OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 510/KMK.06/2002 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 113/PMK.05/2005 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 510/KMK.06/2002 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77/KMK.017/1995 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG IURAN, MANFAAT PENSIUN, DAN MANFAAT LAIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH DANA PENSIUN

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jakarta, 22 Maret 2017 Direktorat Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan IKNB

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN BULANAN DANA PENSIUN I.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOSIALISASI PROGRAM PENSIUN PADA FORUM PERWAKILAN PESERTA AKTIF, UNSUR PENSIUNAN dan SERIKAT PEKERJA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017 TENTANG LAPORAN BERKALA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pensiun diibaratkan sebagai individu-individu yang melayani raja dan negara

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENSIUN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

SALINAN KEPUTUSAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR : KEP-60/NB.1/2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB II LANDASAN TEORI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.05/2018 TENTANG LAPORAN BERKALA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

-2- Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyel

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI PENDIRI DANA PENSIUN PERHUTANI Nomor : 446 /Kpts/Dir/2011. Tentang

KRITERIA ANNUAL REPORT AWARD 2016 UNTUK DANA PENSIUN

S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : KEP-2345/LK/2003 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

Penjelasan atas UU Nomor 11 Tahun 1992 P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN

NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran III PENJELASAN SETIAP PERKIRAAN DALAM LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

KRITERIA ANNUAL REPORT AWARD 2014 UNTUK DANA PENSIUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

Lampiran 1 Tabel Mortalita

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

KRITERIA ANNUAL REPORT AWARD 2015 UNTUK DANA PENSIUN

32/DP. Mengingat : 1. DANA PENSIUN

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga menciptakan lingkungan persaingan yang semakin ketat hal ini. kesejahteraan masa tua karyawan dengan mengikuti

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADMINISTRASI. Kesejahteraan. PENSIUN. Tenaga Kerja. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1992

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB IV ANALISIS POSISI PENDANAAN DANA PENSIUN PLN TERHADAP KENAIKAN MANFAAT PENSIUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 343/KMK.017/1998 TENTANG IURAN DAN MANFAAT PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.05/2018

KEPUTUSAN Nomor : 630. H Tahun 2012

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

KEPUTUSAN DIREKSI PT PEMBANGUNAN JAYA Nomor : 203 /DIR-TM/IX/2017 TENTANG PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN PEGAWAI PEMBANGUNAN JAYA GROUP

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk. SELAKU PENDIRI DANA PENSIUN SEMEN GRESIK. Nomor : 0033/Kpts/Dir/2014 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-368/KM.5/2005 TENTANG

Penerimaan iuran pensiun tahun... sebesar Rp. 000,- terjadi kenaikan Rp. 000,- atau 0,00% dari tahun. Uraian Tahun Tahun

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENGENAL DANA PENSIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

KEPUTUSAN PENGURUS YAYASAN LIA No. 028/SK/P/V/2012 TENTANG PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN LIA PENGURUS YAYASAN LIA

SURAT KEPUTUSAN No.Kpts 44/C00000/2010 S0 TENTANG PERATURAN DANA PENSIUN PERTAMINA DIREKTUR UTAMA PT PERTAMINA (PERSERO)

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR:../SEOJK.05/2017 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/PMK.010/2012 TENTANG

MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM.

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 509 /KMK.06/2002 TENTANG LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2013

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

KEPUTUSAN DIREKSI PT BANK MANDIRI (PERSERO) NO. 068/KEP.DIR/2005 TENTANG PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN BANK MANDIRI

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 AKUNTANSI BIAYA MANFAAT PENSIUN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kenaikan Manfaat Pensiun dan Pemisahan Pendanaan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 343/KMK.017/1998 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

Transkripsi:

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017 TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan jaminan terpeliharanya kesinambungan penghasilan peserta pada saat pensiun atau pihak yang berhak apabila peserta meninggal dunia, pendanaan program pensiun perlu diselenggarakan berdasarkan prinsip kehati-hatian; b. bahwa dengan diperkenankannya dana pensiun untuk menyelenggarakan program yang menyelenggarakan atau memberikan manfaat lain kepada peserta dana pensiun perlu diatur ketentuan mengenai pendanaan program tersebut; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pendanaan Dana Pensiun; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun I. UMUM Berdasarkan Undang- Undang nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (UU Dana Pensiun), penyelenggaraan program pensiun dilakukan melalui suatu sistem pemupukan dana atau sistem pendanaan. Dengan demikian, Dana Pensiun sebagai penyelenggara program pensiun perlu untuk menjaga ketersediaan dananya demi memenuhi kewajibannya kepada peserta atau pihak yang berhak. Ketentuan yang ada saat

1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477); : 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3507); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3508); ini mensyaratkan Pendiri untuk menjaga agar Dana Pensiun berada dalam keadaan Dana Terpenuhi (fully funded). Untuk mencapai kondisi tersebut, Pemberi Kerja memiliki kewajiban untuk membayar iuran ke dana pensiun. Ketentuan mengenai pendanaan bagi DPPK dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 510/KMK.06/2002 tentang Pendanaan dan Solvabilitas DPPK (KMK 510) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.010/2012 tentang Perubahan Kedua atas KMK 510 (selanjutnya disebut

KMK 510 dan perubahannya). Selama beberapa tahun terakhir, terdapat perubahan yang signifikan atas lingkungan eksternal Dana Pensiun yang mempengaruhi kondisi pendanaan dana pensiun secara umum. Salah satu perubahan penting dalam periode tersebut adalah tren pengalihan pengelolaan DPPK PPMP ke DPLK. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, banyak DPPK PPMP yang bubar kemudian mengalihkan program pensiun bagi karyawannya ke DPLK. Perubahan lain yang membawa dampak terhadap pendanaan Dana Pensiun

adalah terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.05/2017 tentang Iuran, Manfaat Pensiun, dan Manfaat Lain yang Diselenggarakan oleh Dana Pensiun (POJK 5). POJK tersebut memperkenankan Dana Pensiun untuk menyelenggarakan program yang menyediakan Manfaat Lain. Hingga saat ini, mekanisme pendanaan program Manfaat Lain dimaksud belum diatur. Hal lain yang diatur dalam POJK 5 yang terkait dengan pendanaan adalah adanya berbagai skema baru mengenai

iuran (misalnya iuran sukarela peserta) dan diperkenankannya pembayaran Manfaat Pensiun berkala oleh Dana Pensiun yang menyelenggarakan PPIP. Hal-hal tersebut mendorong diperlukannya penyempurnaan terhadap KMK 510 dan perubahannya yang sekaligus mengkonversi peraturan tersebut menjadi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini memuat pengaturan mengenai pendanaan DPPK baik PPMP maupun PPIP yang mencakup kualitas pendanaan, Iuran Minimum, dan Iuran Sukarela

Peserta; pendanaan DPLK yang mencakup pendanaan program pensiun individu dan pendanaan program pensiun ketenagakerjaan; pendanaan dalam kondisi khusus; dan kewajiban penyusunan laporan aktuaris. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENDANAAN DANA PENSIUN. II. PASAL DEMI PASAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, termasuk Dana Pensiun yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya dengan prinsip syariah. 2. Dana Pensiun Pemberi Kerja yang selanjutnya disebut DPPK adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, termasuk Dana Pensiun. 3. Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang selanjutnya disingkat DPLK adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk

menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari DPPK bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 4. Peraturan Dana Pensiun yang selanjutnya disingkat PDP adalah peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 5. Program Pensiun Manfaat Pasti yang selanjutnya disingkat PPMP adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam PDP atau program pensiun lain yang bukan merupakan program pensiun iuran pasti sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 6. Program Pensiun Iuran Pasti yang selanjutnya disingkat PPIP adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan

dalam PDP dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masingmasing Peserta sebagai Manfaat Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 7. Program Manfaat Lain adalah program yang menyelenggarakan atau memberikan manfaat lain yang diselenggarakan oleh Dana Pensiun. 8. Pendiri adalah : a. orang atau badan yang membentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja; atau b. bank atau perusahaan asuransi jiwa yang membentuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan. 9. Pemberi Kerja adalah Pendiri atau mitra Pendiri yang mempekerjakan karyawan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 10. Peserta adalah setiap orang yang memenuhi

persyaratan Peraturan Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 11. Manfaat Pensiun adalah pembayaran sejumlah uang secara berkala atau secara sekaligus yang dibayarkan kepada Peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun. 12. Manfaat Lain adalah pembayaran manfaat selain Manfaat Pensiun yang dapat dilakukan oleh Dana Pensiun dan diatur dalam Peraturan Dana Pensiun. 13. Kekayaan Untuk Pendanaan adalah kekayaan Dana Pensiun yang diperhitungkan untuk menentukan kualitas pendanaan Dana Pensiun. 14. Liabilitas Solvabilitas adalah kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa Dana Pensiun dibubarkan pada tanggal perhitungan aktuaria. 15. Nilai Kini Aktuarial adalah kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa Dana

Pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada peserta dan pihak yang berhak. 16. Defisit adalah kekurangan Kekayaan Untuk Pendanaan dari Nilai Kini Aktuarial. 17. Kekurangan Solvabilitas adalah kekurangan Kekayaan Untuk Pendanaan dari Liabilitas Solvabilitas. 18. Rasio Pendanaan adalah hasil bagi Kekayaan Untuk Pendanaan dengan Nilai Kini Aktuarial. 19. Rasio Solvabilitas adalah hasil bagi Kekayaan Untuk Pendanaan dengan Liabilitas Solvabilitas. 20. Dana Terpenuhi adalah keadaan Dana Pensiun yang Kekayaan Untuk Pendanaannya tidak kurang dari Nilai Kini Aktuarialnya. 21. Iuran Minimum adalah iuran yang wajib disetor ke DPPK dalam rangka pendanaan program pensiun. 22. Iuran Sukarela Peserta adalah tambahan iuran yang berasal dari peserta DPPK dalam rangka meningkatkan manfaat pensiun selain manfaat pensiun yang telah

ditetapkan dalam PDP. 23. Iuran Normal adalah iuran yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai bagian dari nilai sekarang Manfaat Pensiun dan/atau Manfaat Lain yang dialokasikan pada tahun yang bersangkutan yang dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar di antara jumlah iuran Peserta yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, dan bagian dari nilai sekarang Manfaat Pensiun dan/atau Manfaat Lain yang dialokasikan pada tahun yang bersangkutan, sesuai dengan metode perhitungan aktuaria yang dipergunakan. 24. Iuran Tambahan adalah iuran yang disetor dalam rangka melunasi Defisit. 25. Aktuaris adalah aktuaris publik yang bekerja pada perusahaan konsultan aktuaria yang telah memperoleh Surat Tanda Terdaftar dari Otoritas Jasa Keuangan. 26. Laporan Aktuaris Berkala adalah laporan aktuaris yang disampaikan secara berkala kepada Otoritas Jasa

Keuangan, bukan dalam rangka pengesahan pembentukan Dana Pensiun atau perubahan PDP. BAB II TANGGUNG JAWAB PENDIRI DAN PEMBERI KERJA DPPK Pasal 2 (1) Pendiri bertanggung jawab untuk menjaga agar DPPK berada dalam keadaan Dana Terpenuhi, atau dalam hal keadaan tersebut belum tercapai, bertanggung jawab agar DPPK secara bertahap mencapai keadaan Dana Terpenuhi. (2) Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Normal dan Iuran Tambahan, apabila ada, yang menjadi tanggung jawabnya dan menyetorkan seluruh iuran, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun dari Peserta, ke DPPK. (3) Pemberi Kerja bertanggung jawab agar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke DPPK Bagi DPPK PPMP, iuran ditetapkan dalam pernyataan

sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan dalam PDP atau pernyataan Aktuaris. Aktuaris, sedangkan bagi DPPK PPIP, iuran ditetapkan dalam PDP. BAB III PENDANAAN DPPK YANG MENYELENGGARAKAN PPMP Bagian Kesatu Kualitas Pendanaan DPPK yang Menyelenggarakan PPMP Pasal 3 (1) Pengurus wajib melaporkan kualitas pendanaan Dana Pensiun secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Kualitas pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi keadaan-keadaan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan kualitas pendanaan pada ketentuan ini adalah kualitas pendanaan penyelenggaraan PPMP. a. tingkat pertama, yaitu apabila Dana Pensiun berada

dalam keadaan Dana Terpenuhi; b. tingkat kedua, yaitu apabila Kekayaan Untuk Pendanaan kurang dari Nilai Kini Aktuarial dan tidak kurang dari Liabilitas Solvabilitas; dan c. tingkat ketiga, yaitu apabila Kekayaan Untuk Pendanaan kurang dari Liabilitas Solvabilitas. Pasal 4 (1) Kualitas pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinilai berdasarkan perhitungan aktuaria. (2) Perhitungan aktuaria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan dengan menentukan: a. Nilai Kini Aktuarial; dan b. Liabilitas Solvabilitas. (3) Liabilitas Solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan jumlah yang lebih

besar antara himpunan iuran Peserta beserta hasil pengembangannya, dan nilai sekarang Manfaat Pensiun yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa Peserta berhenti bekerja pada tanggal perhitungan aktuaria dan seluruhnya telah memiliki hak atas dana. (4) Nilai Kini Aktuarial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar antara Liabilitas Solvabilitas dan bagian dari nilai sekarang Manfaat Pensiun yang dialokasikan pada masa sebelum tanggal perhitungan aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria yang digunakan untuk menentukan Iuran Normal. Pasal 5 (1) Dalam rangka penetapan kualitas pendanaan, aktuaris harus menetapkan besar Kekayaan Untuk Pendanaan. (2) Kekayaan Untuk Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari aset neto dikurangi dengan: huruf a

a. kekayaan dalam sengketa di pengadilan, atau yang dikuasai atau disita oleh pihak yang berwenang; b. iuran, baik sebagian atau seluruhnya, yang pada tanggal perhitungan aktuaria belum disetor ke Dana Pensiun lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal jatuh temponya; c. jenis kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aset lain-lain; d. investasi yang penempatannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai investasi Dana Pensiun. huruf b huruf c huruf d Implementasi dari ketentuan ini misalnya: 1) Pelanggaran atas batasan maksimum per pihak Dalam ketentuan mengenai investasi Dana Pensiun, batasan investasi per pihak adalah maksimum sebesar 20% (dua puluh per seratus)

dari total investasi. Apabila Dana Pensiun memiliki investasi pada pihak tertentu sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) dari total investasi, maka kelebihan sebesar 5% (lima per seratus) tidak diperhitungkan sebagai Kekayaan Untuk Pendanaan. 2) Pelanggaran atas kriteria investasi Salah satu kriteria investasi Dana Pensiun pada obligasi adalah obligasi tersebut harus memiliki peringkat minimum investment grade. Apabila Dana Pensiun

memiliki investasi obligasi dengan peringkat idbb, maka investasi tersebut tidak diperhitungkan sebagai Kekayaan Untuk Pendanaan. Pasal 6 (1) Aset neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diperoleh dari laporan keuangan yang diaudit per tanggal perhitungan aktuaria apabila laporan aktuaris disusun dalam rangka: a. Laporan Aktuaris Berkala; b. pembubaran Dana Pensiun; c. perubahan PDP yang mengakibatkan perubahan dalam hal pendanaan dan/atau Manfaat Pensiun. huruf a huruf b huruf c Contoh perubahan PDP yang mengakibatkan perubahan

(2) Dalam hal tidak ada laporan keuangan yang diaudit per tanggal perhitungan aktuaria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut: dalam hal pendanaan dan/atau Manfaat Pensiun, antara lain perubahan PDP yang berkaitan dengan penggabungan atau pemisahan Dana Pensiun, pengakhiran kelompok peserta yang ditetapkan dalam PDP, atau pengakhiran Mitra Pendiri. a. aset neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat diperoleh dari laporan keuangan Dana Pensiun yang ditandatangani oleh Pengurus apabila laporan aktuaris disusun dalam rangka perubahan PDP selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; dan b. Aktuaris harus meyakini data pada laporan keuangan

yang digunakan dan melakukan validasi atas komponen perhitungan Kekayaan Untuk Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). (3) Kekayaan Untuk Pendanaan dalam rangka pengesahan pembentukan Dana Pensiun ditetapkan nihil atau dihitung sebesar dana tunai yang dialihkan ke Dana Pensiun sebagaimana ditetapkan oleh Pendiri. Bagian Kedua Surplus dan Defisit Pasal 7 (1) Dengan membandingkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) terhadap Kekayaan Untuk Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Aktuaris harus menetapkan Surplus atau Defisit. (2) Defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipisahkan menjadi: a. bagian dari Defisit yang diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas; dan

b. bagian dari Defisit di luar yang telah diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas. Pasal 8 (1) Masing-masing bagian dari Defisit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus dilunasi dengan luran Tambahan dalam jangka waktu paling lama: a. 36 (tiga puluh enam) bulan, untuk Defisit yang diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas; atau b. 180 (seratus delapan puluh) bulan, untuk Defisit di luar yang telah diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas. (2) Dalam hal pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus, pembayaran luran Tambahan ditetapkan sebesar bagian Defisit yang harus dilunasi dan harus dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak : a. diterimanya Laporan Aktuaris Berkala yang memuat hal pelunasan defisit secara sekaligus oleh Otoritas

Jasa Keuangan; atau b. disahkannya PDP oleh Otoritas Jasa Keuangan. (3) Dalam hal pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus, Kekayaan Untuk Pendanaan dalam rangka perhitungan Defisit memperhitungkan seluruh iuran jatuh tempo. (4) Dalam hal penyetoran luran Tambahan secara sekaligus melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luran Tambahan tersebut harus dikenakan bunga yang dihitung sejak tanggal perhitungan aktuaria. (5) Dalam hal pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bulanan, besar luran Tambahan setiap bulan dihitung sedemikian rupa sehingga nilai sekarang dari rangkaian luran Tambahan bulanan yang akan dilakukan dalam periode pengangsuran sama dengan besar bagian Defisit yang bersangkutan. (6) Otoritas Jasa Keuangan dapat memperkenankan

perpanjangan jangka waktu pelunasan Defisit yang diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a menjadi paling lama 5 (lima) tahun apabila Pemberi Kerja berada dalam kondisi keuangan yang buruk dan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan pada ayat (1). Pasal 9 Dalam hal perhitungan aktuaria baru menunjukkan bahwa nilai sekarang dari sisa rangkaian Iuran Tambahan bulanan yang ditetapkan dalam pernyataan Aktuaris sebelumnya lebih kecil daripada Defisit yang bersesuaian yang ditetapkan pada tanggal perhitungan aktuaria, maka selisihnya dilunasi dengan Iuran Tambahan baru yang pelunasannya diatur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (5). Pasal 10 (1) Dalam hal perhitungan aktuaria baru menunjukkan

bahwa nilai sekarang dari sisa rangkaian luran Tambahan untuk bagian Defisit tertentu lebih besar daripada bagian Defisit yang bersesuaian menurut perhitungan aktuaria baru yang ditetapkan pada tanggal perhitungan aktuaria, maka bagian Defisit yang bersesuaian dapat dilunasi dengan luran Tambahan baru. (2) Dalam hal luran Tambahan baru untuk melunasi bagian Defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus, maka pelunasan luran Tambahan baru tersebut diatur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). (3) Dalam hal luran Tambahan baru untuk melunasi bagian Defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bulanan, maka luran Tambahan bulanan baru dihitung sedemikian rupa sehingga nilai sekarang rangkaian luran Tambahan bulanan baru tersebut sama dengan bagian Defisit yang bersangkutan dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. luran Tambahan bulanan baru sama atau lebih besar daripada luran Tambahan bulanan sebelumnya, dengan masa pelunasan lebih pendek dari sisa periode pelunasan yang telah ditetapkan dalam laporan aktuaris sebelumnya; atau b. luran Tambahan bulanan baru lebih kecil daripada luran Tambahan bulanan sebelumnya, dengan masa pelunasan sama dengan sisa periode pelunasan yang telah ditetapkan dalam laporan aktuaris sebelumnya. (4) Dalam hal terdapat perubahan asumsi aktuaria dan atau metode perhitungan aktuaria yang mengakibatkan penurunan Defisit atau kenaikan Surplus, maka laporan aktuaris harus menetapkan luran Tambahan bulanan yang paling sedikit sama dengan luran Tambahan bulanan pada laporan aktuaris sebelumnya. (5) Dalam hal terdapat perubahan asumsi aktuaria dan/ atau metode perhitungan aktuaria yang mengakibatkan kenaikan Defisit atau penurunan Surplus, maka laporan aktuaris berlaku efektif sejak tanggal

perhitungan aktuaria. Pasal 11 (1) Dalam hal Pemberi Kerja tidak dapat melakukan penyetoran Iuran Tambahan secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka Pemberi Kerja harus melakukan pembayaran iuran Tambahan bulanan yang cukup untuk menutupi kebutuhan pendanaan minimum yang dituangkan dalam pernyataan Aktuaris. (2) Keterlambatan penyetoran Iuran Tambahan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenakan bunga atau sanksi (ta zir) berupa denda yang dihitung sejak tanggal perhitungan aktuaria. Pasal 12 Sanksi (ta zir) berupa denda berlaku bagi Dana Pensiun yang menyelenggarakan program pensiun berdasarkan prinsip syariah. Dalam Iuran Tambahan bulanan terkandung beban tambahan sebagai akibat pelunasan Defisit secara bulanan

dan beban tambahan tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari Iuran Tambahan bulanan dimaksud. Pasal 13 (1) Dalam hal laporan Aktuaris menunjukkan adanya Surplus, sisa luran Tambahan bulanan yang belum jatuh tempo pada tanggal perhitungan aktuaria baru dihapus. (2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk: a. melunasi piutang iuran baik Iuran Normal Pemberi Kerja maupun Iuran Tambahan; b. membayar Iuran Normal Pemberi Kerja jatuh tempo untuk periode setelah tanggal perhitungan aktuaria; dan/atau c. membantu pendanaan Pemberi Kerja lain, dalam hal Dana Pensiun memiliki Mitra Pendiri dengan sistem non-sharing pension cost. (3) Dalam hal Surplus melebihi jumlah yang lebih besar

antara: a. 20% (dua puluh per seratus) dari Nilai Kini Aktuarial; dan b. bagian luran Normal Pemberi Kerja ditambah l0% (sepuluh per seratus) dari Nilai Kini Aktuarial; kelebihan Surplus dimaksud wajib diperhitungkan sebagai Iuran Normal Pemberi Kerja. (4) Dalam hal terdapat perubahan asumsi aktuaria dan atau metode perhitungan aktuaria yang mengakibatkan adanya Surplus atau kenaikan Surplus, Surplus atau kenaikan Surplus dimaksud tidak dapat diperhitungkan sebagai luran Normal Pemberi Kerja. (5) Dalam hal terdapat perubahan asumsi aktuaria dan atau metode perhitungan aktuaria yang mengakibatkan penurunan Surplus, maka Surplus dimaksud tetap dapat diperhitungkan sebagai luran Normal Pemberi Kerja. Bagian Ketiga

Iuran Minimum Pasal 14 (1) Pemberi Kerja wajib menyetor Iuran Minimum ke Dana Pensiun yang terdiri dari: a. Iuran Normal; dan b. Iuran Tambahan, dalam hal terdapat Defisit. (2) Iuran Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat terdiri dari: a. Iuran Tambahan dalam rangka melunasi defisit masa kerja lalu yang diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas; dan/atau b. Iuran Tambahan dalam rangka melunasi defisit masa kerja lalu di luar yang telah diperhitungkan sebagai Kekurangan Solvabilitas. Pasal 15 (1) Besar Iuran Normal yang wajib dibayarkan sampai akhir tahun buku pertama setelah tanggal perhitungan

aktuaria ditetapkan dengan salah satu cara sebagai berikut: a. berdasarkan nilai nominal; atau b. berdasarkan persentase dari penghasilan dasar pensiun. (2) Besar Iuran Normal yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja per bulan ditetapkan sebagai berikut: a. 1/12 (seperdua belas) dari nilai nominal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau b. persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikalikan penghasilan dasar pensiun per bulan. (3) Dalam hal terdapat Iuran Normal yang menjadi tanggung jawab Peserta per bulan, besar iuran dimaksud dihitung berdasarkan ketentuan dalam PDP. (4) Besar Iuran Normal yang harus dibayarkan untuk tahun sesudah tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan persentase dari

penghasilan dasar pensiun sebagaimana ditetapkan dalam pernyataan Aktuaris. Pasal 16 (1) Iuran yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja yang ditetapkan dalam Laporan Aktuaris Berkala atau dalam rangka pengesahan perubahan PDP dibayarkan terhitung sejak tanggal perhitungan aktuaria. (2) Iuran yang menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja yang ditetapkan dalam laporan Aktuaris yang disusun dalam rangka pengesahan pembentukan Dana Pensiun dibayarkan terhitung sejak tanggal pengesahan dimaksud. (3) Awal masa pelunasan atas Defisit yang ditetapkan dalam laporan Aktuaris yang disusun dalam rangka pengesahan pembentukan Dana Pensiun dimulai sejak tanggal pengesahan. (4) Sebelum pernyataan Aktuaris dalam Laporan Aktuaris Berkala ditandatangani, iuran Pemberi Kerja kepada

Dana Pensiun dibayarkan sebesar jumlah iuran Pemberi Kerja yang ditetapkan di dalam pernyataan Aktuaris sebelumnya. (5) Sebelum pengesahan perubahan PDP disahkan, iuran Pemberi Kerja kepada Dana Pensiun dibayarkan sebesar jumlah iuran Pemberi Kerja yang ditetapkan di dalam pernyataan Aktuaris sebelumnya. Pasal 17 (1) Dalam hal jumlah iuran Pemberi Kerja berdasarkan pernyataan Aktuaris yang baru lebih besar daripada jumlah iuran Pemberi Kerja yang ditetapkan dalam pernyataan Aktuaris sebelumnya, kekurangan iuran yang terjadi harus dilunasi dalam tahun buku yang bersangkutan. (2) Dalam hal kekurangan iuran tidak dilunasi dalam tahun yang bersangkutan atau laporan Aktuaris disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan melewati tahun buku yang bersangkutan, maka penyetoran iuran

harus dikenakan bunga atau sanksi (ta zir) berupa denda yang dihitung sejak tanggal perhitungan aktuaria. (3) Dalam hal jumlah iuran Pemberi Kerja berdasarkan pernyataan Aktuaris yang baru lebih kecil daripada jumlah iuran Pemberi Kerja yang ditetapkan dalam pernyataan Aktuaris sebelumnya, kelebihan iuran yang terjadi harus diperhitungkan sebagai iuran Pemberi Kerja berikutnya. (4) Dalam hal terjadi kelebihan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemberi Kerja dilarang membayar iuran ke Dana Pensiun sampai seluruh kelebihan iuran dimaksud habis diperhitungkan sebagai iuran Pemberi Kerja. Bagian Keempat Iuran Sukarela Peserta Pasal 18 (1) Dalam hal Peserta ingin meningkatkan besar Manfaat

Pensiun yang akan diperolehnya selain Manfaat Pensiun yang dijanjikan sesuai rumus di dalam PDP, Peserta dapat menambah iuran dalam bentuk Iuran Sukarela Peserta. (2) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pernyataan tertulis Peserta yang berisi paling sedikit: a. besar iuran; dan b. frekuensi pembayaran iuran. (3) Pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Pemberi Kerja dan Pengurus. (4) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif paling lambat 1 (satu) bulan sejak pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Pengurus. (5) Pengurus menetapkan mekanisme penyampaian pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud Mekanisme yang ditetapkan oleh Pengurus antara lain

pada ayat (2) dan perubahannya. Pasal 19 periode minimum berlakunya pernyataan tertulis Peserta sebelum dimungkinkannya perubahan atas pernyataan tersebut. (1) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dibayarkan kepada Dana Pensiun melalui Pemberi Kerja. (2) Dalam hal terdapat Iuran Sukarela Peserta, Pemberi Kerja: a. merupakan wajib pungut Iuran Sukarela Peserta; dan b. wajib menyetorkan Iuran Sukarela Peserta ke DPPK. (3) Pemberi Kerja wajib menyetor Iuran Sukarela Peserta ke Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

Pasal 20 (1) PDP harus memuat mekanisme penentuan besar hasil pengembangan dana Iuran Sukarela Peserta. (2) Dalam rangka pengelolaan Iuran Sukarela Peserta, PDP dapat memuat pengaturan mengenai: a. pemisahan pengelolaan kekayaan Dana Pensiun yang bersumber dari Iuran Sukarela Peserta; b. hak Peserta untuk menentukan jenis atau paket investasi dana Iuran Sukarela Peserta; dan/atau c. biaya yang dibebankan kepada Peserta dalam rangka pengelolaan dana Iuran Sukarela Peserta. huruf a Dana Iuran Sukarela Peserta dapat dikelola bersamaan dengan atau terpisah dari pengelolaan kekayaan Dana Pensiun yang bersumber dari Iuran Minimum dan sumber kekayaan Dana Pensiun lainnya. huruf b Pengelolaan Iuran Sukarela Peserta dapat dilakukan seperti pengelolaan DPLK, dimana Peserta dapat menentukan

jenis atau paket investasi. huruf c Biaya pengelolaan dana Iuran Sukarela Peserta merupakan biaya yang dibebankan pada dana Iuran Sukarela Peserta. (3) Dana Pensiun wajib membukukan Iuran Sukarela Peserta secara terpisah dari pembukuan iuran Peserta yang merupakan bagian dari Iuran Minimum. Peserta dapat dibebani pembayaran Iuran Minimum berupa Iuran Normal sebagaimana yang telah dituangkan dalam PDP. Dalam hal terdapat Iuran Sukarela Peserta, Dana Pensiun wajib memisahkan pembukuan untuk Iuran Normal Peserta dan Iuran Sukarela Peserta. (4) Dana Pensiun wajib menyampaikan informasi mengenai

akumulasi Iuran Sukarela Peserta dan hasil pengembangannya kepada Peserta paling sedikit setiap 3 (tiga) bulan. BAB IV PENDANAAN DPPK YANG MENYELENGGARAKAN PPIP Bagian Kesatu Kualitas Pendanaan DPPK yang Menyelenggarakan PPIP Pasal 21 (1) DPPK yang menyelenggarakan PPIP berada dalam keadaan Dana Terpenuhi apabila iuran bulanan yang jatuh tempo telah disetorkan kepada Dana Pensiun. (2) Iuran bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah iuran untuk seluruh Peserta, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun Peserta, sebagaimana ditetapkan dalam PDP. Bagian Kedua

Iuran Minimum Pasal 22 (1) Besar Iuran Minimum, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun Peserta ditetapkan dalam PDP. (2) Iuran Minimum yang berasal dari Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Iuran Sukarela Peserta. (3) Pemberi Kerja wajib menyetor Iuran Minimum, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun Peserta, ke Dana Pensiun setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. (4) Dalam hal iuran Pemberi Kerja berasal dari presentase tertentu dari keuntungan yang diperoleh Pemberi Kerja, iuran dapat disetorkan ke Dana Pensiun setiap tahun. (5) Iuran Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disetor kepada Dana Pensiun paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari sejak berakhirnya tahun buku Pemberi Kerja.

Bagian Ketiga Iuran Sukarela Peserta Pasal 23 (1) Dalam hal Peserta ingin menambah iurannya sendiri dalam rangka meningkatkan pertumbuhan akumulasi dananya, Peserta dapat menambah iuran dalam bentuk Iuran Sukarela Peserta. (2) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pernyataan tertulis Peserta yang berisi paling sedikit: a. besar iuran; dan b. frekuensi pembayaran iuran. (3) Pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Pemberi Kerja dan Pengurus. (4) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif paling lambat 1 (satu) bulan

sejak pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Pengurus. (5) Pengurus menetapkan mekanisme penyampaian pernyataan tertulis Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perubahannya. Pasal 24 Mekanisme yang ditetapkan oleh Pengurus antara lain periode minimum berlakunya pernyataan tertulis Peserta sebelum dimungkinkannya perubahan atas pernyataan tersebut. (1) Iuran Sukarela Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dibayarkan kepada Dana Pensiun melalui Pemberi Kerja. (2) Dalam hal terdapat Iuran Sukarela Peserta, Pemberi Kerja: a. merupakan wajib pungut Iuran Sukarela Peserta; dan b. wajib menyetorkan iuran sukarela Peserta ke DPPK. (3) Pemberi Kerja wajib menyetor iuran sukarela Peserta ke

Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pasal 25 (1) PDP harus memuat mekanisme penentuan besar hasil pengembangan dana Iuran Sukarela Peserta. (2) PDP dapat menetapkan biaya yang dibebankan kepada Peserta dalam rangka pengelolaan dana Iuran Sukarela Peserta. Biaya pengelolaan dana Iuran Sukarela Peserta merupakan biaya yang dibebankan pada dana Iuran Sukarela Peserta. BAB V PENDANAAN DPLK Pasal 26 (1) Dalam rangka pendanaan program pensiun, Pemberi Kerja dapat membayar iuran kepada DPLK untuk dan

atas nama karyawan. (2) Dalam hal Pemberi Kerja membayar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Kerja wajib menyatakan secara tertulis kewajibannya untuk membayar seluruh iuran secara tunai. (3) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: a. besarnya iuran;dan b. saat jatuh tempo iuran. (4) Perubahan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang menyebabkan penurunan besarnya iuran tidak dapat berlaku surut. (5) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta diumumkan kepada karyawan yang berhak. Pasal 27

DPLK wajib memiliki pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dan perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4). Pasal 28 Dalam hal Pemberi Kerja membayar iuran kepada Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pemberi Kerja wajib membayarkan iuran tersebut kepada Dana Pensiun sesuai dengan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). Pasal 29 (1) Peserta dapat membayar iuran kepada DPLK, dengan cara: a. disetorkan langsung oleh Peserta ke Dana Pensiun; atau b. disetorkan melalui Pemberi Kerja. (2) Dalam hal Peserta membayar iuran kepada DPLK secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

besarnya iuran ditetapkan dalam surat pernyataan. (3) Dalam hal Peserta membayar iuran kepada DPLK melalui Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya iuran Peserta dan saat jatuh tempo iuran Peserta wajib dituangkan dalam pernyataan tertulis Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). (4) Pemberi Kerja wajib menyetorkan iuran Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Dana Pensiun sesuai pernyataan tertulis Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). BAB VI PENDANAAN PROGRAM MANFAAT LAIN Pasal 30 Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Manfaat Lain, pendanaan Program Manfaat Lain merupakan tanggung jawab dari: huruf a

a. Pemberi Kerja bagi DPPK; atau b. Pemberi Kerja dan/ atau Peserta bagi DPLK. huruf b Pada prinsipnya, pendanaan Program Manfaat Lain merupakan tanggung jawab Pemberi Kerja, kecuali program tersebut diselenggarakan bagi pekerja mandiri. Pasal 31 (1) Dalam hal Dana Pensiun menyelenggarakan Program Manfaat Lain, PDP harus memuat skema pendanaan Program Manfaat Lain. (2) Dalam hal DPPK menyelenggarakan Program Manfaat Lain, Pengurus wajib menghitung dan melaporkan kecukupan dana Program Manfaat Lain secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan. Skema pendanaan Program Manfaat Lain dapat memiliki karakteristik PPIP atau PPMP. (3) Dalam hal Program Manfaat Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik PPIP,

kecukupan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai berdasarkan iuran yang disetor ke Dana Pensiun. (4) Dalam hal Program Manfaat Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik PPMP, kecukupan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai berdasarkan perhitungan aktuaria dengan membandingkan antara: a. nilai sekarang kekayaan Program Manfaat Lain; dan b. nilai sekarang potensi pembayaran Manfaat Lain. (5) Dengan melakukan perhitungan kecukupan dana Program Manfaat Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Aktuaris harus menetapkan kelebihan atau kekurangan pendanaan Program Manfaat Lain. Kelebihan pendanaan Program Manfaat Lain terjadi apabila nilai sekarang kekayaan Program manfaat Lain lebih besar dari nilai sekarang potensi pembayaran Manfaat Lain. Kekurangan pendanaan Program Manfaat Lain terjadi

(6) Pemberi Kerja wajib melunasi kekurangan pendanaan Program Manfaat Lain sesuai pernyataan Aktuaris. (7) Kelebihan pendanaan Program Manfaat Lain dapat digunakan untuk: apabila nilai sekarang kekayaan Program manfaat Lain kurang dari nilai sekarang potensi pembayaran Manfaat Lain. a. melunasi piutang iuran Program Manfaat Lain; dan/atau b. membayar iuran Program Manfaat Lain untuk periode setelah tanggal perhitungan aktuaria. (8) Dalam hal terdapat perubahan asumsi aktuaria dan/ atau metode perhitungan aktuaria yang mengakibatkan adanya kelebihan pendanaan Program Manfaat Lain, kenaikan kelebihan pendanaan Program Manfaat Lain, atau penurunan kekurangan pendanaan Program

Manfaat Lain, iuran Program Manfaat Lain yang wajib disetor ke Dana Pensiun paling sedikit sebesar iuran yang ditetapkan berdasarkan perhitungan aktuaria sebelumnya. Pasal 32 (1) Sumber dana bagi DPPK dan DPLK yang menyelenggarakan atau memberikan Manfaat Lain kepada Peserta yaitu: a. iuran Pemberi Kerja; b. iuran Peserta; dan/atau c. persentase tertentu dari hasil pengembangan program pensiun. (2) Iuran dalam rangka pendanaan Program Manfaat Lain yang diselenggarakan oleh DPPK ditetapkan dalam PDP atau pernyataan Aktuaris. Dalam hal Program Manfaat Lain menyerupai sifat PPIP, iuran ditetapkan dalam PDP. Dalam hal Program Manfaat Lain menyerupai sifat PPMP, iuran ditetapkan dalam

(3) Iuran Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibayarkan kepada DPPK melalui Pemberi Kerja. (4) Dalam hal terdapat iuran Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemberi Kerja: pernyataan Aktuaris. a. merupakan wajib pungut iuran Peserta; dan b. wajib menyetorkan iuran Peserta ke DPPK. (5) Frekuensi dan waktu pembayaran iuran Program Manfaat Lain yang diselenggarakan oleh DPPK ditetapkan dalam PDP. (6) Pemberi Kerja wajib menyetor iuran Program Manfaat Lain yang diselenggarakan oleh DPPK, baik yang berasal dari Pemberi Kerja maupun Peserta, ke Dana Pensiun sesuai dengan iuran yang ditetapkan dalam PDP atau pernyataan Aktuaris. Pasal 33

(1) Tanggung jawab Pemberi Kerja dan/atau Peserta bagi DPLK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b, dituangkan dalam pernyataan tertulis. (2) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: a. besarnya iuran; dan b. saat jatuh tempo iuran. (3) Perubahan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menyebabkan penurunan besarnya iuran tidak dapat berlaku surut. (4) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang disusun oleh Pemberi Kerja disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta diumumkan kepada karyawan yang berhak. Pasal 34 (1) Dalam hal Pemberi Kerja membayar iuran kepada DPLK

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a, Pemberi Kerja wajib membayarkan iuran tersebut kepada Dana Pensiun sesuai dengan pernyataan tertulis. (2) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai: a. besarnya iuran;dan b. saat jatuh tempo iuran. (3) Perubahan pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menyebabkan penurunan besarnya iuran tidak dapat berlaku surut. (4) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan serta diumumkan kepada karyawan yang berhak. Pasal 35 DPLK wajib memiliki pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dan perubahannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3). Pasal 36 (1) Peserta dapat membayar iuran Program Manfaat Lain kepada DPLK, dengan cara: a. disetorkan langsung oleh Peserta ke Dana Pensiun; atau b. disetorkan melalui Pemberi Kerja. (2) Dalam hal Peserta membayar iuran kepada DPLK secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, besarnya iuran ditetapkan dalam surat pernyataan. (3) Dalam hal Peserta membayar iuran kepada DPLK melalui Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya iuran Peserta dan saat jatuh tempo iuran Peserta wajib dituangkan dalam pernyataan tertulis Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2). (4) Pemberi Kerja wajib menyetorkan iuran Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DPLK

sesuai pernyataan tertulis Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2). Pasal 37 Dana Pensiun wajib mengelola, mengadministrasikan, dan membukukan Program Manfaat Lain secara terpisah dari pengelolaan, pengadministrasian, dan pembukuan program pensiun. BAB VII PENDANAAN DANA PENSIUN DALAM KONDISI KHUSUS Bagian Kesatu Pengalihan ke Dana Pensiun Lain Pasal 38 (1) Dalam hal DPPK yang menyelenggarakan PPMP memiliki Kekurangan Solvabilitas, maka pengalihan dana ke Dana Pensiun lain hanya dapat dilaksanakan apabila keadaan berikut terpenuhi:

a. pengalihan ke Dana Pensiun lain diperkenankan oleh ketentuan perundang-undangan di bidang Dana Pensiun; dan b. dalam hal laporan Aktuaris berikutnya menunjukkan Rasio Pendanaan berkurang sebagai akibat terjadinya pengalihan dana ke Dana Pensiun lain, Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Tambahan secara sekaligus untuk mempertahankan Rasio Pendanaan seperti sebelum terjadi pembayaran dimaksud. (2) Kewajiban membayar Iuran Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diperlukan dalam hal laporan Aktuaris berikutnya menunjukan Dana Pensiun tidak memiliki Kekurangan Solvabilitas. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengalihan dana disebabkan oleh pengakhiran Mitra Pendiri atau pemisahan Dana Pensiun. Bagian Kedua

Pengakhiran Mitra Pendiri DPPK yang menyelenggarakan PPMP Pasal 39 (1) Dalam hal terdapat pengakhiran mitra pendiri, maka besarnya dana yang merupakan hak dari Peserta mitra pendiri dimaksud ditetapkan oleh Aktuaris dengan mempertimbangkan Rasio Solvabilitas DPPK dan kewajiban Pemberi Kerja yang sudah jatuh tempo kepada Dana Pensiun. (2) Apabila mitra pendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih mempunyai kewajiban kepada Peserta, mitra pendiri dimaksud tetap harus menyelesaikan kewajibannya kepada Peserta. (3) Pembayaran Manfaat Pensiun, bagi pensiunan, janda/duda, anak dari mitra pendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilanjutkan pada Dana Pensiun yang menerima pengalihan atau dibelikan anuitas pada perusahaan asuransi jiwa.

Bagian Ketiga Perubahan Program Pensiun Pasal 40 (1) Dalam hal terdapat perubahan program pensiun dari PPMP menjadi PPIP, maka kewajiban Pemberi Kerja kepada Peserta sampai dengan tanggal perubahan program pensiun adalah paling sedikit sebesar Liabilitas Solvabilitasnya. (2) Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih memiliki kewajiban untuk memenuhi Kekurangan Solvabilitas dan/atau utang iuran kepada Dana Pensiun, maka Pemberi Kerja dimaksud wajib memenuhi kewajiban tersebut secara sekaligus. (3) Berdasarkan permintaan Pendiri, Otoritas Jasa Keuangan dapat memperkenankan pemenuhan kewajiban Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara bulanan sampai paling lama 3 (tiga) tahun apabila Pemberi Kerja tidak mampu memenuhi

kewajibannya secara sekaligus. (4) Besar iuran bulanan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung oleh Aktuaris. (5) Dalam hal Dana Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kelebihan kekayaan atas kewajiban, kelebihan kekayaan tersebut diperhitungkan sebagai: a. tambahan pada rekening awal Peserta; dan/ atau b. iuran Pemberi Kerja berikutnya. Bagian Keempat Pembubaran DPPK yang menyelenggarakan PPMP Pasal 41 (1) Penetapan Kekayaan Untuk Pendanaan bagi Dana Pensiun yang bubar dihitung berdasarkan nilai likuidasi dari kekayaan Dana Pensiun yang ditetapkan oleh akuntan publik. (2) Pembagian kekayaan Dana Pensiun bagi Peserta,

pensiunan, janda/ duda, dan anak ditetapkan oleh Aktuaris dan dibagi secara prorata sesuai Liabilitas Solvabilitasnya. (3) Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Minimum sampai dengan tanggal pembubaran Dana Pensiun yang ditetapkan dalam keputusan Otoritas Jasa Keuangan. Bagian Kelima Penggabungan dan Pemisahan DPPK yang menyelenggarakan PPMP Pasal 42 (1) Pemberi Kerja yang menerima penggabungan wajib bertanggung jawab atas Iuran Minimum yang harus disetor sebelum penggabungan. (2) Dalam hal DPPK yang akan melakukan penggabungan memiliki Kekurangan Solvabilitas, Pemberi Kerja wajib melunasi Kekurangan Solvabilitas tersebut secara sekaligus sebelum terjadi penggabungan.

(3) Berdasarkan permintaan Pemberi Kerja, Otoritas Jasa Keuangan dapat memperkenankan pelunasan Kekurangan Solvabilitas Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara bulanan sampai paling lama 3 (tiga) tahun apabila Pemberi Kerja tidak mampu memenuhi kewajibannya secara sekaligus. Pasal 43 (1) Pemberi Kerja yang melakukan pemisahan wajib bertanggung jawab atas Iuran Minimum yang harus disetor sebelum pemisahan. (2) Dalam hal DPPK yang akan melakukan pemisahan memiliki Kekurangan Solvabilitas, Pemberi Kerja wajib melunasi Kekurangan Solvabilitas tersebut secara sekaligus sebelum terjadi pemisahan. (3) Berdasarkan permintaan Pemberi Kerja, Otoritas Jasa Keuangan dapat memperkenankan pelunasan Kekurangan Solvabilitas Pemberi Kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) secara bulanan sampai paling lama 3 (tiga) tahun apabila Pemberi Kerja tidak mampu memenuhi kewajibannya secara sekaligus. BAB VIII PEMBAYARAN MANFAAT PENSIUN Bagian Kesatu Pembayaran Manfaat Pensiun Sekaligus Pasal 44 (1) Dalam hal Dana Pensiun yang menyelenggarakan PPMP memiliki Kekurangan Solvabilitas, maka pembayaran Manfaat Pensiun sekaligus hanya dapat dilaksanakan apabila pembayaran Manfaat Pensiun sekaligus diperkenankan oleh ketentuan perundang-undangan di bidang Dana Pensiun. (2) Dalam hal laporan Aktuaris berikutnya menunjukkan Rasio Pendanaan berkurang sebagai akibat pembayaran Manfaat Pensiun sekaligus sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Tambahan secara sekaligus untuk mempertahankan Rasio Pendanaan seperti sebelum terjadi pembayaran dimaksud. (3) Kewajiban membayar Iuran Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal laporan Aktuaris berikutnya menunjukan Dana Pensiun tidak memiliki Kekurangan Solvabilitas. Bagian Kedua Pembayaran Manfaat Pensiun Berkala PPIP Pasal 45 (1) Dana Pensiun yang menyelenggarakan PPIP dapat membayarkan Manfaat Pensiun secara berkala kepada Peserta dan janda/duda atau anak. (2) Mekanisme pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam PDP. Contoh mekanisme pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala antara lain pembayaran Manfaat Pensiun

(3) Pelaksanaan pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan atas persetujuan Peserta, janda/duda atau anak sebelum pembayaran Manfaat Pensiun pertama kali dilakukan. dengan nilai tetap setiap bulan selama periode pembayaran, pembayaran Manfaat Pensiun dengan nilai meningkat selama periode pembayaran, dan pembayaran dengan metode unit pricing. Keputusan pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebelum pembayaran Manfaat Pensiun pertama kali dilakukan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila dalam periode pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala Peserta meninggal dunia, pembayaran tersebut dilanjutkan sesuai dengan periode yang dipilih oleh Peserta.

(4) Persetujuan Peserta, janda/duda atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan secara tertulis yang memuat paling sedikit: a. mekanisme pembayaran Manfaat Pensiun yang dipilih Peserta, janda/duda atau anak; b. periode pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala; dan c. pernyataan bahwa Peserta, janda/duda atau anak menyadari risiko dari pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala. (5) Dalam hal pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala berakhir, dan dana cadangan untuk pembelian anuitas seumur hidup tidak mencukupi, dana cadangan tersebut dapat dibayarkan secara sekaligus kepada Peserta, janda/duda atau anak. Contoh kondisi dimana dana cadangan untuk pembelian anuitas seumur hidup tidak mencukupi antara lain dana tersebut tidak cukup untuk membeli anuitas seumur hidup yang ada di pasaran. BAB IX

LAPORAN AKTUARIS Bagian Kesatu Kewajiban Penyusunan Laporan Aktuaris Pasal 46 (1) DPPK yang menyelenggarakan PPMP, Dana Pensiun yang menyelenggarakan PPIP dan melakukan pembayaran manfaat pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), dan DPPK yang menyelenggarakan Program Manfaat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) wajib menyusun dan menyampaikan laporan Aktuaris kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. (2) Kewajiban menyusun dan menyampaikan laporan Aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi DPPK yang menyelenggarakan Program Manfaat Lain dengan skema pendanaan iuran pasti. Pasal 47

(1) Dalam hal isi laporan Aktuaris tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang menyebabkan terjadinya informasi yang salah terhadap kewajiban Pemberi Kerja untuk mendanai program pensiun, Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Pengurus menyampaikan laporan Aktuaris baru. (2) Tanggal perhitungan aktuaria yang digunakan dalam laporan Aktuaris baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. (3) Dalam hal Aktuaris yang sama tidak dapat atau tidak bersedia membuat laporan Aktuaris baru yang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, dewan pengawas dilarang menunjuk Aktuaris tersebut untuk menyusun laporan Aktuaris untuk periode berikutnya. (4) Dalam rangka penyusunan laporan Aktuaris, dewan pengawas dilarang menunjuk Aktuaris yang telah dinyatakan oleh asosiasi Aktuaris melanggar standar

praktik aktuaria untuk Dana Pensiun yang berlaku di Indonesia. Bagian Kedua Laporan Aktuaris DPPK PPMP Pasal 48 (1) DPPK yang menyelenggarakan PPMP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) wajib melakukan valuasi aktuaria paling sedikit: a. 1 (satu) tahun sekali bagi DPPK yang sudah tidak menerima Peserta baru; atau Dasar penentuan apakah DPPK sudah tidak atau masih menerima Peserta baru adalah ketentuan dalam PDP. b. 3 (tiga) tahun sekali bagi DPPK yang masih menerima Peserta baru. (2) Laporan Aktuaris dalam rangka valuasi aktuaria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. pernyataan Aktuaris;

b. tanggal perhitungan aktuaria yang dilaporkan dan tanggal perhitungan aktuaria sebelumnya; c. tujuan penyusunan laporan Aktuaris; d. ringkasan PDP dan perubahan yang terjadi pada PDP sejak tanggal perhitungan aktuaria sebelumnya; e. ringkasan jumlah Peserta dan jumlah pihak yang berhak beserta perubahan yang terjadi sejak tanggal perhitungan aktuaria sebelumnya; f. metode perhitungan aktuaria yang digunakan disertai penjelasan mengenai pemilihan metode tersebut; g. asumsi aktuaria yang digunakan dalam perhitungan kewajiban dan perubahan dari yang digunakan dalam perhitungan aktuaria sebelumnya disertai dengan penjelasan mengenai pemilihan dan perubahan asumsi tersebut; h. nilai Kekayaan Untuk Pendanaan; i. analisis perubahan Surplus atau Defisit;