak

iii (RKLT) dengan satu faktor tunggal dan tiga ulangan. Galur harapan kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan. Kelima belas galur tersebut yaitu M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-29-44-10, M150-7B-41-10, M150-69-47-2, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-39-69-4, M200-37-71-4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, M200-93-49-13 dan dua varietas pembanding yaitu Argomulyo, dan Tanggamus. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 2 m x 2 m dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampilan karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah buku produktif, jumlah polong berisi, jumlah polong total, jumlah biji per polong, bobot 100 biji dan bobot biji per petak dipengaruhi oleh galur/varietas. Berdasarkan hasil uji lanjut menunjukan bahwa rataan nilai tengah populasi galur mutan M8 memiliki keragaan karakter tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah buku produktif, jumlah polong, jumlah biji per polong, dan bobot biji per tanaman lebih baik atau sama dengan varietas asalnya Argomulyo di tanah masam. Seleksi pada galur mutan M8 kedelai ini dilakukan berdasarkan kriteria hasil biji. Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 6 galur terpilih yang memiliki hasil dan berdaya adaptasi yang lebih baik atau sama dengan varietas Argomulyo. Galur tersebut antara lain M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-33-6-11, M100-29A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2. Galur-galur terpilih tersebut berpotensi hasil lebih tinggi dibandingkan varietas toleran tanah masam Tanggamus dan tetua asalnya Argomulyo yaitu berkisar antara 2.32 ton/ha 3.23 ton/ha dan berukuran biji besar (13 16 g/100 biji).

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM, LAMPUNG iv Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor KHUSNUL KHOTIMAH A24080073 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Judul : UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR MUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI TANAH MASAM, LAMPUNG Nama : KHUSNUL KHOTIMAH NRP : A24080073 v Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. NIP. 19620102 199702 2 001 NIP. 19701228 200003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus :

vi RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada 7 September 1989 di Brebes, Jawa Tengah sebagai anak terakhir dari sepuluh bersaudara dari pasangan bapak Kandar dan ibu Casmah. Penulis memulai pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Negeri I Pesantunan pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2002 sampai tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Wanasari dan pada tahun 2008 lulus SMA Negeri 2 Brebes. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti organisasi unit kegiatan mahasiswa (UKM) KSR PMI Unit 1 IPB periode 2008-2010, Ikatan Keluarga Mahasiswa Muslim TPB IPB (IKMT) pada periode 2008/2009, Lembaga Dakwah Fakultas Pertanian (LDF) FKRD periode 2009/2011, dan Senior Resident (SR) Asrama TPB IPB periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti organisasi ekstra kampus diantaranya Perhimpunan Mahasiswa Peduli (PMP), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Penulis pernah menjadi finalis pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Alqur an (LKTIA) FIM yang diselenggarakan oleh Serum-G FMIPA pada tahun 2010, penulis juga aktif mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2010-2012, dan berbagai kegiatan seminar, expo, kepanitiaan, dan perlombaan yang diselenggarakan di kampus.

vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai pada penulisan skripsi yang berjudul Uji Daya Hasil Galur- Galur Mutan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma di Tanah Masam, Lampung dengan baik. Penelitian ini merupakan proyek penelitian yang didanai oleh Dirjen Dikti proyek IMHERE Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB tahun anggaran 2012. Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahan selama kegiatan penelitian berlangsung sampai pada pembuatan skripsi. 2. Dr. Eko Sulistyono, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan doa dan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa. 3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS selaku dosen penguji yang telah memberi masukan selama pelaksanaan sidang skripsi. 4. Orangtua tercinta dan saudara-saudara tersayang yang memberikan dukungan baik materiil maupun moril yang tiada pernah henti. 5. Kepada Bapak Sugiman, SP dan Ibu Sri yang sudah membantu dan mendampingi penulis selama penelitian berlangsung. 6. Teman-teman departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 45 Fakultas Pertanian IPB dan teman-teman Senior Resident (2011/2012) atas pengalaman yang berharga. Semoga tulisan ini dapat memberi informasi bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Desember 2012 Penulis

viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Karakteristik Lahan Kering Masam... 4 Pengaruh Kekeringan terhadap Morfologi dan Hasil Kedelai... 5 Perakitan Kedelai Toleran Tanah Masam... 6 Uji Daya Hasil... 7 Pendugaan Parameter Genetik... 8 BAHAN DAN METODE... 11 Tempat dan Waktu Penelitian... 11 Bahan dan Alat... 11 Metode Percobaan... 11 Pelaksanaan... 12 Pengamatan... 13 Analisis Data... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN... 16 Kondisi Umum... 16 Keragaan Karakter Agronomi... 19 Keragaman Genetik... 29 Uji Korelasi antar Karakter Tanaman... 31 Seleksi Galur-Galur Mutan M8... 33 Deskripsi galur-galur terbaik hasil seleksi... 34 KESIMPULAN DAN SARAN... 39 Kesimpulan... 39 Saran... 39 DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN... 45

ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Iklim bulanan wilayan Beranti Lampung Selatan bulan januari - juli 2012... 16 2. Rekapitulasi nilai tengah, standar deviasi, dan kisaran karakter agronomi galur-galur mutan M8 di tanah masam... 19 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam karakter agronomi galur-galur mutan M8 di tanah masam... 20 4. Keragaan karakter umur berbunga dan umur panen galur-galur mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam... 21 5. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang dan jumlah buku produktif galur-galur mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam... 23 6. Keragaan karakter jumlah polong berisi, jumlah polong total, dan persentase polong isi galur-galur mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam... 26 7. Keragaan karakter jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot per tanaman, bobot biji per petak, dan potensi hasil galur-galur mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam... 27 8. Nilai ragam lingkungan, ragam genetik, ragam fenotipik, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik galur-galur mutan M8 di tanah masam... 30 9. Galur-galur hasil seleksi berdasarkan hasil biji per petak panen dan varietas pembanding... 33

x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kondisi tanaman kedelai M8 pada 5 minggu setelah tanam... 17 2. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kedelai... 18 3. Beberapa jenis gulma yang dominan di lahan kedelai... 19 4. Keragaan galur M100-46-44-6 (umur 75 hari)... 34 5. Keragaan galur M100-47-52-13 (umur 75 hari)... 35 6. Keragaan galur M100-33-6-11 (umur 75 hari)... 36 7. Keragaan galur M100-29A-42-14 (umur 75 hari)... 37 8. Keragaan galur M100-96-53-6 (umur 75 hari)... 37 9. Keragaan galur M150-69-47-2 (umur 75 hari)... 38

xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Layout penelitian... 46 2. Hasil uji korelasi Pearson antar karakter tanaman... 47 3. Keragaan ukuran biji galur mutan M8 dan varietas pembanding di tanah masam... 48 4. Sidik ragam karakter agronomi kedelai di tanah masam... 49 5. Deskripsi varietas Argomulyo (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)... 52 6. Deskripsi varietas Tanggamus(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)... 53 7. Hasil analisis tanah lokasi penelitian... 54

PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan pangan ke tiga setelah padi dan jagung. Kedelai memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan nasional. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.3 juta ton. Produksi dalam negeri pada tahun 2012 baru mampu memenuhi 34.05% (783,158 ton) dari total kebutuhan sedangkan kekurangannya dipenuhi dari impor (BPS, 2012). Produksi kedelai nasional tahun 2012 (ARAM II) diperkirakan mencapai 783.16 ribu ton biji kering mengalami penurunan sebesar 63.13 ribu ton atau 8% dibandingkan tahun 2011. Penurunan produksi kedelai tahun 2012 diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 34.06 ribu ton dan di luar pulau Jawa sebesar 34.07 ribu ton. Penurunan produksi kedelai diperkirakan terjadi karena turunnya luas panen yaitu dari 660,823 ha pada tahun 2010 menurun menjadi 570,495 ha (ARAM II) pada tahun 2012 (BPS, 2012). Luas tanam kedelai menurun 1.6 juta ha pada tahun 1992 (Mulyani, 2008) menjadi 621,636 ha pada tahun 2011 (Dirjen Tanaman Pangan, 2012). Tersedia lahan seluas 17.1 juta ha yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Papua yang berpotensi untuk mengembangkan pertanaman kedelai (Mulyani, 2006). Dari luas total lahan Indonesia yaitu 188.2 juta ha yang berupa lahan kering sekitar 148 juta ha, 102.8 juta ha atau 69.46% dari total luas lahan kering adalah tanah masam (Mulyani et al., 2004). Menurut Zaini (2005) pengembangan pertanaman kedelai dapat diarahkan pada tiga agroekosistem utama yaitu lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering. Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman tahunan (Abdurachman et al., 2008). Permasalahannya adalah sebagian besar lahan kering ini didominasi oleh tanah masam (Atman, 2006). Tanah yang bereaksi masam didominasi oleh jenis tanah ultisol. Tanah ultisol dicirikan oleh reaksi tanah masam, kejenuhan basa rendah, kandungan

2 bahan organik rendah, miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation, dan peka erosi serta potensi keracunan Al tinggi (Adiningsih dan Mulyadi, 1993). Oleh karena itu diperlukan varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dan daya adaptasi yang baik di tanah masam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merakit varietas berdaya hasil tinggi serta adaptif terhadap lingkungan bercekaman (Wirnas et al., 2006). Upaya perbaikan untuk mendapatkan varietas berdaya hasil dan adatif di tanah masam pun saat ini sudah banyak dilakukan salah satunya adalah melalui program pemuliaan. Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu syarat yang diperlukan dalam perbaikan tanaman (Husnil et al., 2006). Salah satu teknik yang digunakan untuk meningkatkan keragaman adalah dengan melalui induksi mutasi yaitu dengan perlakuan fisik radiasi sinar Gamma. Teknik ini cukup efesien dalam menciptakan keragaman populasi (Husnil et al., 2006). Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) sebagai lembaga penelitian sejak tahun 1972 telah melakukan penelitian dengan teknologi mutasi radiasi untuk mendapat varietas kedelai baru yang unggul. Pemuliaan mutasi radiasi kedelai dimulai pada tahun 1977. Sampai dengan tahun 2008 dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi telah dihasilkan 5 varietas unggul kedelai yaitu Muria dan Tengger yang dirilis pada tahun 1987, varietas Meratus yang dirilis pada tahun 1998, varietas Rajabasa yang dirilis pada tahun 2004 yang merupakan hasil persilangan dari galur mutan No. 214 dengan galur mutan No. 23-D (dihasilkan dari iradiasi sinar Gamma terhadap varietas Guntur), dan varietas Mitani yang dirilis pada tahun 2008 (http://batan.go.id., 2008). Keberhasilan dalam merakit varietas unggul melalui induksi mutasi mendorong para pemulia IPB untuk merakit varietas unggul baru kedelai dengan cara induksi mutasi menggunakan radiasi sinar Gamma. Tetua yang digunakan sebagai sumber galur adalah varietas Argomulyo dengan harapan Argomulyo dapat menghasilkan galur-galur kedelai yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam dan berdaya hasil tinggi serta berbiji besar (> 14 g/100 biji). Penelitian ini menggunakan 15 galur mutan M8 terpilih berdasarkan seleksi bobot 100 biji. Selanjutnya membutuhkan pengujian daya hasil untuk

3 mengetahui keragaan agronomi dan memastikan galur-galur tersebut memiliki daya hasil tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil 15 galur mutan M8 adaptif di tanah masam. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat membantu para pemulia untuk melanjutkan ke penelitian lanjutan supaya galur-galur tersebut dapat dilepas sebagai varietas kedelai baru. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh informasi tentang keragaan karakter agronomi galur-galur mutan M8 di tanah masam 2. Memperoleh galur-galur mutan M8 yang memiliki daya hasil tinggi dan beradaptasi baik di tanah masam Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat perbedaan karakter agronomi galur-galur mutan M8 yang diuji di tanah masam 2. Terdapat satu atau beberapa galur mutan M8 yang berdaya hasil dan daya adaptasi lebih baik atau sama dengan varietas pembanding di tanah masam

4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani (2006) lahan kering dikelompokan menjadi dua yaitu lahan kering tidak masam dan lahan kering masam. Lahan kering di Indonesia umumnya bereaksi masam. Lahan masam memiliki ciri sifat ph rendah (asam), kapasitas tukar kation, kejenuhan basa (KB), dan C-organik rendah, kandungan alumunium tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan unsur biotik rendah (Suprapto, 2001). Alumunium merupakan mineral yang banyak dikandung oleh tanah pada saat kondisi kekeringan. Alumunium berinteraksi dengan komponen organik dan anorganik tanah, pada umumnya terjadi pada ph kurang dari 5.5 (Soemartono, 1995). Kelarutan Al meningkat pada tanah bereaksi masam. Kelarutan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Tanaman kedelai memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti gandum dan jagung. Cekaman kahat P biasanya terjadi pada fase awal pertumbuhan tanaman yaitu akar-akar tanaman kurang berkembang sehingga tidak mampu menyediakan seluruh kebutuhan P. Fosfor dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada tanah masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Daun-daun tua pada kedelai yang kahat P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi antosianin (pigmen ungu). Masalah lain yang sering muncul di lapangan adalah toksisitas mangan (Mn) serta kahat Ca. Tokisistas pada tanaman kedelai ditandai dengan rusaknya (terganggunya) sistem perakaran. Berbeda dengan Al, toksisitas Mn terjadi pada bagian atas tanaman. Pengecilan, pengeringan, dan karat daun merupakan gejala toksisitas Mn pada kedelai (Atman, 2006).

5 Pengaruh Kekeringan terhadap Morfologi dan Hasil Kedelai Keragaman toleransi tanaman kacang-kacangan terhadap cekaman kemasaman lahan ditunjukkan oleh tinggi tanaman, panjang dan bobot kering akar, ukuran biji, dan hasil biji atau polong. Tanaman kacang-kacangan yang tercekam kemasaman lahan tumbuh lebih pendek, ramping dengan perakaran pendek dan tidak lebat, biji berukuran lebih kecil dan hasil lebih sedikit dari tanaman normal (Trustinah et al., 2008). Adaptasi tanaman pada cekaman kekeringan yaitu dengan mengurangi luas permukaan daun untuk mengurangi transpirasi yang ditunjukkan dengan penurunan bobot kering (BK) tajuk serta menyerap air lebih tinggi (sistem perakaran air panjang) (Hamim et al., 1996; Hapsoh et al., 2004). Sumarno (2005) menambahkan, gejala yang muncul saat tanaman dalam kondisi kekeringan yaitu daun berwarna kuning kecoklatan, bunga yang terbentuk minimal dan jumlah polong juga minimal. Tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekeringan pada stadia vegetatif menunjukkan pertumbuhan lambat dan daun sempit serta buku batang yang pendek sehingga penampilan tanaman akan kerdil, cepat berbunga, defisiensi unsur hara baik makro maupun mikro dan potensi hasil hasil yang rendah. Cekaman kekeringan pada waktu pembungaan menyebabkan kerontokan bunga, cekaman pada stadia pembentukan polong akan menyebabkan jumlah polong yang terbentuk turun jumlahnya dan terjadi kerontokan, serta cekaman kekeringan pada stadia pengisian polong menyebabkan penurunan jumlah polong isi dan jumlah biji per tanaman (Hapsoh et al., 2004). Cekaman kekeringan pada stadia pengisian polong juga menyebabkan penurunan ukuran biji (Borges, 2005). Selain itu, cekaman kekeringan dilaporkan mempercepat pembungaan dan umur panen (Jusuf et al., 1993). Tanaman kedelai yang toleran di tanah masam akan memberikan hasil yang tinggi dengan pertumbuhan akar lebat dan dalam sehingga tanaman lebih tinggi. Sebaliknya, tanaman kedelai yang peka di tanah masam pertumbuhan akar lebih pendek, ringan, tanaman pendek, hasil biji lebih sedikir dan ukuran biji lebih kecil (Trustinan et al., 2008).

6 Perakitan Varietas Kedelai Toleran Tanah Masam Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan budidaya kedelai di lahan kering masam adalah relatif rendahnya tingkat kesuburan tanah (ph rendah, kandungan hara makro, dan bahan organik rendah), cekaman kekeringan (akhir musim hujan (MH-II), gangguan hama, gulma dan penyakit tanaman (Arsyad et al., 2007). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Salah satu cara untuk mengatasi masalah cekaman kekeringan adalah dengan memperbaiki genotipe tanaman agar toleran terhadap cekaman (Soemartono, 1995). Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa program perakitan varietas kedelai adaptif lahan masam diarahkan untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan memiliki sifat agronomis yang diinginkan seperti umur lebih pendek (80 82 hari) dan berukuran biji besar (13 14 g/100 biji). Upaya perbaikan untuk mendapatkan varietas berdaya hasil tinggi dan adaptif pun saat ini sudah banyak dilakukan. Untuk mendapatkan varietas unggul baru dapat ditempuh melalui program pemuliaan tanaman. Salah satu teknik yang digunakan adalah induksi mutasi dengan perlakuan fisik iradiasi sinar Gamma. Teknik ini cukup efesien dalam menciptakan keragaman populasi (Husnil et al., 2006). Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga menyebabkan perubahan ekspresi. Mutasi dapat terjadi baik pada tingkat pasangan basa, tingkat satuan DNA atau bahkan terjadi pada tingkat kromosom (Jusuf, 2001). Tujuan pemuliaan mutasi adalah 1) untuk memperbaiki satu atau beberapa karakter khusus dari suatu kultivar/galur, 2) untuk membentuk penanda morfologi (warna, rambut, braktea, dan lain-lain), 3) untuk membentuk galur mandul jantan yang berguna bagi pembentukkan kultivar hibrida, 4) untuk mendapatkan karakter khusus dalam genotipe yang telah beradaptasi (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Bahan fisik yang dikenal sebagai penginduksi mutasi antara lain sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar Gamma. Radiasi sinar Gamma merupakan radiasi ionisasi yang dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai, 1999).

7 Sinar Gamma mempunyai kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam jaringan tanaman. Penggunaan radiasi sinar Gamma dalam perakitan kultivar kedelai merupakan salah satu cara guna mendapatkan varietas unggul dan berdaya hasil tinggi (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Pengembangan kedelai toleran tanah masam yang berdaya hasil tinggi diawali dengan melakukan seleksi terhadap galur-galur hasil mutasi yang telah dilakukan oleh para pemulia IPB pada tahun 2009. Tetua galur yang digunakan adalah varietas Argomulyo. Keragaman genetik dari galur tersebut diperoleh dari induksi mutasi dengan meradiasi benih kedelai menggunakan sinar Gamma yang bersumber dari Cobalt-60. Dosis yang digunakan adalah 50, 100, 150, dan 200 Gy. Perlakuan induksi mutasi tersebut menghasilkan generasi M1 (Diana, 2012). Generasi M1 adalah generasi yang berasal dari biji yang mendapatkan perlakuan mutagen baik mutagen fisik maupun kimia (Idris, 2009). Diperoleh 4 populasi hasil iradiasi yang dikembangkan sampai M4 dengan seleksi pedigree untuk karakter agronomi. Pada generasi M5 dilakukan seleksi untuk toleransi terhadap kekeringan di rumah plastik dan terpilih 50 galur putatif mutan. Hasil seleksi pada M5 kemudian dilakukan penanaman dilahan optimum sehingga didapat benih M6. Kelima puluh benih M6 kemudian ditanam di lahan kering bertanah masam di Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan diseleksi 25 galur paling toleran (Diana, 2012). Galur-galur tersebut untuk selanjutnya perlu dilakukan pengujian daya hasil untuk mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi dan adaptif di tanah masam. Pembentukan genotipe kedelai toleran tanah masam ini bertujuan untuk memperbaiki karakter agronomi dan kualitas hasil kedelai sehingga sesuai dengan kondisi agroekologi yang diinginkan (Arsyad et al., 2007). Uji Daya Hasil Daya hasil adalah karakter kuantitatif yang menjadi target pemuliaan tanaman (Roy, 2000). Pengujian daya hasil dilakukan terhadap galur-galur terbaik hasil seleksi pada generasi tertentu. Galur-galur harapan yang telah melalui tahap pengujian daya hasil (pendahuluan, lanjutan dan multilokasi) dan menunjukkan

8 keragaan yang lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding serta stabil dapat diusulkan untuk dilepas sebagai varietas baru (Arsyad et al., 2007). Pengujian daya hasil pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu a) uji daya hasil pendahuluan (UDHP), b) uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UML). Pada tahap pengujian daya hasil pendahuluan ini diperlukan galur sebanyak mungkin agar peluang untuk mendapatkan galur yang hasilnya tinggi cukup besar (Sumarno, 1982). Uji daya hasil pendahuluan dimaksudkan untuk mengevaluasi untuk yang pertama kali beberapa galur atau varietas yang akan diujikan di suatu daerah baru (Tulus, 2011). Pengujian daya hasil pendahuluan ini dilakukan pada 2 3 lokasi dengan 2 ulangan per lokasi, selama 1 2 musim. Dalam pengujian daya hasil varietas unggul yang ada perlu diikutkan sebagai pembanding. Galur yang rata-rata hasilnya lebih tinggi daripada varietas pembanding dapat dilanjutkan pengujiannya ke pengujian daya hasil lanjutan (Sumarno, 1982). Pada tahap pengujian daya hasil lanjutan galur yang diuji antara 15 30 galur termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya 4 lokasi, dalam waktu 2 4 musim tanam. Tahap uji multilokasi ini hanya 5 10 galur harapan saja yang perlu diuji. Tujuan pengujian pada uji multilokasi ini adalah untuk mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas sebagai varietas unggul baru (Sumarno, 1982). Ukuran petak percobaan pada pengujian daya hasil pendahuluan lebih kecil ( 6 8 m²) dari pada pengujian daya hasil lanjutan,sementara ukuran petak percobaan pada uji multilokasi berkisar antara 10 15 m² (Arsyad et al., 2007). Pendugaan Parameter Genetik Ragam genetik suatu populasi sangat penting dalam program pemuliaan tanaman, oleh karena itu pendugaan besarannya perlu dilakukan. Ragam yang diukur dari suatu populasi untuk karakter tertentu merupakan ragam fenotipe. Ragam fenotipe sebenarnya terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan serta interaksi antara ragam genetik dan ragam lingkungan (Syukur, 2005). Keragaman

9 fenotipe adalah keragaman yang dapat diukur langsung dari karakter yang dapat diamati. Keragaman genotipe adalah keragaman yang tidak dapat diukur langsung pengukurannya, pengukurannya dapat diduga melalui analisis ragam (Roy, 2000). Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaan nilai genotipe suatu populasi dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik (KKG). Nilai koefisien keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat-sifat kuantitatif (Kasno et al., 1983). Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dibagi menjadi tiga kategori yaitu sempit ( 0 10%), sedang (10 20%), dan luas (> 20%) (Alnopri, 2004). Seleksi dilakukan atas fenotipe tanaman, oleh karenanya perlu ada alat pengukur untuk mengetahui apakah penampilan fenotipe tersebut lebih dipengaruhi oleh peranan faktor lingkungan atau oleh faktor genetik. Alat pengukur tersebut adalah nilai duga heritabilitas yaitu nilai perbandingan antara ragam genotipik dengan ragam keseluruhan (ragam total), dimana ragam total adalah ragam genotipik ditambah dengan ragam lingkungan (Miller, 1989). Heritabilitas merupakan suatu tolak ukur yang bersifat kuantitatif menentukan perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya (Bari et al., 1982). Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas (h² bs ) dan heritabilitas arti sempit (h² ns ). Heritabilitas arti luas adalah proporsi relatif ragam genetik terhadap ragam total (ragam genetik ditambah ragam lingkungan). Heritabilitas arti sempit adalah proporsi relatif ragam aditif terhadap ragam total (Roy, 2000). Heritabilitas arti luas yaitu untuk menduga seberapa besar pengaruh lingkungan terhadap ekspresi gen pada suatu karakter sedangkan heritabilitas arti sempit ialah untuk menduga seberapa besar sifat aditif diturunkan pada generasi selanjutnya (Falconer dan Mackay, 1996). Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah apabila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan sedangkan nilai 1 apabila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian

10 nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991). Stansfield (1983) membagi nilai heritabilitas menjadi tiga kategori yaitu nilai heritabilitas tinggi (h² > 50%), heritabilitas sedang (20% < h² <50%), dan nilai heritabilitas rendah (h² < 20%). Uji korelasi merupakan pengujian untuk mengetahui hubungan keeratan antara dua peubah. Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan keeratan hubungan linier antara dua peubah. Nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan bahwa semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Nilai korelasi positif maupun negatif berada pada taraf sangat nyata (P < 0.01), taraf nyata (0.01 < P < 0.05), dan taraf tidak nyata (P > 0.05) (Gomez dan Gomez, 1995).

11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Bogor. Pengamatan komponen hasil dan hasil dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 galur mutan M8 yang merupakan hasil seleksi berdasarkan ukuran biji pada M7 dan 2 varietas pembanding yaitu Argomulyo sebagai sumber tetua dan Tanggamus sebagai pembanding varietas toleran tanah masam. Galur-galur tersebut adalah M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-29-44-10, M150-7B-41-10, M150-69-47-2, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-39-69-4, M200-37-71-4, M200-58-59-3, M200-93-49-6, M200-93-49-13. Pupuk yang digunakan adalah 50 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha, inokulan Rhizobium SP dengan dosis 250 g/40 kg benih, insektisida karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha, dan pestisida dengan bahan aktif tiametoksam, dan kloroantranilipol dengan dosis 100 g/l. Metode Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 3 ulangan. Galur harapan kedelai yang terdiri dari 15 galur dan 2 varietas pembanding adalah sebagai perlakuan sehingga terdapat 51 satuan percobaan. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 2 m x 2 m dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm.

12 Model aditif linier rancangan percobaan yang digunakan menurut Steel Torrie (1993) adalah: Y ij = μ + α i +ß j + ε ij Keterangan : Y ij = Respon galur/varietas ke-i terhadap ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum α i ß j ε ij = Pengaruh galur/varietas ke-i = Pengaruh ulangan ke-j = Galat percobaan pada galur/varietas ke-i, ulangan ke-j Pelaksanaan Penelitian dilakukan pada akhir musim kemarau (MK-I) dengan kondisi non optimum (tanpa kapur). Sebelum diolah dilakukan analisis tanah berupa ph, Al 3+, dan KTK. Hasil analisis tanah yang diperoleh adalah ph 5.01, Al 3+ 0.05 cmol c /kg, dan KTK 18.62 (Lampiran 6 ). Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam yaitu pembajakan. Luas petak percobaan adalah 2 m x 2 m, diantara petakan dibuat saluran drainase. Jarak antar petak dalam setiap ulangan adalah 0.5 m dan jarak antar ulangan 1 m. Penanaman dilakukan dengan cara tugal dengan kedalaman antara 2 3 cm. Kedelai ditanam 2 benih/lubang sebelum tanam benih kedelai dicampur dengan inokulum rhizobium dan pada saat menanam benih kedelai diberi perlakuan insektisida karbofuran secukupnya untuk mencegah serangan lalat bibit. Jarak tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 cm x 15 cm, terdapat 13 baris dan 7 lajur untuk masing-masing petak percobaan. Seluruh jenis pupuk yang terdiri dari 50 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha diberikan pada waktu yang bersamaan yaitu pada satu minggu setelah tanam (MST) dengan cara ditugal pada kedalaman kurang lebih 7 cm dan jarak 7 cm dari lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada umur 1 MST.

13 Penyiangan gulma dilakukan secara intensif setiap minggu dengan cara manual (fisik) terutama pada fase vegetatif tanaman. Pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) dilakukan dengan pemberian insektisida karbofuran saat penanaman dan penyemprotan dilakukan secara intensif disesuaikan dengan populasi hama yang tinggi. Pengamatan A. Pengamatan pada setiap satuan percobaan meliputi: 1. Umur berbunga dihitung saat 50% populasi galur/varietas sudah mulai muncul bunga. 2. Umur panen dihitung saat 95% polong dalam populasi galur/varietas menunjukkan warna kuning kecoklatan, sudah mulai mengering, dan daun berwarna kuning kecoklatan atau telah gugur. 3. Bobot biji per petak (g/4 m²), yaitu hasil bobot total biji kering panen tiap petak percobaan. B. Pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dan hasil dilakukan pada 10 tanaman sampel dimasing-masing satuan percobaan. Pengamatan meliputi: 1. Tinggi tanaman (cm), yaitu dihitung pada saat panen. Tinggi tanaman diukur dari pangkal akar pada permukaan tanah sampai titik tumbuh. 2. Jumlah cabang produktif, yaitu jumlah total cabang pada batang utama yang menghasilkan polong. 3. Jumlah buku produktif, yaitu jumlah total buku yang terdapat pada batang utama dan cabang pada batang utama yang menghasilkan polong. 4. Jumlah polong berisi per tanaman, yaitu jumlah polong bernas tiap tanaman. 5. Jumlah polong total, yaitu jumlah polong berisi dan polong hampa. 6. Persentase polong isi (%), yaitu persen hasil bagi antara jumlah polong berisi dengan jumlah polong total. 7. Jumlah biji per polong, yaitu rata-rata jumlah biji tiap polong per tanaman. 8. Bobot 100 biji (g), yaitu menimbang bobot 100 biji kering per tanaman.

14 9. Bobot biji per tanaman (g), yaitu menimbang bobot biji kering tiap tanaman sampel. Pemanenan dilakukan dengan menggunting batang bagian bawah tanaman, hal ini untuk mengantisipasi kehilangan hasil pada saat panen. Kemudian tanaman dijemur selama 2 3 hari sampai beberapa polongnya pecah untuk selanjutnya dilakukan perontokan polong. Analisis Data Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) yaitu dengan uji F pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata kemudian diuji lanjut dengan uji t-dunnet pada taraf nyata 5%. Data juga dianalisis untuk menduga nilai ragam genetik yaitu dengan pendugaan parameter genetik meliputi komponen ragam (ragam genetik, ragam fenotipik, dan ragam lingkungan) dan nilai duga heritabilitas. a. Ragam lingkungan (σ 2 e) yaitu pengaruh lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan karakter yang diamati. σ 2 e = KTE, dimana KTE = KT galat (Kuadrat Tengah galat) b. Ragam fenotipik (σ 2 p), yaitu hasil penjumlahan nilai ragam lingkungan dan nilai ragam genotip. σ 2 p = σ 2 e + σ 2 g c. Ragam genetik (σ 2 g), yaitu pengaruh genetik terhadap penampilan dari karakter yang diamati. σ 2 g = (KT galur KT galat)/r, dimana r = ulangan d. Nilai duga heritabilitas arti luas (h² bs ) yaitu proporsi ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan. h² bs = σ 2 g / σ 2 p x 100% e. Koefisien keragaman genetik (KKG) yaitu nisbah antara akar kuadrat tengah ragam genetik dengan rataan umum, dirumuskan: KKG = σ²g/rataan umum x 100%

15 f. Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung nilai koefisien korelasi Pearson. Masing-masing nilai koefisien korelasi dihitung pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Karakteristik dari lahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah ph 5.1 (masam), konsentrasi Al 3+ 0.05 cmolc/kg (sangat rendah). Toleransi kemasaman tanah (ph tanah) bagi kedelai adalah 5.8 7.0. Pada ph kurang dari 5.5 pertumbuhannya terhambat karena keracunan alumunium (Purwono dan Purnamawati, 2007). Pada penelitian kali ini, lahan percobaan tidak diberi kapur maupun bahan organik meskipun ph tanah rendah. Hal ini dikarenakan pemberian kapur akan lebih sesuai jika ph < 5 dan kejenuhan Alumunium (Al-dd) >10% (Kustiastuti dan Taufiq, 2008). Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan di wilayah yang sama dengan lokasi penelitian ini yaitu kecamatan Natar menunjukkan bahwa tanah yang digunakan bertekstur liat pasir dengan komposisi liat lebih tinggi dibanding dengan fraksi pasir dan terendah adalah fraksi debu. Komposisi tanah yang demikian dapat memberikan pengaruh baik untuk pertumbuhan tanaman. Kandungan bahan organik seperti C dan N, rasio C/N sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh lahan tersebut adalah lahan kering (Toyib, 2012). Tabel 1. Iklim Bulanan Wilayah Beranti Lampung Selatan Bulan Januari- Juli 2012 Unsur iklim Satuan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Curah Hujan mm 227.4 192.4 172.6 242.5 96.5 52.9 18.2 Hari Hujan hari 21 20 14 12 9 9 6 Kelembaban % 80 83 79 81 80 80 78 suhu Udara C 26.5 26.4 26.8 26.9 27.4 26.5 26.2 Lama Penyinaran % 46.7 54.8 55 70.4 70.5 67.1 74.2 Sumber : BMKG Beranti, 2012 Tabel 1 menunjukkan data curah hujan wilayah Beranti yang merupakan salah satu wilayah yang berada di Lampung Selatan yang dekat dengan lokasi penelitian ini. Curah hujan di wilayah Lampung Selatan dan sekitarnya tidak

17 merata disemua wilayah termasuk Kecamatan Natar yang memperoleh curah hujan dapat dikatakan sedikit sehingga kondisi lahan mengalami kekeringan. Curah hujan bulanan dari bulan Maret sampai Juli 2012 mengalami penurunan. Rata-rata curah hujan per bulan, kelembaban, dan suhu udara selama penelitian berlangsung terhitung pada bulan Maret sampai bulan Juli 2012 masing-masing adalah 116.54 mm/bulan, 79.6%, dan 26.76 C (BMKG, 2012). Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan didaerah tersebut berkisar antara 100 400 mm/bulan (Purwono dan Purnamawati, 2007). Rendahnya curah hujan mengakibatkan kondisi lahan kedelai mengalami kekeringan sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak optimal karena proses metabolisme terganggu. Lahan yang digunakan untuk penelitian ini berupa lahan kering masam yang sebelumnya ditanami dengan padi gogo. Pada fase vegetatif tanaman kedelai tumbuh dengan baik. Hal ini karena curah hujan cukup bagi pertumbuhan tanaman (Gambar 1). Selama pertumbuhan tanaman tidak ditemukan gejala penyakit tanaman. Gambar 1. Kondisi tanaman kedelai pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST) Kendala yang dihadapi saat penanaman adalah pada awal penanaman curah hujan dilokasi penelitian tergolong rendah. Hal ini mengakibatkan daya berkecambah benih rendah. Terjadinya penurunan pertumbuhan bukan disebabkan mutu benih yang kurang baik. Penurunan viabilitas benih ini diduga karena air

18 kurang tersedia bagi benih sehingga proses imbibisi benih terganggu. Menurut Susanti (2011), air merupakan salah satu unsur alamiah utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karena air berfungsi untuk menjamin kelangsungan proses fisiologis dan biologi tanaman. Dengan demikian ketersediaan air pada fase awal pertumbuhan sangat diperlukan bagi tanaman. Fase generatif tanaman sudah mulai berbunga sejak awal munculnya bunga pertama yaitu pada 4 MST (umur 28 hari), kemudian berlanjut memasuki tahap pengisian polong pada 6 MST. Galur-galur mutan M8 berbunga lebih cepat jika dibandingkan dengan Tanggamus (berbunga pertama pada 30 hari). Hal ini sebagai adaptasi tanaman terhadap kondisi kekeringan. Organisme pengganggu tanaman meliputi gulma dan hama, tidak ditemui gejala penyakit pada tanaman kedelai. Hama yang menyerang tanaman kedelai adalah kepik hijau (Nezara viridula), belalang (Oxya spp.), dan kepik polong kedelai (Riptortus linearis), dan penggerek polong (Etiella zinckenella). Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprot tanaman secara intensif yaitu pada 3 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST dan 9 MST. a b c d Gambar 2. Beberapa hama yang menyerang tanaman kedelai, a) dan b) Oxya, spp., c) kepik hijau (Nezara viridula), dan d) larva penggerek polong Faktor biotik lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kedelai adalah gulma. Gulma yang mendominasi disekitar tanaman adalah Boreria alata, Boreria laevis, Digitaria sp., Ephorbia hirta. Pengendalian gulma dilakukan secara intensif terutama pada 3 MST dan 6 MST dengan cara manual yaitu dicabut dan dibabat menggunakan kored/sabit.

19 Gambar 2. Beberapa jenis gulma yang dominan di lahan kedelai, a) Boreria, sp. b) Ageratum conyzoide, dan c) Euphorbia hirta Keragaan Karakter Agronomi Pengamatan dilakukan terhadap beberapa karakter yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong berisi, jumlah polong total, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot per petak. Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Kisaran Karakter Agronomi Galur-Galur Mutan M8 di Tanah Masam Karakter Nilai Tengah ± Std Dev Kisaran Umur berbunga (HST) 35.47 ± 0.34 35.00-36.33 Umur panen (HST) 85.41 ± 2.45 81.33-91.33 Tinggi tanaman saat panen (cm) 46.52 ± 5.86 41.08-59.14 Jumlah cabang produktif 2.47 ± 0.64 1.44-2.87 Jumlah buku produktif 10.35 ± 1.12 7.47-11.73 Jumlah polong berisi 20.71 ± 2.74 14.57-23.00 Jumlah polong total 21.62 ± 3.03 14.77-25.07 Presentase polong isi (%) 95.78 ± 2.16 92.00-99.13 Jumlah biji per polong 2.38 ± 0.13 2.13-2.61 Bobot 100 biji (g) 16.62 ± 1.12 13.41-17.93 Bobot biji/tanaman (g) 7.87 ± 0.97 5.46-9.01 Bobot biji/petak(g/4 m²) 356.29±54.63 267.20-483.14 Terdapat perbedaan penampilan karakter diantara galur-galur yang diamati. Galur/varietas berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah polong berisi, jumlah polong total, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, dan bobot biji per petak. Galur/varietas juga berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah buku produktif sedangkan pada pengamatan karakter persentase polong isi, dan bobot biji per

20 tanaman memperlihatkan bahwa galur/varietas tidak berpengaruh nyata terhadap karakter-karakter tersebut (Tabel 3). Karakter-karakter yang menunjukkan nilai tengah nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut t-dunnet pada taraf 5% dengan varietas Argomulyo dan Tanggamus sebagai pembanding. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Karakter Agronomi Galur-Galur Mutan M8 di tanah masam Karakter KT galur Fhit Pr > F KK (%) Umur berbunga 6.46 17.34** <.0001 1.72 Umur panen 26.77 6.88** <.0001 2.31 Tinggi tanaman saat panen 160.15 16.36** <.0001 6.72 Jumlah cabang produktif 0.34 0.95tn 0.5295 24.18 Jumlah buku produktif 7.46 2.12* 0.0343 18.12 Jumlah polong berisi 85.27 5.44** <.0001 19.11 Jumlah polong total 93.89 5.99** <.0001 18.32 Presentasi polong isi 12.39 1.16tn 0.344 3.41 Jumlah biji per polong 0.08 2.88** 0.0053 7.11 Bobot 100 biji 6.68 8.24** <.0001 5.41 Bobot biji/tanaman 3.41 1.18tn 0.337 21.66 Bobot biji/petak 11534.98 2.73** 0.0076 18.25 Keterangan: tn = tidak berbeda nyata; ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan hasil uji F Galur mutan M8 yang diujikan di tanah masam pada penelitian ini merupakan galur-galur terpilih setelah dilakukan pengujian pada generasi M6 dan M7 pada kondisi optimum. Pada penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa galur mutan M8 pada generasi M5 merupakan galur yang memiliki indeks sensivitas kekeringan (ISK) tinggi sehingga galur-galur tersebut dapat dikategorikan sebagai galur yang toleran kekeringan (Diana, 2012). Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa karakter agronomi galur mutan M8 mengalami penurunan hasil pada karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong berisi, dan bobot biji per tanaman pada kondisi tanah masam dibandingkan dengan generasi sebelumnya (M5).

21 Umur Berbunga dan Umur Panen Sebagian besar populasi galur mutan M8 berbunga pada umur 5 MST. Pengamatan umur berbunga dilakukan pada saat 50% populasi galur sudah mulai berbunga. Umur berbunga galur-galur yang diujikan berada pada kisaran 35 hari 36.3 hari (rata-rata berbunga pada 35 hari) sedangkan rata-rata umur berbunga varietas pembanding adalah 38.34 hari (Tabel 4). Tabel 4. Keragaan Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-Galur Mutan M8 dan Varietas Pembanding di Tanah Masam Galur/Varietas Umur Berbunga Umur Panen (HST) (HST) M100-29A-42-14 35.00 b 83.67 b M100-33-6-11 36.33 b 91.33 M100-46-44-6 35.00 b 85.67 b M100-47-52-13 35.00 b 85.67 b M100-96-53-6 35.00 b 83.67 b M150-29-44-10 35.00 b 85.67 b M150-7B-41-10 35.00 b 85.00 b M150-69-47-2 35.00 b 82.33 b M150-92-46-4 35.00 b 86.33 b M200-13-47-7 35.00 b 87.33 b M200-39-69-4 35.00 b 85.67 b M200-37-71-4 35.00 b 83.67 b M200-58-59-3 35.00 b 83.67 b M200-93-49-6 35.00 b 81.33 ab M200-93-49-13 35.00 b 81.67 ab Rata-rata 35.09 84.84 Argomulyo 35.67 87.00 Tanggamus 41.00 92.33 Rata-rata 38.34 89.67 Keterangan: Angka yang diikuti dengan a, b berbeda nyata dengan Argomulyo atau Tanggamus berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5% Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa umur berbunga galur-galur mutan M8 tidak berbeda nyata lebih lama atau lebih cepat dibandingkan varietas Argomulyo sebagai tetua galur akan tetapi umur berbunga galur-galur mutan M8 yang diujikan menunjukkan nyata lebih cepat dibandingkan varietas Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah masam. Karakter umur berbunga yang cepat pada galur-galur mutan M8 dapat diduga bahwa tanaman mengalami stres akibat

22 cekaman kekeringan. Hasil penelitian Jusuf et al. (1993) menunjukkan bahwa cekaman kekeringan mempercepat pembungaan dan umur panen. Mitra (2001) menambahkan, pada kondisi stres kekeringan tanaman akan mempercepat umur berbunga dan umur panen sebagai upaya untuk lolos dari stres kekeringan. Hasil penelitian Diana (2012) menunjukkan bahwa varietas Tanggamus memiliki umur panen nyata lebih panjang dibandingkan varietas Argomulyo pada kondisi kekeringan. Hal serupa juga ditujukkan oleh galur-galur mutan M8 yang memiliki umur panen nyata lebih cepat dibandingkan varietas Tanggamus dan memiliki masa generatif lebih singkat. Galur M100-33-6-11 lama umur panen sama dengan varietas Tanggamus, akan tetapi umur panen galur M100-33-6-11 lebih lama dibandingkan varietas Argomulyo sebagai pembanding meskipun pada uji lanjut tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Tabel 4). Umur panen yang dipengaruhi oleh umur berbunga dipengaruhi oleh faktor genetik dari masingmasing galur/varietas (Diana, 2012). Adie (2007) mengelompokkan umur kedelai di Indonesia menjadi sangat genjah (< 70 hari), genjah (70 80 hari), sedang (80 85 hari), dalam (86 90 hari), dan sangat dalam (> 90 hari). Rata-rata nilai tengah umur berbunga dan umur panen galur mutan M8 masing-masing adalah 35.09 hari dan 84.84 hari. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan bahwa tanaman berumur sedang apabila umur berbunga 25 35 hari, umur panen 80 85 hari. Dengan demikian galurgalur mutan M8 dapat digolongkan ke dalam tanaman berumur sedang (80 85 hari). Krisnawati dan Adie (2008) dan Mejaya et al. (2010) menyatakan bahwa kedelai berumur sedang (85 hari) dinilai memiliki resiko kegagalan hasil lebih tinggi akibat kekeringan dibandingkan dengan kedelai berumur genjah (< 80 hari). Tinggi Tanaman Karakter tinggi tanaman merupakan salah satu karakter yang mewakili fase vegetatif yang dapat diamati di lapangan. Karakter tinggi tanaman saat panen diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

23 Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman hampir semua galur berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan varietas Tanggamus (Tabel 4). Terdapat tiga galur yang memiliki tinggi tanaman saat panen sama tingginya dengan varietas tanggamus toleran tanah masam yaitu galur M100-33-6-11, M150-69-47-2, dan M200-93-49-6, akan tetapi galur-galur tersebut menunjukkan bahwa tinggi tanaman saat panen yang nyata lebih tinggi dibandingkan tetua asal Argomulyo. Tabel 5. Keragaan Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen, Jumlah Cabang dan Jumlah Buku Produktif Galur-Galur M8 dan Varietas Pembanding di Tanah Masam Galur/Varietas Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah buku saat panen (cm) produktif produktif M100-29A-42-14 42.3 b 2.4 10.1 b M100-33-6-11 59.1 a 2.8 9.5 b M100-46-44-6 43.0 b 2.5 9.3 b M100-47-52-13 41.9 b 2.8 10.3 M100-96-53-6 44.5 b 1.4 7.5 b M150-29-44-10 42.8 b 2.4 11.0 M150-7B-41-10 43.2 b 2.4 9.0 b M150-69-47-2 58.6 a 2.4 9.8 b M150-92-46-4 43.3 b 2.8 11.4 M200-13-47-7 43.9 b 2.7 11.4 M200-39-69-4 44.0 b 2.6 9.8 b M200-37-71-4 43.4 b 2.5 10.6 M200-58-59-3 41.1 b 2.9 10.4 M200-93-49-6 52.2 ab 2.5 11.7 M200-93-49-13 43.5 b 2.3 8.9 b Rata-rata 45.8 2.5 10.0 Argomulyo 39.8 2.1 10.4 Tanggamus 64.4 2.5 14.9 Rata-rata 52.1 2.3 12.65 Keterangan: Angka yang diikuti dengan a, b berbeda nyata dengan Argomulyo atau Tanggamus berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5% Sebagian besar galur-galur M8 memiliki tinggi tanaman sama dengan varietas Argomulyo sebagai tetua galur. Keragaan karakter tinggi tanaman galur mutan M8 berkisar antara 41.08 59.14 cm. Trustinah et al. (2008) menyatakan bahwa tinggi tanaman kedelai di lahan masam berkisar 25.6 74.1 cm.

24 Dengan demikian karakter tinggi tanaman saat panen galur mutan M8 memperlihatkan penampilan yang baik di tanah masam. Nilai rataan galur mutan M8 dan varietas pembanding untuk karakter tinggi tanamaan pada saat panen masing-masing adalah 45.8 cm dan 52.1 cm. Menurut Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007), karakter tinggi tanaman dapat dikelompokkan menjadi tiga kriteria yaitu kriteria tinggi tanaman pendek (15 cm 50 cm), sedang (50 68 cm), dan tinggi (> 68 cm). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, galur-galur mutan M8 yang diujikan dapat kategorikan sebagai tanaman yang pendek (15 50 cm). Tinggi tanaman berhubungan dengan hasil biji. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tinggi tanaman saat panen berkorelasi nyata dan positif dengan jumlah polong berisi dan bobot biji per petak (Lampiran 2). Hal ini berarti bahwa perbaikan karakter tinggi tanaman akan meningkatkan hasil biji. Jumlah Cabang Produktif dan Jumlah Buku Produktif Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur/varietas tidak berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah cabang produktif sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah cabang produktif yang dimiliki galur-galur mutan M8 yang diujikan sama dengan jumlah cabang produktif varietas pembanding. Keragaan toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman kekeringan ditunjukkan oleh tinggi tanaman, bobot kering akar, volume akar, ukuran biji, dan hasil biji atau polong. Tanaman kedelai yang tumbuh pada kondisi kekeringan memiliki jumlah cabang dan buku produktif, jumlah polong berisi, dan bobot biji pertanaman lebih rendah dibandingkan pada kondisi optimum (Diana, 2012). Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa galur-galur mutan M8 yang diuji menunjukkan penampilan karakter jumlah cabang lebih baik dibandingkan varietas Argomulyo. Kisaran nilai tengah karakter jumlah cabang dan jumlah buku produktif galur mutan M8 masing-masing antara lain 2.1 2.9 cabang Adisarwanto (2010) menyatakan bahwa tipe tanaman kedelai ideal (plant-

25 ideotype) untuk lahan kering memiliki percabangan sedikit (2-3 cabang). Dengan demikian galur-galur mutan M8 sesuai dengan tipe tanaman kedelai ideal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur M150-29-44-10, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-58-59-3, dan M200-93-49-6 memiliki nilai tengah karakter jumlah buku produktif lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Argomulyo yang hanya mencapai 10.4 buku (Tabel 5). Karakter jumlah buku produktif yang tinggi menunjukkan jumlah polong yang tinggi pula. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji korelasi yang memperlihatkan nilai korelasi yang nyata dan positif antara karakter jumlah buku produktif terhadap karakter jumlah polong berisi dan jumlah polong total. Cekaman kekeringan menyebabkan jumlah cabang produktif, buku subur, polong berisi dan jumlah biji rendah (Kisman, 2010). Hasil uji lanjut juga menunjukkan terdapat 8 galur mutan M8 memiliki nilai tengah karakter jumlah buku produktif nyata lebih rendah dibandingkan varietas Tanggamus dan Argomulyo di tanah masam. Jumlah buku produktif yang rendah pada galur-galur tersebut diduga tanaman tidak tahan pada kondisi tanah masam. Jumlah Polong Berisi dan Jumlah Polong Total Karakter-karakter hasil yang diamati memiliki nilai tengah yang beragam. Rataan nilai tengah pada karakter persentase polong isi populasi galur mutan M8 berada di atas 95% (Tabel 6). Hal ini dapat dikatakan bahwa total polong yang dihasilkan oleh galur-galur tersebut adalah berupa polong berisi. Jumlah polong total dan jumlah polong berisi pada tanaman kedelai tergantung kondisi tanaman pada masa pembentukan polong. Pada masa pembentukan polong curah hujan sangat sedikit sehingga lahan menjadi kering yang mengakibatkan tanaman mengalami stres kekeringan. Tabel 6 menunjukkan keragaan karakter jumlah polong berisi dan jumlah polong total. Secara umum galur mutan M8 memperlihatkan jumlah polong berisi lebih rendah dibandingkan dengan varietas Tanggamus di tanah masam. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa karakter jumlah polong total dan jumlah polong berisi

26 galur-galur mutan M8 nyata lebih sedikit dibandingkan varietas Tanggamus. Menurut Trustinah et al. (2008), tanaman kacang-kacangan yang tercekam kemasaman lahan tumbuh lebih pendek, biji berukuran lebih kecil, dan hasil biji atau polong lebih sedikit dari tanaman yang tumbuh pada kondisi optimum. Tabel 6. Keragaan Karakter Jumlah Polong Berisi, Jumlah Polong Total, dan Persentase Polong Isi Galur-Galur Mutan M8 dan Varietas Pembanding di Tanah Masam Galur/Varietas Jumlah polong Jumlah polong Persentase Berisi total polong isi M100-29A-42-14 19.3 b 19.8 b 95.7 M100-33-6-11 22.1 b 23.5 b 95.2 M100-46-44-6 16.7 b 17.8 b 93.8 M100-47-52-13 17.9 b 18.9 b 95.5 M100-96-53-6 14.6 b 14.8 b 98.6 M150-29-44-10 21.5 b 22.4 b 95.5 M150-7B-41-10 18.5 b 19.1 b 96.9 M150-69-47-2 20.8 b 21.0 b 99.1 M150-92-46-4 23.0 b 25.1 b 92.0 M200-13-47-7 21.8 b 23.0 b 94.3 M200-39-69-4 16.8 b 17.8 b 92.7 M200-37-71-4 19.1 b 19.7 b 97.5 M200-58-59-3 22.1 b 23.4 b 93.6 M200-93-49-6 22.9 b 23.5 b 97.7 M200-93-49-13 15.8 b 16.3 b 97.6 Rata-rata 19.5 20.41 95.7 Argomulyo 20.3 21.07 95.8 Tanggamus 38.8 40.33 96.6 Rata-rata 29.55 30.70 96.2 Keterangan: Angka yang diikuti dengan a, b berbeda nyata dengan Argomulyo atau Tanggamus berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5% Rata-rata jumlah polong berisi dan polong total galur-galur M8 masingmasing ialah 19.5 polong dan 20.41 polong. Jumlah polong galur-galur M8 ini lebih sedikit dibandingkan dengan varietas Tanggamus yang dapat mencapai 38.8 polong. Cekaman kekeringan akan mengganggu proses terbentuknya bunga yang dapat mempengaruhi jumlah bunga yang terbentuk, bunga kedelai banyak yang rontok, terganggunya pembentukkan polong dan proses pengisian biji sehingga mengakibatkan jumlah polong berisi yang dihasilkan berkurang (Diana, 2012).

27 Jumlah Biji per Polong dan Bobot 100 Biji Karakter daya hasil merupakan karakter kompleks yang sangat dipengaruhi oleh karakter komponen hasil. Karakter hasil dan komponen hasil dikendalikan oleh banyak gen yang ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Wirnas et al., 2006). Karakter-karakter hasil yang diamati memiliki nilai rataan yang beragam. Tabel 7. Keragaan Karakter Jumlah Biji per Polong, Bobot 100 Biji, Bobot Biji per Tanaman, Bobot Biji per Petak, dan Potensi Hasil Galurgalur Mutan M8 dan Varietas Pembanding di Tanah Masam Galur/Varietas Jumlah biji/ polong Bobot 100 biji (g) Bobot biji/tanaman (g) Bobot biji /petak (g/4 m²) Potensi hasil (ton/ha) M100-29A-42-14 2.3 17.39 b 7.70 1151.55 a 2.88 M100-33-6-11 2.1 17.43 b 7.67 1167.86 a 2.92 M100-46-44-6 2.5 b 17.93 b 7.29 1291.81 ab 3.23 M100-47-52-13 2.6 b 16.76 b 8.14 1262.66 ab 3.16 M100-96-53-6 2.5 b 13.41 b 5.46 929.59 2.32 M150-29-44-10 2.4 16.55 b 8.09 496.27 1.24 M150-7B-41-10 2.6 b 16.51 b 8.16 673.22 1.68 M150-69-47-2 2.2 16.40 b 7.14 928.36 2.32 M150-92-46-4 2.4 b 16.68 b 9.01 677.40 1.69 M200-13-47-7 2.5 b 17.76 b 8.75 512.38 1.28 M200-39-69-4 2.4 b 17.38 b 7.03 682.38 1.70 M200-37-71-4 2.5 b 17.70 b 8.34 669.77 1.67 M200-58-59-3 2.5 b 17.21 b 8.66 536.51 1.67 M200-93-49-6 2.2 15.55 ab 7.59 772.74 1.93 M200-93-49-13 2.4 b 16.66 b 6.08 629.75 1.57 Rata-rata 2.4 16.76 7.68 682.58 2.08 Argomulyo 2.4 18.44 8.88 646.47 1.62 Tanggamus 1.9 12.83 9.70 856.80 2.14 Rata-rata 2.2 15.64 9.29 751.64 1.88 Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a, b berbeda nyata dengan Argomulyo atau Tanggamus berdasarkan uji Dunnet taraf 5% Tabel 7 memperlihatkan keragaan karakter jumlah biji per polong, bobot 100 biji dan bobot biji per petak galur mutan M8. Nilai tengah karakter jumlah biji per polong galur-galur mutan M8 berada pada kisaran 2.13 2.61 (rata-rata 2.41 biji). Jumlah biji yang diharapkan untuk tanaman kedelai yaitu 2 biji atau lebih (Adisarwanto, 2010). Dengan demikian galur-galur M8 kedelai sesuai

28 dengan tipe ideal tanaman kedelai. Galur M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-7B-41-10, M150-92-46-4, M200-13-47-7, M200-39-69-4, M200-37-71-4, M200-58-59-3, dan M200-93-49-13 memiliki jumlah biji per polong nyata lebih banyak dibandingkan Tanggamus. Ukuran biji diukur oleh bobot 100 butir. Ukuran biji pada galur-galur mutan M8 yang diuji memperlihatkan perbedaan nyata. Perbedaan ukuran biji tersebut dapat diduga bahwa galur mempengaruhi ukuran biji. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arsyad et al. (2007) yang menunjukkan bahwa karakter bobot 100 butir pada 12 galur generasi lanjut yang dievaluasi di lahan kering masam memperlihatkan perbedaan nyata. Tabel 7 memperlihatkan bahwa bobot 100 biji untuk semua galur mutan M8 nyata lebih besar dibandingkan Tanggamus. Galur-galur mutan M8 berukuran biji dari besar hingga sangat besar. Varietas Tangggamus memiliki ukuran biji kecilkecil sehingga berat 100 biji rendah (12.83 g/100 biji). Rataan nilai tengah bobot 100 biji galur mutan M8 yang diuji sebesar 16.76 g. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur M8 berukuran biji besar (rata-rata > 14 g/100 biji). Ukuran biji yang diharapkan untuk tanaman kedelai berkisar 14 15 g/100 biji (Adisarwanto, 2010). Ukuran biji dari 15 galur M8 berkisar antara 13.41 17.93 g/100 butir. Bahkan 13 galur diantaranya memiliki ukuran biji sangat besar (> 16 g/100 butir). Galur-galur mutan M8 yang diujikan menunjukkan keragaan lebih baik untuk karakter ukuran biji di tanah masam dibandingkan varietas Argomulyo sebagai tetua yaitu berdasarkan deskripsi varietas Argomulyo memiliki bobot 100 butir 12.0 g. Bobot Biji per Tanaman dan Bobot Biji per Petak Sebaran rataan nilai tengah karakter bobot biji per tanaman galur mutan M8 berkisar antara 5.46 g 9.01 g. Keragaan karakter bobot biji per tanaman galur mutan M8 yang diuji tidak berbeda nyata. Galur M150-92-46-4 memiliki nilai tengah karakter bobot biji per tanaman lebih tinggi yaitu 9.01 g dibandingkan

29 dengan Argomulyo meskipun masih lebih rendah dibandingkan Tanggamus (Tabel 7). Galur M100-47-52-13, M150-29-44-10, M150-7B-41-10, M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-58-59-3 mempunyai nilai tengah untuk karakter bobot biji per tanaman sama dengan Argomulyo (8.88 g/tanaman). Hasil biji dari galur-galur M8 kedelai yang diuji berkisar antara 496.27 1291.81 g/4 m² dan memiliki potensi hasil berkisar antara 1.24 ton/ha 3.23 ton/ha. Sebagian besar galur mutan M8 memiliki bobot biji per petak sama atau lebih tinggi dibandingkan tetua asal Argomulyo bahkan terdapat 6 galur yang memiliki hasil biji per petak lebih tinggi dibandingkan varietas toleran masam Tanggamus yaitu galur M100-29A-42-14, M100-33-6-11, M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-96-53-6, M150-69-47-2. Tabel 7 memperlihatkan bahwa hampir sebagian besar galur M8 yang diujikan di tanah masam memiliki potensi hasil lebih dari 1.25 ton/ha. Menurut Adisarwanto (2010), potensi hasil kedelai yang ditanam pada lingkungan bercekaman (biotik atau abiotik) yaitu berkisar antara 0.75 1.25 ton/ha. Dengan demikian galur-galur tersebut memiliki peluang untuk dibudidayakan di tanah masam. Hasil pengujian galur/varietas kedelai di tanah masam menunjukkan bahwa galur yang memberikan hasil tertinggi adalah galur M100-46-44-6 yaitu sebesar 3.23 ton/ha diikuti oleh galur M100-47-52-13, M100-33-6-11, M100-29A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2 yaitu masing-masing sebesar 3.16 ton/ha, 2.92 ton/ha, 2.88 ton/ha, 2.23 ton/ha, dan 2.23 ton/ha. Selain itu galur-galur tersebut juga berukuran biji besar (> 14 g/100 biji). Oleh karena itu galur-galur tersebut merupakan galur-galur terpilih dan diharapkan dapat dikembangkan selanjutnya sebagai galur-galur kedelai harapan yang ditanam di tanah masam. Keragaman Genetik Terjadinya perbedaan penampilan sifat agronomis dari setiap galur/varietas yang diuji besar kaitannya dengan adanya perbedaan sifat genetik tanaman dan faktor lingkungan (Las et al., 1991). Pendugaan

30 ragam pada galur kedelai adaptif tanah masam ini dilakukan untuk setiap karakter yang diamati. Komponen ragam terdiri dari ragam lingkungan, ragam genetik, dan ragam fenotipik. Nilai tengah ragam lingkungan, ragam genetik, dan ragam fenotipik tertinggi terdapat pada karakter hasil biji (Tabel 8). Ragam lingkungan yang besar pada karakter tersebut menunjukkan bahwa faktor lingkungan memberi pengaruh yang lebih besar terhadap hasil dbandingkan dengan faktor genetik itu sendiri. Nilai tengah ragam lingkungan, ragam genetik, dan ragam fenotipik terendah terdapat pada karakter jumlah cabang produktif. Stansfield (1983) membagi nilai heritabilitas menjadi tiga kriteria yaitu nilai heritabilitas tinggi (h² > 50), heritabilitas sedang (20 < h² < 50), dan heritabilitas rendah (h² < 20). Berdasarkan kriteria tersebut dapat dikatakan bahwa nilai duga heritabilitas tinggi terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah polong berisi, jumlah polong total, dan ukuran biji (h² > 50). Nilai duga heritabilitas berada di atas 50 berarti karakter-karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa karakter dengan nilai duga heritabilitas tinggi berarti penampilan karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Tabel 8. Nilai Ragam Lingkungan, Ragam Genetik, Ragam Fenotipik, Heritabilitas, dan Koefisien Keragaman Genetik Galur-Galur M8 di Tanah Masam Karakter σ 2 e σ 2 g σ 2 p h² bs KKG (%) Umur berbunga 0.37 2.03 2.40 84.49 3.98 (sempit) Umur panen 3.89 7.63 11.52 66.20 3.22 (sempit) Tinggi tanaman 9.79 50.12 59.51 83.66 14.94 (sedang) Jumlah cabang produktif 0.36-0.01 0.35 0.00 0.32 (sempit) Jumlah buku produktif 3.52 1.32 4.83 27.22 10.92 (sedang) Jumlah polong berisi 15.67 23.19 38.87 59.68 22.4 (luas) Jumlah polong total 15.68 26.07 41.75 62.44 22.69 (luas) Presentase polong isi 10.64 0.58 11.22 5.20 0.79 (sempit) Jumlah biji per polong 0.03 0.02 0.05 38.49 5.58 (sempit) Bobot 100 biji 0.81 1.96 2.76 70.72 8.53 (sempit) Bobot biji per tanaman 2.90 0.17 3.07 5.53 5.25 (sempit) Bobot per petak 4227.6 2435.78 6663.42 36.35 13.72 (sedang) Keterangan: σ 2 e = ragam lingkungan, σ 2 g = ragam genetik, σ 2 p = ragam fenotipik, h² bs = nilai duga heritabilitas arti luas, dan KKG = koefisien keragaman genetik

31 Karakter jumlah cabang produktif memiliki nilai duga heritabilitas nol. Hal ini berarti penampilan karakter jumlah cabang produktif dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Welsh (1991), nilai duga heritabilitas yang bernilai nol ialah apabila seluruh variasi yang terjadi pada suatu karakter disebabkan oleh faktor lingkungan. Hasil pengamatan beberapa sifat fenotipik tanaman kedelai kemudian dianalisis seperti yang disajikan pada tabel 8. Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai koefisien keragaman genetik luas terdapat pada karakter jumlah polong berisi dan jumlah polong total. Nilai koefisien keragaman genetik yang luas untuk karakter-karakter tersebut menunjukkan peluang untuk dilakukan seleksi untuk perbaikan karakter-karakter tersebut (Diana, 2012). Karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah biji per polong, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman memiliki nilai koefisien keragaman genetik sempit dan karakter tinggi tanaman, jumlah buku produktif, dan hasil biji memiliki nilai koefisien keragaman genetik sedang. Nilai KKG yang sempit sampai sedang sangat diharapkan pada generasi lanjut. Nilai koefisien keragaman genetik sempit menunjukkan bahwa keragaman genetik pada karakter tersebut rendah. Tujuan akhir pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri, seperti tanaman kedelai umumnya untuk memperoleh tanaman homozigot yang unggul (Syukur et al., 2012). Uji Korelasi antar Karakter Tanaman Hasil biji diatur oleh banyak gen dan juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Secara teori hasil tinggi dapat didekati dengan komponen hasil yang berupa jumlah tanaman per hektar, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot 100 biji. Akan tetapi seleksi berdasarkan komponen-komponen hasil tersebut sering tidak dapat menghasilkan galur yang hasilnya tinggi, disebabkan oleh sifat saling kompensasi yakni bila komponen satu naik, yang lain turun (Sumarno, 1982). Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap karakterkarakter tertentu untuk mengetahui hubungan antar karakter yang diamati.

32 Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa karakter-karakter yang diuji memiliki nilai korelasi yang beragam. Hasil korelasi nyata pada berbagai peubah dimana sebagian besar menunjukkan nilai korelasi positif pada taraf nyata dan sangat nyata. Hanya pada peubah jumlah biji per polong terhadap hampir semua peubah yang memiliki nilai korelasi negatif pada taraf nyata dan sangat nyata (Lampiran 2). Karakter tinggi tanaman saat panen menunjukkan korelasi nyata dan positif terhadap hasil biji dengan nilai korelasi sebesar 0.751 (p = 0.001). Hal ini berarti perbaikan karakter dan pemilihan kriteria untuk karakter tersebut dapat meningkatkan hasil biji. Karakter jumlah biji per polong yang dihasilkan berkorelasi nyata dan negatif terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah buku produktif, dan jumlah polong. Hal ini dapat dikatakan bahwa banyak sedikitnya jumlah biji yang dihasilkan tiap polong tidak terdapat hubungan dengan karakter-karakter tersebut. Karakter bobot 100 biji tidak berkorelasi dengan bobot biji per tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wirnas et al. (2006) yang dilakukan pada 11 populasi kedelai generasi F6 menunjukkan bahwa karakter ukuran biji tidak berkorelasi dengan bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman merupakan komponen hasil yang paling penting dalam membudidayakan kedelai. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh peubah bobot biji per tanaman memiliki korelasi positif dengan peubah jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong berisi dan jumlah polong total dengan nilai korelasi masing-masing yaitu 0.554, 0.788, 0.701, dan 0.727. Karakter-karakter yang berkorelasi positif terhadap bobot biji memberikan petunjuk bahwa seleksi untuk perbaikan karakter kedelai secara tidak langsung akan memperbaiki hasil kedelai. Perakitan varietas berdaya hasil tinggi dapat dilakukan melalui seleksi secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melalui beberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil (Wirnas et al., 2006).

33 Seleksi Galur-Galur Terbaik Seleksi adalah salah satu tahapan untuk mendapatkan genotipe yang sesuai dengan target lingkungan produksi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melalui beberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil. Karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi dapat dilihat pada nilai korelasi dan nilai duga heritabilitas suatu karakter. Karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi untuk daya hasil selain berkorelasi positif nyata dengan daya hasil juga memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi sehingga dapat diwariskan (Wirnas et al., 2006). Secara umum karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah polong isi, jumlah polong total, dan ukuran biji memiliki nilai duga heritabilita tinggi akan tetapi karakter-karakter tersebut tidak berkorelasi nyata dan positif terhadap hasil biji hanya karakter tinggi tanaman saat panen saja yang menunjukkan korelasi nyata dan positif terhadap hasil biji. Wirnas et al. (2006) menyatakan bahwa karakter tinggi tanaman tidak dapat dijadikan karakter seleksi dalam rangka pengembangan kedelai berdaya hasil sehingga seleksi pada galur-galur mutan yang diuji dilakukan secara langsung yaitu berdasarkan bobot biji per petak. Tabel 9. Galur-Galur Hasil Seleksi Berdasarkan Hasil Biji per Petak Panen dan Varietas Pembanding No. Galur/Varietas Bobot biji/petak Potensi hasil (g/ 4 m²) (ton/ha) 1 M100-46-44-6 1291.81 3.23 2 M100-47-52-13 1262.66 3.16 3 M100-33-6-11 1167.86 2.92 4 M100-29A-42-14 1151.55 2.88 5 M100-96-53-6 929.59 2.32 6 M150-69-47-2 928.36 2.32 7 Argomulyo 646.47 1.62 8 Tanggamus 856.80 2.14 Seleksi langsung berdasarkan karakter agronomis seperti hasil biji merupakan cara seleksi yang paling banyak digunakan dalam memilih kedelai toleran kekeringan (Suhartinah dan Kuswantoro, 2011). Salah satu tolak ukur

34 seleksi dalam uji daya hasil adalah hasil biji per petak (Tulus, 2011). Seleksi dalam penelitian ini bertujuan untuk memperolah galur mutan kedelai yang berdaya hasil tinggi dan daya adaptasi baik di tanah masam. Tabel 9 menunjukkan keragaan karakter bobot biji per petak galur mutan M8 hasil seleksi dan varietas pembandingnya di tanah masam. Berdasarkan hasil seleksi terdapat 6 galur mutan M8 yang memiliki hasil biji sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan Tanggamus sebagai varietas pembanding toleran masam. Keenam galur mutan M8 tersebut adalah M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-33-6-11, M100-29A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2. Galur-galur mutan M8 terpilih memiliki hasil biji per petak berkisar antara 928.36 g 1291.81 g dan memiliki potensi hasil lebih tinggi dibandingkan Tanggamus yang hanya mencapai 2.14 ton/ha. Bahkan terdapat dua galur hasil seleksi yang memiliki potensi hasil lebih dari 3.00 ton/ha yaitu M100-46-44-6 dan M100-47-52-13. Galur-galur hasil seleksi diharapkan menjadi galur terpilih yang dapat direkomendasikan untuk dapat dilakukan pengujian ke tahap selanjutnya agar dapat dilepas sebagai varietas kedelai unggul baru toleran tanah masam. Galur-galur mutan M8 hasil seleksi menunjukkan umur tanaman dari sedang sampai berumur sangat dalam, tinggi tanaman berkisar antara 41.9 cm 59.1 cm atau dapat dikategorikan sebagai tanaman pendek sampai sedang (menurut kriteria PPVT, 2007) dan hampir semua galur mutan terpilih berukuran biji besar (13 15 g/100 biji) sampai sangat besar (> 16 g/100 bij). Deskripsi Galur-galur Terbaik Hasil Seleksi Galur M100-46-44-6 Galur ini adalah tanaman berumur dalam dengan umur berbunga 35 hari dan umur panen 85.67 hari. Galur M100-46-44-6 adalah tanaman pendek dengan tinggi tanaman 43.0 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 2.5 cabang dan 9.3 buku. Jumlah polong berisi 16.7 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.5 biji. Galur M100-46-

35 44-6 berukuran biji besar yaitu 17.93 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji tidak mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 7.29 g. Produktivitas galur ini adalah 3.23 ton/ha. Gambar 4. Keragaan galur M100-46-44-6 (umur 75 HST) Galur M100-47-52-13 Galur ini adalah tanaman berumur dalam dengan umur berbunga 35 hari dan umur panen 85.67 hari. Galur M100-47-52-13 adalah tanaman pendek dengan tinggi tanaman 41.9 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 2.8 cabang dan 10.3 buku. Jumlah polong berisi 17.9 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.6 biji. Galur M100-47-52-13 berukuran biji besar yaitu 16.76 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji tidak mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 8.14 g. Produktivitas galur ini adalah 3.16 ton/ha. Gambar 5. Keragaan galur M100-47-52-13 (umur 75 HST)

36 Galur M100-33-6-11 Galur ini adalah tanaman berumur sangat dalam dengan umur berbunga 36.33 hari dan umur panen 91.33 hari. Galur M100-33-6-11 adalah tanaman sedang dengan tinggi tanaman 59.1 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 2.8 cabang dan 9.5 buku. Jumlah polong berisi 22.1 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.1 biji. Galur M100-33-6-11 berukuran biji besar yaitu 17.43 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 7.67 g. Produktivitas galur ini adalah 2.92 ton/ha. Gambar 6. Keragaan galur M100-33-6-11 (umur 75 HST) Galur M100-29A-42-14 Galur ini adalah tanaman berumur sedang dengan umur berbunga 35 hari dan umur panen 83.67 hari. Galur M100-29A-42-14 adalah tanaman pendek dengan tinggi tanaman 42.3 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 2.4 cabang dan 10.1 buku. Jumlah polong berisi 19.3 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.3 biji. Galur M100-29A-42-14 berukuran biji besar yaitu 17.39 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji tidak mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 7.70 g. Produktivitas galur ini adalah 2.88 ton/ha.

37 Gambar 7. Keragaan galur M100-29A-42-14 (umur 75 HST) Galur M100-96-53-6 Galur ini adalah tanaman berumur sedang dengan umur berbunga 35 hari dan umur panen 83.67 hari. Galur M100-96-53-6 adalah tanaman pendek dengan tinggi tanaman 44.5 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 1.4 cabang dan 7.5 buku. Jumlah polong berisi 14.6 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.5 biji. Galur M100-96- 53-6 berukuran biji besar yaitu 13.41 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji tidak mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 5.46 g. Produktivitas galur ini adalah 2.32 ton/ha. Gambar 8. Keragaan galur M100-96-53-6 (umur 75 HST)

38 Galur M150-69-47-2 Galur ini adalah tanaman berumur sedang dengan umur berbunga 35 hari dan umur panen 82.33 hari. Galur M150-69-47-2 adalah tanaman sedang dengan tinggi tanaman 58.6 cm. Galur ini memiliki jumlah cabang produktif dan jumlah buku produktif masing-masing adalah 2.4 cabang dan 9.8 buku. Jumlah polong berisi 20.8 polong dan rata-rata jumlah biji tiap polong 2.2 biji. Galur M150-69- 47-2 berukuran biji besar yaitu 16.40 g/100 biji. Biji berwarna kuning tua, berbentuk bulat oval dan kulit biji tidak mengkilap. Bobot biji per tanaman galur ini adalah sebesar 7.14 g. Produktivitas galur ini adalah 2.32 ton/ha. Gambar 9. Keragaan galur M150-69-47-2 (umur 75 HST)

39 KESIMPULAN Kesimpulan Keragaan karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong berisi, jumlah polong total, jumlah biji per polong, bobot 100 biji dan bobot biji per petak antar galur/varietas berbeda nyata di tanah masam. Galurgalur mutan M8 yang diujikan menunjukkan penampilan karakter agronomi sama baiknya dengan varietas asalnya Argomulyo di tanah masam. Seleksi berdasarkan hasil biji menghasilkan 6 galur yang memiliki keragaan argonomi baik dan berdaya hasil tinggi di tanah masam. Keenam galur terpilih adalah M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-33-6-11, M100-29A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2. Galur-galur tersebut memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dari Argomulyo maupun Tanggamus yaitu berkisar antara 2.32 ton/ha 3.23 ton/ha. Saran Galur M100-46-44-6, M100-47-52-13, M100-33-6-11, M100-29A-42-14, M100-96-53-6, dan M150-69-47-2 direkomendasikan untuk digunakan dalam pengujian daya hasil lanjutan. Galur-galur terpilih tersebut dapat dilakukan pengujian di lahan optimum untuk mengetahui potensi hasil yang sebenarnya.

40 DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27(2):43 49. Adie, M.M. 2007. Panduan Pengujian Individual, Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12 hal. Adie, M.M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal: 45-73. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasil (Eds.). Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Adiningsih S.J. dan Mulyadi. 1993. Alternatif Teknik Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Alang-alang. Prosiding Seminar Lahan Alang-alang, Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. 29 50. Adisarwanto T. 2010. Strategi peningkatan produksi kedelai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan mengurangi impor. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(4):319 331. Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotype kopi robusta-arabica. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6(2):91 96. Arsyad, M.D., H. Kuswantoro dan Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26(1):26-31. Arsyad, M.D., M.M. Adie, dan H. Kuswantoro. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal:205 228. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim (Eds.). Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Atman. 2006. Pengelolaan kedelai di lahan kering masam. Jurnal Ilmiah Tambua 5:281-287. Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik, Edisi November 2012. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 10 hal.

Bari, A., S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1982. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. BATAN. 2008. Kedelai varietas unggul baru hasil pemuliaan mutasi radiasi. http://www.batan.go.id. [10 Januari 2013]. BMKG. 2012. Data Curah Hujan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tahun 2012. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Stasiun Meteorologi Radin Intan II Bandar Lampung. Borges, R. 2005. Crops-soybean. http://www.blackwell.com. [26 September 2012]. Diana, H.S. 2012. Perbaikan Karakter Agronomi dan Adaptasi terhadap Cekaman Kekeringan pada Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) melalui Iradiasi Sinar Gamma Dosis Rendah. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 142 hal. Dirjen Tanaman Pangan. 2012. Luas tanam, panen, produktivitas dan produksi kedelai tahun 2007 sampai 2011. http://www.tanamanpangan.deptan.go.id [10 Januari 2013]. Falconer, D.S. dan Mackay, T.F.C. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4 th Ed. England: Longman. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Prosedure for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Hamim, D. Sopandie, dan M. Jusuf. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Bul. Hayati 3(1):30 34. Hapsoh I., S. Yahya, T.M.H. Oelim, dan D. Sopandie. 2004. Respon beberapa galur kedelai terhadap tingkat cekaman kekeringan tanah ultisol. Bul. Agronomi 32(3):1 8. Herawati, T. dan Setiamihardja R. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Universitas Padjajaran Bandung. Bandung. Husni1 A., M. Kosmiatin, dan I. Mariska. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoro terhadap kekeringan melalui seleksi in vitro. Bul. Agronomi 34(1):25 31. 41

Idris R. 2009. Efek Radiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr. ). Skripsi. Program Sarjana Jurusan Pemuliaan Tanaman, Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 107 hal. Jusuf, M., A. Kasno, D. Sopandie, E. D. J. Sumpena, U. Widyastuti, Miftahudin, Hamim, dan Supijatno. 1993. Evaluasi Plasma Nutfah Kedelai untuk Lahan Kering atau ph Rendah serta Berkualitas Nutrisi Baik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing I/I. FMIPA IPB. Bogor. 37 hal. Jusuf, M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Sagung Seto. Jakarta. Kasno, A., A. Bari, A. Mattjik, Subandi, dan S. Somaatmadja. 1983. Pendugaan parameter genetik sifat-sifat kuantitatif kacang tanah dalam beberapa lingkungan tumbuh dan penggunaannya dalam seleksi. J. Penelitian Pertanian 3(1):44 48. Kisman. 2010. Karakter morfologi sebagai penciri adaptasi kedelai terhadap cekaman kekeringan. Jurnal Agroteksos 20(1):23 29. Krisnawati, A. dan M.M. Adie. 2008. Identifikasi galur kedelai F5 berbiji besar dan berumur genjah, hal:51-57. Dalam A. Harsono et al. (Penyunting). Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Puslitbangtan Pangan. Bogor. Kustiastuti, H. dan A. Taufiq. 2008. Komponen teknologi budidaya kedelai lahan kering. Bul. Palawija 16:1 17. Mejaya, IMJ., A. Krisnawati, dan H. Kuswantoro. 2010. Identifikasi plasma nuftah kedelai berumur genjah dan berdaya hasil tinggi. Bul. Plasma Nutfah 16(2):113 117. Miller, J.E. 1989. Implications of genotype-environment interaction, p. 2303-2319. In AIn A.J. Pascale (Ed.). Proceeding on World Soybean Research Conference IV. Buenos Aires. Mitra, J. 2001. Genetics and genetic improvement of drought resistance in crops plants. Current Sci. 80:758 762. Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. 1 32. 42

Mulyani, A. 2006. Potensi lahan masam.http://www.balitanah.litbang.deptan.go.id [7 Juni 2012]. Mulyani, A. 2008. Potensi dan ketersediaan lahan untuk pengembangan kedelai di Indonesia. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id. [19 September 2012]. Las, I., A. Karim Maharim., A. Hidajat., Syarifuddin K dan I. Manwan. 1991. Peta Agroklimat Utama Tanaman Pangan di Indonesia. Puslitbangtan. Bogor. 24 hal. Pai, A.C. 1999. Dasar-dasar Genetika. Erlangga. Jakarta. PPVT. 2007. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. 14 hal. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU. IPB. Bogor. 169 hal. Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul, Cetakan pertama. Penebar Swadaya. 139 hal. Roy, D. 2000. Plant Breeding Analysis and Exploitation of variation. India: Narosa Publishing House. Soemartono. 1995. Cekaman Lingkungan Tantangan Pemuliaan Tanaman Masa Depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia Komisariat daerah Jawa Timur. Malang. Vol. III:1-12. Suhartinah dan H. Kuswantoro. 2011. Pemuliaan kedelai toleran terhadap cekaman kekeringan. Bul. Palawija 21:26 38. Sumarno. 1982. Pedoman Pemuliaan Kedelai, Cetakan Pertama. Kelompok Kerja Pemuliaan Tanaman, Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor. 39 hal. Sumarno. 2005. Strategi pengembangan kedelai di lahan masam, hal: 37-46. Dalam Makarim, et al. (penyunting). Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Suboptimal. Puslitbangtan. Bogor. Suprapto H.S. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Susanti, Y. 2011. Pengaruh cekaman air setelah fase vegetatif terhadap hasil tanaman kedelai. http://balitkabi.deptan.go.id. [11 Agustus 2012]. Stansfield, W.D., 1983. Theory and Problem of Genetic, Second Edition. Mc. Graw-Hill, New York. 417 p. 43

Steel, R.G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik, Edisi Kedua (diterjemahkan dari : Principles and Prosedures of Statistics, penerjemah : B. Sumantri). Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 734 hal. Syukur, M. 2005. Pendugaan Parameter Genetik pada Tanaman. Pengantar Falsafah Sains. Program S3 Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Syukur, M., S. Suprihatin, dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta. 348 hal. Trustinah, A. Kasno, A.Wijanarko, R.Iswanto, dan H.Kuswantoro. 2008. Adaptasi genotipe kacang-kacangan pada lahan kering masam, hal:200 207. Dalam A. Harsono et al. (Penyunting). Inovasi dan Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Puslitbangtan Pangan. Bogor. Toyib. 2012. Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Kalsium terhadap Serapan Hara dan Produktivitas Dua Genotipe Kedelai pada Budidaya Kekeringan dan Jenuh Air. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 66 hal. Tulus, S. 2011. Uji Daya Hasil beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Berdaya Hasil Tinggi pada Lahan Kering di Manggoapi Manokwari. Skripsi. Program Sarjana, Universitas Negeri Papua. Manokwari. 83 hal. Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman (diterjemahkan dari : Fundamental of Plant Genetic and Breeding, penerjemah : Johanis P. Mogea). Penerbit Erlangga. Jakarta. 224 hal. Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agronomi 34:19 24. Zaini, Z. 2005. Prospek Pengembangan Kedelai di Lahan Kering Masam. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 47 54. 44

LAMPIRAN 45

46 Lampiran 1. Layout Penelitian Keterangan: T = Tanggamus 7 = M150-7B-41-10 A = Argomulyo 8 = M150-69-47-2 1 = M100-29A-42-14 9 = M150-92-46-4 2 = M100-33-6-11 10 = M200-13-47-7 3 = M100-46-44-6 11 = M200-39-69-4 4 = M100-47-52-13 12 = M200-37-71-4 5 = M100-96-53-6 13 = M200-58-59-3 6 = M150-29-44-10 14 = M200-93-49-6 15 = M200-93-49-13

47 Lampiran 2. Hasil Uji Korelasi Pearson antar Karakter Tanaman TTSP JCP JBP JPB JPT JBPP PPI BB/Tan BSB JCP 0.131 (0.615) JBP 0.446 0.426 (0.072) (0.088) JPB 0.674** 0.300 0.908** (0.003) (0.242) (0.000) JPT 0.651** 0.344 0.913** 0.997** (0.005) (0.177) (0.000) (0.000) JBPP -0.881** -0.044-0.549* -0.729** -0.706** (0.000) (0.867) (0.022) (0.001) (0.002) PPI 0.351-0.570* -0.170 0.027-0.098-0.222 (0.168) (0.017) (0.514) (0.917) (0.709) (0.391) BB/Tan 0.108 0.554* 0.788** 0.701** 0.727** -0.172-0.400 (0.680) (0.021) (0.000) (0.002) (0.001) (0.510) (0.112) BSB -0.525* 0.423-0.271-0.474 0.444 0.442-0.449 0.132 (0.031) (0.091) (0.292) (0.054) (0.074) (0.076) (0.071) (0.612) BB/Ptk 0.751** -0.186 0.299 0.478 0.445-0.670** 0.392 0.007-0.501* (0.001) (0.475) (0.243) (0.053) (0.074) (0.003) (0.120) (0.978) (0.041) Keterangan : TTS = Tinggi Tanaman Saat Panen, JCP = Jumlah Cabang Produktif, JBP = Jumlah Buku produktif, JPT = Jumlah Polong Total, JBPP = Jumlah Biji per Polong, PPI = Persentase Polong Isi, BB/Tan = Bobot Biji per Tanaman, BSB = Bobot 100 Biji, BB/Petak = Bobot Biji per Petak 47

Lampiran 3. Keragaan Karakter Ukuran Biji Galur Mutan M8 dan Varietas Pembanding 48