11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kehidupan manusia, sampah/limbah belum menjadi suatu masalah tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin hari sampah menjadi masalah yang cukup besar. Adanya modernisasi kehidupan dan perkembangan tekhnologi meningkatkan aktifitas manusia sehingga menimbulkan peningkatan jumlah sampah. Sehubungan dengan kegiatan manusia, maka permasalahan sampah akan berkaitan baik dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Pemakaian barang ataupun bahan oleh manusia tidak selalu terpakai habis, walaupun terpakai habis, akhirnya bila bahan tersebut digunakan/dimakan akan menghasilkan bahan buangan. Layanan Kesehatan menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing diterapkan cara yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi (KMNLH, 1995) Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan semakin banyaknya layanan kesehatan yang ada dan sebagai akibat kualitas efluen limbah layanan kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Limbah layanan kesehatan dapat memcemari penduduk di sekitar layanan kesehatan dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan limbah tersebut dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, cholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999)
12 Limbah layanan kesehatan bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis layanan kesehatan, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada. Dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat pathogen. Puskesmas sebagai salah satu instalasi kesehatan yang menghasilkan limbah, berkewajiban untuk memelihara lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta memiliki tanggung jawab khusus yang berkaitan dengan limbah yang dihasilkan tersebut. Kewajiban yang dimaksud diantaranya adalah kewajiban untuk memastikan bahwa penanganan, pengolahan serta pembuangan limbah yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan dan lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukantoro (2010) disimpulkan bahwa pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta belum memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman, angka kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani pasien 11,11% petugas pengumpul limbah. Tujuan pembangunan kesehatan di Kabupaten Bantul adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagaimana yang tercantum dalam Dokumen Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mencakup kesehatan: jasmani, psikologi, sosial dan spiritual. Untuk mencapai tujuan tersebut maka berbagai program kegiatan bidang kesehatan telah dilaksanakan di Kabupaten Bantul. Salah satu program kegiatannya adalah adanya puskesmas bersih yang mengelola lingkungannya dengan baik. Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan demikian keberhasilan kabupaten/kota untuk mencapai tujuan program kesehatan dipengaruhi kinerja puskesmas sedangkan kinerja puskesmas dipengaruhi lingkungan puskesmas yang sehat.
13 Pada sisi lain puskesmas merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri, kegiatan puskesmas yang berlangsung 24 jam sehari dan melibatkan berbagai aktivitas orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah besar limbah. Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang berasal dari aktivitas medis dan non medis. Limbah yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan puskesmas maupun lingkungan sekitarnya jika tidak dikelola dengan baik. Dari hasil survey yang dilakukan terhadap limbah padat medis puskesmas, rata-rata timbulan limbah medis adalah sebanyak 7,5 gram/pasien/hari. Komposisi timbulan limbah medis puskesmas meliputi 65% dari imunisasi, 25% dari kontrasepsi dan sisanya dari perawatan medis. Banyaknya pemakaian jarum suntik setiap tahun terus bertambah, pada tahun 2003 untuk kegiatan kuratif mencapai 300 juta alat suntik, sedangkan untuk imunisasi sebanyak 50 juta alat suntik (Ditjen P2PL, 2008). Upaya pengelolaan limbah puskesmas telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan puskesmas. Dalam Undang-Undang Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 162 disebutkan bahwa Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi,maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya.dan pada Pasal 163 ayat (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain:a. limbah cair;b. limbah padat;c. limbah gas;d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah;e. binatang pembawa penyakit;f. zat kimia yang berbahaya; g. kebisingan yang melebihi
14 ambang batas; h. radiasi sinar pengion dan non pengion;i. air yang tercemar; j. udara yang tercemar; dan k. makanan yang terkontaminasi.sedangkan dalam Undang Undang lingkungan Hidup nomor 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakantindakan yang dilakukan terhadap sampah dimulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan, penyimpanan serta tahap pengolahan akhir yang berarti pembuangan dan pemusnahan (Kusnoputranto,2000). Sarana kesehatan milik Pemerintah Kabupaten Bantul meliputi: 27 puskesmas,terdiri dari 16 puskesmas dengan Tempat Tidur dan 11 puskesmas Non Tempat Tidur, 67 Puskesmas Pembantu dan 27 unit Puskesmas Keliling. 1 Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul, BP4 sebanyak satu buah, dan Gudang Farmasi satu buah (Profil Dinkes Bantul, 2011). Permasalahan yang ada adalah belum terkelolanya semua sampah yang ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan. Kegiatan pemusnahan limbah medis dilaksanakan di RS Panembahan Senopati yang mempunyai fasilitas 1 buah insenerator dengan kapasitas 35 kg /jam, namun karena adanya kelebihan limbah medis puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya, mengakibatkan insenerator tidak berfungsi dengan maksimal dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Pada tahun 2005 Kabupaten Bantul mendapat bantuan 4 buah insenerator yang ditempatkan di Puskesmas Srandakan, Kretek, Piyungan dan Imogiri I sebagai alat pengelolaan sampah medis/infecktius untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan. Namun pada saat ini hanya ada 2 insenerator yang masih bisa berfungsi yaitu Puskesmas Srandakan dan Kretek memiliki insenerator yang masih berfungsi menjadi rujukan limbah medis dari puskesmas-puskesmas yang ada di sekitarnya.
15 Puskesmas Srandakan merupakan salah satu puskesmas dengan tempat tidur (TT) yang menjalankan pelayanan 24 jam. Kegiatan yang dilakukan menimbulkan banyak sampah. Berbagai jenis sampah dihasilkan dari sampah bersifat organik, anorganik, sampah non medis, sampah medis, yang semuanya perlu dikelola dengan baik. Puskesmas Srandakan menggunakan insenerator sebagai alat untuk membakar/mengelola sampah medis yang ditimbulkan oleh kegiatan puskesmas. Sampah medis yang dihasilkan setiap harinya adalah rata-rata: ± 1 kg. Namun karena Puskesmas Srandakan juga menjadi salah satu tempat rujukan bagi pelayanan kesehatan disekitarnya baik pelayanan kesehatan milik pemerintah atau juga pelayanan kesehatan milik swasta, maka sampah yang harus dikelola meningkat menjadi sebesar: ± 1,5 kg per hari. Insenerator yang digunakan adalah insenerator dengan bahan bakar berupa kayu, tempurung, bonggol jagung (biomassa). Dimana pada saat pembakaran menimbulkan dampak berupa abu, bau dan suara keras. Adanya kecenderungan pengelola sarana pelayanan kesehatan tidak peduli untuk mengolah limbah tersebut mendorong perlu dikeluarkannya kewajiban penerapan regulasi pengelolaan limbah, sehingga kedepan merupakan modal awal dalam mewujudkan pembangunan sarana pelayanan kesehatan yang berkelanjutan (sustaineble development). Proses pembakaran, waktu pembakaran dan panas pembakaran merupakan faktor yang penting. Dengan panas yang tinggi akan dihasilkan proses pembakaran yang sempurna. Namun proses pembakaran ada kemungkinan berdampak terhadap masyarakat. Masyarakat mungkin terganggu dengan bau, asap, panas dan sebagainya. Pengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di layanan kesehatan. Bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah layanan kesehatan dan upaya penanggulangan penyebaran penyakit. Pengelolaan limbah medis tidak
16 boleh dilakukan sembarangan. Tiap jenis limbah medis memiliki cara penanganannya yang berbeda. Jika tidak dilakukan dengan prosedur yang sesuai maka akibatnya akan bisa lebih parah. Banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh incinerasi sampah dibandingkan manfaat yang dihasilkannya. Memang secara kasat mata volume reduksi yang dihasilkannya sangat menjanjikan, dari segunung sampah padat dapat menjadi hanya beberapa karung abu. Tetapi ada hal yang tidak kasat mata dan dapat dibuktikan secara kimiawi dihasilkan pada proses pembakaran sampah. Banyak senyawaan kimia sangat beracun terbentuk pada proses pembakaran sampah yang tidak terkontrol, yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan, apalagi jika sampah yang dibakar adalah sampah yang heterogen, belum lagi ditinjau dari segi ekonomi yang harganya relatif mahal dan dampak sosialnya. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengetahui pemanfaatan insenerator dan dampaknya terhadap masyarakat. Jenis limbah yang dihasilkan oleh instalasi kesehatan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis limbah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius.who (2010) menegaskan bahwa penanganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional (Pruss, 2005). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang di atas dibuat rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana teknis operasional insenerator di Puskesmas Srandakan? 2. Bagaimana regulasi dan kebijakan dalam pemanfaatan insenerator puskesmas di Kabupaten Bantul?
17 3. Bagaimana pengelolaan limbah hasil pembakaran dengan insenerator Puskesmas Srandakan Kabupaten Bantul? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum: untuk menganalisis pemanfaatan insenerator puskesmas di Kabupaten Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui teknis operasional insenerator Puskesmas Srandakan b. Untuk mengetahui regulasi dan kebijakan dalam pemanfaatan Insinerator puskesmas di Kabupaten Bantul. c. Untuk mengetahui sistem pengelolaan limbah hasil pembakaran insenerator puskesmas di Kabupaten Bantul D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan pengelolaan sampah medis di fasilitas kesehatan. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul sebagai bahan perencanaan kegiatan pengelolaan sampah medis di fasilitas kesehatan se Kabupaten Bantul 3. Bagi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul sebagai bahan masukan untuk perencanaan pembuatan sistem pemusnahan limbah medis 4. Sebagai bahan acuan bagi Puskesmas di Kabupaten Bantul untuk membuat perencanaan dalam pemusnahan sampah medis Puskesmas. 5. Sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya di bidang ilmu kesehatan lingkungan.
18 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pemanfaatan insenerator untuk sampah medis puskesmas di Kabupaten Bantul belum pernah dilakukan peneliti lain, ada beberapa penelitian yang hampir serupa sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Ristiono (2005), dengan judul : Regulasi dan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah sakit di Propinsi Sumatera barat. Tujuan penelitiannya adalah mendiskripsikan kebijakan regulasi Dinas kesehatan atas nama Pemerintah daerah dalam melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan, metode, subyek dan lokasi yang diteliti. Hasil penelitian ini untuk dapat melihat faktor regulasi yang efektif yang akan membuat rumah sakit taat dan mau melaksanakan kebijakan regulasi yang ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi K3 rumahsakit oleh pemerintah masih lemah, komitmen manajemen rumah sakit terhadap pelaksanaan K3 rumahsakit masih kurang, agar regulasi K3 rumahsakit menjadi efektif maka perlu adanya dukungan sumber daya manusia, dana, sanksi dan penghargaan, transparansi dan kontrol publik. Kesimpulan dan Saran: Agar regulasi K3 rumahsakit dapat terlaksana maka Dinas Kesehatan Propinsi melengkapi peraturan yang ada dan disosialisaikan ke seluruh rumahsakit, adanya pengawasan dari pemerintah maupun rumahsakit, rumahsakit meningkatkan komitmen dan meningkatkan dukungan agar regulasi menjadi efektif Dengan penelitian ini diharapkan hasilnya akan dapat dipakai oleh Pemerintah daerah sebagai acuan dalam melaksanakan dan menegakkan kebijakan regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) rumah sakit khususnya di Propinsi Sumatera Barat dimasa mendatang.
19 2. Penelitian yang dilakukan oleh Haryoto (2005), dengan judul: Peran stakeholder dalam Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit di kota Yogyakarta. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui peran serta yang dilakukan oleh stakeholder dan manfaat yang diperolehnya serta faktor-faktor yang menjadi penghambat (perbedaan pandangan dan konflik kepentingan) di antara stakeholder dalam pengelolaan limbah cair rumah sakit di Kota Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek dan obyek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dari manajemen rumah sakit sangat dipengaruhi keberhasilan pengelolaan limbah cair rumah sakit. Kepentingan yang berbeda dalam rumah sakit sering menimbulkan berbagai pandangan atau benturan kepentingan antara para pemangku kepentingan. Konflik kepentingan dan pandangan yang berbeda juga ada antara pemerintah dan rumah sakit dan dalam lembaga pemerintah sendiri. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengelolaan limbah cair rumah sakit masih rendah dilihat dari sejumlah kecil dana untuk pengelolaan lingkungan, sejumlah staf yang ditugaskan untuk mengelola lingkungan dan tidak adanya tindakan hukum tegas terhadap rumah sakit melanggar rendah. Pendekatan pemerintah dalam membina dan pengawasan kaku ( terjebak terlalu banyak regulasi ). Pemerintah belum mampu memberikan solusi khusus untuk rumah sakit dan tidak melibatkan organisasi non pemerintah 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sukantoro (2008), dengan judul: Evaluasi Pengelolaan Limbah Klinis Tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui sistim pengelolaan limbah klinis tajam, perilaku petugas, angka kecelakaan akibat limbah klinis tajam dan pelaksanaan pengelolaannya sesuai dengan kaidah pengelolaan limbah pelayanan kesehatan yang ada. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek dan obyek yang diteliti. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di kota Yogyakarta menggunakan sistem terpadu dikoordinir oleh
20 Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Pelaksanaan pengelolaan limbah klinis tajam belum menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibakukan. Limbah ditampung dalam safety box dimusnahkan menggunakan insenerator di RSUD Kota Yogyakarta. Belum terbentuk SMK3 pelayanan kesehatan Puskesmas di Kota Yogyakarta. Belum ada pencatatan dan pelaporan tentang pengelolaan limbah klinis tajam dan kecelakaan oleh limbah klinis tajam. Dari 221 responden petugas medis dan paramedis yang melayani pasien, 37,1 % melakukan recapping jarum suntik, 53,8 % selalu memakai APD dan 73,6 % memanfaatkan safety box sesuai peruntukannya. Sebesar 50 % petugas pengumpul limbah selalu memakai APD. Angka kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani pasien, 11,11% petugas pengumpul limbah. Kecelakaan juga dialami oleh petugas pengangkut limbah yang berjumlah satu orang. Pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta belum memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang aman.