BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA MENINGKATKAN MANFAAT INDUSTRI EKSTRAKTIF BAGI DAERAH DAN MASYARAKAT RISWAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini masyarakat semakin peduli dengan lingkungan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

Neraca Sumberdaya dan Cadangan Mineral di Provinsi Jawa Tengah Dalam Rangka Peningkatan Penerimaan Pajak dan Investasi

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah PEMERINTAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

BAB I. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN JUDUL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa daratan menyimpan banyak kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya alam adalah menjadi salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejateraan rakyatnya. seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: Bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Seperti kita ketahui Pertambangan, Pertambangan adalah suatu industri dimana bahan galian mineral diproses dan dipisahkan dari material pengikut yang tidak diperlukan. Dalam industri mineral, proses untuk mendapatkan mineral-mineral yang ekonomis biasanya menggunakan metode ekstraksi, yaitu proses pemisahan mineral-mineral dari batuan terhadap mineral pengikut yang tidak diperlukan. Mineral-mineral yang tidak diperlukan akan menjadi limbah industri pertambangan dan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan pada pencemaran dan degradasi lingkungan. Industri pertambangan sebagai industri hulu yang menghasilkan sumberdaya mineral dan merupakan sumber bahan baku bagi industri hilir yang diperlukan oleh umat manusia diseluruh dunia (Ali, Sulto, 2011). Sementara sumber daya mineral itu sendiri dapat diartikan sebagai sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan-batuan yang ada di bumi.(http://repository.usu.ac.id). 1

Pertambangan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan dalam Pasal 1 angka 1 yang dimaksud pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengelolaan, dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan dalam Pasal 1 ayat 4 yang dimaksud Pertambangan Mineral adalah pertambangan perkumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara BAB VI Usaha Pertambangan dan Jenis Mineral Logam, Bukan Logam dan Batuan Pasal 6: (1) Usaha pertambangan mineral terdiri atas: a. pertambangan mineral logam : emas, bijih besi, pasir besi, tembaga, calco pirit, mangan; b. pertambangan batuan bukan logam : feldspar, talk/gypsum, kaolin, lempeng, trass; dan c. pertambangan batuan : granit, batu lempeng, marmer, pasir, batu, kapur dan andesit. (2) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk : a. IUP (Izin Usaha Pertambangan); b. IPR (Izin Perusahaan Rakyat) Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjelaskan yang dimaksud Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 4 2

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. Setiap upaya pertambangan pastilah memberikan dampak yang luas pada lingkungan di seitarnya baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu dampak positif yang dapat di rasakan oleh masyarakat adalah dengan adanya pusat pertambangan maka akan mensejahterakan wilayah di sekitarnya dan juga akan meningkatkan perekonomian di tempat tersebut sedangkan dampak negatifnya adalah rusaknya wilayah pertambangan akibat pengembalian bahan tambang. Untuk mengatasi dampak negative tersebut, maka setiap perusahaan harus memiliki tanggung jawab social atau Corporate Social Responsibility (CSR). CSR harus diterapkan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpamengorbankan kebutuhan generasi masa depan. (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/01/15/dampak-positif-dan-negativ-industripertambangan-di-indonesia-624596.html). Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 UUPLH yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya adalah lingkungan hidup dalam pengertian ekologi (R.M.Gatot P.Soemartono, 2004: 19). Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi mnfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan 3

keadilan antar generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum (Samsul Wahidin, 2014: 39). Banyak kasus yang muncul dalam masalah ini terutama dalam bidang pertambangan, sudah banyak diketahui bahwa adanya industri perta mbangan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan. Pada kondisi pertambangan di Indonesia banyak yang tidak memperhatikan aspek dan dampak lingkungan yang terjadi. Seperti contoh kasus yang terjadi di Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang sebagai usaha penambangan rakyat atau termasuk dalam penambangan bahan galian golongan C, penambangan batu gunung yang dilakukan oleh warga masyarakat, walaupun itu merupakan penambangan skala kecil tetapi tetap harus diperhatikan aspek legalitas hukumnya, apalagi banyak penambangan skala kecil yang tidak/ kurang mengindahkan hal ini. Aspek hukum yang terkait berupa perizinan, pengaturan tata ruang atau kawasan, termasuk kebijakan tentang zonasi, pertanahan, pengendalian, pencemaran dan reklamasi serta hukum adat (http://fh.unsoed.ac.id). Hal ini Pada kenyataannya terjadi di Desa Sijeruk, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara tentang tambang batu gunung yang sekarang ini kondisinya sudah mengkhawatirkan, karena letak lokasi tambang batu yang berdekatan dengan permukiman warga sehingga mengakitbatkan kerusakan lingkungan, mengganggu kenyamanan, hingga jalan akses warga rusak parah dan dari hasil peninjauan lapangan bisa dilihat bahwa pengusaha kurang memperhatikan keselamatan tenaga penambang karena bekerja tanpa alat pengaman. (https://banjarnegarakab.go.id/v3/ index.php/investasi/potensi-invetasi sektor-pertambangan) Menurut hasil wawancara yang saya lakukan dengan salah satu pemilik tambang batu gunung di Desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara, saudara 4

Nikrom selaku salah satu pemilik tambang mengatahan bahwa tambang batu yang saat ini di kelolanya adalah illegal. Wawancara juga saya lakukan dengan kepala desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara saudara Ramel mengatakan bahwa di desa Sijeruk terdapat kurang lebih 7 lokasi pertambangan batu gunung dan semuanya adalah illegal, mereka mengatakan kurangnya pengetahuan tentang cara-cara mengurus izin usaha pertambangan ke pemerintah setempat dan sulitnya mendapatkan izin dari pemerintah yang yang mengakibatkan semua tambang yang ada di desa Sijeruk masih illegal. Menurut wawancara saya dengan beberapa warga mengatakan akibat dari pertambangan batu gunung tersebut telah menimbulkan dua pendapat, ada yang setuju dan ada yang kurang setuju dengan adanya pertambangan batu gunung didesa Sijeruk terebut, Kinah salah satu warga didesa Sijeruk yang setuju dengan adanya pertambangan batu di wilayah mereka mengatakan bahwa dengan adanya pertambangan batu maka keluarganya dapat memperoleh lapangan pekerjaan yaitu menjadi penambang batu gunung di salahsatu lokasi tambang batu gunung didesa tersebut, sedangkan menurut beberapa warga yang kurang setuju dengan adanya pertambangan tersebut yaitu Slamet, Sarwin, Riono mengatakan bahwa mereka takut dengan lokasi pertambangan yang berdekatan dengan permukiman warga. Menurut Pasal 9 Perda Kabupaten Banjarnegra NO 11 Tahun 2010 tentang izin pertambangan IUP Eksplorasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a, wajib memuat ketentuan sebagai berikut: a. Nama identitas pemohon b. Lokasi dan luas WIUP c. Rencana umum tata ruang d. Jaminan kesungguhan e. Modal investasi 5

f. Jangka waktu berlakunya tahap kegiatan g. Perpanjangan tahap kegiatan h. Hak dan kewajiban pemegang IUP i. Jenis usaha yang di berikan j. Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP k. Perpajakan l. Penyelesaian perselisihan m. Iuran tetap dan iuran eksplorasi n. Peta topografi, peta geologi, peta sumber daya mineral Setiap pihak yang melakukan atau menjalankan usaha Pertambangan seharusnya dalam usaha Pertambanganya harus menerapkan atau mengimplementasikan peraturan peundang-undangan yang berlaku tak terkecuali PERDA KABUPATEN BANJARNEGARA NOMER 11 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DI KABUPATEN BANJARNEGARA. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan (KBBI Daring), implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan (Badan Pengembangan dan Pembina Bahasa, Kemdikbud, 2014: http:kbbi.web.id/implementasi). Selain itu implementasi juga didefinisikan oleh para ahli. Dalam buku berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulim, Nurman Usman mengemukakan pendapatanya bahwa, implementasi atau pelaksanaan adalah bermuara pada aktifitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu system, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Nurdin Usman, 2002: 70) Sedangkan menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Imlementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Guntur setiawan berpendapat bahwa yang di maksud Implimentasi adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara 6

tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksanaan birokrasi yang efektif (Guntur Setiawan, 2004: 39). Proses implementasi kebanyakan diserahkan kepada lembaga pemerintah dalam berbagai jenjang/tingkat, baik provinsi maupun tingkat kabupaten. Setiap jenjang pelaksanaan pun masih membutuhkan pembentukan kebijakan lebih lanjut dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan untuk memberika penjabaran lebih lanjut. Apabila sarana yang dipilih adalah hukum sebagai suatu proses pembentukan kebijakan publik, maka factor-faktor non hukum akan selalu memberikan pengaruhnya dalam proses pelaksanaannya (Sulistyo Wibowo, 2009). Dari uraian di atas melatarbelakangi penulis untuk membuat skripsi berjudul IMPLEMENTASI PERDA KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 TETANG PERTAMBANGAN MINERAL BATU GUNUNG DI DESA SIJERUK KECAMATAN BANJARMANGU KABUPATEN BANJARNEGARA. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Penerapan Perda Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pertambangan Mineral Batu Gunung di Desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara? 2. Kendala apa saja yang terjadi dalam Penerapan Perda Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pertambangan Mineral Batu Gunung di Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penerapan Perda Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 tentang pelaksanaan pertambangan mineral batu gunung di Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. 7

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apa saja kendala yang terjadi dalam Penerapan Perda Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011 tentang pelaksanaan pertambangan mineral batu gunung di Desa Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini di harapkan mampu memberikan wacana dalam rangka upaya menangani masalah-masalah pertambangan b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman penulis terhadap penerapan teori-teori yang telah diterima selama menempuh kuliah guna mengatasi masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat, terutama dalam masalah kerusakan lingkungan. b. Sebagai bahan rujukan bagi pengambil kebijakan Implementasi Perda No 11 Tahun 2010 terhadap tambang batu di Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. c. Diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemberian perijinan oleh Pemerintah Daerah terhadap pelaku usaha industri pertambangan 8