BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, agar kelak nantinya berguna bagi dirinya dan masyarakat umumnya. Pendidikan

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian Pendidikan merupakan hak setiap warga negara (UUD 1945 Pasal 29)

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PEMERINTAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia. tahun 1945 menyatakan bahwa, salah satu tujuan Negara Republik

BAB III Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dunia menjadi tanpa batas, kemajuan iptek serta aplikasinya terhadap

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DORONGAN BELAJAR SISWA PASCA PEMBERIAN BOS TESIS

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

BAB IV GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KECAMATAN MAGERSARI KOTA MOJOKERTO SKRIPSI

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM SEKOLAH GRATIS DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya. Anak-anak banyak yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PENGELOLAAN SEKOLAH BERDASARKAN SEKOLAH STANDAR NASIONAL (SSN) (Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cepu) TESIS.

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KABUPATEN TANGERANG.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. saja bagi warga Negara tetapi juga pemerintah dalam pembangunan dan

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PENDIDIKAN DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak. memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. negaranya, salah satunya yaitu dalam bidang pendidikan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah penduduk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan fondasi yang paling kokoh untuk membangun bangsa. Tidak ada bangsa yang maju tanpa membangun pendidikan yang bagus. Sedemikian pentingnya pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa, lembaga komisi internasional untuk kemajuan pendidikan (The International Comission for Education Development) dari Unesco pada tahun 1972 memberikan penegasan kepada negara-negara di dunia tentang fungsi pendidikan sebagai kunci yang akan membuka jalan bagi setiap negara untuk membangun dan memperbaiki keadaan bangsanya (Nandika, 2007, hal.25). Karena itu pula mengapa negara-negara maju memberi prioritas tinggi terhadap dunia pendidikan, terus mengadakan modernisasi dan penyempurnaan pada lembaga-lembaga pendidikannya. Bagi mereka, investasi yang besar di bidang pendidikan akan menghasilkan nilai tambah dan nilai kembali yang sangat tinggi di masa depan. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memberlakukan konsep Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Wajib Belajar Pendidikan Dasar ini diawali dengan pencanangan program Wajib Belajar Sekolah Dasar Enam Tahun, yang dimulai pada tanggal 2 Mei 1984 dan tuntas pada tahun 1993 dengan Angka Parisipasi Kasar (APK) 110% (Depdiknas, 2007, hal:48). Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar diukur dengan APK. APK adalah jumlah seluruh anak yang sekolah dibagi jumlah anak usia sekolah tersebut. Usia anak Sekolah Dasar (SD) adalah 7-12 tahun, sedangkan SMP adalah 13-15 tahun. Sukses dengan program Wajib Belajar Sekolah Dasar Enam Tahun kemudian pemerintah melanjutkan dengan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun atau setara dengan pendidikan minimal Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan yang sederajat. Pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun ini sudah dimulai sejak tanggal 2 Mei 1994 hingga sekarang. 1

2 Ada sejumlah alasan yang mendasari pentingnya program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Depdiknas, 2007, hal:58-59). Pertama, memperbaiki peringkat Human Development Index (HDI) atau indeks pembangunan manusia. Rendahnya pendidikan suatu bangsa akan berpengaruh terhadap terpuruknya peringkat HDI negara tersebut. Padahal, peringkat HDI mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Peringkat HDI itu sering dipakai sebagai pertimbangan oleh negara-negara lain dalam pengambilan keputusan, misalnya terkait penanaman investasi. Tiga parameter yang dijadikan ukuran HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Hasil studi United Nation for Development Programme (UNDP) tentang HDI menyatakan bahwa Indonesia berada jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Philippines yang memiliki peringkat yang lebih baik. Indonesia terpuruk diperingkat bawah, salah satu penyebabnya, karena masih banyak angka buta aksara dan rendahnya tingkat pendidikan ratarata penduduk. Setelah lulus SD masih cukup banyak anak yang tidak melanjutkan kesatuan pendidikan berikutnya. Tabel 1.1: Peringkat Human Development Index Indonesia Dibanding Beberapa Negara Tahun 1995-2007 Negara 1995 2000 2003 2004 2005 2006 2007 China 111 99 104 94 85 81 81 Thailand 58 76 74 76 73 74 78 Malaysia 59 61 58 59 61 61 63 Philippines 100 77 85 83 84 84 90 Indonesia 104 109 112 111 110 108 107 Vietnam 120 108 109 112 108 109 105 Sumber: Human Development Report tahun 2007 Karena salah satu indikator indeks pembangunan manusia adalah pendidikan, maka hasil studi tersebut menunjukkan pencapaian keberhasilan pendidikan di Indonesia belum optimal. Lebih daripada itu, hasil studi UNDP

3 menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan di Indonesia masih lebih rendah bila dibandingkan dengan keberhasilan pendidikan di negara-negara tetangga pada umumnya. Keberhasilan pendidikan di Indonesia masih berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Philippines. Kedua, program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun bernilai sangat strategis karena memungkinkan tersedianya manusia yang berkualitas dalam jumlah memadai, yang dikenal dengan critical mass. Ketersediaan SDM berkualitas dalam jumlah cukup itu sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan, khususnya ekonomi. Ketiga, ketuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun merupakan bagian dari komitmen bangsa Indonesia terhadap gerakan Education for All (EFA) yang diprakarsai Unesco. EFA menargetkan pada tahun 2015 semua penduduk dunia harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar berkualitas. Sementara itu, pada tahun 2008 APK Nasional untuk Sekolah Menegah Pertama (SMP) telah mencapai 96.18%. Sehingga dapat dikatakan bahwa program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun telah tuntas sesuai dengan yang telah ditargetkan. Meskipun demikian kenyataan menunjukkan bahwa, masih banyak kabupaten/kota yang APK SMP di bawah APK nasional. Masih banyak anak usia 13-15 tahun belum tertampung di SMP yang antara lain disebabkan oleh belum memadainya sarana dan prasarana pendidikan dan/atau terlalu besarnya porsi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa, sehingga sebagian mereka, terutama keluarga miskin, tidak sanggup menyekolahkan anakanak mereka. Untuk itu, di awal tahun 2009, pemerintah telah mengambil langkah untuk menyediakan kesempatan pendidikan dan kualitas pendidikan yang sama bagi seluruh warganya. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar pasal 9, pemerintah menyatakan, pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs.) dilaksanakan tanpa dipungut biaya. Pemerintah mempunyai kebijakan untuk membebaskan biaya pendidikan yang bertujuan untuk mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun yang bermutu agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak

4 boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 sampai dengan 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan dasar yang bermutu. Lahirnya kebijakan tersebut juga merupakan salah satu bukti komitmen pemerintah dalam menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan. Dalam konteks inilah, maka pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pendidikan yang gratis dan bermutu kepada setiap warga negara sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 hasil amandemen pasal 31 Ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai. Amanat konstitusi ini diperkuat lagi dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 34 ayat (2) menyebutkan Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, dan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga negara pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs), pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah meluncurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program BOS sendiri telah dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 dengan tujuan meringankan beban masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. Pada awalnya, program bantuan dana BOS tidak ditujukan untuk membebaskan seluruh biaya operasional per siswa tetapi hanya mengurangi sebagian biaya operasional. Sedangkan selebihnya kebutuhan biaya operasional sekolah dapat memungut dari siswa/orangtua siswa. Mulai tahun 2009, pemerintah melakukan perubahan tujuan, pendekatan, dan orientasi BOS. Program BOS kedepan bukan hanya berperan untuk mempertahankan APK, namun harus juga berkontribusi penting untuk

5 meningkatkan mutu pendidikan dasar. Selain itu, dengan biaya satuan BOS yang telah dinaikkan secara signifikan, yaitu SD/MI di Kota Rp 400.000,- /siswa/tahun, di Kabupaten Rp 397.000,-/siswa/tahun, SMP/MTs di Kota 575.000,- /siswa/tahun dan di Kabupaten Rp 570.000,-/siswa/tahun, program BOS akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan gratis di pendidikan dasar (Buku Panduan BOS, 2009, hal.3). Selain meningkatkan biaya satuan BOS, pemerintah juga telah mengeluarkan surat edaran Nomor: 23/MPN/KU/2009 prihal Kebijakan Sekolah Gratis bagi Pendidikan Dasar yang ditujukan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota seluruh Indonesia agar diterbitkan perda/keputusan Gubernur/ Bupati/ Walikota terkait dengan pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kebijakan pendidikan gratis ini kemudian di respon oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan aturan atau larangan kepada sekolah untuk memungut biaya pendidikan kepada orangtua siswa. Bahkan di beberapa Kabupaten/Kota aturan tersebut diberlakukan secara ketat dengan sangsi pencopotan jabatan kepala sekolah. Dalam pelaksanaan di lapangan, program pendidikan gratis tidak selalu berjalan dengan mulus sebagaimana yang diharapkan. Beberapa persoalan yang muncul terkait dengan konsep penggunaan dana BOS, sebagai salah satu instrument untuk menggratiskan biaya pendidikan, antara lain perhitungan jumlah dana BOS yang diterima sekolah hanya berdasarkan jumlah murid. Sehingga bagi sekolah yang memiliki jumlah murid banyak mungkin biaya operasional bisa tercukupi, tetapi bagi sekolah yang jumlah muridnya sedikit tentu akan mengalami kendala. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan sekolah untuk kebutuhan operasional adalah sama. Disamping itu, perhitungan biaya satuan yang berlaku juga sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Perhitungan biaya satuan hanya membedakan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara jenjang pendidikan SD dan SMP. Masalah lain yang muncul terkait dengan dana BOS adalah pencairan dana BOS yang sering mengalami keterlambatan. Berdasarkan wawancara awal dengan Kepala SMPN 2 Kosambi Kabupaten Tangerang, tanggal 16 November 2009, pukul 14.00 WIB, sebagai akibat dari terlambatnya pencairan dana BOS pihak sekolah harus menyiapkan dana talangan dan tidak sedikit sekolah yang

6 mengalami kesulitan mendapatkan dana talangan tersebut. Sehingga sekolah mengalami hambatan dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa. Penggunaan dana BOS juga banyak diwarnai dengan penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh sekolah. Data pengaduan yang masuk pada unit pengelola pusat program BOS periode April-Juli 2009 ada sejumlah 85 kasus (pengaduan via telepon). Pengaduan tersebut berasal dari guru (22%), dan selebihnya berasal dari masyarakat atau orangtua murid (78%). Jenis-jenis pengaduan antara lain terdiri dari kasus pungutan (62.5%), kasus transparansi pengelolaan dana BOS oleh kepala sekolah (23.75%), dan kasus penyimpangan lain oleh sekolah (13.75%). Pelaksanaan program pendidikan gratis di satu sisi disambut baik oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin dan kurang mampu. Tetapi disisi lain, banyak sekolah mengeluhkan kebijakan pendidikan gratis yang dirasakan telah membatasi ruang gerak sekolah dalam mengembangkan program pendidikan bermutu karena sejak bergulirnya kebijakan pendidikan gratis, tidak ada lagi partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan sementara dana BOS yang diterima dianggap kurang memadai. Adanya gejala penolakan yang diwujudkan dalam bentuk keluhan dari pihak sekolah mencerminkan adanya kesenjangan kondisi yang diharapkan dengan kondisi nyata. Disamping itu, masalah lain yang muncul dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah dengan adanya ketentuan pembagian kewenangan dalam pembiayaan pendidikan antara pusat dan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Di dalam PP tersebut mengamanatkan tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah meliputi pendanaan biaya investasi dan biaya operasional satuan pendidikan bagi sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah sampai terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7 Namun sangat disayangkan, ketentuan pembagian kewenangan tersebut tidak menyebutkan jumlah nominal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah sehingga realisasi pembiayaan pendidikan tergantung sepenuhnya pada komitmen pemerintah daerah. Manakala pemerintah daerah memiliki political will yang kuat dan kemudian disertai dengan kebijakan yang mengedepankan arti penting pendidikan sebagai upaya human investment di daerah, dapat dipastikan penerapan kebijakan pendidikan gratis di daerah itu tidak akan menghadapi kendala. Kabupaten Tangerang, sebagai salah satu daerah tingkat dua yang menjadi bagian dari wilayah Propinsi Banten, merespon program kebijakan pendidikan gratis dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor 420/Kep.411- Huk/2009 tentang Pemberian Bantuan Operasional Daerah dalam Rangka Penyelenggaraan Sekolah Gratis pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs Negeri Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2009. Meskipun Angka Partisipasi Kasar (APK) siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang menurut data pendidikan Kabupaten Tangerang telah mencapai angka 92.59%, akan tetapi dalam kenyataan di lapangan masih banyak di beberapa kecamatan Kabupaten Tangerang memliki APK masih jauh dibawah APK Pusat maupun Kabupaten. Beberapa diantaranya adalah Kecematan Teluk Naga dan Kosambi, dimana APK kedua kecamatan tersebut adalah 55.37%. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Tangerang cukup responsive dalam melaksanakan program kebijakan dari pemerintah pusat khususnya dalam hal implementasi kebijakan pendidikan gratis. Pemerintah daerah telah menganggarkan dana sebesar Rp 31 Miliar guna merealisasikan pendidikan gratis tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah itu. Semua dana tersebut berasal dari APBD perubahan tahun 2009. Penggunaannya adalah untuk memberikan bantuan Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) atau BOS tambahan, di luar dari BOS pemerintah pusat, sebesar Rp 15.000,- / siswa/ bulan untuk SD/MI dan Rp 25.000,- / siswa/ bulan untuk SMP/MTs, sehingga sekitar 426.8714 siswa SD/MI dan SMP/MTs negeri di Kabupaten Tangerang akan dibebaskan biaya pendidikan dan berbagai pungutan (Buku Panduan BOSDA, 2009).

8 Di sisi lain, meskipun jarak antara Kabupaten Tangerang dengan pusat pemerintahan Republik Indonesia, Jakarta, sekitar 30 km, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Kabupaten Tangerang saat ini masih diwarnai tingginya tingkat kerusakan gedung sekolah dan terbatasnya fasilitas Sarana Prasarana Pendidikan khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Kondisi mebeler seperti stel meja kursi murid sebagai perlengkapan fasilitas belajar juga masih banyak yang rusak. Sehingga, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, pencanangan program sekolah gratis berupa pembebasan biaya operasional sekolah bagi siswa SD/madrasah dan SMP/MTs di Kabupaten Tangerang diprediksi akan berdampak melambatnya upaya penuntasan masalah sarana prasarana sekolah (Tempo Interaktif, Senin, 25 Mei 2009). Sedangkan berdasarkan tujuan pendidikan, pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Menurut pendapat Aoer (2005 : xii-xiii) mutu adalah kadar ketangguhan lembaga pendidikan untuk menghasilkan tamatan sesuai dengan harapan. Kadar ketangguhan itu ditentukan oleh (i) mutu sarana dan prasarana yang harus memenuhi krietria penunjang upaya pendidikan, seperti gedung, buku pelajaran, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, komputer dan alat interaksi modern harus tersedia yang dapat diandalkan, (ii) mutu proses pembelajaran, yang ditentukan oleh tiga hal, yaitu kurikulum, metode mengajar dan belajar, dan guru yang memanfaatkan kurikulum dan metode dalam berinteraksi dengan peserta didik, dan (iii) mutu tenaga pendidikan dan kependidikan. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dengan penerapan kebijakan pendidikan gratis di Kabupaten Tangerang adalah keberadaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memiliki model penyelenggaraan pendidikan cukup beragam. Berdasarkan wawancara awal dengan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, dari 294 SMP yang ada di Kabupaten Tangerang, dinas pendidikan mengelompokkannya menjadi tiga kategori atau jenis sekolah. Pengelompokkan sekolah ini hanya untuk memudahkan dinas

9 pendidikan Kabupaten Tangerang dalam pertimbangan membuat program untuk sekolah atau pemberian bantuan seperti blockgrant. Jadi pengelompokkan sekolah tersebut tidak ada dasar hukumnya. Adapun sekolah-sekolah yang dimaksud adalah sebagai berikut. Sekolah jenis pertama, adalah SMP Rintisan, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) atau standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah rintisan ini bisa dikatakan penuh dengan keprihatinan dimana sekolah-sekolah dengan kategori rintisan adalah sekolah yang belum mempunyai gedung sehingga masih menumpang dengan sekolah lain baik ke SD atau SMA. Sekolah jenis kedua, adalah SMP Potensial, yaitu sekolah yang hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan. SMP Kategori Potensial ini dalam penyelenggaraan pendidikannya hanya sebagian saja yang dapat mengacu pada pengembangan Standar Nasional Pendidikan. Terakhir, Sekolah jenis ketiga, adalah SMP Standar Nasional, yaitu sekolah yang memiliki karakteristik sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan. SMP Kategori Standar Nasional dalam penyelenggaraan pendidikannya sudah memenuhi pengembangan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan disini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Buku Panduan SSN, 2008, hal.5). Sekolah dengan berbagai karakteristik atau jenis ini perlu di cermati dalam mengimplementasikan pendidikan gratis. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut memiliki mutu layanan pendidikan yang berbeda. Sehingga dapat diperoleh gambaran implementasi pendidikan gratis di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memiliki mutu layanan pendidikan kurang (SMP Rintisan), sedang (SMP Potensial) dan sekolah dengan mutu layanan pendidikan yang baik (SMP Standar Nasional). Melihat kondisi obyektif di atas, maka pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi kebijakan tentang pendidikan gratis dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III. Dimana

10 implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil dan apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Sehingga untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Edwards III mengusulkan 4 (empat) variabel yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure). Untuk mengukur apakah kebijakan pendidikan gratis berhasil atau tidak di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) akan menggunakan pendekatan Edwards III. Maka, implementasi pendidikan gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang menarik untuk dikaji secara mendalam. 1.2 Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah sebagaimana telah dikemukakan di atas, penelitian ini memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan pendidikan Gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang? 2. Apa kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan pendidikan gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui implementasi kebijakan pendidikan gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang. 2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan pendidikan gratis pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Tangerang.

11 1.4 Signifikansi Penelitian Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) tanpa dipungut biaya. Sementara itu, Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan yang menjadi puncak pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Tujuan utama dari pendidikan gratis itu sendiri adalah untuk akses dan pemerataan, sehingga dengan adanya pendidikan gratis diharapkan banyak siswa usia 13-15 tahun dapat tertampung di jenjang pendidikan SMP. Oleh karena itu, Implementasi pendidikan gratis di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Tangerang coba diangkat untuk diteliti. Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis dapat memperkaya kajian tentang implementasi kebijakan publik dan secara praktis dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan (dengan penekanan pada implementasi kebijakan tersebut) daerah maupun nasional berkaitan dengan pendidikan gratis, serta dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai kebijakan implementasi pendidikan gratis di Sekolah Menengah Pertama (SMP). 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini akan dibatasi pada implementasi kebijakan pendidikan gratis di tiga kategori Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Tangerang, yaitu sekolah dengan kategori rintisan, potensial, dan standar nasional. Sekolah-sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dipilih secara purposif dengan kriteria, telah melaksanakan pendidikan gratis dan terletak di kecamatan yang Angka Partisipasi Kasar (APK) masih dibawah APK Nasional. Maka dipilihlah wilayah kecamatan Kosambi dan Teluk naga. Sekolah-sekolah tersebut adalah sebagai berikut SMP Negeri 3 Teluk Naga merepresentasikan sekolah dengan kategori Rintisan, SMP Negeri 2 Kosambi merepresentasikan sekolah dengan kategori Potensial, dan SMPN 1 Kosambi merepresentasikan sekolah dengan kategori Sekolah Standar

12 Nasional. Alasan yang tidak kalah penting dipilihnya sekolah-sekolah tersebut adalah berdasarkan wawancara dengan Kepala Seksi Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, masyarakat di wilayah Kosambi dan Teluk naga rata-rata memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. 1.6 Sistematika Penulisan Pembahasan hasil penelitian akan dilakukan dengan sistematika sebagai berikut. BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi uraian tentang kerangka pemikiran yang terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan, Signifikansi Penelitian, Batasan Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Membahas teori-teori tentang kebijakan publik: pengertian kebijakan publik, kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, dan implementasi kebijakan publik. Untuk implementasi kebijakan publik akan dibahas menurut aspek implementasi kebijakan publik yang dikemukakan George C. Edward III, yaitu aspek communication, resource, dispotition or attitudes, dan bureaucratic structures. Pada bab ini juga dipaparkan penelitian terdahulu terkait dengan kebijakan pendidikan gratis. BAB III : METODE PENELITIAN Berisi tentang pendekatan penelitian yang digunakan, informan atau narasumber yang dilibatkan, data yang digunakan, bagaimana mengumpulkan data dan analisis data. BAB IV : GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran umum kebijakan pendidikan gratis di tingkat nasional dan di tingkat daerah Kabupaten Tangerang. Dalam bab ini juga diuraikan profil pendidikan di Kabupaten Tangerang.

13 BAB V BAB VI : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS Pembahasan hasil penelitian. Berisi sintesa (penilaian) antara teori implementasi kebijakan publik dengan praktek implementasi kebijakan publik yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang. : PENUTUP Berisi kesimpulan dari penelitian ini, selanjutnya diajukan saransaran berdasarkan kesimpulan yang diajukan.