KLONING HEWAN. Eka Pratiwi Tenriawaru. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN


KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

Pendidikan Agama Katolik

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning.

BAB II TEHNIK KLONING

Kloning Manusia. Teresa L. Wargasetia. Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN KLONING 3 DIMENSI SEBAGAI NILAI UTS MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI. Oleh: Desti Indriyanti

KLONING MUHAMMAD RUSDA. Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

KLONING MANUSIA DAN TINJAUAN FILSAFAT

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

BAB III KLONING PADA MANUSIA

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN


BAB III KLONING PADA MANUSIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KLONING SEL SOMATIK SUAMI MANDUL

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah

Febriani Rinta (I ) Surrogate mother (Ibu titipan)

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

MAKALAH EFISIENSI REPRODUKSI PADA TERNAK BETINA (SAPI) DISUSUN OLEH DILLA YUSPITA LAODE KIKI MURDIASYAH MAUREN WIRA NUGRAHA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.2Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui fungsi stem cell Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan stem cell pada tubuh manusia

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning


TERAPI GEN. oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fatia Indrianti,2014

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing,

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Implementasi Reproduksi dan Embriologi dalam Kehidupan Seharihari

Pemuliaan Tanaman dan Hewan

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG

BAB I. PENDAHULUAN A.

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Al-Quran dan Terjemahannya, Saudi Arabia : 1990

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

KONTRAK PERKULIAHAN SPH II

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN

MASA PRANATAL. Siti Rohmah Nurhayati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

Stem Cell Therapy. Apa itu Stem Cell?

BIOTEKNOLOGI KEDOKTERAN. Oleh : Titta Novianti

PENDAHULUAN Latar Belakang

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1

Berdasarkan susunan selaput embrionya kembar identik dibedakan menjadi 3 yaitu :

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

Kloning Perspektif Barat dan Islam. oleh : choirul ihwan (santri Ponpes UII)

BASIC STEM CELL. Pembimbing : Dr. Safrizal Rahman, M.Kes, sp.ot,

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Sejarah Perkembangan Bioteknologi

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

Kasus Penderita Diabetes

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK


SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

2. Perbedaan hewan dan tumbuhan dalam memperoleh makan yang tepat adalah...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

Pengertian Bioteknologi. Pemanfaatan organisme hidup untuk menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat bagi manusia

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

MEMBENTUK KEHIDUPAN BARU. Yulia Ayriz, Ph. D. Dr. Rita Eka izzaty, M. Si.

Embriogenesis. Titta Novianti

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SIFAT-SIFAT STEM SEL JENIS STEM CELL Berdasarkan Potensi atau Kemampuan Berdiferensiasi Berdasarkan Sumbernya adult stem cell

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bayi tabung menurut pandangan agama, filsafat dan ilmu pengetahuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KISI-KISI INSTRUMENT. Perhatikan gambar berikut.

Psikologi Faal. Minggu Pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS NASAB ANAK HASIL KLONING. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Proses Kloning pada Manusia

PROGAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

PENGEMBANGAN OBAT BARU

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KEHIDUPAN DI BUMI. Widodo Setiyo Wibowo

Transkripsi:

Jurnal Dinamika, April 2013, halaman 49-61 ISSN 2087 7889 Vol. 04. No. 1 KLONING HEWAN Eka Pratiwi Tenriawaru Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Istilah kloning berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Klonus atau Kloon yang berarti ranting, stek, tunas, atau cangkok. Kloning merupakan langkah penggandaan (pembuatan tiruan yang sama persis) dari suatu makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk tersebut. Teknologi kloning pada hewan telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al pada tahun 1996. Kloning hewan dapat dilakukan dengan teknik embryo splitting, blastomere dispersal, dan somatic cell nuclear transfer (SCNT). Keberhasilan teknik SCNT dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies, tipe sel donor inti, ovum resipien, dan teknik transfer inti. Berbagai keberhasilan dalam teknologi kloning pada hewan memicu terjadinya perdebatan di segala lapisan masyarakat dan berujung pada permasalahan etika. Pengembangan teknik SCNT yang dikenal dengan Altered Nuclear Transfer (ANT) diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan etika penggunaan embrio manusia sebagai sumber ESC. Kata Kunci: kloning hewan, kloning reproduktif, kloning terapeutik, teknik SCNT, teknik ANT, Dolly. PENDAHULUAN Pada awal tahun 90-an, ada sebuah film fiksi ilmiah yang sangat terkenal yaitu Jurasic Park yang menceritakan bahwa dinosurus dapat diperbanyak melalui sel-sel darahnya yang terawetkan secara alami. Pada saat itu, film ini dianggap khayalan atau fiksi yang tidak masuk akal sebab manusia tidak mungkin membuat klon hewan yang berasal dari sel hewan dewasa. Pada saat itu, klon hewan tingkat tinggi hanya dibuat dari sel toti/pluripoten yang berasal dari sel-sel embrio. Tetapi pada tahun 1997, dunia hampir tertegun dan terhenyak dengan ditemukannya teknologi transfer inti, dimana seekor domba Dolly lahir dari hasil perbanyakan sel hewan dewasa oleh ilmuwan Skotlandia yang bernama Ian Wilmut. Teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi suatu teknologi yang sangat potensial prospektif untuk diaplikasikan dalam bidang kedokteran dan peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan penelitian-penelitian di bidang ESC dan teknologi transfer inti serta teknologi rekayasa genetika untuk dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini belum dapat diobati, misalnya beberapa penyakit digeneratif permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakitpenyakit kelainan genetis, bahkan 49

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) penyakit AIDS. Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap penyakit yang sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari sel-sel tubuh manusia. Selain itu, teknologi kloning juga sangat bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah. Para ahli genetika dan biologi molekuler pun berusaha untuk melakukan terobosan yang lebih spektakuler lagi, yaitu merancang kembali makhluk hidup yang telah punah dari muka bumi. Keberhasilan membangkitkan kembali harimau Jawa, serigala Tasmania, burung Dodo, mamooth, bahkan dinosaurus bukan suatu hal yang mustahil lagi. Perkembangan teknologi kloning memang cukup menghebohkan, bukan hanya dalam bidang/ aspek sains dan teknologi, tetapi juga dalam bidang/ aspek etika. Pembicaraan seputar masalah kloning senantiasa menarik perhatian masyarakat dan seringkali menjadi sumber berbagai inspirasi, praduga, fantasi, spekulasi, kekaguman, bahkan ketakutan yang tidak hanya melanda masyarakat ilmiah tetapi juga merebak hingga ke orang awam. Besarnya daya tarik permasalahan kloning mengakibatkan munculnya berbagai reaksi dari segala lapisan masyarakat. Sebagian masyarakat mendukung praktek kloning. Sebagian lainnya mengecam praktek kloning dan mempertanyakan sisi moral dan kemanusiaan dari teknologi kloning ini. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengkaji tentang teknologi kloning pada hewan yang meliputi pengertian kloning, perkembangan kloning hewan, manfaat kloning hewan, teknik kloning hewan, dan bioetika kloning hewan. PEMBAHASAN Pengertian Kloning Berdasarkan etimologi, istilah kloning atau klonasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Klonus atau Kloon yang berarti ranting, stek, tunas, atau cangkok. Pada hakekatnya, kloning merupakan langkah penggandaan (pembuatan tiruan yang sama persis) dari suatu makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk tersebut. Makhluk hidup hasil kloning disebut klon. Perkembangan Kloning Hewan Kloning hewan telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al pada tahun 1996 dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa (Hine, 2004). Menurut Budidaryono (2009), kloning pada hewan dimulai ketika para pakar biologi reproduksi Amerika, Briggs dan King, pada tahun 1952 berhasil membuat klon katak melalui teknik Transplanting Genetic Material dari suatu sel embrional katak ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya. Pada tahun 1962, Gurdon melakukan transplantasi nukleus sel usus katak (somatik) yang telah mengalami diferensiasi ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya. Sel telur berinti sel intestinum tersebut kemudian berkembang menjadi klon katak (Arnold, 2009). Selanjutnya pada tahun 1967, 50

Kloning Hewan Mintz berhasil melakukan transplantasi sel somatik embrional pada stadium blastula dan morula ke dalam rahim seekor tikus sehingga dihasilkan klon tikus (Budidaryono, 2009). Sampai saat ini, telah banyak peneliti yang melaporkan keberhasilannya membuat hewan klon yang dihasilkan dari teknik transplantasi inti sel somatik. Beberapa diantaranya adalah sapi jantan bernama Gene yang berhasil dikloning oleh Infigen Inc. dari sebuah sel fetus pada tahun 1997, kambing bernama Mira yang dikoning dari sel embrionik oleh Genzyme Transgenic Corporation and Tufts University pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, peneliti dari Universitas Hawai berhasil mengkloning tiga generasi tikus dari sel cumulus. Pada tahun 2000, Universitas Teramo di Italia mengkloning muflon dari sel dewasa dan tim peneliti PPL Therapeutics berhasil memproduksi beberapa babi yang dikloning dari sel dewasa yang diberi nama Millie, Christa, Alexis, Carrel, dan Dotcom. CC, kucing betina pertama berhasil diklon oleh Genetics Saving Clone pada tahun 2001. Dua tahun setelahnya, Trans Ova Genetics an Advanced Cell Technologies memproduksi banteng pertama yang diklon dari sel dewasa. Kijang dan keledai pertama juga berhasil diklon pada tahun 2003 ini. Selanjutnya pada tahun 2004, dua ekor kucing diklon dengan menggunakan teknologi transfer kromatin. Kedua kucing tersebut diberi nama Tabouli dan Baba Ganoush (Anonim a, 2009). Arnold (2009) mengemukakan bahwa pada tahun 2004, ilmuwan Korea Selatan memproduksi beberapa klon embrio manusia. Produksi klon embrio manusia ini, menurut mereka akan digunakan untuk menghasilkan sel induk embrionik yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit. Pada tahun 2005, Seoul National University berhasil memproduksi anjing klon pertama yang diberi nama Suppy (Suara Merdeka, 30/12/05). Pada bulan November 2007, dunia dikejutkan oleh para ilmuwan Oregon yang menyatakan berhasil mengkloning embrio kera dan mengekstraknya dalam sel induk. Kesuksesan ini dilaporkan oleh ilmuwan Australia Soukhrat Metalipov dari Pusat Penelitian Primata Nasional Oregon di Portland (Rusda, 2004). Menurut Setiawan (2009), Mitalipov berhasil memproduksi sel stem embrionik yang dilakukan dengan menggunakan teknik SCNT. Beliau menggunakan sel kulit sebagai donor sel somatic yang berasal dari monyet resus jantan yang berumur 10 tahun, lalu ditransfer ke sel telur yang telah dienukleasi. Mitalipov juga telah berhasil mendiferensiasikan sel stem embrionik tersebut menjadi sel jantung dan neuron. Fakta dari hewan kloning dari berbagai spesies telah diproduksi oleh sejumlah laboratorium menunjukkan begitu besarnya keinginan untuk memproduksi atau mengkloning hewan dengan genotip-genotip spesifik. Disamping itu, ada juga permintaan untuk mengkloning hewan-hewan yang bergenetik unggul. Spesies hewan lainnya yang menjadi target kloning adalah hewan-hewan yang sudah hampir punah, hewan steril, infertil, ataupun hewan mati. National Geographic pada bulan 51

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) Mei 2009 ini menyajikan berita yang cukup menarik mengenai usaha para ilmuwan untuk membangkitkan kembali mamooth ( Mammuthus primigenius), sejenis gajah raksasa berbulu lebat yang pernah menguasai lingkaran kutub utara ribuan tahun silam dari specimen utuh seekor bayi mamooth di Siberia. Harapan untuk menghidupkan kembali satwa-satwa yang telah punah semakin besar setelah Teruhiko Wakayama berhasil membuat kloning dari seekor mencit yang telah beku selama dua dekade. Selain itu, dengan adanya penemuan yang dilakukan oleh Mitalipov dan keberhasilan Clonaid memproduksi manusia hasil kloning pertama yang bernama Eve pada tahun 2002 menunjukkan bahwa teknologi kloning dapat diaplikasikan pada manusia. Dengan keberhasilan ini, para ilmuwan tertantang untuk melakukan kloning pada manusia, baik berupa kloning reproduktif untuk menghasilkan individu utuh maupun berupa kloning terapeutik untuk diaplikasikan pada berbagai penyakit dengan terapi sel stem. Manfaat Kloning Hewan Menurut Rusda (2004), secara garis besar manfaat kloning adalah sebagai berikut. a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan diferensiasi. b. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul. c. Untuk tujuan diagnostik dan terapi Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum dikembangkan menjadi blastosit. Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak. d. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia merupakan kondisi yang menghancurkan atau membuat frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in 52

Kloning Hewan vitro. ( in vitro fertilization = IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu. Dalam hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya. Teknik Kloning Hewan Secara umum, kloning dapat dilakukan dengan teknik embryo splitting, blastomere dispersal, dan nuclear transfer atau somatic cell nuclear transfer. a. Embryo splitting Pada teknik ini, kumpulan totipoten praembrio sebelum diletakkan ke dalam resipien, dipilah menjadi dua, yang kemudian menghasilkan dua embrio identik. Cara ini sering terjadi secara alamiah, yaitu dalam proses yang menghasilkan kembar identik. b. Blastomere dispersal Teknik ini dimulai dengan pemisahan secara mekanik sel-sel individual sebelum pembentukan blastosit (sel -sel awal membentuk bola yang berisi cairan). c. Nuclear transfer atau Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT) Pada teknik ini dibutuhkan dua sel, yaitu sel donor dan sel telur. Teknik ini melibatkan beberapa tahap penting, termasuk: (1) penyediaan ovum yang sudah matang, (2) pengeluaran kromosom yang terdapat dalam ovum (enucleation), (3) transfer inti sel hewan yang dikloning ke dalam ovum enucleasi, (4) aktivasi embrio yang baru terbentuk sehingga menginisiasi perkembangan embrionik, (5) kultur embrio in vitro, dan (6) transfer embrio yang dikloning ke induk resipien (Hine, 2004). Proses enukleasi sel telur dapat dilakukan secara mekanik dengan menggunakan teknik mikromanipulasi. Sedangkan proses introduksi sel donor dapat dilakukan dengan teknik mikroinjeksi (Setiawan, 2008). Sementara itu, Hangbao (2004) mengemukakan bahwa sel donor dan sel penerima transfer nucleus difusikan oleh getaran listrik tunggal secara langsung melalui elektroda tipe jarum. Teknikteknik yang diperlukan untuk menyempurnakan tahapan-tahapan ini agak berbeda antar spesies. Demikian halnya dengan efisiensi setiap tahap juga bervariasi bagi spesies hewan (Setiawan, 2008). Teknik SCNT ini merupakan teknik yang paling sering digunakan dalam penelitian kloning hewan. Aplikasi dari teknik SCNT ini adalah pada penelitian kloning reproduktif dan kloning terapeutik. Pada kloning reproduktif, setelah sel klon mengalami pembelahan hingga tahap blastosit, embrio selanjutnya ditransfer ke induk resipien (surrogate mother) untuk dilahirkan secara normal. Sedangkan pada kloning terapeutik, setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro dalam medium spesifik untuk 53

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) dideferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik. Manipulasi kondisi kultur dengan menggunakan medium selektif merupakan metode standar untuk seleksi organisme (Freshney, 2000). Perbedaan tahapan antara kloning reproduktif dengan kloning terapeutik dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1. Perbedaan tahapan antara kloning reproduktif dengan kloning terapeutik (Modifikasi dari Fischbach dalam Setiawan, 2008) PENGEMBANGAN TEKNIK SCNT a. Teknik Roslin Ian Wilmut dan Keith Campbell menggunakan teknik Roslin ini pada saat mengkloning domba Dolly. Pada teknik ini, sel donor diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset). Sel tersebut kemudian dikultur secara in vitro dalam medium yang nutrisinya hanya cukup untuk mempertahankan kehidupan sel. Hal ini dumaksudkan agar sel menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki stadium Gap Zero (G0). Selanjutnya sel telur dari domba betina Blackface dienukleasi dan diletakkan di sebelah sel donor. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, diberikan kejutan listrik untuk memfusikan kedua sel tersebut. 54

Kloning Hewan Pada saat yang sama, pertumbuhan embrio diaktifkan. Jika embrio ini dapat bertahan, embrio tersebut selanjutnya ditransfer ke dalam uterus induk resipien. Induk resipien tersebut akan mengandung hasil kloning tersebut hingga siap untuk dilahirkan. b. Teknik Honolulu Teknik ini terakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo Yanagimachi dari Universitas Hawai. Tim ilmuwan dari Universitas Hawai tersebut menggunakan teknik ini untuk menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetic identik pada bulan Juli 1998. Wakayama melakukan pendekatan terhadap masalah sinkronisasi siklus sel yang berbeda dengan Wilmut. Wakayama awalnya menggunakan tiga tipe sel, yaitu sel sertoli, sel otak, dan sel cumulus sebagai sel donor. Sel sertoli dan sel otak berada dalam stadium G0 secara alamiah dan sel cumulus hampir selalu berada pada stadium G0 ataupun G1. Sementara itu, sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai sel resipien. Setelah dienukleasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke dalamnya. Nukleus donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel tikus tersebut. Setelah satu jam, sel-sel telah menerima nucleus-nukleus yang baru. Sel-sel tersebut kemudian ditumbuhkan dalam medium kultur yang mengandung cytochalasin B. Cytochalasin B berfungsi untuk menghentikan pembentukan badan polar. Sel-sel tersebut dibiarkan berkembang menjadi embrio-embrio. Embrio-embrio tersebut selanjutnya ditransplantasikan ke induk resipien dan akan tetap berada di uterus sampai siap dilahirkan. Setelah terbukti bahwa tekniknya dapat menghasilkan klon yang hidup, Wakayama membuat klon dari klon dan membiarkan klon yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan reproduksi secara sempurna (Rusda, 2004). c. Teknik Lainnya Ine (2004) mengemukakan bahwa metode terbaru yang lebih efisien untuk kloning mencit telah dilakukan oleh Baguisi dan Overstrom (2000) dengan menggunakan metode enuklease kimiawi yang dikombinasikan dengan injeksi langsung inti donor untuk menghasilkan anak yang hidup. Namun, metode baru ini masih memerlukan percobaan tambahan pada spesies lain untuk menentukan efektivitasnya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kloning Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, diantaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata (Setiawan, 2008). Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning dengan menggunakan teknik SCNT telah berhasil pada beberapa spesies, namun produksi hewan kloning masih sangat rendah dengan tingkat efisiensi kurang dari 1% (Hine, 2004). Menurut Setiawan (2008), parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga 55

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadiya perubahan secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi yang berkembang menjadi individu muda yang sehat dan umumnya laju keberhasilan kurang dari 4%. Domba Dolly merupakan satusatunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan. Demikian halnya dengan tikus kloning yang diproduksi oleh Teruhiko Wakayama dan Yanagimachi yaitu hanya 3 kloning dari sekitar 100 kali percobaan. Edwars, et. all. (2003) mengemukakan bahwa sedikitnya ada lima periode kegagalan kloning hewan, yaitu: (1) masa praimplantasi yang ditandai dengan 16 > 65% dari sel embrio gagal berkembang menjadi morula atau blastokista; (2) usia fetus 30 60 hari dapat terjadi kematian 50-100% embrio yang ditandai dengan tidak adanya detak jantung embrio, plasenta hypoplastik, dan sebagian berkembang dengan kotiledon rudimenter; (3) keguguran spontan pada trisemester kedua kehamilan yang disebabkan oleh janin abnormal dan membran janin menebal dan mengalami edema; (4) trisemester ketiga (usia janin 200-265 hari) yang ditandai dengan kematian janin hydrallantois, dan pada beberapa kasus terjadi edema parah; (5) tingkat keberlangsungan hidup yang rendah setelah kelahiran akibat komplikasi. Embrio yang dihasilkan setelah kelahiran seringkali mengalami kelainan, seperti obesitas dan kematian pada usia dini. 3. Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kloning diantaranya adalah spesies, tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum resipien, perlakuan terhadap sel donor sebelum transfer inti, dan teknik transfer inti. Menurut Setiawan (2008), penyebab timbulnya berbagai masalah dalam kloning hewan adalah adanya kesalahan saat pemrograman material genetik ( reprogramming) dari sel donor. Sedangkan menurut HangBao (2004) faktor penyebab ketidakefisiensian kloning, yaitu tahapan siklus sel donor, ketidaklengkapan pemprograman ulang nukleus, dan tipe sel donor yang digunakan. Banyak tipe sel yang telah digunakan untuk transfer inti, diantaranya adalah sel-sel cumulus dan mural granulose. Walaupun demikian, ada suatu indikasi bahwa tipe sel dan stadium siklus sel saat transfer inti dapat mempengaruhi efisiensi kloning. Stadium G0/G1 (gambar 2) menjadi stadium terbaik (Hine, 2004). Selain itu, apabila salah satu tahap kloning kurang optimal, maka akan berpengaruh pada produksi embrio atau transfer embrio. 56

Kloning Hewan Gambar 2. Siklus Sel (Anonimb, 2009) Edwars, et. all. (2003) mengemukakan bahwa prosedur kloning juga memberikan kontribusi terhadap kematian embrio dan janin. Hal ini disebabkan karena enukleasi oosit mengurangi 5-15% atau lebih ooplasma; penggunaan sinar ultraviolet dalam prosedur mengakibatkan perubahan integritas membran, meningkatkan serapan metionin, mengubah aktivitas sintesis protein dan aktivitas mitokondria; penggunaan listrik untuk menginjeksi sel telur mengakibatkan perubahan integritas membran sel telur; dan penggunaan bahan kimia untuk pengaktifan embrio. Hal lain yang mungkin menjadi penyebab kegagalan kloning adalah adanya penolakan immunologis uterus induk terhadap janin transfer dan perubahan halus dalam struktur kromatin dan/atau ekspresi gen. Bioetika Kloning Hewan Berbagai keberhasilan dalam teknologi kloning menunjukkan semakin memungkinkannya terciptanya klon manusia. Hal ini memicu tanggapan keras dari kaum moralis dan menjadi bahan perdebatan para pakar yuridis, politikus, agamawan, tenaga medis, masyarakat, dan para pakar bioteknologi itu sendiri. Perdebatan tentang kloning ini terus terjadi, baik dalam hal kloning binatang maupun kloning manusia. Menurut Ihwan (2009), kelompok kontra kloning diwakili oleh George Annos, seorang pengacara kesehatan di Universitas Boston dan kelompok pro kloning diwakili oleh Panos Zavos. Kelompok kontra berpendapat bahwa kloning akan memberi dampak buruk bagi kehidupan. Sementara itu, kelompok yang mendukung kloning berpendapat bahwa kloning sangat dibutuhkan oleh manusia sebab kloning ini dapat digunakan untuk memproduksi organ-organ tubuh pengganti organ yang rusak. Hal ini sangat bermanfaat dalam bidang kesehatan. Selain itu, kloning juga diharapkan dapat menjadi alternatif untuk melestarikan hewan langka. Pada dasarnya, penerapan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai sebuah pertimbangan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berfungsi untuk mengembangkan nilai-nilai 57

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) kemanusiaan dan bukan untuk menghancurkan nilai-nilai tersebut (Djati, 2003). Satu hal yang paling esensi untuk setiap karya cipta adalah apapun bentuk teknologinya, manfaat yang diperoleh harus lebih besar dari dampak yang ditimbulkannya (Budidaryono, 2009). Oleh karena itu, penerapan teknologi kloning harus mempertimbangkan faktor bioetika, sosial, kultural, yuridis, moral, dan masalah keamanan. Apabila ditinjau dari masalah keamanan, teknik kloning SCNT masih menimbulkan masalah genetis serius. Sebagian besar hewan hasil kloning mengalami cacat genetis dan pertumbuhan abnormal. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah pembiakan sel secara in vitro yang dilangsungkan dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan sel-sel tersebut mengalami transformasi kromosomal, sehingga memungkinkan sel-sel tersebut menjadi sel-sel tumor atau kanker (Djati, 2003). Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut masih harus terus dilakukan untuk mengurangi resiko cacat genetis dan keabnormalan tersebut. Budiningsih (2009) mengemukakan bahwa paling sedikit ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam penerapan teknologi kloning, yaitu sebagai berikut. 1. Prosedur untuk kloning reproduktif hewan harus diperbaiki sedemikian rupa sehingga tingkat abormalitas yang terjadi pada hewan yang diklon; termasuk primata, tidak melebihi tingkat yang diamati yang diamati pada prosedur teknologi reproduksi buatan. 2. Metode baru harus dikembangkan untuk menunjukkan bahwa embrio manusia preimplantasi yang dihasilkan harus normal dalam hal imprinting dan reprogramming. 3. Metode monitoring harus dikembangkan untuk mendeteksi - secara efektif dan komprehensif - dampak efek terkait pada kloning embrio preimplantasi dan janin. Selain itu, setiap proyek kloning hendaknya didahului oleh suatu taksiran yang cermat terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di dalamnya dan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Sampai saat ini, teknologi kloning reproduktif pada hewan dengan tujuan meningkatkan mutu pangan dan kualitas daging serta sebagai upaya untuk melestarikan hewan langka jelas diperbolehkan. Tetapi kloning reproduktif yang menghasilkan manusia duplikat atau kembaran identik yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak dapat dibenarkan. Sedangkan kloning manusia untuk tujuan terapi (kloning terapeutik) dianggap etis (Rusda, 2004). Pada tahun 2001, House of Lords Inggris menyetujui kloning embrio manusia. Persetujuan itu memuat berbagai peraturan, diantaranya adalah embrio hasil kloning hanya untuk kepentingan medis. Selain itu, dalam proses pengkloningan tidak boleh terjadi pencampuran antara gen manusia dan hewan. Embrio tidak boleh dikembangkan hingga berusia 9 bulan sebab pada fase ini embrio bisa tumbuh layaknya janin manusia (Pareanom, 2001). Berdasarkan hasil revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April 2002, dijelaskan tentang kloning sebagai adopsi dari hasil Keputusan Muktamar 58

Kloning Hewan XXIII IDI 1997, mengemukakan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada manusia, menghimbau para ilmuan agar tidak memproduksi kloning dalam kaitannya dengan reproduksi manusia, dan mendorong ilmuwan untuk tetap memanfaatkan teknologi kloning pada: (1) sel dan jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui pembuatan antibodi monoklonal, (2) pada sel dan jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan melakukan kloning organ serta penelitian lebih lanjut kemungkinan diaplikasikannya cloning organ manusia untuk dirinya sendiri. Selain itu, dalam keputusan Menkes RI No. 72/ Menkes/ Per/ II/ 1999 pada pasal 6 dan 7, dikemukakan bahwa dilarang menghasilkan embrio manusia sematamata untuk penelitian, dilarang melakukan penelitian terhadap atau menggunakan embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi (Moeloek, 2009). William B. Hurlbut (dalam Murti, 2008) mengemukakan gagasannya untuk memodifikasi sel embrio agar tidak mampu berkembang menjadi embrio normal yang mampu berimplantasi, yang disebut dengan Altered Nuclear Transfer (ANT). Teknik ANT merupakan pengembangan teknik SCNT untuk mengatasi masalah etika. Modifikasi teknik ANT meliputi pemanfaatan retrovirus untuk menyisipkan RNAi pada sel donor inti sebelum ditransfer ke sel oosit resipien. RNAi (RNA interference) merupakan potongan kecil RNA yang dapat menginduksi penghancuran mrna tertentu sebelum dapat mengkode pembentukan protein di sitoplasma. Keberadaan RNAi diharapkan dapat menghambat ekspresi gen yang bertanggung jawab terhadap proses pembentukan trofoblas, sehingga diharapkan embrio menjadi cacat dan tidak dapat berimplantasi. Gambar 3. Mekanisme penghambatan ekspresi gen oleh RNAi (Murti, 2008) KESIMPULAN Kloning merupakan langkah penggandaan (pembuatan tiruan yang sama persis) dari suatu makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk tersebut. Kloning hewan telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al pada tahun 1996. Kloning pada hewan dimulai ketika para pakar biologi reproduksi Amerika, Briggs 59

Eka Pratiwi Tenriawaru (2013) dan King, pada tahun 1952 berhasil membuat klon katak melalui teknik Transplanting Genetic Material dari suatu sel embrional katak ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya. Hewanhewan klon yang dihasilkan dari teknik transplantasi inti sel somatik antara lain adalah sapi, tikus, kambing, domba, babi, kucing, dan anjing. Kloning hewan dapat dilakukan dengan teknik embryo splitting, blastomere dispersal, dan somatic cell nuclear transfer (SCNT). Teknik SCNT merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam kloning hewan. Keberhasilan teknik SCNT dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies, tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum resipien, teknik transfer inti, dan stadium siklus sel saat transfer inti. Stadium G0/G1 merupakan stadium terbaik untuk transfer inti. DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2009. A Timeline of the Evolution of Animal breeding. http://www.clonesafety.org/clonin g/facts/timeline/. Diakses pada tanggal 10 Desember 2009. Anonimb. 2009. Terapi Radiasi (Radiothepy). www.google.com. Diakses pada tanggal 10 Desember 2009. Arnold, P. 2009. Big Moments in Cloning History. www.brighthub. com/science/genetics/articles/1349 4.aspx#ixzz0YPv2YQ7H. Diakses pada tanggal 10 Desember 2009. Budidaryono. 2009. Dilema di Balik Upaya Kloning Pada Manusia. http://budidaryono.blog.ugm.ac.id/ 2009/10/08/dilema-di-balik-upayakloning-pada-manusia/. Diakses pada tanggal 10 Desember 2009. Budiningsih, S. 2009. Kloning dan Etik dalam Kedokteran Reproduksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Djati, M. S. 2003. Diskursus Teknologi Embryonic Stem Cells dan Kloning dari Dimensi Bioetika dan Relegiositas (Kajian Filosofis dari Pengalaman Empirik). Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3 No. 1, September 2003: 102-123. Edwars, J. L., Schrick, F. N., McCracken, M. D., Van Amstel, S. R., Hopkins, F. M., Welborn, M. G., Davies, C. J. 2003. Cloning Adult Farm Animals: A Review of the Possibilities and Problems Associated with Somatic Cell Nuclear Transfer. American Journal of Reproductive Immunology, Volume 50 tahun 2003: 113-123. Freshney, RI. 2000. Culture of Animal Cells: A Manual of Basic Technique. Canada: Wiley-Liss. Hangbao Ma. 2004. Technique of Animal Clone. Journal Nature and Science, 2(1), 2004: 29-34. Hine, T. M. 2004. Kloning untuk Menghasilkan Hewan dengan Genotip yang Diinginkan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ihwan, C. 2009. Kloning Perspektif Barat dan Islam. www.ihwan.blogspot.com. 60

Kloning Hewan Diakses pada tanggal 08 Desember 2009. Moeloek. 2009. Etika dan Hukum Teknik Reproduksi Buatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Murti, H., Fahruddin, M., Sardjono, CT., Setiawan, B., Sandra, F. 2008. Altered Nuclear Transfer: Pengembangan Teknik Somatic Cell Nuclear Transfer untuk Mengatasi Masalah Etika. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 161/ Vol. 35 No. 2 Maret-April 2008: 61-63. National Geographic, Bulan Mei 2009. Pareanom. 2001. Sejarah Perkembangan Kloning. http://www.majalah. tempointeraktif.com/. Diakses pada tanggal 08 Desember 2009. Rusda, M. 2004. Kloning. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setiawan, M., Sardjono, CT., Sandra, F. 2008. Menuju Kloning Terapeutik dengan Teknik SCNT. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 161/ Vol. 35 No. 2 Maret-April 2008: 72-76. Suara Merdeka Edisi 30 Desember 2005. Warga Korea Selatan Marah Pada Hwang Woo-Suk. http://www.suaramerdeka.com/haria n/0512/30/int05.htm. Diakses pada tanggal 08 Desember 2009. 61